Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 8

Siti Fatqia Firda Rosidah (1202050227)


Siti Muniroh Nurul Aini (1802050215)
Syofiatus Shoi’imah ( 1802050226)
Tri Wahyuni (1802050228)
Vita latifa Azzahra (1802050222)
Wardah Hanni Adysti (1802050237)
NYERI
Definisi nyeri
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
Sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala
maupun tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan
atau mengevaluasirasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan


sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang actual dan potensial, yang
Menyakitkan tubuh serta diungkapkan oleh individu yang mengalaminya. Ketika
suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya
bahan-bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamine,
ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan
respon nyeri (Kozier dkk, 2009).
Klasifikasi nyeri.
Dalam buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik.

1) Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi.

a. Nyeri akut (nyeri nosiseptif).


Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi
bedah dan memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan
sampai berat), dan berlangsung untuk waktu yang singkat.
Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang tanpa
pengobatan setelah area yang rusak pulih kembali.
Pada penelitian ini termasuk nyeri akut karena nyeri pemasangan infus adalah
nyeri yang berdurasi singkat atau kurang dari enam bulan.
b. Nyeri kronik (nyeri neuropatik).
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermitan yang menetap sepanjang
suatu periode waktu, nyeri ini berlangsung lama dengan intensitas yang
bervariasi dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi.
a. Supervicial atau kutaneus.
Nyeri supervicial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit. Karakteristik
Dari nyeri berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri biasanya terasa
Sebagai sensasi yang tajam. Contohnya seperti tertusuk jarum suntik dan luka
Potong kecil atau laserasi.
b. Visceral dalam.
Nyeri visceral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulus organ-organ internal.
Nyeri ini bersifat difusi dan dapat menyebar ke beberapa arah. Nyeri ini
menimbulkan rasa tidak menyenangkan dan berkaitan dengan mual dan
Gejalagejala otonom. Contohnya sensasi pukul (crushing) seperti angina
pectoris dan sensasi terbakar seperti pada ulkus lambung.
c. Nyeri alih (referred pain).
Nyeri alih merupakan venomena umum dalam nyeri visceral karena banyak
organ yang tidak memiliki reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat terasa di
bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai
karakteristk. Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang
menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri, batu empedu, yang mengalihkan
nyeri ke selangkangan.
d. Radiasi.
Nyeri radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke
bagian tubuh yang lain. Karakteristik nyeri terasa seakan menyebar ke bagian
tubuh bawah atau sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri punggung bagian
bawah akibat diskusi interavertebral yang rupture disertai nyeri yang meradiasi
sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
Factor-faktor yang
mempengaruhi nyeri
a. Usia.
Usia merupakan hal yang terpenting dalam mempengaruhi nyeri pada individu.
Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur
yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri, sedang pada lansia untuk
menginterpretasi nyeri dapat mengalami komplikasi dengan keberadaan
berbagai penyakit disertai gejala samar-samar yang mungkin mengenai tubuh
yang sama (Potter & Perry, 2006).
b. Jenis kelamin.
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri, toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh factor-faktor biokimia
tanpa memperhatikan jenis kelamin (Nugroho, 2010).
c. Kebudayaan.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan
mereka, hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Potter & Perry,
2006).
d. Makna nyeri.
Dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu yang akan
mempersepsikan nyeri secara berbeda-beda.
e. Perhatian.
Perhatian yang meningkat dikaitkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
f. Ansietas.
Seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan
suatu perasaan ansietas, pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan
ansietas, sulit untuk memisahkan dua sensasi.
g. Keletihan.
Rasa lelah menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.
h. Pengalaman.
Klien yang tidak pernah merasakan nyeri, maka persepsi pertama nyeri dapat
mengganggu koping terhadap nyeri.
i. Gaya koping.
Klien yang memiliki focus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai
individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu
peristiwa, seperti nyeri (Potter & Perry 2006)
Terapi nyeri
1. Subyektif (self report).
a. NRS (Numeric Rating Scale).
Merupakan alat penunjuk laporan nyeri untuk mengidentifikasi tingkat nyeri
yang sedang terjadi dan menentukan tujuan untuk fungsi kenyamanan bagi klien
dengan kemampuan kognitif yang mampu berkomunikasi atau melaporkan
informasi tentang nyeri (Kuntono, 2011).
b. Faces Analog Scale.
Skala ini digunakan untuk mengetahui tingkat nyeri, terdiri dari enam wajah
kartun yang diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit),
meningkat wajah yang kurang bahagia hingga ke wajah yang sedih, wajah penuh
air mata (rasa sakit yang paling buruk) (Kuntono, 2011).
c. Deskriptif / VRS (Verbal Rating Scale).
Pasien dapat diminta untuk membuat tingkat nyeri pada skala verbal (misal:
tidak nyeri, sediit nyeri, nyeri hebat, atau sangat hebat; atau 0 sampai 10; 0 =
tidak ada nyeri, 10 = nyeri sangat hebat), nomor yang menerangkan tingkat
Nyeri yang dipilih oleh pasien akan mewakilkan tingkat intensitas nyerinya
(Kuntono,2011).

Keterangan:
1-3 : Nyeri ringan (secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik).
4-6 : Nyeri sedang (secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik).
7-9 : Nyeri berat (secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tetapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang
dan distraksi).
10 : Nyeri sangat berat (klien tidak dapat lagi berkomunikasi, memukul).
d. Visual analog scale (VAS).
Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual
Analog Scale (VAS). Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasanya
10cm, dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti
angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri
ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7 – 10 = nyeri berat (Kuntono, 2011).
2. Obyektif.
a. Behavioral pain scale (BPS).
BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur yang
menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. BPS terdiri
dari tiga penilaian yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians
dengan mesin ventilator. Setiap sub skala di skoring dari 1 (tidak ada respon)
hingga 4 (respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12
(nyeri maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai
nyeri yang tidak dapat diterima (unacceptable pain) (Kuntono, 2011).
b. Critical care pain observation tool (CPOT)
CPOT dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi antara lain: mengalami
penurunan kesadaran dengan GCS >4, tidak mengalami brain injury, memiliki
fungsi motoric yang baik. CPOT terdiri dari empat domain yaitu ekspresi wajah,
pergerakan, tonus otot dan toleransi terhadap ventilator atau vokalisasi 9 pada
pasien yang tidak menggunakan ventilator). Penilaian CPOT menggunakan skor
0-8, dengan total skor ≥ 2 menunjukkan adanya nyeri (Kuntono, 2011).

Indikator kondisi Skor Keterangan


Ekspresi rileks 0 Tidak ada
wajah ketegangan
otot
kaku 1 Mengerutkan
kening
Meringis 2 Mengigit
selang ETT
gerakan Tidak gerakan 0 Tidak gerak
Prinsip dasar mengatasi nyeri/rasa sakit adalah:
 
Berikan analgesik per oral, bila mungkin (IM mungkin menimbulkan rasa sakit)
Berikan obat analgesik secara teratur, sehingga anak tidak merasakan berulangnya rasa
sangat sakit yang timbul sebelum pemberian berikutnya Berikan obat analgesik dengan
dosis yang makin meningkat secara bertahap atau mulai dengan analgesik ringan dan
lanjutkan dengan analgesik yang lebih kuat sesuai kebutuhan atau ketika timbul
Toleransi Tentukan dosis untuk tiap anak, karena tiap anak membutuhkan dosis yang
berbeda-be

Gunakan obat di bawah ini sebagai obat pereda nyeri yang efektif.
 
Bius lokal: untuk nyeri pada lesi kulit atau mukosa atau akibat prosedur yang
menyakitkan.
Lidokain: oleskan salep pada kain kasa pada luka mulut sebelum anak diberi makan
(gunakan sarung tangan, kecuali bila anggota keluarga atau petugas kesehatan HIV
positif dan tidak memerlukan pelindung infeksi); ini akan bereaksi dalam waktu 2–5
menit.
TAC (tetracaine, adrenaline, cocaine): oleskan pada kasa dan tempatkan di atas luka; hal
ini berguna terutama ketika menjahit luka dan untuk mendapatkan efek yang sama.
Analgesik: untuk nyeri yang ringan dan sedang (seperti sakit kepala, nyeri pasca
trauma dan nyeri yang diakibatkan kejang)
• Parasetamol
• Aspirin (lihat penjelasan penggunaan aspirin di bagian 10.3)
Obat anti-inflamasi non-steroid, seperti ibuprofen.
Analgesik Poten seperti opiat: untuk nyeri sedang dan sangat hebat yang tidak
memberikan respons terhadap pengobatan dengan analgesik.
• morfin, merupakan pereda nyeri yang kuat dan harganya murah: berikan
secara oral atau IV setiap 4-6 jam, atau infus kontinyu
• petidin: berikan per oral atau IM setiap 4–6 jam
• kodein: berikan per oral setiap 6-12 jam, kombinasikan dengan non-opioid untuk
memperkuat.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai