Pasien Syok
Definisi Syok
• Syok merupakan kegagalan sistem • Syok adalah sindrom gangguan
sirkulasi untuk mempertahankan patofisiologi berat yang
perfusi yang adekuat organ-organ berhiubungan dengan metabolism
vital. Syok merupakan suatu seluler yang abnormal, kegagalan
kondisi yang mengancam jiwa dan sirkulasi. (Andra Saferi, 2019)
membutuhkan tindakan segera dan
intensif untuk menyelamatkan
jiwa klien (BPPPKMN, 2010).
TAHAPAN SYOK
FASE FASE
FASE PROGRESIF
KOMPENSATORI IREVERSIBEL
FASE FASE
FASE PROGRESIF
KOMPENSATORI IREVERSIBEL
FASE FASE
FASE PROGRESIF
KOMPENSATORI IREVERSIBEL
Syok
Kardiogenik
Klasifikas Syouk
Neurogenik
Syok Septik
Syok Obstruktif
Syok Hipovolemik
• Hipotensi (<90
mmHg)
• Gelisah
• Pernafasan • Bercak kemerahan
• Pucat menjadi cepat pada kulit yagn
• Kulit dingin dan • Hipotensi disertai rasa gatal
• basah • Mengigil hebat • Bengkak pada
Pucat • Menurunnya tenggorokan atau
• Suhu tubuh yang
• Kulit dingin kesadaran organ tubuh lain
naik sangat cepat
• Takikardi • Nadi: pengisian
• Kulit hangat dan
• Sesak
• kurang, cepat 90- • Suara serak
Oliguri kemerahan
110/menit. • Kehilangan
• hipotensi Mungkin bradikardi • Denyut nadi kesadaran
• Pernapasan lemah • Kesuitan menelan
takipnea • TD turun-naik • Kulit menjadi
• Produksi urin • Oliguria merah atau pucat
berkurang (oliguria:
<30 mg/jam)
Penatalaksanaan Syok
• Airway dan Breathing
Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan
prioritas pertama, untuk mendapatkan oksigenasi
yang cukup. Jaga dan pertahankan jalan nafas
tetap bebas. Tambahan oksigen diberikan bila
perlu untuk mempertahankan saturasi >95%
Bebaskan jalan nafas. Lakukan penghisapan bila
ada sekresi.
Tengadah kepala-topang dagu kalua perlu pasang
alat bantu jalan nafas (Gudel/OPA)
Beri ventilasi yang adekuat dengan O2 dari pompa
sungkup (Ambu bag) dan ETT
• Circulations/pertahankan sirkulasi
o Pengendalian pendarahan dapat dilakukan dengan balut tekan jika luka dari luar.
o Akses intervena dilakukan dgn memasang 2 IV ukuran besar pada vena perifer.
Berikan cairan isotonic kristaloid (utk mengembalikan vol intravaskuler). Cairan
plasma berguna utk meningkatkan tek. Onkotik intravaskuler
o Pada syok hipovolemik, jmlh cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,
darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan cairan berupa air dan
elektrolit harus diganti dengan larutan isotonic. Pemantauan tek.vena sentral
penting untuk mencegah pemberian cairan yang berlebihan.
o Bila tidak terjadi perbaikan dari tanda-tanda hemodinak maka diberikan transfusi
darah.
o Pada penanggulangan syok kardiogenik
harus dicegah pemberian cairan
berlebihan yang akan membebani pompa
jantung
o Pada kasus syok septik, pemberian cairan
harus dalam pemantauan ketat karena
dapat menjadai gangguan organ
majemuk(Multipel Organ Disfunction).
o Letakkan pasien dalam “posisi syok”
dengan mengangkat kedua tungkai lebih
tinggi dari jantung
PENATALAKSANAAN MEDIS DAN TERAPI
BERDASARKAN SYOK
SYOK HIPOVOLEMIK.dalam mengatasi penyebab SYOK NEUROGENIK.syok tipe ini juga akan
syok hipovolemik,tindakan medis yang dapat ditangani dengan memberikan obat obat seperti
dilakukan dapat berupa transfusi darah.baik sel darah epinephrine,norepinephrine,atau dopamine,untuk
merah maupun faktor faktor pembekuan darah meningkatkan tekanan darah.jika ps mengalami
(spt:trombosit) penurunan denyut jantung,dokter akan memberikan
atropin
SYOK KARDIOGENIK.syok ini akn ditangani
dengan menggunakan obat obatan yang berfungsi SYOK SEPSIS.dalam mengatasi syok sepsis,dokter
untuk memperbaiki pompa jantung.obat-obatan akan memberikan obat golongan vasopressor,seperti
tersebut di antaranya adalah dopamine atau dobutamin. norepinephrine, untuk meningkatkan tekanan
darah.untuk mengatasi infeksi dokter dapat memberikan
SYOK ANAFILAKTIK.dalam mengatasi syok antibiotik,anti virus,atau anti jamur tergantung jenis
anafilaktik, ps akn diberikan epinephrine suntik yg infeksinya.operasi juga dapat dilakukan untuk
berfungsi untuk meredakan syok akibat reaksi alergi. mengatasi sumber infeksi.
