Anda di halaman 1dari 36

PROKTIT

IS &
ABSES
PERIANA
L
REZA DENI ROMANSYAH
01
PROKTI
TIS
KASUS
Tn. Ig, laki-laki usia 45 tahun datang ke IGD dengan keluhan nyeri saat BAB.
Nyeri dirasakan sejak 1 minggu SMRS dan dirasakan bertambah berat. Keluhan
juga disertai nyeri perut bagian bawah dan BAB bercampur lendir darah
berwarna merah segar. Tidak ada riwayat penurunan berat badan drastis.
Demam (+), mual (-), muntah (-)
KELUHAN
  UTAMA
NYERI SAAT BAB 1 MINGGU
SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
ANALISIS KASUS: RPS
01 03
BAB LENDIR
Nyeri Dirasakan
DARAH MERAH
tambah berat
SEGAR

02 04
Nyeri Perut
DEMAM
bagian bawah
ANALISIS KASUS
Pemeriksaan Fisik
Status generalis : suhu 37,8 C  subfebris
Status lokalis :
RT : TSA menjepit kuat, ampulla recti tidak kollaps, massa (-),
mukosa licin, nyeri (+), sarung tangan darah dan feses (+) 
Gejala proktitis
DEFINISI

“Proktitis adalah peradangan pada mukosa rektal,


distal dari sambungan rectosigmoid..”
ETIOLOGI

Etiologi proktitis dibagi menjadi beberapa kategori:


o IMS: anal sex, gonorrhea, syphilis, herpes
o Non-IMS: salmonella, shigella
o Trauma anorektal: insersi benda asing ke dalam rektum
o Peradangan usus: kolitis ulserativa dan crohn’s disease
o Terapi radiasi
o Penggunaan antibiotik
EPIDEMIOLOGI

• Proktitis yang disebabkan oleh terapi


radiasi sekitar 5-20% dari pasien yang
mengalami proktitis akut.

• Proktitis akibat radiasi kronik mempunyai


onset yang lambat.

• Insiden proktitis laki-laki lebih banyak


terkena daripada perempuan.

• Dari segi usia, orang dewasa lebih banyak


daripada anak-anak.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi tergantung pada berbagai etiologi dan tidak seluruhnya diketahui dengan pasti. Pada individu
yang memiliki faktor predisposisi berupa respons imun yang kurang baik → risiko ↑ untuk terjadinya infeksi
saluran cerna → ulcerative protitis.

Chronic Radiation Proctitis → timbul sebagai akibat sekunder dari proses perubahan
iskemik dan fibrotik.

Diversion Proctitis → diduga disebabkan oleh defisiensi asam lemak rantai pendek

Proktitis di IBD diyakini disebabkan oleh proses autoimun, meskipun belum diperoleh antigen
spesifik. Etiologi infeksius mungkin berhubungan dengan organisme itu sendiri atau toksin yang
dihasilkan oleh organisme.
PATOFISIOLOGI

Faktor pencetus (+) → menimbulkan respon imun → proses inflamasi pada dinding
rectum (edema dan kongesti mukosa)

Inflamasi kronis → tukak (awalnya tersebar dan dangkal) → berlanjut meluas hingga
menyebabkan hilangnya protein, darah dan jaringan dalam jumlah besar

Faktor risiko radiasai : merusak mukosa dan saraf pada rektum. Kerusakan saraf rektum
membuat spasme sfingter otot anal sehingga timbul rasa ingin defekasi yang mendesak
dan tidak dapat dikontrol

