Anda di halaman 1dari 14

METODE PENELITIAN

KUALITATIF
Kelompok 7:
• M. Aldyansyah (1824090085)
• Hassya Indriani S (1824090144)
• Marsya Nurlita (1824090158)
• Sonia Maratul Hasanah (1824090211)
• Syaharani Syahla A (1824090214)
DISCURSIVE
PSYCHOLOGY
• Ulasan Case Studies diambil dari Carla
Wilig (2003).
• Dalam hal ini, bahasa dikonseptualisasi
menjadi sebuah hal yang bermakna.
• Pada tahun 1970 psikologi dalam bidang
sosial mulai melakukan kritik terhadap
pendekatan kognitif.

Secara rinci, asumsi tersebut dikemukakan


sebagai berikut :

1. Berdasarkan pandangan kognitif


2. Pendekatan kognitif tentang
“Cognitions are based on perceptions”
3. Persepsi objektif tentang realitas
secara teoritis
4. That there are consensual objects of thought.

Hal ini berkaitan dengan bentuk opini masyarakat. Setiap orang menyetujui berkenaan dengan
pertanyaan what it is tentang apa yang sedang diperbincangkan, tetapi mereka tidak setuju
tentang apa yang telah terjadi (attribution) dan apakah hal tersebut baik atau buruk (attitude).

Discourse Analyst, tidak sependapat bahwa hal tersebut merupakan consensual subjects of
thought. Discourse Analyst beragumentasi bahwa objek sosial yang melekat di dalam objek
tersebut, dibangun melalui Bahasa dan tergantung pada persepsi masing-masing individu.
Berdasarkan pandangan tersebut bahwa “attitudes dan attribution” adalah sebuah fakta dan
menjadi kajian discourse.
5. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa dimanapun letaknya di dalam
pikiran manusia adalah “cognitive structures that are relatively enduring”. Orang
memiliki pandangan dan memiliki cognitive style. Memasukkan informasi ke dalam skema
kognitif dan memproses informasi dalam memprediksi cara-cara tertentu.

Pandangan discourse berbeda dengan pandangan kognitif, pendapat individu sangat


tergantung pada situasi yang dihadapi dan itu sangat berbeda antara individu satu
dengan yang lainnya.
Apa yang orang katakan tentang sesuatu kepada kita adalah berkenaan dengan apa
yang sedang diungkapkan dengan kata-kata dan tidak sekedar apa yang terdapat di
dalam struktur kognitif.
Discoursive Psychology adalah sebuah kajian psikologi yang memusatkan kajiannya pada
fenomena psikologis seperti :

1. Memory
2. Attribution
3. Identity

Discoursive Psychology mengkonsepkan fenomena sebagai discoursive actions ketimbang


sebagai cognitive process. Aktifitas psikologis seperti Justification, Rationalization,
Categorization, Naming and Blaming sebagai cara yang dipahami partisipan mengelola
minatnya.

Sebagai dampak berkembangnya konsep psikologi seperti Prejudice, Identity, Memory or


Trust menjadi segala sesuatu yang dikerjakan dan bukan segala sesuatu yang dimiliki. Dapat
dikatakan bahwa Discourse Psychology menaruh perhatian terhadap “ the action orientation
of talk”
Interpretative Phenomenology
Interpretative phenomenology adalah sebuah pendekatan penelitian yang dibangun
berdasarkan prinsip dan metode yang dikaitkan dengan kajian filsafat yang dikenal dengan
filsafat fenomenologi. Fenomenologi memusatkan kajiannya pada bagaimana manusia
membangun pengetahuan berdasarkan dunia di sekelilingnya.

Transcendental phenomenology dikembangkan oleh Husserl pada awal abad ke 20, yang
berupaya mengkaji tentang esensi dunia sebagaimana dia berada dan dipersepsi di dalam
kehidupan sebagai manusia. Fenomenologi memusatkan kajian dimana dunia yang dialami
oleh manusia di dalam keadaan dan waktu tertentu dan bukan pernyataan yang abstrak
tentang hakekat dunia secara umum. Fenomenologi memfokuskan kajiannya pada
fenomena yang tampak di kesadaran kita sebagaimana kita memahami dunia disekitar kita.
Dalam prinsip fenomenologi, dunia sebagai subjek dan objek tidak dapat dipisahkan
dari pengalaman kita. Penampilan objek sebagai fenomena yang dipersepsi secara
bervariasi tergantung pada:
• Lokasi dan kondisi yang merasakannya
• Persepsi yang tunggal
• Kepentingannya
• Orientasi mental yang merasakannya.

