Anda di halaman 1dari 12

RESENSI NOVEL Napitupulu Yosefino Rivaldo

“SEKALI PERISTIWA DI 12 IPA 4


25

BANTEN SELATAN” SMAN 23 Bandung


IDENTITAS BUKU
Judul Buku : Sekali Peristiwa di Banten Selatan
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer (Pram)
Penerbit : Lentera Dipantara
Tahun Terbit : 2003
Jumlah Halaman : 132 halaman
RINGKASAN ISI BUKU
Cerita pada novel ini dimulai dengan penggambaran ketenangan suasana alam di
sebuah desa. Ketenangan di desa itu amat bertolak belakang dengan hati, pikiran,
dan kehidupan masyarakat yang menduduki desa tersebut. Sang pemeran utama,
yaitu Ranta, hidup dalam jerat kemiskinan. Beban yang dipikul Ranta menjadi amat
berat saat Ranta dipaksa Juragan Musa untuk mencuri bibit karet di perkebunan.
Juragan Musa adalah tuan tanah yang suka memperbudak rakyat kecil. Pada
awalnya, Ranta segan dan selalu tunduk atas perintah Juragan Musa, namun setelah
ia diperintahkan untuk mencuri bibit karet dan diupahi dengan pukulan rotan pada
tubuhnya, Ranta mencoba bangkit, menguatkan diri untuk tidak takut lagi dan akan
melawan Juragan Musa.
Selain Juragan Musa, musuh besar rakyat Banten Selatan adalah Daarul Islam (DI).
Gerombolan DI selalu memaksa rakyat untuk mederita dengan cara memperbudak,
mengobrak-abrik pasar, merampas, menyiksa, bahkan membunuh. Yang
mengherankan adalah rakyat kecil tak luput dari rampasan dan siksaan DI, akan
tetapi Juragan Musa yang notabenenya adalah tuan tanah yang kaya, tak pernah
sekalipun diusili oleh DI.
Ranta melaporkan kejanggalan yang ada di antara DI dan Juragan Musa kepada
Komandan OKD. Laporan Ranta diperkuat dengan bukti yang Ranta bawa, yakni
aktentas milik Juragan Musa yang tertinggal di depan rumah Ranta saat Juragan
Musa lari terbirit-birit lantaran takut dihajar Ranta yang tengah murka. Ternyata isi
aktentas tersebut adalah surat-surat milik DI. Isi aktentas itu menguak kenyataan
bahwa Juragan Musa adalah seorang Residen DI. Juragan Musa ditahan, kemudian
Ranta diangkat menjadi Lurah.
Lantaran telah menangkap kaki tangan DI, nasib Ranta semakin terancam karena
gerombolan DI akan membalas dendamnya kepada Ranta dengan cara menyerang
seluruh desa. Ranta dan Komandan OKD mulai menyiapkan strategi. Ranta
menginginkan persatuan dan gotong-royong seluruh masyarakat desa untuk melawan
DI. Kemudian pecahlah pertempuran antara DI dan OKD beserta rakyat Banten
Selatan. Pertempuran itu dimenangkan oleh rakyat.
Pertempuran itu membuat mata rakyat terbuka, mereka menyadari bahwa persatuan
dan kerja sama lah yang membuat mereka kuat, membuat mereka keluar dari
belenggu DI. Kerja sama dan gotong-royong saat pertempuran tetap dipertahankan
rakyat untuk mengembalikan kesejahteraan desa. Rakyat berduyun-duyun bekerja
sama memperbaiki dan membangun vitalitas desa.
ULASAN NOVEL
Ulasan: Dalam novel ini penulis menceritakan bagaimana penindasan-
penindasan yang dilakukan oleh orang-orang kuat kepada rakyat-rakyat lemah.
Hingga tetap terjalinnya lingakaran setan, dimana yang kuat semakin kuat dan yang