Semua dari 3 kategori tersebut (yaitu, IBD, infeksius, non-infeksius) mengakibatkan respon inflamasi
yang tidak terkendali, dengan sel-sel inflamasi menjadi produk yang memediasi cedera jaringan selular
ANAMNESIS
• Gejala umum: keinginan untuk sering BAB
• Diare
• Terasa nyeri saat BAB
• Perdarahan rektal, yang ditandai dengan darah merah segar pada tinja
• Nyeri pada sisi perut bagian kiri
• Perasaan penuh pada perut bagian bawah seperti sebelum BAB
• Perdarahan berat : anemia
• Riwayat anal sex
• Ditanyakan juga mengenai riwayat penyakit (kanker, penyakit menular
seksual, radang pada usus)
PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan tanda vital
• Pemeriksaan fisik abdomen
• Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher):
• Inspeksi daerah sakrokoksigeal dan perianal🡪 dilakukan untuk menemukan
ulkus, inflamasi, ruam atau ekskoriasi
• Palpasi sfingter ani  untuk menemukan lesi yang ada seperti fisura ani
yang mungkin menyebabkan nyeri tekan
• Palpasi dinding rectum  untuk mengetahui adanya polip, setiap terdapat
ketidakteraturan dan nyeri tekan harus dicatat
• Catat jika terdapat lendir, darah, atau pus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

COLONOSCO SIGMOIDOSC
LAB PY OPY
TATA LAKSANA

Infek Pada kasus infeksi diberikan tatalaksana


sesuai dengan penyebabnya apabila virus
diberikan acyclovir dan bakteri diberikan
si antibiotik

Radia Bila terjadi perdarahan kalau


ukuran kecil dapat berhenti
si spontan, kalau perdarahan besar
dapat dilakukan thermal terapy

Penyeb Dapat diberikan analgetic,


NSAID, dan pelunak tinja
ab lain
KOMPLIKASI
A B C
PERDARAHA
PERFORASI FISTULA
N

D E F
ULKUS
MEGAKOLO
OBSTRUKSI MUKOSA
N
REKTUM
PENCEGAHAN
• Menggunakan kondom jika berhubungan seksual
• Tidak berhubungan seksual saat masih dalam pengobatan
• Diet tinggi serat
• Hindari makanan yang menyebabkan iritasi usus
PROGNOSIS

• Ad vitam: ad bonam
• Ad functionam: ad bonam
• Ad sanationam: dubia ad bonam
02
ABSES
PERIAN
AL
You can enter a subtitle
here if you need it
SKENARIO KASUS 2
Ny. IK usia 31 tahun, datang ke IGD dengan keluhan bengkak disekitar anus dan terasa nyeri. Keluhan
dirasakan sejak 3 hari SMRS. Demam (+), tidak ada mual dan muntah. Pasien sebelumnya sudah berobat ke
klinik terdekat namun tidak kunjung sembuh. Riwayat DM (-)

Status Generalis :

● TD 120/70 mmHg

● HR 100x/menit

● RR 20x/mnt

● Suhu 38,5⁰C
Status lokalis :
1. a/r perianal : arah jam 3, 3 cm dari anal verge, ditemukan edema (+), hiperemis (+),
luka (-), fluktuasi (+), nyeri (+)
2. RT tidak dapat dilakukan karena nyeri hebat

Pemeriksaan penunjang :
• Lab :
• Hb 13,4 g/dL
• Leukosit 20.300/mL
• Eritrosit 4,4 juta/mL
• Trombosit 434.000/mL
• GDS 87 mg/dL
DEFINISI

infeksi pada jaringan lunak yang


mengelilingi kanal anal yang
mengakibatkan pembengkakan sekitar
saluran anal dengan pembentukan abses di
formasi kavitas/ rongga yang disekrete
ETIOLOGI
• Organisme umum terlibat dalam pembentukan abses
termasuk E. coli, spesies Enterococcus, dan spesies
Bacteroides. Namun, tidak ada bakteri spesifik yang telah
diidentifikasi sebagai penyebab khas dari abses
• Beberapa faktor dan kondisi juga berperan pada
peningkatan risiko abses perianal yaitu: konstipasi kronik,
imun sistem menurun, diabetes, IBD, anal seks,
kehamilan
EPIDEMIOLOGI

• Paling sering pada usia 20 – 60 tahun. Abses


ini juga cukup umum pada bayi. Kondisi ini
cukup tidak berbahaya pada bayi, jarang
memerlukan intervensi operasi selain drainase
sederhana.