Asuhan Keperawatan GADAR pada Syok
• PENGKAJIAN
Pengkajian Primer CIRCULATIONS: kontrol perdarahan luar,
AIRWAY : cek jalan nafas dan berikan dapatkan akses vena yang cukup besar dan
tambahan O2 untuk menjaga saturasi nilai perfusi jaringan. Perdarahan dan luka
80-100 mmHg eksternal biasanya dapat di kontrol dgn
bebat tekan pada daerah luka. Perdarahan
BREATHING: kaji frekuensi nafas, apakah internal tidak banyak dilakukan pada
ada penggunan otot bantu pernafasan, perdarahan toraks dan abdomen pada fase
rektraksi dinding dada, adanya sesak pra rumah sakit. Tetapi utk perdarah bagian
nafas. Apakah ada tambahan suara nafas pelvis dan ekstremitas inferior dpt
(ronkhi, wheezing), kaji dinding dada digunakan balut gurita. Pembidaian dan
apakah ada trauma spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang
DISABILTY/pemeriksaan neurologis: PEMASANGAN KATETER URIN:
menentukan tingk. kesadaran, pergerakan penilaian adanya hematuria dan evaluasi
bola matadan respon pupil, fungsi motorik perfusi ginjal dengan memantau produksi
dan sensorik. Penilaian ini berguna utk urin. Memonitor volume urin yang keluar
mengetahui perfusi otak, mengikuti utk menganalisa jumlah keseimbangan
perkembangan kelainan neurologi cairan yang masuk dan keluar.
EXPOSURE: pemeriksaan lengkap
terhadap cedera lain yang mengancam jiwa
serta pencegahan terjadi hipotermi pada
penderita
DILATASI LAMBUNG: distensi lambung
menyebabkan resiko aspirasi isi lambung.
Dekompresi dilakukan dengan memasukan
selang melalui mulut atau hidung dan
memasangnya pada penyedot utk
mengeluarkan isi lambung
Pegkajian Sekunder
Identitas pasien
Keluhan utama (sulit bernafas, mengeluh muntah/mual, kejang-kejang)
Riwayat keehatan sekarang (trauma, penyakit jantung, infeksi, pemakaian
obat yang membuat kesadaran menurun setelah memakan obat)
Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan keluarga
DIAGNOSA KEPERAWATAN pada Syok
Pneumonia Sepsis
Aspirasi Major Trauma
Kontusio Paru Transfusi
Toxic Inhalation Pankreatitis
Tenggelam Cardiopulmonary bypass
Pulmonary Vasculitis Pregnancy releated
Reperfusion Injury Emboli lemak
(lung transplantation) Tumor lisis
Patofisiologi
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran alveolar
kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel
alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada
kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru
menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas
residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia
Alveolus Yang Normal dan Alveolus Yang Mengalami
Kerusakan Akibat ARDS
Manifestasi Klinis
Ciri khas ARDS adalah hipoksemia yang tidak dapat diatasi
selama bernapas spontan.
Sistem Organ Manifestasi Klinis
1. Airway
- peningkatan sekresi pernafasan
- ada atau tidaknya suara nafas
2. Breathing
- distres pernafasan: pernafasan cuping hidung, takipneu/ bradipneu, retraksi
- menggunakan otot pernafasan?
- kesulitan bernafas?
3. Circulation
- penurunan curah jantung: gelisah, takikardia
- ggn tingkat kesadaaran, gelisah
- penurunan urine
Diagnosa Keperawatan
• Pola nafas tidak efektif b.d. Penurunan ekspansi paru
• Gangguan pertukaran gas b.d abnormalitas ventilasi-perpusi skunder
terhadap hipoventilasi
INTERVENSI
• Kaji frekwensi, kedalaman dan kwalitas pernafasan serta pola pernafasan
• Kaji TTV tingkat kesadaran setiap jam
• Monitor kadar Oksigen
• Berikan oksigen dan bantuan ventilasi
• Pantau dan catat gas gas darah sesuai indikasi
• Auskultasi untuk mendengarkan bunyi nafas tiap jam
• Pertahanakan posisi kepala lebih tinggi
• Instruksikan pasien untuk pernafasan diapragma atau bibir
• Berikan dorongan untuk batuk dan nafas dalam
• Berikan bantuan ventilasi
KEPERAWATAN
KEGAWATDARURATA
N PADA TRAUMA
KEPALA
DEFINISI
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah suatu
gangguan trauma dari otak disertai/tanpa
perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas dari otak.
(Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala
(Suriadi dan Yuliani, 2011).
ETIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia
otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas
vaskuler.Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi
Your Contentatas
Heredua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera
kepala primer, misalnya akibat dariYour
hipoksemia,
Content Hereiskemia dan perdarahan.
Lanjut ….
Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,
berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma
akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan
intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan
autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak. (Tarwoto, 2007).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan medik cedera kepala Penatalaksanaan umum adalah :
yang utama adalah mencegah terjadinya • Nilai fungsi saluran nafas dan
cedera otak sekunder. Cedera otak respirasi
• Stabilisasi vertebrata servikalis
sekunder disebabkan oleh faktor sistemik pada semua kasus trauma
seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh • Berikan oksigenasi
• Awasi tekanan darah
karena kompresi jaringan otak. (Tunner,
• Kenali tanda-tanda shock akibat
2000)Pengatasan nyeri yang adekuat juga hipovelemik atau neurogenik
direkomendasikan pada pendertia cedera • Atasi shock
• Awasi kemungkinan munculnya
kepala (Turner, 2000)
kejang.
MASALAH KEPERAWATAN
YG SERING MUNCUL
1. trauma penetrasi : luka akibat terkena tembakan, luka akibat tikaman benda
tajam, luka akibat tusukan.
2. trauma non penetrasi : terkena kompresi / tekanan dari luar tubuh, terjepit sabuk
pengaman, cidera akselerasi / deselerasi karena kecelakaan olah raga , tertabrak
mobil
Trauma abdomen disebabkan oleh 2
mekanisme yang merusak
• Trauma tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum
• Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
TANDA DAN GEJALA
Bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan tampak gejala
perdarahan secara umum seperti :
•Pucat
•anemis
•Bahkan sampai dengan tanda-tanda syok hemoragic.
• Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat
timbul di daerah yang terluka/menyebar. Terdapat nyeri saat di tekan dan di
lepas,
•Mual muntah
•Penurunan kesadaran ( malaise, latergi, gelisah)
Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis yaitu :
• Nyeri perut seperti ditusuk
• Perut yang tegang
• Demam (38⁰C)
• Produksi urin sedikit
• Mual dan muntah
• Haus
• Cairan di dalam rongga abdomen
• Tidak bisa buang air besar
• buang angin
• Tanda-tanda syok.
Patofisiologi
Trauma pada abdomen dibagi menjadi trauma tumpul dan tembus
Kompresi rongga abdomen - meningatkan tekanan intraluminal dengan
cepat - sehingga mungkin menyebabkan ruptur usus, atau pendarahan
organ padat.
Gaya deselerasi (perlambatan) akan menyebabkan tarikan atau regangan
antara struktur yang terfiksasi dan yang dapat bergerak
Organ padat, seperti limpa dan hati merupakan jenis organ yang tersering
mengalami terluka setelah trauma tumpul abdomen terjadi
Trauma tumpul pada abdomen juga disebabkan oleh pengguntingan,
penghancuran atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus
atau struktur abdomen yang lain
Pemeriksaan fisik di arahkan untuk mencari bagian tubuh yang terkena trauma.
Pemeriksaan fisik abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistematis meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi.
Pemeriksaan penunjang
1.
Analisa Data
Data Subjektif : Klien mengatakan kaki
sebelah kiri terasa sakit, rasa sakit di
Nyeri Akut
Klasifikasinya:
• Plasenta Previa
• Solusio Plasenta
PLASENTA PREVIA
Plasenta Previa
Faktor Predisposisi :
1. Hipertensi dalam kehamilan
2. Multiparitas
3. Usia ibu tua
4. Tali pusat pendek
5. Dekompresi terus mendadak
Etiologi
6. Defisiensi asam folat
7. Trauma
8. Konsumsi alkhohol
9. Merokok
10. Tumor uterus
11. Kelainan uterus
Solusio Plasenta
Pembuluh darah plasenta
Perdarahan
Plasenta lepas
1. Perdarahan dari jalan lahir
2. Uterus tegang
3. Nyeri perut terus menerus
4. Bagian janin sukar di raba
Tanda Gejala
5. DJJ (-)
6. Beberapa bagian plasenta lepas
7. Warna darah kehitaman
8. Syok
Klasifikasi Solusio Plasenta
Jenis Ringan Sedang Berat
Kadar
< 250 mg% 120-250 mg% < 120 mg%
Fibrinogen
% kejadian Jarang 14 % 86%
Perdarahan Keluar dan Perdarahan
Tersembunyi
Perdarahan Keluar Perdarahan Tersembunyi
DEFINISI
Kehilangan darah ≥ 500 mL, terjadi di 24 WHO
jam pertama setelah melahirkan ¼ kematian
(HPP primer) / sampai dengan 6 ibu
pertahunnya
minggu setelah melahirkan (HPP diakibatkan
sekunder), dan jika tidak diidentifikasi oleh HPP
&diobati cepat dapat menyebabkan syok
pada ibu dan berujung kematian
kematian
• HPP Minor Kehilangan darah terjadi pada
antara 500 – 1000 mL 24/48 jam
pertama
• HPP Mayor Kehilangan darah
setelah
>1000 mL yang terkontrol melahirkan
• HPP Massive Kehilangan darah
>1500 mL &/ ada tanda syok klinis &/
trf ≥4 kolf PRC dengan penurunan
kondisi ibu yang menimbulkan
ancaman terhadap kehidupannya
ETIOLOGI
E Establish etiology
M Massage uterus
T Tamponade baloon
S Subtotal/total hysterectomy
Preeklampsia / Eklampsia
Hipertensi (tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg) yang baru muncul pada usia
kehamilan 20 minggu disertai salah satu tanda/gejala di bawah ini (ISSHP, 2014):
1.Proteinuria : (pemeriksaan spot protein urine sewaktu/creatinine ≥ 30 mg/mmol
[0,3 mg/mg] atau minimal 1g/L (2+) pada dipstick test)
2.Gangguan organ lainnya :
•Gangguan ginjal (Serum kreatin ≥ 90 umol/L)
•Keterlibatan hepar (peningkatan serum transaminase dan atau nyeri epigastium
dan kuadran kanan atas)
•Gangguan neurologis: eklampsia, perubahan status mental, kebutaan, stroke,
hiperrefleksia yang disertai klonus, nyeri kepala hebat, dan scotomata visual
persisten
•Gangguan hematologis (trombositopeni, DIC, hemolisis, sindroma HELLP)
•Edema paru
3. Disfungsi uteroplasenta : gawat janin dan gangguan pertumbuhan janin.
Definisi
• Mengidentifikasi dan mengelola kehilangan darah pervaginam
Observasi
• Identifikasi keluhan ibu (mis: keluar banyak darah, pusing, pandangan tidak jelas)
• Monitor keadaan uterus dan abdomen (Mis: TFU di atas umbilikus, teraba lembek,
benjolan)
• Monitor kesadaran dan tanda vital.
• Monitor kehilangan darah.
• Monitor kadar HB
Terapeutik:
• Posisikan supine atau trendelenburg
• Pasang oksimetri nadi
• Berikan oksigen
• Pasang IV line ukuran set transfusi
• Pasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih.
• Ambil darah untuk pemeriksaan DL
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian uterotonika dan terapi lainnya yang diperlukan.
Manajemen Perdarahan pervaginam pasca persalinan (I.02045)
Definisi:
• Mengidentifikasi dan mengelola kehilangan darah pervaginam lebih dari 500 cc, dapat
terjadi pada proses persalinan (24 jam) dan lebih dari 24 jam setelah persalinan.
Observasi:
• Periksa fundus uterus (Mis: TFU sesuai hari melahirkan, membulat dan keras/lembek)
• Identifikasi penyebab kehilangan darah (mis: atonia uteri atau robekan jalan lahir)
• Identifikasi keluhan ibu (mis: keluar banyak darah, pusing, pandangan kabur)
• Identifikasi riwayat perdarahan pada kehamilan lanjut (mis: abruption, PIH, dan Plasenta
previa)
• Monitor jumlah kehilangan darah.
• Monitor kada HB, HT, PT dan APTT sebelum dan sesudah perdarahan.
• Monitor fungsi neurologi
• Monitor membran mukosa, bruising dan adanya petechie.
Terapeutik:
• Pasang oksimetri nadi
• Berikan oksigen
• Posisikan supine
• Pasang IV line ukuran set transfusi
• Pasang kateter untuk mengosongkan kandung kemih dan
meningkatkan kotraksi uterus.
• Ambil darah untuk pemeriksaan DL
Kolaborasi:
• Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu.
• Kolaborasi pemberian uterotonika dan terapi lainnya jika
perlu.
Menejemen hipovolemi ( I.03116.)
Definisi
mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravaskuler.
Tindakan
Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa
kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
- monitor intake dan output cairan.
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified Trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral (jika memungkinkan)
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian cairan IVFD
- Kolaborasi pemberian produk darah
Manajemen syok hipovolemik (I.02050)
Definisi
• mengidentifikasi dan mengelola ketidakmampuan tubuh menyediakan oksigen dan nutrien
untuk mencukupi kebutuhan jaringan akibat kehilangan cairan/darah berlebih.
Observasi
• Monitor status kardiopulmonal (fekuensi dan kekuatan nadi, frek nafas, TD, MAP)
• Monitor status oksigensasi (oksimetri nadi, AGD).
• Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
• Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil.
Terapeutik:
• Pertahankan jalan napas paten.
• Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
• Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis (jika perlu).
• Berikan posisi syok (modified trendelenburg)
• Pasang jalur IV berukran besar
• Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine.
• Pasang selang NGT untuk dekompresi lambung.
• Ambil sampel darah untuk pemeriksaan DL dan elektrolit.
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid
• Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika pelu.
KEGAWATDARURATAN PADA
KERACUNAN
Pada hakekatnya semua zat dapat berlaku
sebagai racun , tergantung pada dosis dan
cara pemberiannya.
Pemeriksaan Fisik
Pertama-tama pemeriksaan fisik harus ditekankan pada tanda vital, sistim
kardiopulmoner,dan status neurologis. Berdasarkan nadi, tensi, frekuensi
nafas, dan suhu serta status mental, status fisiologik penderita dapat
digolongkan menjadi: excited, depresi, respon tidak sesuai, atau normal.
Pemeriksaan mata (menilai adakah nistagmus, menilai ukuran dan reaksi
pupil), pemeriksaan abdomen (bising usus dan ukuran kandung empedu), dan
pemeriksaan kulit (untuk luka bakar, bulae, warna, kehangatan, kelembaban,
luka bekas tekanan dan tanda-tanda tusukan) dapat mempersempit diagnosis.
Menentukan derajat keracunan adalah penting untuk menilai respon terapi.
Gambaran Radiologi
Edema paru (atau ARDS) dapat disebabkan karena keracunan CO, sianida, opioid,
paraquat, phencyclidine, hipnotik sedatif, atau salisilat; juga karena inhalasi gas iritan,
asap atau uap (ammonia, metal oksida, merkuri); juga oleh anoksia yang
berkepanjangan, hipertermia, atau syok. Pneumonia aspirasi umum terjadi pada pasien
dengan, kejang dan keracunan petroleum.
EKG
EKG berguna untuk mengarahkan diagnosis dan terapi. Bradikardi dan AV block dapat
terjadi pada pasien yang keracunan agonis, antiaritmia, blocker, calcium channel
blocker, obat kolinergik (karbamat dan insektisida organofosfat), glikosida jantung,
litium, magnesium, atau trisiklik antidepresan.Pemanjangan QRS dan interval QT dapat
disebabkan oleh hiperkalemia dan oleh obat-obat membran aktif.
Takiaritmia ventrikel dapat terjadi pada keracunan glikosida jantung, fluorida, obat
membran aktif, simpatomimetik, atau obat yang menyebabkan hiperkalemi, atau yang
mempotensiasi efek katekolamin endogen (misalnya kloral hidrat, hidrokarbon alifatik
dan hidrokarbon halogenasi).
