Anda di halaman 1dari 10

PERMASALAHAN PADA UPT PEMASYARAKATAN

DISUSUN OLEH

NAMA : BOBBY GARCIYA SEMBIRING

STB 3173

PROGRAM STUDI TEKNIK PEMASYARAKATAN


POLITEKNIK ILMU PEMASYARAKATAN
TAHUN 2019
A. Permasalahan di LAPAS :
1. OVERCROWDED
Permasalahanyang terjadi saat ini akibat orientasi penerapan hukum pidana yang
berkiblat pada penjara menghasilkan situasi overcrowded hingga menempatkan Indonesia
pada titik ekstrim dengan kelebihan penghuni sebesar 188%. Situasi ini membuat
munculnya berbagai masalah dari kaburnya narapidana atau tahanan dari sebuah
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), terjadinya kerusuhan dari dalam Lapas, peredaran
narkotika yang dikendalikan dari dalam Lapas, pembakaran Lapas oleh narapidana,
pungutan liar oleh petugas Lapas, dan berbagai permasalahan lainnya.
Tingginya angka pemidanaan penjara menjadi alasan penting. Sistem peradilan pidana
Indonesia cenderung sangat kaku, sehingga kasus sekecil apa pun biasanya akan
dilanjutkan prosesnya sampai dengan ditahan bahkan dipenjara. Belum lagi minimnya
alternatif penahanan dan alternatif pemenjaraan yang tidak tersedia dengan baik.

Pihak kepolisian dan kejaksaan harusnya tidak sembarangan menangkap melakukan


penangkapan ataupun penahanan sebaiknya mereka melakukan upaya lain seperti diversi
bagi anak atau upaya lainnya selain penjatuhan pidana penjara guna mengurangi
overcrowded.

Solusi :

1. Lebih dari 150 UU merekomendasikan pidana penjara. Rasanya RUU KUHP Memang
harus segera di sahkan, karena pada RUU KUHP tersebut banyak menerapkan Piana
Alternati, yang pasti ya Akan sangat mengurangi jumlah tahanan masuk kedalam
Rutan/Lapas
2. Kebijakan pecandu atau pemakai narkoba yang sebaiknya dilakukan rehabilitasi, baik
itu rehabilitasi medis maupun sosial, Karena belajar dari pengalaman, para pengguna
narkoba yang ditahan dan dipenjara didalam lapas, mengalami resiko tetap menjadi
pengguna narkoba, bahkan sampai menjadi pengedar dan juga bandar ketika di dalam
lapas.
3. Segera memproses usulan PB,CB dan CMB dari narapidana terkait untuk menghindari
overstaying di dalam lapas, dan juga selalu mengingatkan narapidana untuk selalu
tanggap pada saat permintaan berkas untuk kepentingan pengusulan remisi ataupun
usulan PB, CB, dan CMB

2. Peredaran Narkoba

Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyrakatan (Lapas),


nampaknya sudah menjadi rahasia umum dan sulit dihilangkan. Salah satu penyebabnya
lantaran masih lemahnya Kemenkumham terhadap penegakan pelarangan warga binaan
menggunakan ponsel di dalam lapas. masih ditemukannya peredaran narkoba yang diatur dari
dalam lapas, maka itu membuktikan kalau pengawasan Kemenkumham amat lemah. Padahal,
jika mereka memang serius untuk memutus mata rantai para bandar, maka harus ada
ketegasan untuk melarang penggunaan ponsel.

Pihak Lapas harus lebih meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisan guna menanggulangi
peredaran narkoba di dalam lapas. Seperti dengan mengadakan razia rutin di dalam lapas
bersama dengan pihak kepolisian dan pihak kepolisian pun hbarus selalu melakukan pemantauan
terhadap penghuni lapas apabila terhubung dengan jaringan narkoba dari luar.

Solusi :

1.Lembaga Pemasyarakatan harus meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Kinerja petugas
lapas di bidang pembinaan dan bidang keamanan. Sehingga tingkat keberhasilan di dalam
penanggulangan tindak pidana narkotika di dalam lapas berjalan hingga 100%

2.Agar meningkatkan anggaran operasional bagi petugas lapas di dalam melakukan


penanggulangan tindak pidana narkotika dalam pembinaan dan pengamanan terhadap
narapidana.

3. Pungutan Liar

Sudah menjadi rahasia umum dan bukan hal yang aneh jika terjadi pungli marak di Lapas .
Artinya, pungli sudah menjadi bagian pekerjaan dengan pengunjung yang menjadi sasarannya.
Maraknya praktik tercela itu disebabkan bobroknya mental dan harga diri petugas Lapas. Para
pelaku yang sudah jelas-jelas terlibat tidak ditindak dengan tegas, bahkan ada indikasi beberapa
pelaku justru dilindungi.

Aparat kepolisia harus mengusut tuntas praktik pungli tersebut dan oknum petugas yang bermain
juga harus diseret untuk juga merasakan susahnya hidup di dalam jeruji besi. Selain itu pihak
lapas haru selalu berkoordinasi dengan kepolisian agar pungli dapat dihindari dan di berantas

Solusi :

Kenkumham juga harus mengurangi kelebihan kapasitas lapas di seluruh Indonesia, agar
kejadian kejadian kerusuhan dan pelanggaran hukum lainnya tidak kembali terjadi. Kebijakan
lainnya, antara lain melakukan rotasi sipir secara periodik. Karena, tidak sedikit sipir yang
bekerja di sebuah lapas selama bertahun-tahun, hal tersebut selain untuk mengantisipasi
kejenuhan juga bisa mencegah terjadinya hal-hal seperti yang diungkapkan anggota lainnya,
seperti pemalakan atau pungli.

B. Permasalahan di Rutan
1. Overstaying
Overstaying terjadi jika narapidana masih tetap ditahan padahal seharusnya sudah
dibebaskan atau dilepaskan. Mereka yang mengalami kondisi ini sebenarnya mengalami
pelanggaran hak asasi manusia, yaitu penahanan yang tidak sah (arbitrary detention).
Pihak penahan baik dari kepolisian, kejaksaan ataupun pengadilan harus selalu
berkoordinasi dengan pihak rutan mengenai proses administrasi penahanan. Karena
overstaying sering terjadi akibat kurangnya komunikasi yang terjalin antar aparat
penegak hokum. Dimana biasanya surat perpanjangan penahahan ataupun durat
keputusan belum sampai kepada pihak rutan anmun masa penahanan telah berakhir.

Solusi :
1. Alangkah baiknya, selain ditahan didalam Rutan, penerapan Tahanan kota dan
Tahanan rumah sebaiknya di optimalkan, ini tentu menjadi salah satu alternatif
solusi untuk mengurangi overstaying dalam Rutan.
2. Meningkatkan koordinasi antara aparat penegak hokum agar proses administrasi
tahanan dapat berjalan dengan baik dan vepat guna menghinfari terjadinya
oversytaying.

2. Pungutan Liar
Sudah menjadi rahasia umum dan bukan hal yang aneh jika terjadi pungli marak di
Rutan. Artinya, pungli sudah menjadi bagian pekerjaan dengan pengunjung yang
menjadi sasarannya. Maraknya praktik tercela itu disebabkan bobroknya mental dan
harga diri petugas Lapas. Para pelaku yang sudah jelas-jelas terlibat tidak ditindak de-
ngan tegas, bahkan ada indikasi beberapa pelaku justru dilindungi.

Aparat kepolisia harus mengusut tuntas praktik pungli tersebut dan oknum petugas
yang bermain juga harus diseret untuk juga merasakan susahnya hidup di dalam jeruji
besi. Selain itu pihak lapas haru selalu berkoordinasi dengan kepolisian agar pungli
dapat dihindari dan di berantas

Solusi :
Kenkumham juga harus mengurangi kelebihan kapasitas di rutan di seluruh
Indonesia, agar kejadian kejadian kerusuhan dan pelanggaran hukum lainnya tidak
kembali terjadi. Kebijakan lainnya, antara lain melakukan rotasi sipir secara periodik.
Karena, tidak sedikit sipir yang bekerja di sebuah lapas selama bertahun-tahun, hal
tersebut selain untuk mengantisipasi kejenuhan juga bisa mencegah terjadinya hal-hal
seperti yang diungkapkan anggota lainnya, seperti pemalakan atau pungli.

3. . Peredaran Narkoba

Peredaran narkoba yang dikendalikan dari dalam lembaga pemasyrakatan (Lapas),


nampaknya sudah menjadi rahasia umum dan sulit dihilangkan. Salah satu penyebabnya
lantaran masih lemahnya Kemenkumham terhadap penegakan pelarangan warga binaan
menggunakan ponsel di dalam lapas. masih ditemukannya peredaran narkoba yang diatur
dari dalam lapas, maka itu membuktikan kalau pengawasan Kemenkumham amat lemah.
Padahal, jika mereka memang serius untuk memutus mata rantai para bandar, maka harus
ada ketegasan untuk melarang penggunaan ponsel.

Pihak Lapas harus lebih meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisan guna
menanggulangi peredaran narkoba di dalam lapas. Seperti dengan mengadakan razia rutin
di dalam lapas bersama dengan pihak kepolisian dan pihak kepolisian pun hbarus selalu
melakukan pemantauan terhadap penghuni lapas apabila terhubung dengan jaringan
narkoba dari luar.

Solusi :

1.Lembaga Pemasyarakatan harus meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Kinerja


petugas lapas di bidang pembinaan dan bidang keamanan. Sehingga tingkat keberhasilan
di dalam penanggulangan tindak pidana narkotika di dalam lapas berjalan hingga 100%

2.Agar meningkatkan anggaran operasional bagi petugas lapas di dalam melakukan


penanggulangan tindak pidana narkotika dalam pembinaan dan pengamanan terhadap
narapidana.

C. Permasalahan di Bapas
1. Faktor biaya

Faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pembimbingan yang dilakukan Balai
Pemasyarakatan adalah faktor biaya. Pada setiap tahun Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM mengajukan beberapa kegiatan pembimbingan untuk Bapas di
Kementerian Hukum dan HAM, akan tetapi yang lolos hanya satu kegiatan saja.
Pemberian dana ini tidak setiap tahun atau tidak kontinue..Hal ini tentu menghambat
pelaksanaan pembimbingan yang dilakukan oleh Bapas.

Solusi :
Anggaran untuk melaksanakan bimbingan kemandirian perlu di tingkatkan,supaya
adabeberapa jenis latihan keterampilan yang akan diberikan sesuai dengan
kebutuhanklien anak.

2. sarana dan prasarana


Kurangnya sarana transportasi untukpelaksanaanpembimbingan. Akibatnya ada
beberapa jadwal kunjungan tidak dapat dilaksanakan dengan tepat waktu
karena,harus menunggu kendaraan dinas secara bergantian dan kadang-kadang
Pembimbing menggunakan kendaraan pribadi.

Solusi:
Pemerintah harus menediakan sarana dan prasarana yang memadai guna
meningkatkan tugas dari para petugas BAPAS. Sepeti penyediaan kendaraan dinas
dan peralatan pendukung lainnya

3. Banyak klien anak yang jarang melakukan wajib lapor


Permasalahan yang dihadapi oleh pihak Bapas adalah klien anak jarang
melapor. Berdasarkan hasil penelitian klien anak yang menjalani wajib lapor
tidak setiap bulan dan berhenti melakukan wajib lapor sebelum masa bimbingan
berakhir. Hal ini tentu,menyebabkan pembimbingan yang dilaksanakan oleh
Pembimbing Kemasyarakatan menjadi tidak maksimal. Penyebabnya klien anak
sudah bekerja dan ada klien anak yang malas melakukan wajib lapor.

Solusi :
Semua pembimbing kemasyarakatan harus diberikan pelatihan ilmu atau keahlian
konseling, supaya dalam memberikan pembimbingan pada klien anak
PKBapasdapat memberikan bimbingansesuai dengan masalahyang dihadapi oleh
klien anak. Selain itu harus adanya tindakan yang tegas terhadapat anak yang lalai
dalam proses wajib lapornya.

D. Permasalahan di Rupbasan
1. Kewenangan
Kewenangan Rupbasan telah banyak diambil alih oleh institusi penegak hukum
lainnya dimana tidak semua barang sitaan disimpan di gudang milik Rupbasan.
Sebagian barang sitaan tetap disimpan instansi yang menyita, seperti kepolisian dan
kejaksaan di seluruh tingkatan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan
Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.

Pihak kepolisian haruslah menyerahkan brang sitaan kepada rupbasan karena


bagaimanapun menurut undang undang barang atau benda sitaan haruslah di letakkan
atau dirawat oleh pihak rupbasan. Hal ini bertujuan agar benda benda tersebut dapat
di kumpulkan dengan terpusat dan tidak mencar kemana mana sehingga tidak terjadi
kesulitan di kemudian hari.

Solusi :
bentuk legislasi yang dipilih semestinya minimal berada dalam level Peraturan
Pemerintah dan bukan Peraturan Presiden. Selain itu, Rupbasan perlu
mempertimbangkan penempatan pengaturan secara lebih rinci dalam Rancangan
KUHAP yang akan dibahas oleh Pemerintah dan DPR atau sesegera mungkin
mendorong rencana RUU pengelolaan aset kejahatan yang komprehensif.

2. Sarana dan prasarana


Keterbatasan sarana dan prasarana yang menyangkut gedung/gudang serta anggaran
dalam mendukung pelaksanaan fungsi Rupbasan. Kesiapan Kementerian Hukum dan
HAM utk membangun Rupbasan di seluruh Kabupaten/Kota Sesuai amanat KUHAP
sampai saat ini, masih belum terlaksana. Meski secara yuridis penyimpanan benda
sitaan negara adalah di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (RUPBASAN),
namun keberadaan dan jumlah Rupbasan yang tidak sebanding dengan jumlah
lembaga penegak hukum yang melakukan penyitaan dan yang bertanggung jawab
secara yuridis terhadap benda sitaan dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan
Pengadilan

Solusi :
Rupbasan perlu memastikan untuk meningkatkan pembangunan tempat – tempat
pengelolaan rupbasan di seluruh kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Pembangunan ini dalam rangka untuk mempercepat fase transisi yang sampai
sekarang masih terjadi. Sehingga penyimpanan benda sitaan dan barang rampasan
Negara tidak lagi berada di tangan penyidik / penuntut umum

3. Penumpukan Barang
Banyak pemilik enggan mengambil kembali barangnya yang tersita karena birokrasi.
Harus ada putusan pengadilan dan pihak eksekutor, jaksa. Selain itu, banyak juga
yang malas mengambil karena merasa barang yang disita tidak penting-penting amat
dan nominalnya rendah.  
Tak heran terjadi penumpukan. Barang yang dialihkan ke Rupbasan dan tidak
diambil-ambil terpaksa menumpuk sampai berdebu. Masalahnya memang tidak ada
aturan yang menyebutkan berapa lama barang sitaan itu akan disimpan di Rupbasan.

Kejaksaan dan pengadilan harus selalu berkoordinasi dengan pihak Rupbasan karena
rupbasan hanya sebagai tempat penitipan. Sehingga apabila telah ada keputusan dari
pengadilan pihak kejaksaan harus segera melakukan pelelangan agar tidak terjadi
penumpukan

Solusi :
Kejaksaan selaku eksekutor harus melakukan pelelangan segera ketika sudah di putus
oleh pengadilan. Hal tersebut bertujuan agar tidak terjadinya penumpukan barang dan
dalam rupbasan. Selain itu pemerintah dapat melakukan penambahan gudang untuk
barang atau benda sitaan.

E. Permasalahan LPKA
1. Sarana penunjang pelaksanaan pendidikan
Pada umumnya LPKA belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk
mendukung kegiatan belajar mengajar seperti ruang kelas, fasilitas belajar,
kurikulum yang belum sesuai dengan kebutuhan anak, belum adanya harmonisasi
regulasi misalnya adanya standar Diknas sebagai syarat untuk peserta didik
mengikuti pendidikan kesetaraan harus memenuhi quota yang ditentukan oleh
Dinkas. Untuk paket A (20 orang), paket B (25 orang) dan paket C (30 orang). Hal ini
menjadi salah satu faktor penghambat karena quota tersebut tidak dapat
dipenuhi mengingat jumlah anak yang mengikuti pendidikan sedikit.
Beberapa sarana prasaran penting selain ruang belajar yang juga minim sebagai
pendukung penyelenggaraan pendidikan, seperti alat –alat belajar, computer,
LCD, seragam dan lain –lain. Kebutuhan di setiap lapas anak secara umum
sama, walaupun terdapat beberapa perbedaan di beberapa bagian.

Solusi :
Pemerintah harus segera menyediakan sarana dan prasarana guana mendukung
pelaksanaan pendidikan di LPKA. Hal ini dikarenakan Anak didik pemasyarakatan
harus di perhatikan dan di perlakukan dengan baik terutama dalam hal pendidikannya.
Karena bagaimanapun mereka adalah para penerus bangsa ini kedepannya.

2. Tidak adanya Tenaga Psikolog


Walaupun persentasenya jauh lebih kecil dibandingkan penghuni dewasa, tetap
saja Anak harus mendapatkan perlakuan khusus. Justru karena jumlah yang
relatif sedikit seharusnyalah menjadikan kendala pembinaan anak lebih minim.
Anak adalah kondisi khusus dengan perlakuan yang khusus juga. Mengapa
anak berkonflik dengan hukum adalah situasi yang harus menjadi pertimbangan
dan bahan dalam menyusun rancangan pemberian pendidikan bagi seorang
anak untuk mendukung pengkondisian ini tenaga khusus seperti psikologis adalah
wajib untuk anak di setiap lembaga penempatan anak seperti lapas anak.
Untuk mendekati jiwa sensitif anak, psikolog adalah orang yang lebih tepat
melakukan pekerjaan itu, walaupun pada pelaksanaannya pegawai lapas sering
berperan dalam posisi ini.

Solusi :
Harus disediakannya tenaga psikolog pada setiap LPKA guna untuk memenuhi
kebudtuhan psikologis anak. Selai itu juga psikolog merupakan petugas yang akan
bertanggung jawab dalam penanganan Anak tersebut. Sehingga anak sikap dan
prilaku anak dapat terkontrol dengan baik. Dan dapat kemabali berguna bagi bangsa
dan Negara.

3. Standar Penyelenggaraan Pendidikan


Pelaksanaan pendidikan bagi Anak yang ditempatkan di LPKA belum
memiliki standar yang sesuai dengan karakteristiknya. Saat ini Ditjen PAS
baru menyusun Standar Pendidikan Nonformal Bagi Anak, namun belum
diujikan dan dilegalisasi.Lamanya proses terwujudnya satu standar pendidikan
berpengaruh pada penerapan standar ini dalam penyelenggaraan pendidikan
bagi anak, khususnya di LPKA.

Solusi :
Pemerintah harus segera mengusahakan terwujudnya standar pendidikan yang jelas
dan yang terbaik bagi anak yang sedang berada di dalam LPKA. Dimana mereka
harus mendapatken pendidikan yang sama atau setara dengan anak naka lainnya yang
berada di luar LPKA. Hal ini bertujuan supaya mereka tidak tertinggal dari anak anak
lainnya.
F. Permasalahan di LPAS
1. Kondisi Bangunan
Penempatan Anak di dalam Lapas tentunya akan sangat rentan secara
psikologis, yang dibutuhkan untuk seorang anak agar dapat dengan baik mengikuti
pendidikan adalah kenyamanan. Saat ini bangunan lapas anak belum
sepenuhnya dapat mengakomodir kebutuhan tersebut. Konsep utama lapas
umumnya berorientasi pada kebutuhan keamanan, mencegah agar anak di dalam
lapas tidak melarikan diri.
Dengan adanya LPAS diharapkan adanya perubahan fisik bangunan yang
meminimalisir sekecil mungkin kesan Rumah Kurungan, dan memaksimalkan
nya sebagai Rumah Sekolah, seperti sekolah –sekolah pada umumnya,
sehingga memiliki fungsi seperti Boarding Schoolatau Pondok Pesantren.

Solusi :
Konsep ideal pembentukan LPAS harus didesain sebagai tempat yang
memastikan adanya perlindungan khusus bagi anak yang ditahan selama proses
peradilan dengan tetap memenuhi hak-haknya, baik itu kebutuhan jasmani, rohani,
dan social. Oleh karena itu LPAS didesain menyerupai kenyamanan tempat,
rumah, dan lingkungan anak. Sarana dan prasana juga disesuaikan dengan kebutuhan
anak. LPAS tersebut, dibuat di setiap Kabupaten atau Kota atau setidak-tidaknya
disetiap Provinsi.

2. Anggaran
Anggaran pada DIPA khusus untuk pelaksanaan pendidikan tidak ada serta minimnya
dana untuk perbaikan sarana prasarana yang pada LPAS perlu perbaikan, bahkan
renovasi total. Kondisi ini mengakibatkan beberapa Minimnya anggaran juga
berpengaruh pada pemenuhan sarana prasarana penunjang kegiatan
pendidikan. Minimnya anggaran untuk pelaksanaan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pembinaan pendidikan di Ditjen PAS, khususnya di
LPAS.

Solusi :
Pemerintah seharusnya menyediakan anggaran khusus untuk LPAS terutama dalam
hal peningkatan sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan undang undang
dimana anak harus diperlakukan secara khusus berbeda dengan orang dewasa.

3. Sumber Daya Manusia


DM yang dalam hal ini adalah petugas LPAS yang bertanggung jawab pada
pelaksanaan pembinaan anak, yang salah satunya adalah pendidikan. Secara
kuantitas sebenarnya SDM yang ada harus cukup memadai. Petugas harus
mengetahui bahwa LPAS dikelola sebagaimana layaknya keluarga. Ada petugas yang
berfungsi seperti orang tua yang memperhatikan tumbuh kembang anak, merawatnya,
memberikan kecukupan gizi dan menyiapkan tempat yang bersih dan memadai, serta
memberinya tugas dan tanggungjawab dalam aktivitas keluarga sehari-hari, seperti
menjaga kebersihan dan kerapian kamar, serta ikut membantu dalam proses
penyiapan kebutuhan pribadinya seperti makan dan minum. Anak dalam LPAS yang
berfungsi keluarga tidak merasa dipenjara namun tidak juga diperlakukan layaknya
tamu yang dipenuhi kebutuhan fisiknya tanpa dilibatkan dalam proses penyiapan dan
pemenuhan kebutuhan pribadinya tersebut.

Solusi :
Pemerintah harus menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan khusus terhadap
petugas yang ada pada LPAS agar mereka mengetahui bagaimana tugas mereka
sebagai pengasih dan dapat mereka terapkan di dalam LPAS sehingga apa yang
diamanatkan Undang Undang dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai