• HERIYANTO TAMPUBOLON • NOFIRMAN HURA • MUHAMMAD RIFQI • RAHMAT ARBADILAH • YOLDI NOFRINALDO JURNALISME LHER
Dalam masyarakat istilah jurnalisme Lher tidak begitu
dikenal. Masyarakat lebih menyebutnya dengan jurnalisme sensasional. Karena berita dan gambar atau grafis yang disuguhkan dilandasi dengan atau untuk mencari sensasi semata. Apapun akan dilakukan untuk mewujudkannya. Ada juga yang menyebut dengan jurnalisme pornografi. Meskipun berbeda istilah, dalam praktiknya ketiganya tidak jauh berbeda, yakni bersinggungan dengan “sekwilda” (sekitar wilayah dada) dan “bupati” (buka paha tinggi-tinggi). SEJARAH
Kemunculan jurnalisme lher, pertama kali disambut oleh
Tabloid Monitor yang terbit pada tahun 1972-an. Tak langsung mendapat sambutan, Monitor sempat istirahat karena tak laku. Di tahun 1980-an, Arswendo Atmowiloto mengambil alih. Berhiaskan gambar-gambar panas dan judul sensasional, Monitor digandrungi kalangan menengah ke bawah. SEJARAH
Tahun 1990, Monitor mencapai oplah 700.000 eksemplar,
dan tercatat sebagai prestasi yang belum pernah diraih media cetak di Indonesia. Beberapa contoh judulnya seperti "Setelah 2 Kali Kapok Deh;" "Berlinang Air Mata Dada;" "Kalau Dengan Suami Ternyata Sakit;" dan lain-lain. Pada tahun 1990-an juga Tabloid Monitor terpaksa tutup lantaran kasus menghina agama. Arswendo pun mendekam di penjara selama lima tahun (Nurudin, 2009). REDUPNYA JURNALISME LHER
Keresahan masyarakat akan hancurnya generasi muda penerus
bangsa yang moralnya semakin lama semakin menipis, merupakan awal mula redupnya journalism lher. Untuk itu, dibentuklah Kode Etik Jurnalistik yang disepakati oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI) pada Februari 1947 (Masduki, 2003). Beberapa kali mengalami perubahan dan penyempurnaan, Kode Etik ini akhirnya disahkan tanggal 2-5 Oktober 2003 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah. REDUPNYA JURNALISME LHER
Salah satu pasal dalam Kode Etik Jurnalistik, yakni pasal 4
berbunyi "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul." Larangan membuat berita cabul yang dimaksudkan adalah penggambaran tingkah laku secara erotis yang disertai foto, gambar, grafis, atau tulisan narasi yang sifatnya semata-mata membangkitkan nafsu birahi. JURNALISME LHER & YELLOW JURNALISM Yang membedakan Yellow jurnalism dengan Lher jurnalism antara lain: jurnalisme lher menggunakan diksi yang lebih vulgar dibandingkan yellow jurnalism; lher jurnalism lebih menitikberatkan pada mengumbar bagian tubuh (wanita pada umumnya) seperti dada dan paha, sedangkan yellow jurnalism lebih menitikberatkan pada kalimat sensasional untuk menarik perhatian; keberadaan lher jurnalism sudah mulai menghilang saat sekarang ini, berbeda dengan yellow jurnalism yang masih eksis dan mudah ditemui pada media online sekarang ini. PERBANDINGAN LHER & YELLOW JURNALISM LHER YELLOW PERBANDINGAN LHER & YELLOW JURNALISM LHER YELLOW PERBANDINGAN LHER & YELLOW JURNALISM LHER YELLOW KESIMPULAN
• Jurnalisme lher muncul sebagai gambaran jurnalisme masyarakat
kelas bawah. Bukan berarti kalangan kelas atas tidak suka jurnalisme lher, hanya pengemasannya tidak terlalu vulgar. • Jurnalisme lher bisa jadi merupakan simbol perlawanan terhadap kekangan pemerintah yang otoriter pada zamannya. Ketika media dilarang mengupas persoalan politik, maka jurnalisme lher seakan menjadi pelampiasan. • Media cetak yang menampilkan jurnalisme lher di Indonesia dijual sangat bebas (pada awal kebebasan pers). TERIMA KASH ADA PERTANYAAN ? TERIMA KASIH ADA PERTANYAAN?