Analisis urin dan darah (dan kadang-kadang cairan lambung serta sampel kimia) dapat
berguna untuk memastikan atau menyingkirkan dugaan keracunan. Walaupun beberapa
skrining test cepat untuk sejumlah penyalahgunaan obat sudah tersedia, untuk
menyelesaikan test tersebut diperlukan 2-6 jam dan penatalaksanaan segera haruslah
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test rutin lainnya.
PENATALAKSANAAN UMUM KERACUNAN &
OVERDOSIS
- Prinsip umum
- Perawatan suportif
- Penatalaksanaan problem respirasi
- Terapi kardiovaskuler
- Terapi SSP
- Pencegahan absorpsi racun lebih lanjut(dekontaminasi
gastrointestinal dan tempat lain)
- Percepatan eliminasi racun (karbon aktif dosis ganda, diuresis
paksa,perubahan pH urin, cara-cara ekstrakorporeal)
- Pemberian antidot
- Pencegahan paparan ulang
Prinsip umum penatalaksanaan keracunan dan overdosis
Tujuan terapi keracunan dan overdosis adalah mengawasi tanda-tanda vital, mencegah
absorpsi racun lebih lanjut, mempercepat eliminasi racun, pemberian antidot spesifik,
dan mencegah paparan ulang.
Terapi spesifik tergantung dari identifikasi racun, jalan masuk, banyaknya racun,
selang waktu timbulnya gejala, dan beratnya derajat keracunan. Pengetahuan
farmakodinamik dan farmakokinetik substansi penyebab keracuan amatlah penting.
Bila anamnesis penderita tidak jelas, dan diduga keracunan akan terjadi secara lambat
atau akan terjadi kerusakan ireversibel, sebaiknya dilakukan pemeriksaan toksikologi
darah dan urin. Kebanyakan pasien yang asimtomatis setelah terpapar racun per oral
dalam 4-6 jam, dapat dipulangkan dengan aman. Observasi lebih lama dibutuhkan bila
terdapat keracunan per oral yang menyebabkan lambatnya pengosongan lambung dan
motilitas usus dimana disolusi, absorpsi, dan distribusi racun dengan sendirinya juga
lebih lambat.
Selama fase toksik, yaitu waktu antara onset keracunan sampai dengan
terjadinya efek puncak, penatalaksanaan berdasarkan pada penemuan klinis
dan laboratorium. Setelah overdosis, akan segera timbul efek-efeknya
lebih awal, yang kemudian memuncak. Prioritas pertama untuk dilakukan
adalah resusitasi dan stabilisasi. Terhadap semua pasien yang simtomatis
harus dilakukan pemasangan i.v. line, penentuan saturasi oksigen,
monitoring jantung, dan observasi kontinu. Pemeriksaan laboratorium
dasar, EKG, dan x-ray dapat berguna.
Pemberian antidot
Antidot bekerja berlawanan dengan efek racun dengan : menetralisir
racun (reaksi antigen-antibodi, khelasi, atau membentuk ikatan kimia),
mengantagonis efek fisiologis racun (mengaktivasi kerja sistem saraf yang
berlawanan, memfasilitasi aksi kompetisi metabolik/ reseptor substrat tsb.).
Antidot mengurangi morbiditas dan mortalitas, namun sebagian besar
juga potensial toksik. Penggunaan antidot agar aman membutuhkan
identifikasi yang benar keracunan spesifik atau sindromnya.
Pencegahan Paparan Ulang
Keracunan merupakan penyakit yang dapat dicegah. Orang dewasa yang pernah terpapar
racun karena kecelakaan harus mentaati instruksi penggunaan obat dan bahan kimia yang
aman (sesuai yang tertera pada labelnya). Penderita yang menurun kesadarannya harus dibantu
dalam meminum obatnya. Kesalahan dosis obat oleh petugas kesehatan membu-tuhkan
pendidikan khusus bagi mereka.
Penderita harus diingatkan untuk menghindari lingkungan yang terpapar bahan kimia
penyebab keracunan. Departemen Kesehatan dan instansi terkait juga harus diberi laporan bila
terjadi keracunan di lingkungan tertentu/tem- pat kerja.
Pada anak-anak dan penderita overdosis yang disengaja, upaya terbaik adalah membatasi
jangkauan terhadap racun/obat/bahan/minuman tsb.
Penderita depresi atau psikotik harus menerima penilaian psikiatrik, disposisi, dan follow-
up. Bila mereka diberi resep obat harus dengan jumlah yang terbatas dan dimonitor kepatuhan
minum obatnya, serta dinilai respon terapinya.