• Pria lebih sering daripada wanita, dengan


perbandingan 2: 1 hingga 3: 1
MANIFESTASI

 Benjolan disekitar anus


 Nyeri (sifat konstan, lebih nyeri pada saat duduk)
 Iritasi sekiar anus , diseratai pembengkakan dan warna
kemerahan
 Keluar nanah
 Sulit dan nyeri saat BAB
 Dapat disertai dengan demam dan mengigil
PATOFISOLOGI
• Patofisiologi abses perianal diawali dengan infeksi pada kelenjar kriptoglandular yang terjadi
pada 90% kasus. Infeksi terjadi pada bagian posterior dan pada ruang intersfingter yang
dipenuhi kelenjar-kelenjar anal dan menyebabkan inflamasi lalu penumpukan cairan
sehingga menimbulkan abses.

• Abses terbentuk akibat kelenjar yang seharusnya mampu melakukan drainase melalui
kripta-kripta anal kripta-kripta sepanjang linea dentata menjadi tidak terdrainase akibat
adanya infeksi. 

• Abses yang terbentuk dapat meluas hingga melewati sfingter anal eksternum, atau disebut
sebagai abses isiorektal. Abses juga dapat menyebar secara lateral kedua sisi perianal,
menyebabkan abses yang berbentuk seperti sepatu kuda atau “horseshoe
ANAMNESIS

• Pasien umumnya mengeluhkan benjolan dan nyeri pada perianal


disertai bengkak dan kemerahan. Nyeri bertambah bila duduk atau BAB.
• Jika massa telah pecah, maka ditemukan drainase purulen dari anus.
Abses yang lebih profunda mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda
sistemik seperti demam, malaise, dan bahkan sepsis
Pemeriksaan fisik

• Pada pemeriksaan fisik generalis biasanya normal, terutama pada abses-


abses yang letaknya superfisial.
• Pemeriksaan lokal menunjukkan adanya massa lunak yang nyeri dan
fluktuan yang dapat dipalpasi pada tepi anus, dengan tanda-tanda
peradangan pada jaringan sekitarnya.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

LAB ENDOSKOPI
TATA LAKSANA
• Insisi dan Drainase
• Menentukan anatomi fistula
• Insisi sampai bagian subkutan, luka
dibiarkan terbuka
• Drainase dilakukan sedekat mungkin
dengan anus untuk memperpendek
saluran fistula berikutnya
• Mencegah kekambuhan abses aku ->
katetr drainase
• Output: nyeri hilang
TATA LAKSANA
Pembedahan setelah drainase

• Fistulotomi

Fistel diinsisi dari lubang asal sampai kulit dan dibiarkan terbuka

• Fistulektomi

Jaringan granulasi dieksisi semua dan dibiarkan tebuka

• Seton

Benang diikatkan melalui saluran fistula


KOMPLIKASI
• Sepsis
• Fistula
• Abses rekuren
• Inkontinensia alvi
• Retensi urin
• Konstipasi
PROGNOSIS

• Ad vitam: ad bonam
• Ad functionam: ad bonam
• Ad sanationam: dubia ad bonam
TERIMAKASIH
DAFTAR PUSTAKA
• CorrêaNeto IJF, et al. 2016.Perianal abscess: adescriptive analysis of cases treated at the Hospital
Santa Marcelina,São Paulo. Journal of Coloproctology Volume 36, Issue 3, July September 2016, Pages
149-152
• Meseeha, M., & Attia, M. (2020). Proctitis And Anusitis. StatPearls [Internet].
• Elhassan, Y. H., Guraya, S. Y., & Almaramhy, H. (2017). The prevalence, risk factors and outcome of
surgical treatment of acute perianal abscess from a single saudi hospital. Biosciences Biotechnology
Research Asia, 14(1), 153-159.
• Whiteford, M. H. (2007). Perianal abscess/fistula disease. Clinics in colon and rectal surgery, 20(2), 102.
• Firmansyah MA. Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan Imflammatory Bowel Disease. CDK-203.
2013;40(4):247-252.
• Hebra A, Geibel J.. Anorectal Abscess. Medscape. 2017
DAFTAR PUSTAKA
• Whiteford M. Perianal Abscess/Fistula Disease. Clin Colon Rectal
Surg 2007;20(2): 102-9
• Sahnan K, Tozer P, Adegbola S, et al. Perianal abscess. BMJ British
Medical Journal 2017;356:475

Anda mungkin juga menyukai