Hal tersebut menunjukkan pada intentionality. Intentionality membuka peluang bagi


objek untuk menampakkan diri sebagai fenomena.
Metode fenomenologi akan memberi pemahaman pada kita dengan mempelajari tiga bentuk tahapan,
yaitu:

1. Epoche mempersyaratkan penskoran 2. Phenomenological reduction dimana kita


dari sebuah asumsi, penilaian dan menggambarkan fenomena yang hadir dan
interpretasi berdasarkan pemikiran kita tampak secara totalitas.
dalam upaya memahami dengan
kesadaran penuh berkenaan dengan
kondisi aktual sebelum kita.

3. Imaginative variation berkenaan


dengan upaya memasuki komponen
struktural dalam sebuah fenomena.
Berupaya mempelajari esensi dan
berbagai komponen dibalik sebuah
fenomena.
FOKUS PENELITIAN
DAN RUMUSAN MASALAH

A. Pembatasan Masalah studi melalui fokus

Membuat suatu penelitian ilmiah, maka langkah utama yang harus dilakukan
adalah mempelajari “apa yang di kategorikan sebagai masalah”. Secara teoritis
masalah dapat dipahami sebagai suatu kesenjangan antara harapan dan
kenyataan. Masalah yang layak di teliti memenuhi kriteria antara lain :
• Masalahnya memiliki makna dan memberi kontribusi bagi pengembarangan teori
dan pemecahan masalah.
• Masalahnya relevan dengan bidang ilmu yang ditekuni.
• Masalahnya aktual.
Aktualitas masalahnya dapat diamati dari segi antara lain :

1. Subtansi masalahnya mempunyai implikasi bagi munculnya masalah


yang lebih rumit.
2. Ekstensi masalahnya bersifat urgent dan memerlukan pemecahan, baik
yang dialami oleh subjek yang memiliki masalah (individu, kelompok,
institusi) maupun yang diamati oleh pihak lain seperti peneliti, pengamat
ataupun institusi tersebut.
3. Masalahnya memiliki konstelasi tertentu dalam upaya pengembangan
kondisi-kondisi tertentu baik untuk kepentingan individu, kelompok,
maupun institusi.
4. Masalahnya spesifik dan dapat diteliti.
5. Menetapkan masalah penelitian, semestinya mempertimbangkan kondisi
objektif peneliti.
Sumadi Suryabrata (1995) menyebut apakah masalah tersebut managable atau tidak
oleh si peneliti. Managability dilihat dari 5 aspek yaitu:

• Biaya yang tersedia


• Waktu yang dapat digunakan
• Alat-alat perlengkapan yang tersedia
• Bekal kemampuan teoritis, dan
• Penguasaan metode yang diperlukan.

 Identifikasi masalah menjadi langkah permulaan dalam upaya memilah, menganalisis, dan
menentukan masalah penelitian.
 Identifikasi masalah memberi rujukan untuk menelaah sumber masalah, lingkup masalah,
jalinan masalah, bobot masalah, serta dapat memperkirakan pendekatan penelitian dan
model rancangan penelitian yang akan digunakan.
Sumadi Suryabrata (1995) memberi petunjuk tentang strategi dan cara
untuk menelusuri sumber masalah. Ada 6 cara yang dikemukakan yaitu :

1. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian.


2. Seminar, diskusi, dan pertemuan ilmiah.
3. Pernyataan pemegang otoritas
4. Pengamatan sepintas
5. Pengalaman pribadi, dan
6. Perasaan intuitif
Dari keenam cara di atas ada satu cara lagi yang tampaknya menjadi langkah yang
semestinya dilakukan yaitu mengadakan pengamatan langsung (melihat,
mendengar, berdiskusi) terhadap objek yang akan dijadikan kajian penelitian.

• Masalah yang telah di identifikasi, tentulah tidak seluruhnya akan diteliti maka
langkah selanjutnya adalah membatasi ruang lingkup masalah yang hendak
diteliti dan disebut dengan pembatasan masalah dan pada penelitian kualitatif
disebut fokus masalah.

• Pembatasan masalah merupakan upaya untuk menetapkan faktor mana saja


yang termasuk ke dalam ruang lingkup permasalahan, dan faktor mana saja yang
tidak.

• Melalui pembatasan masalah dapatlah dilanjutkan dengan membuat perumusan


masalah.
Thank You!

Anda mungkin juga menyukai