Anda di halaman 1dari 59

MATA KULIAH FOLKLORE

Dosen: Dr. Rosta Minawati S.Sn., M.Si.

GAMBARAN UMUM PERKULIAHAN

A.Pengertian Folklor
B.Ciri-ciri folklor
C.Sejarah dan Perkembangan Folklor
D.Bentuk-bentuk Folklor
E.Ruang Lingkup Folklor
F.Fungsi Folklor dalam Masyarakat
G.Folklor dan Televisi & Film
Refrensi
• Junus, Umar. 1984. Kaba dan Sistem Sosial
Minangkabau: Suatu Problema Sosiologi Sastra.
Jakarta: PN Balai Pustaka.
• Dananjaya, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip,
Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT Temprint.
• Djamaris, Edwar (ed). 1994. Sastra Daerah di Sumatera:
Analisis, Tema, Amanat, dan Nilai Budaya. Jakarta: Balai
Pusaka.
• Tester, Keith. 2003. Media, Budaya, dan Moralitas.
Yogyakarta: Juxtapose.
• Endraswara, Suwardi. 2005. Tradisi Lisan Jawa:
Warisan Abadi Budaya Leluhur. Yogyakarta: Narasi.
• Burton, Graeme. 2007. Membincangkan Televisi:
Sebuah Pengantar Kepada Studi Televisi. Yogyakarta &
Bandung: Jalasutra.
Pengertian Folklor
• Folklor berasal dari bahasa Inggris yakni Folklore. Terdiri
dari dua kata folk dan lore.
• Menurut Alan Dundes folk sama artinya dengan kolektif
atau bersinonim dengan sekelompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan
yang sama.
• Lore adalah tradisi yang diwariskan secara turun
temurun, baik secara lisan maupun melalui contoh gerak
isyarat atau pembantu pengingat.
• Dengan demikian, folklor adalah kebudayaan suatu
kolektif atau mayarakat yang diwariskan secara turun
temurun, baik secara lisan maupun isyarat gerak
sebagai bentuk keperibadian kolektif/identitas
masyarakatnya.
Ciri-ciri folklor
• Penyebaran dan pewarisan secara lisan.
• Tradisional (disebarkan antar kolektif
dalam waktu cukup lama).
• Milik bersama (milik rakyat/sekelompok
masyarakat).
• Faktor eksis dalam versi maupun varian
yang berbeda (tejadi interpolasi).
• NN (tidak diketahui penciptanya)
• Memiliki rumus/berpola
• Memiliki fungsi/kegunaan
• Bersifat polos dan lugu (proyeksi
emosi yang jujur).
Sejarah dan Perkembangan Folklor

• William John Thoms orang pertama


memperkenalkan folklor ke dalam ilmu
pengetahuan. Istilah lain dari folklor adalah
antiquarian atau popular literature (kebudayaan
antik).

