0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
459 tayangan12 halaman
Novel ini menceritakan perjuangan seorang pria bernama Ranta melawan penindasan Juragan Musa dan gerombolan Daarul Islam di desa Banten Selatan. Ranta awalnya tunduk pada Juragan Musa, namun ia mulai memberontak setelah dipukuli. Ia kemudian melaporkan keterlibatan rahasia Juragan Musa dengan DI kepada komandan OKD. Juragan Musa ditangkap, sementara Ranta diangkat menjadi lurah. Rakyat akhirnya bers
Novel ini menceritakan perjuangan seorang pria bernama Ranta melawan penindasan Juragan Musa dan gerombolan Daarul Islam di desa Banten Selatan. Ranta awalnya tunduk pada Juragan Musa, namun ia mulai memberontak setelah dipukuli. Ia kemudian melaporkan keterlibatan rahasia Juragan Musa dengan DI kepada komandan OKD. Juragan Musa ditangkap, sementara Ranta diangkat menjadi lurah. Rakyat akhirnya bers
Novel ini menceritakan perjuangan seorang pria bernama Ranta melawan penindasan Juragan Musa dan gerombolan Daarul Islam di desa Banten Selatan. Ranta awalnya tunduk pada Juragan Musa, namun ia mulai memberontak setelah dipukuli. Ia kemudian melaporkan keterlibatan rahasia Juragan Musa dengan DI kepada komandan OKD. Juragan Musa ditangkap, sementara Ranta diangkat menjadi lurah. Rakyat akhirnya bers
IDENTITAS BUKU Judul Buku : Sekali Peristiwa di Banten Selatan Pengarang : Pramoedya Ananta Toer (Pram) Penerbit : Lentera Dipantara Tahun Terbit : 2003 Jumlah Halaman : 132 halaman RINGKASAN ISI BUKU Cerita pada novel ini dimulai dengan penggambaran ketenangan suasana alam di sebuah desa. Ketenangan di desa itu amat bertolak belakang dengan hati, pikiran, dan kehidupan masyarakat yang menduduki desa tersebut. Sang pemeran utama, yaitu Ranta, hidup dalam jerat kemiskinan. Beban yang dipikul Ranta menjadi amat berat saat Ranta dipaksa Juragan Musa untuk mencuri bibit karet di perkebunan. Juragan Musa adalah tuan tanah yang suka memperbudak rakyat kecil. Pada awalnya, Ranta segan dan selalu tunduk atas perintah Juragan Musa, namun setelah ia diperintahkan untuk mencuri bibit karet dan diupahi dengan pukulan rotan pada tubuhnya, Ranta mencoba bangkit, menguatkan diri untuk tidak takut lagi dan akan melawan Juragan Musa. Selain Juragan Musa, musuh besar rakyat Banten Selatan adalah Daarul Islam (DI). Gerombolan DI selalu memaksa rakyat untuk mederita dengan cara memperbudak, mengobrak-abrik pasar, merampas, menyiksa, bahkan membunuh. Yang mengherankan adalah rakyat kecil tak luput dari rampasan dan siksaan DI, akan tetapi Juragan Musa yang notabenenya adalah tuan tanah yang kaya, tak pernah sekalipun diusili oleh DI. Ranta melaporkan kejanggalan yang ada di antara DI dan Juragan Musa kepada Komandan OKD. Laporan Ranta diperkuat dengan bukti yang Ranta bawa, yakni aktentas milik Juragan Musa yang tertinggal di depan rumah Ranta saat Juragan Musa lari terbirit-birit lantaran takut dihajar Ranta yang tengah murka. Ternyata isi aktentas tersebut adalah surat-surat milik DI. Isi aktentas itu menguak kenyataan bahwa Juragan Musa adalah seorang Residen DI. Juragan Musa ditahan, kemudian Ranta diangkat menjadi Lurah. Lantaran telah menangkap kaki tangan DI, nasib Ranta semakin terancam karena gerombolan DI akan membalas dendamnya kepada Ranta dengan cara menyerang seluruh desa. Ranta dan Komandan OKD mulai menyiapkan strategi. Ranta menginginkan persatuan dan gotong-royong seluruh masyarakat desa