LESI JINAK PADA HIDUNG

DAN SINUS PARANASAL

Oleh:
dr. Juniar

Pembimbing:
dr. Suriyanti, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.K.L

Divisi Rinologi KSM T.H.T.K.L RSUDZA Banda Aceh

 PENDAHULUAN
Lesi jinak hidung dan sinus paranasal  Suatu istilah untuk pertumbuhan suatu masa
didalam rongga hidung dan sinus paranasal yang berdasarkan histologi diklasifikasikan
sebagai neoplasma jinak.

Pertumbuhan yang ditandai dengan ekspansi lokal dapat menyebabkan pendesakan pada
struktur-struktur penting disekitar hidung dan sinus paranasal seperti orbita, otak dan dasar
tengkorak

Tumor hidung dan sinus paranasal pada dasarnya jarang ditemukan.

Di indonesia kekerapan baik tumor ganas dan jinak sekitar 1% dari keganasan seluruh
tubuh
 EPIDEMIOLOGI Tersering  Papilloma inverted
Saat ini aplikasi operasi endoskopi
(ESS atau Endoscopic Sinus Surgery) dengan insiden 80%, kemudian
sudah berkembang untuk mendiagnosis Angiofibroma nasofaring belia,
dan penatalaksaan lesi jinak hidung dan & osteoma.
sinus paranasal karena morbiditas yang
lebih minimal dibandingkan dengan
pendekatan terbuka.
Penyakit sistemik yang dapat
juga bermanifestasi sebagai
granuloma di rongga hidung
seperti Sarcoidosis,
granulomatosis wagener dan
yang bersifat ganas seperti
lethal midlne granuloma

Sumbatan hidung unilateral yang

disertai dengan sekret adalah
gejala tersering.

Tindakan bedah terbuka khususnya  Epistaksis kadang-kadang

Kasus2 lesi jinak yang sudah meluas ditemukan terutama untuk lesi
dan tidak bisa dijamin kebersihan yang hipercaskularisasi
pengangkatannya dengan contohnya angiofibroma
menggunakan endoskopi. nasofaring belia
A
N
A
T
O
M
I
 LESI JINAK LOKAL 
BERASAL DARI NEURON :  NASAL GLIOMA
   MENINGOENCEPHALOCELE
 NEUROFIBROMA
 SCHWANNOMA
 PARAGANGLIOMA
BERASAL DARI JARINGAN IKAT:  HEMANGIOMA
   JUVENILE ANGIOFOBROMA NASOFARING
 

BERASAL DARI JARINGAN  PAPILLOMA INVERTED

EPITEL  FUNGIFORM PAPILLOMA
   KERATOTIC PAPILLOMA
KLASIFIKASI LESI JINAK HIDUNG  ADENOMA CYLINDRICAL PAPILOMA
DAN SINUS PARANASAL
PEMBAGIAN MENURUT WHO BERASAL DARI JARINGAN  CHONDROMA
MESENKIM:  OSTEOMA
   DISPLASIA FIBROSA
 FIBROMA
MASSA NASOFARING:  NASOPHARINGEAL CYST
   NASOPHARYNGEAL TERATOMA
 JUVENILE ANGIOFOBROMA NASOFARING

LESI JINAK SISTEMIK  SARCOIDOSIS

 MIDLINE GRANULOMA (GANAS)
 WAGENER GRANULOMATOSIS
 LANGERHANS CELL HISTIOCYTOSIS
 CHURG – STRAUSS SYNDROME
Papilloma Inverted
 Dikenal dengan nama lain, yaitu:
01 Inverting papilloma, Scheiderian
papilloma, Soft papilloma
Merupakan salah satu kasus tumor
02 sinonasal  terdapat 0,2-0,6% per
100.000/jiwa

Lebih sering pada laki-laki dibanding

03 wanita dengan perbandingan (3:1) 04 Pada usia 5—60 tahun
 Lokasi Papilloma inverted

ethmoid sinus maxillary sinus sphenoid sinus

frontal sinus inferior turbinates septum
 Etiologi

Etiologi pasti Rinosinusitis Kronis HPV

 Dapat menginduksi sel
belum diketahui  Dihubungkan dengan
monoclonal yang
papilloma inverted
mengakibatkan terbentuknya
 Dapat meningkatkan
papilloma inverted
transformasi keganasan pada
 Namun IP dapat ditemukan
HPV tipe 6,11 dan 16
pada sinus yang normal

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 ANAMNESA dan PEMERIKSAAN FISIK

Keluhan : Klinis :
• Utama  Sumbatan hidung • Massa unilateral polypoid pada
unilateral dinding lateral hidung
• • Massa dengan permukaan ttidak
Rhinorrhea
rata dan mudah berdarah saat
• Postnasal drainage manipulasi
• Nyeri kepala/facial pain • 80% lesi pada kedua sinus dan
• Epistaxis rongga hidung
• Invasi pada mata : diplopia, • 5 % tumor yang hanya terdapat
proptosis, blindness pada sinus

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Endoskopi :
a. Inverted papilloma pada meatus media
c. Inverted papilloma rekuren dengan tindakan antrostomy
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Diagnosis

Penebalan pada Diagnosis dapat

tulang merupakan ditegakkan dengan
tempat perlekatan nasal endoskopi,
tumor radiografi dan biopsi

CT scan memiliki
tingakt Sensitivitas CT scan dibutuhkan
69% dan spesifisitas untuk biopsi sebagai
20% guiding

MRI  Dapat
menggambarkan perluasan Ct scan juga dibutuhkan
tumor dengan lebih jelas untuk rencana tindakan

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Two types of localized thickening have been described, a focal plaquelike
hyperostosis and more prominent “cone-shaped” areas .
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Staging: Krause

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Tata laksana

Reseksi secara endoskopi Seluruh tumor harus diekstraksi

dapat digabungkan dengan dengan periosteum tempat
bedah terbuka seperti perlekatan dan mukosa yang
antrostomy patologis
Dalam beberapa tahun
terakir dapat dilakukan
dengan endoskopi Kegagalan eksisi periosteum
approach maksilektomi dapat mengakibatkan tingkat
medial rekurensi yang tinggi

Pembedahan  Intranasal
polipektomi, CWL, Pemilihan jenis tindakan
Rinotomi lateral, mid facial tergantung kepada perluasan
degloving tumor
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Keuntungan dari endoskopi

Menghindari insisi
sublabial atau facial

Dapat membedakan lebih

Menghindari parestesia dan nyeri wajah
jelas struktur tumor dan
mukosa normal

Menghindari epiphora Melihat lebih baik struktur rongga

hidung

Menghindari diplopia
Masa rawatan lebih singkat

Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 KOMPLIKASI

Komplikasi paska bedah:

 Kebocoran cairan cerebrospinal
 Cedera orbita (blindness, hematoma, and diplopia)
 Epiphora
 Infeksi
 Sinekia

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Perawatan dan follow up paska operasi

Follow up untuk melihat adanya rekurensi tumor

Lakukan nasoendoskopi untuk dapat mencegah sinekia

Pemberian antibotik hingga 1 minggu setelah operasi

Cuci hidung saat penyembuhan luka.

Pemberian nasal steroid topical  proses penyembuhan luka

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 ANGIOFIBROMA
NASOFARING JUVENILE
 Angiofibroma nasofaring juvenil

Merupakan tumor jinak pada vascular yang bersifat invasive

Laki-laki pada usia remaja

Prevalensi 0,05 % dari seluruh tumor kepala leher

Suplai utama  Arteri maksilaris interna

Dapat tumbuh hingga ke tulang fossa infratemporal, orbita, dan fossa kranialis

Berasal dari fossa pterigopalatina (canal vidian)  Ekspansi ke foramen sfenopalatina,

rongga hidung dan nasofaring.
 Etiologi

Komponen vascular yang

terjadi akibat regresi dari Angiofibroma jarang sekali
cabang arteri branchial ditemukan pada wanita

Angiofibroma merupakan Dikaitkan dengan hormone

malformasi vascular, seks  esterogen
bukan neoplasma

Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Gejala Klinis

Simptom : Signs :
o Sumbatan hidung (80%) o Tampak massa kemerahan atau
o Epistaxis (45 - 60%) keunguan pada nasofaring atau
o Nyeri kepala (25%) kavum nasi
o Edema pada wajah (10 to 18%).
o Gejala lain  unilateral rhinorrhea,
anosmia/hyposmia, hyponasal
speech, proptosis, hearing loss,
facial asymmetry.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Endoskopi view pada angiofibroma Angiofibroma juvenil
yang tampak pada
orofaring

Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
Dubey SP, Schick B,eds. Juvenile Angiofibroma. Springer International Publishing Switzerland 2017
 Diagnostik

Bila diperlukan biopsy Ct scan memegang

sebaiknya dilakukan di peranan bagi diagnostic,
kamar operasi staging dan
penatalaksanaan

Biopsi jarang dilakukan CT angiografi merupakan

oleh karena tumor berasal gold standar dalam
dari vascular penegakan diagnosis.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
Axial MRI showing high signal with “salt and pepper” appearance in the Angiogram showing vascular blush of the
angiofibroma due to signal voids in high-flow vessels angiofibroma

Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
Langdon C, Herman P, et al.Expanded endoscopic endonasal surgery for advanced stage juvenile angiofibromas: a retrospective multi-center study. Rhinology 54: 239-246, 2016
 Staging System for Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma

Abbreviations: PF, pterygopalatine fossa; ITF, infratemporal fossa.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Treatment

Penanganan ANJ Pemberian terapi Dapat diberikan

adalah dengan hormonal dapat radioterapi low dosis
bedah reseksi menghambatdan rendah selama 12- 36
tumor secara mengecilkan kali  apabila tidak
komplit pertumbuhan tumor operable

Approach tindakan  Secara endoskopi  pada

transpalatal, tumor yang kecil namun
transzigomatic, trans telah diaplikasikan pada
mandibular, medial tumor yang besar dengan
maxillectomy. ekstensi intracranial.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Komplikasi

Komplikasi utama adalah

perdarahan  jika sulit Tumor pada sinus
dikontrol dapat cavernosus dapat
mengakibatkan kematian menyebabkan
parese nervus
kranialis

Epifora akibat
tertutupnya saccus Lesi pada nervus
lakrimalis setelah infraorbital dapat
tindakan endoskopi menyebabkan
dengan maksilektomi kebas pada pipi
medial.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
 Tata laksana paska operasi
Pemberian antibiotik
broad spektrum 5-7 hari
Hindari mengangkat beban
MRI dengan kontras dilakukan
berat, menghembuskan
setelah 6 bulan paka operasi
hidung terlalu kencang

Rekurensi tumor dapat terjadi Cuci hidung dengan saline 

dalam periode dimulai dari dua hari paska
3-4 bulan operasi (4kali sehari)

Oleh karena tingkat rekurensi Endoskopi rutin untuk

tinggi maka evaluasi harus membersihkan krusta dan
menggunakan endoskopi debris.

Wormald PJ. Benign Sinonasal Tumors . in : Kennedy DW, Hwang P, eds. Rhinology diseases of the nose, sinuses, and skull base. Thieme. 2012.
FRONTAL OSTEOMA
 Epidemiology

Tingkat rekurensi Merupakan tumor yang

rendah sering pada tulang sinus
paranasal (0,4 %-3%)

Lesi jinak dan tumbuh dengan Lokasi tersering pada

lambat dapat mengganggu sinus frontalis
kosmetik dan mucosiliary
clearance

Lebih banyak pada pria Teridentifikasi pada 1% pasien

dibandingkan wanita pada usia dengan sinus dan 3 % pada ct
20-30 scan rutin

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery, 18 th
ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
Lund VJ., Howard DJ, Wei WI. Eds. . In tumors of the nose, sinuses, and nasopharynx. Georg Thieme Verlag KG. 2014
 Teori pertumbuhan aposisi
dari endochondreal dan
jaringan membrane sell
dapat menyebabkan
proliferasi tulang

Etiologi pasti belum

diketahui
Teori trauma  dapat
Etiologi tumbuh akibat reaksi
inflamasi

Teori infeksi  inflamasi

dari infeksi kronis dapat
menyebabkan terbentuknya
osteoma

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Gejala dapat
disebabkan karena
efek tumor pada
jaringan sekitarnya
Osteoma berlokasi
pada sinus frontal Gejala utama dapat
Osteomas located berupa nyeri pada
(~80%), ethmoid dahi, sinusitis dan
(~20%), maxillary pembentukan
(~5%), & sphenoid mucocele
(rare)

Simptom

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Pemeriksaan Penunjang

Radiografis : Osteoma tampak

padat, homogen seperti tulang Biasanya memiliki pedikel
yang menempel pada
tulang

MRI  untuk mengevaluasi lesi ke ekstrasinus

atau ke intracranial

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Coronal CT scan  massa Osteoma pada sinus Tumor pada tulang sinus
padat, homogen pada sinus ethmoid maksilaris kiri.
frontal
Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
Miles DA. Danforth RA. Cone Beam Computed Tomography: From Capture to Reporting. Dental Clinics of North America .2014.58(3):ix-x
 Grading System for Frontal Sinus Osteoma

Grade 1 Basis tumor hanya melekat pada resesus frontalis diameter tumor
<75% dari rongga sinus.

Grade 2 Basis tumor hanya melekat pada resesus frontalis diameter tumor
>75% dari rongga sinus.

Grade 3 Basis tumor melekat pada bagian anterior atau posterior dari sinus
frontal dan ekstensi ke lamina papirasea

Grade 4 Tumor memenuhi dan keluar dari rongga sinus

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Treatment for asymptomatic patients

1. Periodic CT imaging at 6 month intervals in

asymptomatic patients.

2. Indications for tumor removal in asymptomatic

patients 
a. Tumor occupying > 50% of the frontal sinus
b. Posteriorly based frontal sinus lesion
c. Osteoma occupying the frontal recess or
ethmoid sinus cavity

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Penatalaksanaan pada pasien tanpa gejala

1. Ct scan setiap 6 bulan

2. Indikasi eksisi tumor pada pasien asimptomatis


a. Besar tumor > 50% pada rongga sinus
b. Tumor pada posisi posterior dari rongga
sinus frontal
c. Osteoma pada resesus frontalis atau sinus
ethmoid

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Tatalaksana pada pasien dengan gejala

Terapi utama adalah

reseksi dengan Tujuan operasi  melakukan
pembedahan secara komplit
pembedahan wdengan
pada tumor dengan
approach: endoskopi, atau meminimalkan kerusakan
kombinasi dengan bedah mukosa dan organ vital sekitar
terbuka

Chiu et al, merekomendasikan

 Grade 1 lesions Reseksi dengan endoskopi
 Grade 2 lesions External & endoscopic
 Grade 3 and 4  Dengan bedah terbuka

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck surgery,
18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
 Komplikasi

pada luka operasi

Bila terjadi
Komplikasi pada dapat timbul
kebocoran cairan
operasi sinus edema yang
cerebrospinal
frontal berupa dapat
dilakukan
gangguan menyebabkkan
perbaikan intra
penglihatan obstruksi ostium
operasi
sinus

Senior BA, Alldredge J, Rodriguez K . Endoscopic surgery of the skull base, orbits and benign sinonasal neoplasms . Snow JB, Wackym BA, eds. in : Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery, 18 th ed. People’s Medical Publishing House-USA . 2016
TERIMA KASIH