lemah semakin lemah. Kemudian penulis menciptakan seorang tokoh yang dapat
mengubah keadaan tersebut. Sosok Ranta dibuatnya dengan jiwa yang cinta akan
persatuan. Ranta bosan berputus asa, kemudian ia bangkit dengan mengumpulkan
semangat juang rakyat demi melawan para penindas. Salah satu ucapan Ranta yang
menarik perhatian saya sekaligus menggambarkan keseluruhan dari novel ini adalah
“Di mana-mana aku selalu dengar: Yang benar juga akhirnya yang menang. Itu
benar; Benar sekali. Tapi kapan? Kebenaran tidak datang dari langit, tapi dia mesti
diperjuangkan untuk menjadi benar...” Kalimat ini seakan menjadi bahan bakar
semangat Ranta untuk menegakkan kebanaran.
PENILAIAN
1. Kelebihan: Jika diamati unsur intrinsiknya, novel ini memiliki alur maju. Sesuai dengan
judulnya, novel ini memang menceritakan “sekali peristiwa”. Ceritanya dimulai dengan kesengsaraan
rakyat, persatuan rakyat, perjuangan rakyat, kemudian kemenangan dan berakhir damai. Bagian
orientasi, pemunculan konflik, klimaks, dan antiklimaksnya terlihat sangat jelas dan rapi. Hal ini yang
membuat pembaca dapat dengan mudah terbawa ke dalam cerita. Bahkan pembaca semacam saya yang
cukup buta akan sejarah, yang pada awalnya tidak paham apa itu DI dan apa yang dilakukan DI, tetap
dapat menikmati cerita, terbawa pada alurnya, juga ikut merasakan segala emosi yang tokohnya
rasakan.
2. Kekurangan: Meski begitu, saya juga menemukan sedikit kekurangan pada novel ini, novel ini
membuat saya bertanya di akhir halaman, “Inikah akhirnya?”. Gambaran pertempuran antara DI
dengan rakyat dijelaskan dengan kurang gamblang, kurang detail, sehingga saya tidak merasakan
euforia kemenangan yang diraih oleh rakyat. Saya seakan tak percaya pertempuran itu dimenangkan
oleh rakyat. Ranta sempat menjelaskan bahwa rakyat hanya diberi pelatihan singkat untuk turun
melawan DI, bahkan rakyat hanya mengandalkan bambu runcing, jebakan, dan alat-alat sederhana,
sedangkan rombongan DI menggunakan senjata api. Saya merasa novel ini seperti cerita pendek yang
dibuat lebih panjang. Berbeda dengan novel-novel yang pernah saya baca, yang biasanya memiliki
konflik yang pasang surut. Novel ini memiliki konflik yang begitu fokus di satu titik kemudian
berakhir. “Sekali Peristiwa di Banten Selatan”, jika melihat kembali pada judul novel, memang benar
jika cerita di dalamnya dikemas dengan konflik yang sekali naik ke puncak klimaks kemudian turun ke
antiklimaks dan berakhir. Penulis sengaja menyajikan cerita yang memberikan kesan “sekali peristiwa”.
ANALISIS STRUKTUR
1. Orientasi: Ranta, seorang lelaki tubuhnya tinggi lagi besar penuh dengan otot-
otot kasar. Hidup bersama istrinya, Ireng di dalam kesengsaraan. Mereka tinggal di
dalam gubuk kecil di kaki gunung terbuat dari bamboo beratap rumbia. Kemiskinan
membuat Ranta terpaksa tunduk dan patuh kepada Juragan Musa, tuan tanah kecil di
Banten Selatan, yang kerap kali menyuruh Ranta mencuri bibit karet. Ranta pun
menuruti perintah Juragan Musa. Tetapi bukannya mendapatkan upah. Ranta
mendapatkan pukulan di sekujur tubuhnya
2. Pengungkapan Peristiwa: Mendapati perilaku Juragan Musa yang sebegitu
liciknya, Ranta kini merubah pola pikirnya untuk melawan Juragan Musa dan tidak
lagi tunduk kepadanya. Hingga pada suatu hari Juragan Musa mendatangi Ranta
kembali untuk memberi perintah pada Ranta
3. Menuju Konflik: Ranta yang tidak mau lagi disuruh oleh Juragan Musa mulai
memberontak. Ia melawan Juragan Musa tanpa takut. Juragan Musa yang ketakutan
terhadap Ranta, berlari kembali ke rumahnya dan meninggalkan tasnya di depan
rumah Ranta. Sesampainya Juragan Musa di rumah, dia tersadar bahwa dia telah
meninggalkan tasnya di rumah Ranta. Juragan Musa panik bukan main, dia
memerintahkan pesuruhnya untuk membakar rumah Ranta. Ranta dan istrinya pergi
menuju ke rumah komandan OKD saat mendapati fakta bahwa Juragan Musa kerap
kali melakukan perundingan dengan DI yang pada saat itu melakukan kekacauan di
Banten Selatan.
4. Puncak Konflik: Sesaat setelah Ranta melaporkan keterlibatan Juragan Musa di
dalam DI, komandan OKD dan prajuritnya mengepung kediaman Juragan Musa.
Juragan Musa dan orang DI lainnya ditangkap dalam penyergapan malam itu.
Dikarenakan lurah Banten Selatan saat itu juga ikut tertangkap, Ranta lalu dijadikan
sebagai lurah. Karena perbuatannya yang telah menjebloskan kaki tangan DI ke
penjara, Ranta dan penduduk Banten Selatan berada dalam bahaya. Cepat atau
lambat DI akan menyerang Banten Selatan
5. Penyelesaian: Semua warga dan tentara yang ditugaskan di
Banten Selatan saling bahu-membahu melawan pertempuran
tersebut. Tiga bulan kemudian, warga sama-sama bekerja unuk
membangun desanya. Kini, warga warga sadar betapa pentingnya
kerjasama. Mereka sepakat akan terus bekerja sama dalam
melawan kejahatan dan dalam membangun negeri ini.
6. Koda: Semua bangkit, berhandengan tangan, yakin, gembira,
dan penuh kepercayaan pada hari kedepan.
ANALISIS UNSUR
KEBAHASAAN
- MENGGUNAKAN KALIMAT LAMPAU : “Tahun yang lalu begitu juga yang kualami”
(hal. 25)
- MENGGUNAKAN KONJUNGSI TEMPORAL : “kembali ia berpaling ke arah gendi,
kemudian melangkah ke bale” (hal. 14)
- MENGGUNAKAN KATA KERJA MATERIAL : “Hampir dua hari sekali kami lewat
sini mengangkut singkong” (hal.32)
- MENGGUNAKAN KALIMAT TAK LANGSUNG : "Bukan nyonya, kata pak lurah
tidak ada yang boleh keluar dari kampung."
- MENGGUNAKAN KATA KERJA MENTAL : “Ranta tak mempedulikan kata-kata yang
kedua.” (hal.37)
- MENGGUNAKAN KATA SIFAT : “tubuhnya tinggi lagi besar, penuh dengan otot-otot
kasar” (hal 13)
- MENGGUNAKAN BANYAK DIALOG
KESIMPULAN
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan pada novel ini, saya pribadi menyukai cara
penulis menyampaikan amanat-amanat untuk selalu memperjuangakan kebenaran,
menjunjung tinggi persatuan, gotong royong, kerja sama, dan tidak berputus asa atas
beban dan cobaan hidup. Hasil reportase penulis atas kejadian yang ia saksikan
sendiri di Banten Selatan, membuat saya pribadi akhirnya mengetahui bahkan
mengerti apa yang dirasakan, dialami, dan diperjuangkan oleh rakyat tanpa harus
membuka buku sejarah yang membosankan.

Anda mungkin juga menyukai