untuk melawan DI. Kemudian pecahlah pertempuran antara DI dan OKD beserta rakyat Banten Selatan. Pertempuran itu dimenangkan oleh rakyat. Pertempuran itu membuat mata rakyat terbuka, mereka menyadari bahwa persatuan dan kerja sama lah yang membuat mereka kuat, membuat mereka keluar dari belenggu DI. Kerja sama dan gotong-royong saat pertempuran tetap dipertahankan rakyat untuk mengembalikan kesejahteraan desa. Rakyat berduyun-duyun bekerja sama memperbaiki dan membangun vitalitas desa. ULASAN NOVEL Ulasan: Dalam novel ini penulis menceritakan bagaimana penindasan- penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kuat kepada rakyat-rakyat lemah. Hingga tetap terjalinnya lingakaran setan, dimana yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin lemah. Kemudian penulis menciptakan seorang tokoh yang dapat mengubah keadaan tersebut. Sosok Ranta dibuatnya dengan jiwa yang cinta akan persatuan. Ranta bosan berputus asa, kemudian ia bangkit dengan mengumpulkan semangat juang rakyat demi melawan para penindas. Salah satu ucapan Ranta yang menarik perhatian saya sekaligus menggambarkan keseluruhan dari novel ini adalah “Di mana-mana aku selalu dengar: Yang benar juga akhirnya yang menang. Itu benar; Benar sekali. Tapi kapan? Kebenaran tidak datang dari langit, tapi dia mesti diperjuangkan untuk menjadi benar...” Kalimat ini seakan menjadi bahan bakar semangat Ranta untuk menegakkan kebanaran. PENILAIAN 1. Kelebihan: Jika diamati unsur intrinsiknya, novel ini memiliki alur maju. Sesuai dengan judulnya, novel ini memang menceritakan “sekali peristiwa”. Ceritanya dimulai dengan kesengsaraan rakyat, persatuan rakyat, perjuangan rakyat, kemudian kemenangan dan berakhir damai. Bagian orientasi, pemunculan konflik, klimaks, dan antiklimaksnya terlihat sangat jelas dan rapi. Hal ini yang membuat pembaca dapat dengan mudah terbawa ke dalam cerita. Bahkan pembaca semacam saya yang cukup buta akan sejarah, yang pada awalnya tidak paham apa itu DI dan apa yang dilakukan DI, tetap dapat menikmati cerita, terbawa pada alurnya, juga ikut merasakan segala emosi yang tokohnya rasakan. 2. Kekurangan: Meski begitu, saya juga menemukan sedikit kekurangan pada novel ini, novel ini membuat saya bertanya di akhir halaman, “Inikah akhirnya?”. Gambaran pertempuran antara DI dengan rakyat dijelaskan dengan kurang gamblang, kurang detail, sehingga saya tidak merasakan euforia kemenangan yang diraih oleh rakyat. Saya seakan tak percaya pertempuran itu dimenangkan oleh rakyat. Ranta sempat menjelaskan bahwa rakyat hanya diberi pelatihan singkat untuk turun melawan DI, bahkan rakyat hanya mengandalkan bambu runcing, jebakan, dan alat-alat sederhana, sedangkan rombongan DI menggunakan senjata api. Saya merasa novel ini seperti cerita pendek yang dibuat lebih panjang. Berbeda dengan novel-novel yang pernah saya baca, yang biasanya memiliki konflik yang pasang surut. Novel ini memiliki konflik yang begitu fokus di satu titik kemudian berakhir. “Sekali Peristiwa di Banten Selatan”, jika melihat kembali pada judul novel, memang benar jika cerita di dalamnya dikemas dengan konflik yang sekali naik ke puncak klimaks kemudian turun ke antiklimaks dan berakhir. Penulis sengaja menyajikan cerita yang memberikan kesan “sekali peristiwa”. ANALISIS STRUKTUR 1. Orientasi: Ranta, seorang lelaki tubuhnya tinggi lagi besar penuh dengan otot- otot kasar. Hidup bersama istrinya, Ireng di