• Minat antiquities di Inggris ada sejak masa


kebangkitan romantisme dan nasionalisme pada
abad ke-19.
• Folklor diciptakan abad ke-19 untuk menunjuk
dongeng, kepercayaan dan adat kebiasaan yang
tidak tertulis.
• Folklor lahir di masyarakat tradisi>< masyarakat
elit/terpelajar (telah mengenal tulisan).
• Setiap contoh yang masuk kepada kategori
folklor dibedakan oleh tema, motif, dan struktur
secara lintas budaya (penekaan pada etnologis).
• Seni verbal meliputi cerita, drama, puisi,
nyanyian, peribahasa, teka-teki, permainan kata-
kata bahkan untuk prosedur, pujian dan hinaan.
• Di Indonesia sendiri tahun 1908 pemerintah
kolonial Belanda telah mendirikan Panitia
Kesusastaan Rakyat. Maksudnya untuk
mengumpulkan dan menerbitkan kesusastraan
tradisional dan popular.
• Awalnya pengumpulan oleh karena ketertarikan
benda-benda aneh. (pendekatan kesusastraan).
• Berkembang pendekatan folklor modern dengan
interdisiplin (bukan lore saja, tetapi folk juga).
• Saat ini, pengumpulan folklor bertujuan untuk
mencari identitas bangsa atau suku bangsa dan
salah satu cara untuk melacak jejak sejarah pada
masa praaksara
Inventaris folkor dua macam:
1. Pengumpulan buku dan artikel
2. Pengumpulan bahan foklor langsung dari tutur
dan diarsipkan
Tujuan inventaris:
1. untuk menghasilkan bibliografi (buku yg
memuat daftar judul, berisi nama
pengarang, T.terbit, tgl, penerbit, judul,
tanpa anotasi.
2. Menghasilkan anotasi
• Para sarjana folklor Indonesia telah
meneliti bahan-bahan folklor dari berbagai
disiplin, seperti: filologi, musikologi,
antropologi, teologi, dll.
• Pada tahun 1970 pengumpulan bentuk-
bentuk folklor Indonesia.
• Pada tahun 1971 Proyek Pengumpulan
Pantun dan Folklor Sunda yang dipimpin
Ajip Rosidi telah mengumpulkan bahan-
bahan pantunnya.
• Pada tahun 1972 baru dirintis penerbitan
bibliografi mengenai folklor Jawa oleh
James Danandjaya.
• 1973 oleh I.G.N Ariton Pudja
• 1973 oleh Sugiarto Dakung
• 1978 oleh A.A Kalangie Pandey
(pengobatan tradisional).
• Secara nasional, pemerintah Indonesia berniat
mendirikan arsip folklor. Untuk itu diadakan tiga kali
seminar inventarisasi dan dokumentasi folklor
Indonesia.
1. Pertama diadakan oleh Proyek Studi Kebudayaan
Melayu, tepatnya diadakan tahun 1973. keputusannya
agar pemerintah dengan segera mendirikan pusat
folklor di ibu kota, mencakup pengumpulan,
dokumentasi/pengarsipan, dan analisis.
2. Kedua diadakan pada tahun 1980 yang bertujuan
mendirikan pusat folklor Indonesia.
3. Ketiga diadakan pada tahun 1982 dengan maksud
menggali, dan menyebarluaskan folklor dalam rangka
menunjang pembinaan dan pengembangan
kebudayaan nasional.
• Beberapa musium pengumpulan folklor di Indonesia,
seperti: Taman Mini Indonesia, Musium Wayang,
Musium Tekstil, dll.
Bentuk-bentuk Folklor
• Menurut Jan Harold Brunvand folklor dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok, yaitu: folklor lisan, folklor sebagian
lisan, dan folklor bukan lisan.

1. Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang lisan.


Bentuk ini termasuk ke dalam kelompok, 1. bahasa rakyat,
seperti logat, julukan, perangkat tradisional, dan titel
kebangsawanan, 2. ungkapan tadisional, seperti peribahasa,
dan pepatah 3. pertanyaan tradisional, seperti teka-teki, 4.
puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, 5. cerita
prosa rakyat seperti mite, legenda, dan dongeng, 6. nyayian
rakyat (jali-jali, ayam nan lapeh, odak-odak, dan lainnya.
Legenda Karo

• Makam Putri Hijau


• Dalam Makam
2. Folklor sebagian lisan
bentuknya merupakan
campuran unsur lisan dan
bukan lisan. Bentuk folklor • Agama Perbegu
ini dapat digolongkan ke (Masyarakat Karo)
dalam kepercayaan rakyat,
permainan rakyat, teater
(lenong, ketoprak, randai dan
ludruk, tari rakyat (jaran,
kepang, dan ngibing, ronggeng,
patam-patam, adat istiadat,
upacara, pesta rakyat (bersih
desa dan meruwat, dll.

Contoh: Kepercayaan
rakyat/tahayul.
(Kepercayaan rakyat bagi
orang modern sering
dianggap tahayul yang
memiliki makna gaib).
Kepercayaan Rakyat Karo
• Lau Debuk-debuk • Pemujaan
Teater Rakyat Karo
• Gurda Gudi/Gudala-2
Tari Rakyat Karo

• Tari Burung • Tari Tongkat


3.Folklor bukan lisan yang bentuknya
bukan lisan (walau pembuatannya
diajarkan secara lisan). Kelompok besar
dapat dibagi dua, yakni material dan
bukan material.
• Bentuk material:
asitektur rakyat
(bentuk rumah asli • Rumah Tradisional
suku, seperti Joglo di Batak Karo
Jawa, Rumah Gadang di
Minangkabau, Rumah
Betang di Kalimantan,
Rmh Siwaluh Jabu,
lumbung, dll),
kerajinan tangan
rakyat, pakaian dan
perhiasan, makanan
dan minuman rakyat,
dan obat-obat
tradisional.
Rumah Suku Dayak
Asitektur Suku Dayak
Suku Dayak Kenyah
Asitektur Bade
Asitektur Lombok (NTB)
Asitektur Rumah Bali

17
Pakaian Adat Bali dan Suku Karo
• Pakaian Suku Lombok Pesta Adat dan Agama Bali

PENDEKATAN TERHADAP ETNISITAS

 Pendekatan Primordialisme : mencari berbagai


ikatan sosial yang berkaitan dg. agama, bahasa,
adat-
adat-istiadat, kekerabatan, kesenian, organisasi,
dan sebagainya

 Pendekatan Instrumentalisme : upaya dan


strategi kelompok-kelompok elite dlm mengusai
dan memanipulasi berbagai simbol-
simbol-simbol etnis
untuk memperoleh suport dan dukungan dari
masyarakat etnis

11
Pakaian Tradisional Skotlandia
• Nama pakaian: kilt
• Pakaian tradisional
dikenakan mengelilingi
tubuh hingga bagian atas
lutut. Kilt terbuat dari
benang wol serta
mempunyai corak tartan,
kilt biasanya dikenakan
bersama dengan jaket,
tali pinggang, sporran
(sejeniskantong) , dan
sepatu
1. Mitos warna dan pola kotak-kotak pakaian tradisional
skotlandia adalah tartan merah. Artinya adalah "tartan
pertempuran“.

2. Banyak tartan yang dibuat saat ini, seperti tartan


provinsi dan wilayah Kanada dan tartan negara
Amerika, dirancang dengan makna simbolis tertentu
untuk warna yang digunakan. Misalnya warna hijau
terkadang melambangkan padang rumput atau hutan,
biru dapat melambangkan danau dan sungai, dan
warna kuning digunakan untuk melambangkan berbagai
tanaman.
Pola tartan seperti yang kita kenal sekarang,
dianggap tidak ada sebelumnya (abad ke-16) di
Skotlandia. Akhir abad ke-16 baru ada banyak
referensi mengenai pola bergaris atau kotak-kotak.
Hal ini tidak sampai akhir abad 18 atau awal 17 dan
setiap jenis keseragaman dalam tartan diperkirakan
telah terjadi.
Martin Martin , dalam bukunya "A Description of the
Western Islands of Scotland", yang diterbitkan pada
tahun 1703, menulis bahwa tartan Skotlandia bisa
digunakan untuk membedakan penduduk daerah yang
berbeda. Dia secara tegas menulis bahwa penduduk
berbagai pulau dan daratan Dataran Tinggi tidak semua
berpakaian sama, tetapi bahwa shading dan warna
tartan di berbagai daerah bervariasi dari pulau ke pulau.
Ketika ia tidak menyebutkan penggunaan pola khusus
oleh setiap keluarga, akan terlihat bahwa perbedaan itu
adalah salah satu yang modern.
• Bentuk yang bukan
material tergolong
pada gerak isyarat
tradisional (gesture),
bunyi isyarat (msl
kentongan, atau bunyi
gendang untuk
mengirim berita dll),
dan musik rakyat.
• Penganak Musik Rakyat
Alat musik Skotlandia
• Nama alat musik:
bagpipe
• Dimainkan dengan
cara ditiup
• Bagpipe memiliki satu
tabung guna
menyimpan udara
Ruang Lingkup Folklor Indonesia
• Prosa (Mite dan Mitos, legenda,
dongeng)
• Musik (Nyanyian Rakyat)
• Pantun
• Pepatah
• Teka-teki (pertanyaan)
• Mitos adalah produk imanjinasi kreatif, dan merupakan
suatu karya seni maupun pernyataan religius yang
potensial.
• Mitos adalah cerita tentang pristiwa semihistoris yang
menerangkan masalah akhir kehidupan dewa maupun
manusia.
• Mitos bersifat religius karena memiliki rasio kepercayaan
dan praktik keagamaan.
• Masalah yang dibicarakan tentang kehidupan manusia,
baik asal usul bumi, manusia, isinya, dan tujuannya, dsb.
• Fungsi mitos untuk menerangkan, memberi gambaran
dan penjelasan tentang semesta ini.
• Mitos sepanjang dipercaya, diterima dan dilestariakn
dapat dikatakan menggambarkan pandangan dunia
rakyat.
• Legenda adalah cerita semihistoris yang turun-
temurun dari zaman dahulu. Legenda berisi
cerita tentang perbuatan-perbuatan pahlawan,
kejahatan, perpindahan penduduk, dan
pembentukan adat kebiasaan lokal, dll.
• Legenda selalu berisi realisme dan supernatural
yang luar biasa.
• Sebagai cerita, legenda tidak harus
dipercaya,oleh karena berfungsi sebagai
hiburan, pelajaran untuk membangkitkan dan
menanamkan pengetahuan pada orang lain.
• Legenda sering berisi ajaran moral.
• Legenda dapat dikategorikan sebagai
cerita panjang yang berbentuk puisi, prosa
ritmis dikenal dengan sebutan epik.
Epik adalah cerita lisan yang panjang,
yang menceritakan perbuatan-perbuatan
besar dalam kehidupan manusia yang
sebenarnya ataupun yang ada di legenda.
Cth. Jaka Tingkir, Si Pitung, dll.
• Cerita epik meliputi aspek kebudayaan yang
berankaragam, yang memuat keterangan
langsung atau tidak langsung tentang sejarah,
kelembagaan, hubungan, nilai, dan gagasan
(khususnya masyarakat yang masih
terbelakang/buta aksara). Cth orang kubu,
kajang, asmat, dll.
• Cerita tersebut berfungsi meneruskan dan
melestarikan praktik kebudayaan.
• Rincian legenda sering mengandung mitos dan
mengandug supranatural. Legenda dan mitos
teradang sulit tuntuk dibedakan.
• Dongeng adalah cerita kreatif yang diakui
sebagai khayalan yang berfungsi untuk hiburan,
bersifat tidak historis,dan yang terkadang
memberi wejangan/pelajaran praktis.
• Motifnya berdasarkan situasi cerita rakyat.
• Cerita-cerita dongeng mengkatogarisasikan tipe-
tipe dongeng, di antaranya: dongeng hewan,
pengalaman manusia, tipu muslihat, dilema,
hantu, moral, cerita cabul, cerita omong kosong
dll.
• Mite (myth)
berarti cerita yang memiliki latar belakang
sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai
cerita yang benar-benar terjadi, dianggap suci,
banyak mengandung hal-hal gaib, dan
umumnya ditokohi oleh dewa atau setengah
dewa. Contoh mite: Dewi Sri dari Jawa Tengah
dan Bali, Nyai Pohaci dari Jawa Barat, Nyai
Roro Kidul Laut Selatan dari Yogyakarta, Mado-
Mado (lowalangi) dari Nias, Wahadi dari Timor.
• Mitologi
adalah ilmu tentang kesusastraan yang mengandung
konsep tentang dongeng suci, kehidupan para dewa,
dan makhluk halus dalam suatu kebudayaan.
• Mitos di Indonesia dibagi menjadi 2 macam berdasarkan
tempat asalnya, yakni:
1) Asli Indonesia
2) Berasal dari luar negeri terutama dari India, Arab, dan
kawasan Laut Tengah.
Mitos dari luar negeri umumnya sudah mengalami
pengolahan lebih lanjut sehingga tidak terasa lagi
keasingannya, karena telah mengalami proses adaptasi.
Legenda

• Legenda adalah prosa rakyat yang


dianggap oleh yang punya cerita sebagai
suatu kejadian yang sungguh-sungguh
pernah terjadi.

1. Legenda bersifat sekuler (keduniawian)


terjadi pada masa yang belum begitu
lampau dan bertempat di dunia.
• Legenda ditokohi oleh manusia, meskipun ada kalanya
mempunyai sifat luar biasa, dan seringkali dibantu
mahkluk-mahkluk gaib.

2. Legenda sering dianggap sebagai “sejarah” kolektif
(folk history). Meskipun dianggap sebagai sejarah tetapi
kisahnya tidak tertulis maka legenda dapat mengalami
distorsi sehingga seringkali dapat jauh berbeda dengan
kisah aslinya.

Untuk menjadikan legenda sebagai sumber sejarah maka


harus menghilangkan bagian-bagian yang mengandung
sifat-sifat folklor, seperti bersifat pralogis (tidak termasuk
dalam logika) dan rumus-rumus tradisi.
3. Legenda diwariskan secara turun temurun,
biasanya berisi petuah atau petunjuk mengenai
yang benar dan yang salah. Dalam legenda
dimunculkan pula berbagai sifat dan karakter
manusia dalam menjalani kehidupannya yaitu
sifat yang baik dan yang buruk, sifat yang benar
dan yang salah untuk selanjutnya dijadikan
pedoman bagi generasi selanjutnya.

Contoh: Legenda: Legenda Sunan Bonang,


Tangkuban Perahu, (Sangkuriang) dari Jawa
Barat, Putmaraga dari Banjarmasin
(Kalimantan), dan Hang Tuah di Aceh.
Jan Harold Brunvand menggolongkan legenda
menjadi 4 kelompok, yaitu:

(1) Legenda keagamaan (religious legend)


Termasuk dalam legenda ini adalah legenda orang-
orang suci atau saleh (hagiografi). Hagiografi
meskipun sudah tertulis tetapi masih merupakan
folklor sebab versi asalnya masih tetap hidup
diantara rakyat sebagai tradisi lisan.
Contoh: Legenda Wali Songo.
(2) Legenda Alam Gaib

Legenda ini berbentuk kisah yang dianggap


benar-benar terjadi dan pernah dialami
seseorang, berfungsi untuk meneguhkan
kebenaran”takhyul” atau kepercayaan
rakyat.
Contoh: kepercayaan terhadap adanya
hantu, gendoruwo, sundelbolong, dan
tempat-tempat gaib.
(3) Legenda Setempat
Legenda yang berhubungan dengan suatu tempat,
nama tempat, dan bentuk topografi, yaitu bentuk
permukaan suatu daerah.
Contoh: terbentuknya Danau Toba.
(4) Legenda Perseorangan
• Cerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang
dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar
pernah terjadi.
• Contoh: Legenda Panji yang berasal dari tradisi
lisan yang sering berintegrasi dengan dongeng
“Ande-ande Lumut” dan dongeng ‘Kethek Ogleng”
• Dongeng (folktale)
• Dongeng merupakan prosa rakyat yang
tidak dianggap benar-benar terjadi oleh
yang mempunyai cerita. Dongeng tidak
terikat oleh waktu maupun cerita.
• Dongeng adalah”cerita pendek” kolektif
kesusastraan lisan.
• Diceritakan untuk hiburan, walau banyak
juga yang melukiskan kebenaran,
pelajaran (moral), atau bahkan sindiran.
• Tokohnya, biasanya binatang (fables),
seperti Si Kancil, maupun manusia seperti
Bawang Merah dan Bawang Putih.
Terkadang ada pergeseran sebuah legenda
menjadi dongeng.

Contoh :
“Terjadinya Gunung Tangkuban Perahu” ke
dongeng “Sangkuriang” dapat terjadi karena
kini cerita Sangkuriang oleh sebagian
penduduk Sunda sudah dianggap fiktif.
• Lagu-lagu Daerah
• Lagu adalah syair-syair yang ditembangkan
dengan irama yang menarik. Lagu daerah
adalah lagu yang menggunakan bahasa daerah.
Ciri-cirinya:
• Terdiri atas kata-kata dan lagu yang keduanya
tidak dapat dipisahkan.
• Sifatnya mudah berubah-ubah (dapat diolah
menjadi nyanyian pop)

• Beredar secara lisan diantara kolektif tertentu
dan memiliki banyak varian, berbentuk
tradisional.
• Bentuknya sangat beraneka ragam, yakni dari
yang paling sederhana sampai yang cukup
rumit.

Contoh:
Bungong Jeumpa, Ampar-ampar Pisang,
Yamko Rambe Yamko, Butet, Kampung nan
Jauh di Mato.
• Fungsi nyanyian rakyat:
1. Kreatif, yaitu untuk menghilangkan
kebosanan hidup sehari-hari untuk
menghibur diri dan untuk mengiringi
permainan anak-anak.
2. Sebagai pembangkit semangat, yaitu
nyanyian untuk bekerja.
Holopis Kuntul Baris (Jawa Timur),
rambate Rata(Sulawesi Selatan)
• 3. Sebagai protes sosial, yaitu proses
mengenai ketidakadilan dalam masyarakat
atau negara bahkan dunia.
4. Untuk memelihara sejarah setempat
dan klan.
“hoho”(Nias),untuk memelihara silsilah
klan besar orang Nias yang disebut Mado.
• F.Upacara
Upacara merupakan rangkaian tindakan atau
perbuatan yang terikat pada aturan-aturan
tertentu (adat istiadat, agama, dan
kepercayaan).
Contoh:
Upacara penguburan, mendirikan rumah,
membuat perahu, upacara memulai perburuan,
dan upacara perkebunan, upacara pengukuhan
kepala suku, upacara sebelum berperang.
• Fungsi Upacara:
1. Upacara adat biasanya dilakukan
sebagai ungkapan rasa terima kasih pada
kekuatan-kekuatan yang dianggap
memberikan perlindungan dan
kesejahteraan pada mereka.
Upacara tersebut juga dimaksudkan untuk
menghindarkan diri dari kemarahan
kekuatan-kekuatan gaib yang seringkali
diwujudkan dalam berbagai malapetaka
dan bencana alam.
2. Sebagai alat legitimasi tentang
keberadaan mereka seperti tertuang dalam
cerita rakyat.
Contoh:
Upacara “Kasodo” oleh masyarakat
Tengger di Sekitar Gunung Bromo.
Upacara “Larung Samudra” yaitu melarung
makanan ke tengah laut.
Upacara “ Seren Taun” di daerah Kuningan
Upacara “ Mapang Sri” di daerah
Parahyangan
• Macam-macam Upacara:
• Upacara Membuat Rumah
• Upacara kematian/ Penguburan
Muncul ketika adanya kepercayaan bahwa
adanya roh orang yang meninggal.
Contoh: tradisi penguburan di suku Toraja,
batak, bali.
• Upacara Perkawinan
Keunikan perkawinan pada suku-suku
(minangkabau, Batak, Bali, Jawa dll.
Kegunaan Folklor
• Sebagai sistem proyeksi/sebagai alat
pencerminan angan-angan suatu kolektif.
• Sebagai alat pengesahan peranata dan
lembaga kebudayaan.
• Sebagai alat pendidikan anak
• Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar
norma-norma masyarakat akan selalu
dipatuhi anggota kolektifnya.
• Sebagai hiburan (pelipur lara)
• Contoh-contoh pemutaran film

• Kajian Folklore pada Film

Anda mungkin juga menyukai