Anda di halaman 1dari 7

Karakterisasi Sastra Mbeling

Disusun Oleh :

1. Santi Oktavia (1500003169)

2. Agesta Purwa Pratama (1500003171)

3. Mujianah (1502003067)
Pencetus puisi mbeling
Puisi mbeling dipelopori oleh Remy Silado. Puisi mbeling cukup memberikan
warna dalam perpuisian Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada pengikut Remy
Silado yang cukup banyak jumlahnya, antara lain Yudhistira Ardi Nugraha,
Norca Marendra, Adri Darmadji Woko, B. Priyono Soediono, dan F. Rahardi.
Mereka telah menghasilkan kumpulan puisi mbeling, antara lain Sajak-Sajak
Sikat Gigi (1983) dan Rudi Jalak Gugat (1982) karya Yudhistira Ardi
Nugrahaserta Sumpah WTS (1983), Silsilah Garong (1990), dan Tuyul (1990)
karya F. Rahardi.
Landasan Puisi Mbeling
Selama sepuluh tahun terakhir ini kita hanya memiliki sebuah majalah yang
menyediakan seluruh halamannya bagi karya sastra, yakni majalah Horison.
Salah satu diantaranya adalah Aktuil yang terbit di Bandung. Aktuil adalah
majalah ini membuka lembaran baru khusus untuk menampung sajak-sajak ,
oleh pengasuhnya lembaran itu diberi nama “Puisi Mbeling ”.
Hampir setiap edisi lembaran itu disertai dengan pengantar pengasuh, yang
pertama dan menjadi yang terkenal namanaya adalah Remy Sylado, yang tak
jarang menuliskan namanya sendiri sebagai 23761. Dalam pengantar
pengasuh itulah terkandung gagasan yang melandasi timbulnya puisi mbeling.
Mbeling adalah bahasa Jawa yang kira-kira berarti “nakal”, “kurang ajar”,
“sukar diatur”, dan “suka berontak”
Disamping Remy Sylado, teoritis puisi mbeling lain adalah Sonny
Suriaatmadja dan Sanento Juliman. Dalam pengantar (Suriaatmadja, 1975b)
dikatakan bahwa menulis puisi itu berarti bersenang-senang , bermain
berpuas-puas , tidak bakalan yang melarang, kecuali mereka-mereka yang
sudah berfrustasi, dan penyakit jiwa dan takut kehabisan porsi .
Ciri-ciri puisi mbeling
Ciri utamanya adalah Kelakar, semua sajak mbeling
mengandung ciri ini. Kata-kata dipermainkan, arti, bunyi, dan
tipografi dimanfaatkan untuk mencapai efek tersebut.
Sebagian besar sajak mbeling menunjukan bahwa maksud
penyairnya sekadar mengajak pembaca berkelakar saja, tanpa
maksud lain yang disembunyikan.
Disamping kelakar, kritik sosial terasa juga dalam sejumlah
sajak mbeling. Kritik sosial memang bukan merupakan barang
asing dalam sastra Iindonesia (Damono, 1977)
Yang menarik dalam kelakar puisi mbeling adalah ejaan
terhadap sikap sungguh-sungguh penyair umumnya dalam
menghadapi puisi. Bahkan oleh Taufiq Ismail (1977) puisi
mbeling disebut sebagai puisi yang mengkritik puisi. Bukan
hanya puisi, para penyair yang dianggap sudah mapan dan
majalah Horison tidak luput dari kelakar dan ejekan penyair
mbeling.
Dalam kelakar penyair mbeling itu tak ada obyek yang
diharamkan. Jassin, Ken Norton, Appolinaire, kentut, tuhan,
babah, semua dipakai berkelakar. Kalau perlu mereka
menggunakan bahasa Jawa, disamping bahasa-bahasa Sunda,
Batak, Inggris, Italia, Belanda, dan Perancis.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai