Anda di halaman 1dari 25

Aplikasi model konseptual

exsistensial keperawatan jiwa


KELOMPOK 4
Aplikasi Model Konsep Teori
Keperawatan Sister Callista Roy
Kasus :
GUMELAR T NUNUY
(1902439) (1902438)
DELYA
(1901444)
HARIS
(1902447)

SINTIA N INEU
(1902455) (1902441)
WINIA TRI H NUR ACHMAD
(1902457) RIZKI S (1902442) SYARAH
(1902451) (1902456)
M DITTO
(1902449) MERRI AKBAR SITI N
AI LAILAH (1902452) (1902453) (1902455)
(1902450)

KEPERAWATAN JIWA
Menu
Model keperawatan jiwa
existensial

Proses Terapi

Kasus dan Pembahasan


Model keperawatan jiwa
existensial
Existensial (Perls, Glesser, Ellis, Rogers, Frankl)
Hidup ini akan sangat berarti apabila seseorang dapat
mengalami dan menerima diri (self acceptance) sepenuhnya.
Penyimpangan perilaku terjadi jika individu gagal dalam upaya
untuk menemukan dan menerima diri. Individu tidak memiliki
kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri.

Martin heidegger (1889/1976) dianggap sebagai bapak


pemikiran eksistensial sekarang ini. Konsepnya “ada-di-dunia”
(exist-in-the-word) mencakup polaritas yang tidak dapat
dipisahkan dari manusia dan dunia dalam “situasi kini-dan-di-
sini” (here-and-now-situation). “ada-di-situ” menimbulkan
keperihatinan tentang konsep yang mencakup kecemasan dan
kasih sayang. Komponen kecemasan itu berasal dari ketakutan
terhadap tidak-ada. Khusus ketakutan terhadap kematian
dilihat oleh heidegger sebagai “keaslian ada-disitu”
(authenticity of being-there) dalam penyelesaian umtuk
menerima nasibnya, menerima kematian sebagai suatu
kemungkinan yang selalu saja ada.
Tokoh: Perls, Glasser, Ellis, Rogers, Frankl. Psikiatri eksistensial
(eksistensial psychiatry atau Daseinanalysis) beranggapan
bahwa pasien berada dalam dunianya sendiri yang tidak dapat
didiami sepenuhnya bersama orang lain yang berorientasi
pada patokan dan nilai pikiran sehat. .
Proses Terapi
Prinsip dalam proses terapinya adalah : mengupayakan individu agar
berpengalaman bergaul dengan orang lain, memahami riwayat hidup
orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap sebagai panutan
(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan cara
introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan
kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima
jatidirinya sendiri dan menerima kritik atau feedback tentang
perilakunya dari orang lain (encouraged to accept self and control
behavior).
Proses terapeutik
1. Individu dibantu untuk mengalami kemurnian hubungan
2. Terapi sering dilakukan dalam kelompok
3. Pasien dianjurkan untuk menggali dan menerima diri dan dibantu untuk
mengendalikan perilakunya
Prinsip keperawatannya adalah : klien dianjurkan untuk berperan serta dalam
memperoleh pengalaman yang berarti untuk mempelajari dirinya dan
mendapatkan feed back dari orang lain, misalnya melalui terapi aktivitas
kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas kesadaran diri klien melalui
feed back, kritik, saran atau reward & punishment.
1. Rasional Emotif Therapy

Rasional Emotif Therapy Konfrontasi digunakan untuk bertanggung jawab terhadap


perilakunya. Klien didorong untuk menerima dirinya
RET bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berpikir
keyakinan serta pandangan klien yang irasional menjadi rasional, sehingga ia dapat
mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal.
Konsep dasar RET yang dikembangkan oleh Albert Ellis adalah sebagai berikut:
2. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional
3. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional
4. Pemikiran irrasional bersumber pada disposisi biologis lewat pengalaman
masa kecil dan pengaruh budaya.
5. Pemikiran dan emosi tidak dapat dipisahkan
6. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization
7. Pemikiran tak logis-irrasional dapat dikembalikan pada pemikiran logis dengan
reorganisasi persepsi
2. Terapi Logo

Terapi orientasi masa depan (future orientated therapy). Individu meneliti arti dari
kehidupan, karena tanpa arti berarti tidak eksis
Tujuan: agar individu sadar akan tanggung jawabnya. Atau klien akan dapat
menemukan makna dari penderitaan dan kehidupan serta cinta.
Mengenai teknik terapinya digunakan semua teknik yang kiranya sesuai dengan
kasus yang dihadapi. Kemampuan menggali hal-hal yang bermakna dari klien, amat
penting.

3. Terapi realitas

 Klien dibantu untuk menyadari target kehidupannya dan cara untuk


mencapainya.
 Klien didasarkan akan alternatif yang tersedia.
Kasus
 X merupakan seorang siswa MTS Negeri Sidoarjo kelas IX, dia mengalami
putus asa dalam pendidikanya. Kasus ini diketahui berawal dari laporan wali kelas
bahwa X menunjukkan gejala berkurangnya produktivitas di sekolah, sering tidak
masuk sekolah, tidak pernah memperhatikan guru, malas belajar di rumah maupun
di sekolah, dan lambat dalam menyelesaikan tugas dari guru.
 Dari hasil wawancara dengan guru bimbingan konseling di sekolah dan teman
dekatnya siswa merasa tidak semangat mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas,
sering datang terlambat, berkurangnya konsentrasi dan perhatian dalam kelas,
pesimistis terhadap masa depannya, merasa rendah diri, dia putus asa dan ingin
berhenti saja dari sekolah.
 Keluarga X mengatakan akhir-akhir ini menjadi anak yang mudah merasa sedih,
mudah menangis, hanya berdiam diri di dalam kamar dan kurang suka berbicara
ibunya adalah penjual es buah keliling dan ayahnya bekerja di luar pulau. Dengan
keadaan orangtua yang seperti itu, siswa merasa tidak diperhatikan oleh orang
tuanya karena mereka sibuk untuk bekerja
 X berfikiran bahwa dia bersekolah hanya sia-sia , percuma kalau saya sekolah kalau
orang tua saya sudah tidak peduli dengan saya, kurang dengan bantuan yang
diberikan konselor sekolah, X tidak hanya membutuhkan bantuan materi saja, akan
tetapi dia juga membutuhkan motivasi atau bimbingan yang intens, dia juga
membutuhkan perhatian yang khusus karena dia tidak mendapatkan perhatian dari
orang tuanya.
Pembahasan
1. Tehnik dan Pendekatan Bagi siswa putus asa
Dalam usaha untuk memahami masalah yang dialami oleh anak putus asa, maka perlu
ditetapkan tehnik yang sesuai untuk mempermudah proses terapi antara lain dengan
observasi, wawancara, pertemuan dengan orang-orang yang ada disekitarnya.
2. Pendekatan
Sebenarnya pendekatan yang digunakan untuk menangani siswa putus asa sama
dengan untuk menangani anak-anak yang lainnya namun yang lebih cocok adalah
dengan menggunakan eksistensial humanistik.
Eksistensial humanistik yang terdapat beberapa asumsi dasar diantaranya: kesadaran diri,
bertanggung jawab atas pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri, mau membuka
diri, menyadarkan klien bahwa hidup ini mempunyai makna, mengaktualisasikan diri sesuai
dengan kemampuannya.
3. Pelaksanaan Terapi Eksistensial Humanistik
- Langkah pertama yaitu menunjukkan kepada klien bahwa ia kurang memiliki kesadaran
diri, klien tidak boleh larut dalam kesedihannya
- Langkah kedua yaitu menyadarkan klien untuk bertanggung jawab atas
pengarahan hidup dan penentuan nasibnya sendiri
- Langkah ketiga yaitu mendorong klien agar ia mau membuka diri dalam arti tidak
menutup diri dari pergaulan
- Langkah keempat yaitu menyadarkan klien bahwa hidup ini mempunyai makna.
- Langkah kelima yaitu mendorong klien untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan
kemampuannya
Pelaksanaan terapi eksistensial humanistik yang dilakukan oleh
konselor adalah penyadaran diri yang dilaksanakan dengan
teknik directive counseling, yaitu dalam proses konseling yang
berperan aktif adalah konselor.
Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam proses bimbingan
dan konseling dengan terapi eksistensial humanistik, yaitu:

Identifikasi Kasus

Langkah ini dilakukan untuk menggali informasi sebanyak mungkin


tentang kondisi klien, permasalahannya dan apa yang sebenarnya
dibutuhkan oleh klien. Langkah ini harus dilakukan agar bantuan
yang diberikan konselor tidak salah dalam menentukan terapi
sehingga tidak bertolak belakang dengan tujuan konseling dan
keinginan klien. Pada langkah ini dimaksudkan untuk mengenal
kasus beserta gejala-gejala yang tampak.
Data yang diperoleh yaitu dari klien, teman dekat klien, guru, wali
kelas, serta guru bimbingan dan konseling.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada orang terdekat konselor
menyimpulkan bahwa X sebagai konseling mengalami keputusasaan
dalam pendidikannya. Dengan ditandai gejala-gejala yang timbul pada diri
konseli yaitu termasuk siswa yang jarang masuk sekolah, menutup diri
dari orang di sekelilingnya, sering terlihat murung, berkurangnya
konsentrasi, perhatian, atau kemampuan untuk berfikir jernih, menarik
diri dari pergaulan sosial, penurunan perhatian atau konsentrasi, atau
kurang mampu berfikir secara jernih, penurunan aktivitas atau
produktivitas dirumah ataupun disekolah.
2. Diagnosis

Langkah ini digunakan konselor untuk mengetahui keputusan mengenai hasil


dari pengolahan data
Terdapat beberapa penyebab sehingga siswa X mempunyai perilaku yang
tidak sesuai diantaranya kurang perhatian orang tua, dan faktor ekonomi
dalam keluarga. Dengan masalah yang dialami siswa X dapat berpengaruh
terhadap psikologisnya yakni berupa sikap sedih, merasa rendah diri dan
putus asa.
3. Proses konseling

Konselor memahami klien untuk menyadari keberadaannya dalam dunia.


Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan-
perasaannya secara bebas.
Konselor meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap
keharusan memilih dalam dunia yang pasti
Konselor mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak
memulai proses konseling. Selanjutnya konselor memberitahukan kepada klien
bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya adalah suatu sifat yang
khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendiri, bahwa dia akan mengalami
kecemasan atas ketidakpastian keputusan yang dibuatnya, dan klien akan berjuang
untuk menetapkan akan kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna.
Kesimpulan
Model konseptual keperawatan jiwa mencerminkan upaya menolong orang tersebut
mempertahankan keseimbangan melalui mekanisme koping yang positif unutk
mengatasi stresor ini. Macam-macam Konsep Model Keperawatan jiwa yaitu Model
Psikoanalisa, Model Interpersonal, Model Sosial, Model Eksistensi, Model
Komunikasi, Model Prilaku, Model Medikal.
Psikiatri eksistensial (eksistensial psychiatry atau Daseinanalysis) beranggapan
bahwa pasien berada dalam dunianya sendiri yang tidak dapat didiami sepenuhnya
bersama orang lain yang berorientasi pada patokan dan nilai pikiran sehat.
Model keperawatan jiwa eksistensial yaitu teori berfokus pada pengalaman individu
pada saat ini dan disini. Pandangan model eksistensi terhadap penyimpangan
perilaku, penyimpangan perilaku terjadi jika individu putus hubungan dengan dirinya
dan lingkungan. Terdapat dua proses pada model keperawatan jiwa eksistensial
yaitu Rasional Emotif Therapy dan terapi logo.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai