Anda di halaman 1dari 27

Analisis Kasus Dugaan Jual Beli

Jabatan di Kementrian Agama


HOME GROUP 5
Pendahuluan
Latar Belakang

Perilaku korupsi saat ini sedang marak terjadi di berbagai lembaga


pemerintahan. Terakhir, seorang ketua partai politik terjerat kasus jual beli
jabatan di Kementrian Agama RI.
Hal tersebut menunjukan bahwa perilaku korup serta turunannya seperti
kolusi, suap dan jual beli jabatan sudah mendarah daging di dalam tubuh
pemerintahan dan rasanya sulit untuk menghilangkan perilaku tak terpuji
tersebut dari tubuh pemerintahan di Indonesia.
Tinjauan Pustaka
Apa itu Korupsi?

 Berasal dari bahasa latin Corruptio


 Transparency International mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik
yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri dan kelompoknya,
dengan menyalahgunakan kewenangan publik yang dipercayakan kepada mereka
 Dalam sudut pandang hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan
kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah
yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut
Apa itu Jual beli jabatan?

 Jual beli jabatan di Indonesia dapat digolongkan sebagai nepotisme.


 Berasal dari kata Latin nepos, yang berarti keponakan atau cucu
 Nepotisme adalah menempatkan keluarga atau kenalannya dalam suatu
jabatan tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kualitasnya
 Terkadang, seorang pejabat juga meminta uang sebagai “balas jasa” atas
jasanya menempatkan seseorang di posisi tersebut, atau sebaliknya.
Persamaan diantara kedua perilaku
tersebut

 Perbuatan yang melawan hukum


 Perilaku yang tidak terpuji
 Merugikan masyarakat
 Menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan yang telah
dipercayakan kepadanya
Perbedaan diantara kedua perilaku
tersebut

Korupsi :
Korupsi sebagian besar murni dilakukan dengan tujuan untuk memperkaya
diri sendiri dan kelompoknya dengan mengambil uang dan hak yang bukan
miliknya

Jual beli jabatan :


Merupakan perilaku yang dilakukan oleh penguasa untuk menempatkan
orang – orang terdekatnya, baik dengan uang sogokan maupun tidak.
Jual beli jabatan dari sudut pandang
akidah Islam

 Perilaku jual beli jabatan jelas melanggar akidah Islam, antara lain
melanggar iman kepada ayat Al – Qur’an yang melarang mencari
nafkah dengan cara yang dilarang Allah, seperti pada surat al-Baqarah
ayat 188 :
 “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang
lain di antara kamu dengan jalan yang bathil….”
Jual beli jabatan dari sudut pandang
akidah Islam

 Perilaku jual beli jabatan juga melanggar iman kepada para Rasul,
karena Rasulullah saw telah melarang praktik suap dan jual beli jabatan.
 Rasullullah
Saw melaknat penyuap dan penerima suap dalam suatu
penghukuman.” (HR: al-Tirmidzi)
 Dalam riwayat yang lain disebutkan Rasul tidak hanya melaknat
penyuap dan penerima suap, tetapi orang yang menjadi perantara di
antara keduanya. Rasulullah melarang praktik suap karena memiliki
dampak negatif dan bahaya besar bagi tatanan masyarakat.
Jual beli jabatan dari sudut pandang
syariah Islam

 Korupsi dan perbuatan turunannya dalam syariat Islam diatur dalam fiqh
Jinayah
 Praktekjual beli jabatan dalam Fiqh Jinayah termasuk kedalam Risywah
(Penyuapan).
 Menurut MUI, risywah (suap) adalah pemberian yang diberikan oleh
seorang kepada orang lain atau penjabat , dengan maksud meluluskan
sesuatu perbuatan yang batil (tidak benar menurut syariah) atau
membatilkan perbuatan yang haq
Jual beli jabatan dari sudut pandang
syariah Islam

 Perbuatan Risywah termasuk haram, dalil nya antara lain adalah Surat Al – Maidah
(5) ayat 42, dan beberapa hadits berikut :
 Bersumber dari Tsauban ia berkata, “Rasulullah Saw melaknat pelaku, penerima,
dan perantara risywah, yaitu orang-orang yang menjadi penghubung di antara
keduanya. (HR. Ahmad)
 Bersumber dari Masruq, seorang Qadhi berkata, “Apabila seseorang memakan
hadiah, maka ia memakan uang pelicin, dan barang siapa yang menerima risywah
(suap) maka ia telah mencapai kafir.” Katanya lagi, “Barang siapa meminum
khamr, sungguh ia telah kafir, dan kafirnya adalah bukan kafir (meninggalkan)
shalat.” (HR. An-Nasa’i)
Jual beli jabatan dari sudut pandang
akhlak Islam

 Akhlakmerupakan perilaku yang tampak terlihat jelas dalam kata-kata


maupun perbuatan yang dimotivasi oleh iman dan amal ibadah.
 Seseorang yang melakukan tindakan jual beli jabatan mempunyai
akhlak yang buruk. Karena memperjual-belikan jabatan jelas
merupakan tindakan yang tercela dan melanggar akidah serta haram
untuk dilakukan menurut hukum syariah
Jual beli jabatan dari sudut pandang
akhlak Islam

 Perilaku seorang politikus dan pejabat kementrian agama yang melakukan


praktek jual beli jabatan tersebut merupakan cerminan bahwa ia tidak
memiliki akhlak yang baik terhadap Allah dan manusia lainnya.
 Dengan melakukan hal tersebut, ia tidak lagi takut terhadap hukuman Allah
dan perintah untuk menjauhi larangan-Nya. Kemudian, ia juga telah
merugikan dan mengambil hak orang lain yang seharusnya lebih pantas dan
berkompeten untuk mendapatkan jabatan tersebut.
Faktor yang mendorong praktek jual beli
jabatan

 Menurut Praktisi Hukum, Abdul Fickar Hadjar, terdapat tiga faktor


yang menjadi alasan seseorang melakukan tindak pidana korupsi.

1. Faktor kebutuhan
2. Faktor keserakahan
3. Faktor lingkungan
Penyebab terjadinya Jual beli jabatan di
Kemenag

 Dalam kasus tersebut, hasil penyelidikan sementara KPK menduga bahwa


motif dari kasus ini adalah akibat institusi tersebut belum bisa melepaskan
diri dari pengaruh politik yang memiliki kepentingan di Kemenag sehingga
mempengaruhi tata kelola lembaga, termasuk dalam pengisian jabatan
 Peneliti dari Pukat UGM menduga kasus ini terjadi karena lemahnya
kemampuan dan keberanian kemenag untuk menolak intervensi partai
politik. Kasus tersebut sebenarnya adalah praktik perdagangan pengaruh di
mana sebenarnya MRH tidak memiliki kewenangan apapun di Kemenag,
tetapi dia bisa memanfaakan relasi yang ada karena Menag Lukman Hakim
juga berasal dari partai yang sama dengan MRH
Tantangan dalam menjaga nilai – nilai ajaran
Islam di lingkungan kerja

Dalam kasus jual beli jabatan di kemenag, tantangan tersebut dapat kita lihat.
Antara lain :
 Masyarakat saat ini sudah jarang yang menerapkan nilai – nilai Islam saat
bekerja
 Korupsi dan suap di berbagai lembaga pemerintahan merupakan salah satu
dampak negatif dari gaya hidup modern saat ini
 Pejabat lebih takut kehilangan kekuasaannya daripada takut saat melanggar
larangan-Nya
 Menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan tersebut
Hipotesis

 Perilaku korupsi dan jual beli jabatan di Kemenag secara masif terjadi
akibat kurangnya penerapan nilai – nilai ajaran agama Islam di dalam
lingkungan kita saat ini, termasuk di dalam lingkungan berkerja dan
bermasyarakat.
 Para pegawai dan pejabat yang bekerja di Kemenag dan terlibat kasus
dugaan jual beli jabatan tersebut paham mengenai agama, namun
tidak menerapkannya di dalam kehidupan sehari – hari.
Pembahasan
Teori Willingness and opportunity to corrupt

 Dalam menganalisa kasus jual beli jabatan di Kemenag, dapat digunakan


teori willingness and opportunity to corrupt. Menurut teori ini, perilaku
korupsi dan turunannya seperti kolusi dan suap dapat terjadi jika terdapat
kesempatan/peluang (kelemahan sistem, pengawasan kurang) dan
niat/keinginan (kebutuhan, keserakahan)
 Dalam kasus jual beli jabatan di Kementrian agama, terjadinya kasus
tersebut akibat peluang berupa lemahnya pengawasan internal dan BPK di
tubuh kementrian agama, serta adanya keinginan dari tersangka penyuap
MRH untuk mendapatkan jabatan di kanwil kementrian agama Jawa Timur.
Teori Willingness and opportunity to corrupt dari
sudut pandang ajaran Islam

Dari sudut pandang ajaran Islam, teori willingness and opportunity to


corrupt seharusnya tidak akan terjadi jika segenap pegawai dan pejabat
yang ada di kementrian agama menyadari dan menerapkan nilai – nilai
Islam bahwa sesungguhnya Allah swt selalu mengawasi kita setiap saat,
sehingga mereka tidak akan berani melakukan korupsi dan jual beli
jabatan karena takut akan larangan dan azab-Nya
Teori Willingness and opportunity to corrupt dari sudut pandang ajaran Islam

Jika para tersangka kasus jual beli jabatan tersebut mengamalkan


ajaran Islam, tentu ia tidak akan menyogok pejabat kemenag untuk
mendapatkan posisi / jabatan tertentu, karena ia pasti percaya jika
memang ia berkompeten dan sudah ditakdirkan oleh Allah, tentu ia
akan mendapatkan posisi tersebut tanpa harus “membelinya” atau
menyogok pejabat Kementrian agama untuk mendapatkannya
Penyebab lunturnya penerapan nilai – nilai Islam di lingkungan kerja

 Lingkungan kerja saat ini yang jarang menggunakan menerapkan nilai –


nilai Islam sebagai panduan bekerja
 Saat ini, orang – orang yang bekerja dengan jujur, amanah, seperti yang
diajarkan oleh ajaran Islam cenderung kurang disukai
 Tekanan dari lingkungan kerja terhadap orang – orang yang bekerja dengan
menerapkan nilai – nilai ajaran Islam membuat mereka akhirnya terbawa
arus berbuat perbuatan bathil
Penyebab lunturnya penerapan nilai – nilai Islam di lingkungan kerja

 Terjadinya kecenderungan untuk berperilaku seperti itu sudah


diperingatkan oleh Rasullullah saw.
 Dari Anasbin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Akan datang kepada manusia suatu zaman,
orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang
menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260)
Penutup
Kesimpulan

 Dalam kasus jual beli jabatan di Kementrian agama, hipotesis


kelompok kami terbukti setelah kami analisa secara sederhana
menggunakan teori Willingness and opportunity to corrupt dan
dianalisa kembali menurut sudut pandang ajaran Islam.
 Kesimpulannya adalah kasus jual beli jabatan di Kementrian agama
secara masif terjadi akibat kurangnya penerapan nilai – nilai ajaran
agama Islam di dalam lingkungan kita saat ini, termasuk di dalam
lingkungan berkerja dan bermasyarakat
Saran

 Dalam menyikapi kasus tersebut, hendaknya kita tidak langsung menyalahkan orang
lain, namun sebaiknya kita mengoreksi diri kita terlebih dahulu. Kasus jual beli
jabatan seperti yang terjadi di Kemenag dapat berawal dari hal kecil, seperti
kurangnya menerapkan ajaran Islam yang sudah dipelajari ke dalam kehidupan
sehari – hari.
 Dalam kehidupan kita pun, mungkin saja sebagai mahasiwa kita juga sering
melakukan “korupsi kecil – kecilan” seperti titip absen, numpang nama saat
membuat tugas kelompok, dsb. Oleh karena itu, yang dapat kita lakukan adalah
mengevaluasi dan memperbaiki diri sendiri terlebih dahulu, lalu kemudian
mengajak orang lain untuk berbuat hal yang sama

Anda mungkin juga menyukai