dalam kesengsaraan. Mereka tinggal di dalam gubuk kecil di kaki gunung terbuat dari bamboo beratap rumbia. Kemiskinan membuat Ranta terpaksa tunduk dan patuh kepada Juragan Musa, tuan tanah kecil di Banten Selatan, yang kerap kali menyuruh Ranta mencuri bibit karet. Ranta pun menuruti perintah Juragan Musa. Tetapi bukannya mendapatkan upah. Ranta mendapatkan pukulan di sekujur tubuhnya 2. Pengungkapan Peristiwa: Mendapati perilaku Juragan Musa yang sebegitu liciknya, Ranta kini merubah pola pikirnya untuk melawan Juragan Musa dan tidak lagi tunduk kepadanya. Hingga pada suatu hari Juragan Musa mendatangi Ranta kembali untuk memberi perintah pada Ranta 3. Menuju Konflik: Ranta yang tidak mau lagi disuruh oleh Juragan Musa mulai memberontak. Ia melawan Juragan Musa tanpa takut. Juragan Musa yang ketakutan terhadap Ranta, berlari kembali ke rumahnya dan meninggalkan tasnya di depan rumah Ranta. Sesampainya Juragan Musa di rumah, dia tersadar bahwa dia telah meninggalkan tasnya di rumah Ranta. Juragan Musa panik bukan main, dia memerintahkan pesuruhnya untuk membakar rumah Ranta. Ranta dan istrinya pergi menuju ke rumah komandan OKD saat mendapati fakta bahwa Juragan Musa kerap kali melakukan perundingan dengan DI yang pada saat itu melakukan kekacauan di Banten Selatan. 4. Puncak Konflik: Sesaat setelah Ranta melaporkan keterlibatan Juragan Musa di dalam DI, komandan OKD dan prajuritnya mengepung kediaman Juragan Musa. Juragan Musa dan orang DI lainnya ditangkap dalam penyergapan malam itu. Dikarenakan lurah Banten Selatan saat itu juga ikut tertangkap, Ranta lalu dijadikan sebagai lurah. Karena perbuatannya yang telah menjebloskan kaki tangan DI ke penjara, Ranta dan penduduk Banten Selatan berada dalam bahaya. Cepat atau lambat DI akan menyerang Banten Selatan 5. Penyelesaian: Semua warga dan tentara yang ditugaskan di Banten Selatan saling bahu-membahu melawan pertempuran tersebut. Tiga bulan kemudian, warga sama-sama bekerja unuk membangun desanya. Kini, warga warga sadar betapa pentingnya kerjasama. Mereka sepakat akan terus bekerja sama dalam melawan kejahatan dan dalam membangun negeri ini. 6. Koda: Semua bangkit, berhandengan tangan, yakin, gembira, dan penuh kepercayaan pada hari kedepan. ANALISIS UNSUR KEBAHASAAN - MENGGUNAKAN KALIMAT LAMPAU : “Tahun yang lalu begitu juga yang kualami” (hal. 25) - MENGGUNAKAN KONJUNGSI TEMPORAL : “kembali ia berpaling ke arah gendi, kemudian melangkah ke bale” (hal. 14) - MENGGUNAKAN KATA KERJA MATERIAL : “Hampir dua hari sekali kami lewat sini mengangkut singkong” (hal.32) - MENGGUNAKAN KALIMAT TAK LANGSUNG : "Bukan nyonya, kata pak lurah tidak ada yang boleh keluar dari kampung." - MENGGUNAKAN KATA KERJA MENTAL : “Ranta tak mempedulikan kata-kata yang kedua.” (hal.37) - MENGGUNAKAN KATA SIFAT : “tubuhnya tinggi lagi besar, penuh dengan otot-otot kasar” (hal 13) - MENGGUNAKAN BANYAK DIALOG KESIMPULAN Terlepas dari kelebihan dan kekurangan pada novel ini, saya pribadi menyukai cara penulis menyampaikan amanat-amanat untuk selalu memperjuangakan kebenaran, menjunjung tinggi persatuan, gotong royong, kerja sama, dan tidak berputus asa atas beban dan cobaan hidup. Hasil reportase penulis atas kejadian yang ia saksikan sendiri di Banten Selatan, membuat saya pribadi akhirnya mengetahui bahkan mengerti apa yang dirasakan, dialami, dan diperjuangkan oleh rakyat tanpa harus membuka buku sejarah yang membosankan.