Rayendra Putra Pratama 160401089 URGENSI UU CYBERCRIME • Cybercrime dapat dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana / alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Kejahatan komputer yang diasosiasikan dengan hacker, biasanya menimbulkan arti yang negative URGENSI UU CYBERCRIME Hukum tidak berkembang sejalan dengan perkembangan manusia. Sekarang ini tidak hanya kejahatan konventional yang marak terjadi, namun kejahatan komputer (cybercrime) juga sudah tidak asing lagi. Namun menguraikan dari Pasal-Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), delik-delik yang dijelaskan masih berkaitan erat dengan tindak pidana kejahatan konventional, dimana ini dapat kita katakan sebagai ketertinggalan hukum . Ketertinggalan hukum ini bisa berdampak buruk dalam kehidupan manusia. Dari ketertinggalan hukum inilah menjadi awal faktor diperlukannya urgensi undang-undang dalam kejahatan cybercrime yang sekarang kita kenal dengan undang-undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE. URGENSI UU CYBERCRIME Terdapat 2 macam masalah yang mendesak pemerintah untuk perlu membuat UU yang mengatur tentang cybercrime yakni :
1. Keterdesakan kebutuhan nasional
2. Keterdesakan kebutuhan internasional KETERDESAKAN KEBUTUHAN NASIONAL
Keterdesakan kebutuhan nasional meliputi Efektifitas KUHP .
Jika kita analisis substansi hukum yg ada maka terdapat beberapa kendala yang memberatkan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku tindak kejahatan cyber: Analisis-analisis tersebut meliputi: 1. Berkenan dengan pencurian Diatur dalam pasal 362 KUHP berbunyi : “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Sembilan ratur rupiah” 2. Mengenai perbuatan perusakan atau penghancuran barang KETERDESAKAN KEBUTUHAN NASIONAL
3. Berkenaan dengan pornografi
Jika kita amati salah satu unsure yang terdapat dalam delik di KUHP sebagaimana yang mengatur penyebaran pornografi adalah Arti “menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan dengan terang- terangan” yakni : 1)Yang dapat disirkan adalah misalnya; surat kabar, majalah, buku, surat selebaran atau lainnya, yang dibuat dalam jumlah banyak. 2)Mempertunjukkan” berarti memperlihatkan kepada orang banyak. 3)Menempelkan” berarti melekatkan si suatu tempat yang mudah diketahui oleh banyak orang. Berdasarkan hal tersebut diatas diatas tentunya media internet smaa dengan media massa lain. KETERDESAKAN KEBUTUHAN NASIONAL
4. Berkenaan dengan penipuan
Delik tentang penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu muslihat. Ataupun rangkaian kebohongan, emnggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, atau supaya member utang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
5. Berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang
lain KETERDESAKAN KEBUTUHAN NASIONAL
6. Berkenaan dengan hal penggelapan
7. Mengenai pemalsuan surat • Berdasarkan uraian yang telah di sampaikan, kita dapat menyimpulkan beberapa kendala yang masih di alami terkait keefektivan substansi hukum dalam KUHP dalam menanggulangi cybercrime yakni : 1. Kendala legalitas 2. Kendala dalam pembuktian 3. Kendala yurisdiksi Masuk ke efektivan KUHP dan KUHAP yang kedua yakni : 2. Analisis Efektivitas Struktur Hukum 3. Analisis Efektivitas Budaya Hukum KETERDESAKAN HUKUM INTERNASIONAL
Dalam hal keterdesakan dari internasional bisa
diperhatikan dari fakta bahwa cybercrime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Barda Nawawi Arief menyatatakan mengenai urgensinya kerjasama internasional terkait masalah penanggulangan cybercrime di Indonesia. Menurut nya, kenijakan penanggulangan cybercrime dengan hokum pidana termasuk bidang penal policy yang merupakan bagian dari criminal policy (kebijakan penanggulangan kejahatan) KESIMPULAN • Kekurangan dalam kejelasan pada aturan hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menjadi faktor penting dibutuhkannya Urgensi Undang-Undang dalam Hukum Nasional, dimana pelaku kejahatan computer (cybercrime) dapat di tindak pidana.
• Aparat di minta untuk dapat menjalankan hukum secara
progresif dimana hal yang dianggap salah oleh masyarakat dapat diberlakukan secara hukum.