Anda di halaman 1dari 27

BREAK DOWN

UU CIPTAKER
SEBAGAI
UU INKONSTITUSIONAL
BERSYARAT
OMNIBUS LAW

 Istilah Omnibus Law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Widodo setelah dilantik
sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, pada Minggu (20/10/2019). Dalam pidatonya,
Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law
 Dalam konteks hukum, omnibus law adalah hukum yang bisa mencakup untuk semua atau satu
undang-undang yang mengatur banyak hal. Dengan kata lain, Omnibus Law artinya metode
atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi
pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
 Konsep Omnibus Law yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi banyak berkaitan dengan
bidang kerja pemerintah di sektor ekonomi.
 Dalam Omnibus Law, terdapat tiga UU yang siap diundangkan, antara lain UU tentang Cipta
Kerja, UU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan
UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
UU CIPTA KERJA

 Pada 5 Oktober 2020 lalu, UU Cipta Kerja disahkan dalam sidang paripurna di tengah pandemi
dan masifnya aksi-aksi penolakan publik di seluruh Indonesia. UU sapu jagat yang kompleks
dengan total 1.187 halaman disusun dan dibahas hanya dalam waktu 11 bulan pasca
dicanangkan. UU tersebut dimaksudkan pemerintah untuk menghilangkan hambatan-hambatan
regulasi dan mempercepat investasi yang diklaim akan mensejahterakan rakyat.
 Usai disahkan tahun lalu, UU tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak seperti
mahasiswa, buruh, aktivis lingkungan, dan lainnya. Pembuatan UU yang tidak melibatkan
masyarakat dan berlangsung cepat menjadi dasar penolakan UU tersebut.
 Diberitakan sebelumnya, MK memutuskan UU 11/2020 Cipta Kerja inkonstitusional secara
bersyarat. Putusan dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU
11/2020 Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).
 "Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum
mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu
dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Hakim Anwar dilansir dari Kompas.com.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja
1 Waktu Pasal 79 ayat 2 huruf b UU No.13/2003 (UUK) UU Cipta Kerja, aturan 5 hari kerja itu dihapus.
Istirahat  Mingguan menyebutkan: Sehingga berbunyi:
Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam)
hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu)
minggu;
Istirahat Panjang Pasal 79 Ayat 2.d  UUK menyatakan: UU Cipta Kerja ini menyerahkan regulasi
Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) terkait hak cuti panjang kepada perusahaan.
bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan
kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi UU Cipta Kerja tidak mencantumkan hak cuti
pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 panjang selama 2 bulan bagi pekerja/buruh
(enam) tahun secara terus-menerus pada yang sudah bekerja selama 6 tahun secara terus
perusahaan yang sama dengan ketentuan menerus dan menyerahkan aturan itu kepada
pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas perusahaan atau perjanjian kerja sama yang
istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun disepakati
berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja

2 Upah
Upah satuan hasil dan Tidak diatur dalam UUK sebelumnya Adanya upah satuan hasil dan waktu.
waktu Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan
berdasarkan satu waktu seperti harian,
mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan
hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan
hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.

Upah Minimum Upah minimum ditetapkan di tingkat Provinsi, Meniadakan upah minimum sektoral
Sektoral dan Upah Kabupaten/Kotamadya, dan Sektoral. kabupaten/kota (UMK), upah minimum
Minimum Berdasarkan Pasal 89 UUK, setiap wilayah  sektoral kabupaten/kota (UMSK), sehingga
Kabupaten/Kota diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah penentuan upah hanya berdasarkan Upah
minimum mereka sendiri baik  di tingkat Minimum Provinsi (UMP)
provinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja

3 Pesangon

Uang Penggantian Diatur dalam pasal 156 (4) UUK Tidak adanya uang penggantian hak
Hak

Uang Penghargaan Diatur dalam pasal 156 (3) UUK Uang penghargaan masa kerja 24 tahun
Masa Kerja dihapus.UU Cipta Kerja menghapus poin H
dalam pasal 156 ayat 3 terkait uang
penghargaan bagi pekerja/buruh yang memiliki
masa kerja 24 tahun atau lebih dimana
seharusnya pekerja/buruh menerima uang
penghargaan sebanyak 10 bulan upah.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003

NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja


Uang pesangon  Pasal 161 UUK menyebutkan : • Menghapuskan uang pesangon bagi
(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran pekerja/buruh yang di PHK karena surat
ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan peringatan. Padahal dalam UU
perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha
Ketenagakerjaan pasal 161 menyebutkan
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah
kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan pekerja/buruh yang di PHK karena mendapat
surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara surat peringatan memiliki hak mendapatkan
berturut-turut. pesangon.
Pasal 163  (1) UUK menyebutkan : 
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan • Menghapuskan uang pesangon bagi
kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi pekerja/buruh yang di PHK karena peleburan,
perubahan status, penggabungan, peleburan, atau pergantian status kepemilikan perusahaan.
perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh Pekerja/buruh yang di PHK karena pergantian
tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1
status kepemilikan perusahaan tidak akan
(satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang diberi pesangon lagi oleh perusahaan awal, 
perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal sebab hal ini sudah dihapus dalam UU Cipta
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai Kerja.
ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja
Uang pesangon  Pasal 164 dan 165 UUK mengatur mengenai pekerja/buruh Pemerintah telah menghapus UU
yang di PHK karena perusahaan merugi dan pailit berhak
mendapat pesangon.
Ketenagakerjaan pasal 164 dan 165 di dalam
RUU Cipta Kerja. Jadi nantinya pekerja/buruh
Pasal 166 UUK mengatur hak keluarga buruh atau pekerja. yang di PHK karena perusahaan mengalami
Bila buruh atau pekerja meninggal dunia, pengusaha harus kerugian dan pailit tidak mendapatkan
memberikan uang kepada ahli waris.
pesangon.
Pasal 167 UUK mengatur mengenai pesangon untuk
pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun. • Menghapuskan uang pesangon bagi
pekerja/buruh yang di PHK karena akan
memasuki usia pensiun. Pemerintah telah
menghapus pasal 167 UUK yang isinya
mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang di
PHK karena memasuki usia pensiun.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja
4 Jaminan Sosial
Jaminan Pensiun Pasal 167 ayat (5) UUK menyatakan: Menghapus sanksi pidana bagi perusahaan
Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan yang tidak mengikutsertakan pekerja/buruh
pekerja/buruh yang mengalami pemutusan dalam program jaminan pensiun.
hubungan kerja karena usia pensiun pada
program pensiun maka pengusaha wajib Dengan menghapus pasal 184 UU
memberikan kepada pekerja/buruh uang Ketenagakerjaan yang menyatakan "Barang
pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal siapa melanggar ketentuan sebagaimana
156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5), dikenakan
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau
(4). denda paling sedikit Rp100.000.000.00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah)"
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja
5 Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK)

Alasan perusahaan Melihat pada UU Ketenagakerjaan, ada  9 alasan UU Cipta Kerja menambah 5 poin lagi alasan
boleh melakukan perusahaan boleh melakukan PHK seperti: perusahaan boleh melakukan PHK, diantaranya
PHK • Perusahaan bangkrut meliputi:
• Perusahaan tutup karena merugi • Perusahaan melakukan efisiensi
• Perubahan status perusahaan • Perusahaan melakukan penggabungan,
• pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan
• pekerja/buruh melakukan kesalahan berat perusahaan
• pekerja/buruh memasuki usia pensiun • Perusahaan dalam keadaan penundaan
• pekerja/buruh mengundurkan diri kewajiban pembayaran utang
• pekerja/buruh meninggal dunia • Perusahaan melakukan perbuatan yang
• pekerja/buruh mangkir merugikan pekerja/buruh
• Pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan
kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya
setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja

6 Status Kerja Pasal 59 UUK mengatur Perjanjian Kerja Waktu Menghapus pasal 59 UUK yang mengatur
Tertentu (PKWT) terhadap pekerja itu maksimal tentang syarat pekerja waktu tertentu atau
dilakukan selama 2 tahun, lalu boleh pekerja kontrak. Dengan penghapusan pasal
diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun. ini, maka tidak ada batasan aturan seseorang
pekerja bisa dikontrak, akibatnya bisa saja
pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak
seumur hidup.

7 Jam Kerja Waktu kerja lembur paling banyak hanya 3 jam UU Cipta Kerja berencana memperpanjang
per hari dan 14 jam per minggu. waktu kerja lembur menjadi maksimal 4 jam
per hari dan 18 jam per minggu.
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA (OMNIBUS LAW) TAHUN 2020
DENGAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003
NO TOPIK Undang-Undang Ketenagakerjaan Undang-Undang Cipta Kerja
8 Outsourcing Aturan UU penggunaan outsourcing dibatasi dan UU Cipta Kerja akan membuka kemungkinan
hanya untuk tenaga kerja di luar usaha pokok. bagi lembaga outsourcing untuk
mempekerjakan pekerja untuk berbagai tugas,
termasuk pekerja lepas dan pekerja penuh
waktu. Hal ini akan membuat penggunaan
tenaga alih daya semakin bebas.

9 Tenaga Kerja Asing Pasal 42 ayat 1 UUK menyatakan: Dalam UU Cipta Kerja, izin tertulis TKA
Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan diganti dengan pengesahan rencana
tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis penggunaan TKA
dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 44 ayat 1;    Pemberi kerja tenaga kerja Pasal 44 mengenai kewajiban menaati
asing wajib menaati ketentuan mengenai jabatan ketentuan mengenai jabatan dan kompetensi
dan standar kompetensi yang berlaku. TKA dihapus.
Siapa Pemohon uji formil dan apa yang menjadi permohonan
pada UU Cipta Kerja
Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas (Pemohon I)

 Pemohon I pernah berkerja di perusahaan dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) yang ditempatkan sebagai Technician Helper. Namun dengan adanya pandemi Covid,
Pemohon I mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dari tempatnya bekerja.
Hingga saat ini Pemohon I sedang berupaya mencari pekerjaan di tempat yang membutuhkan
pengalaman sebagai Technician Helper atau yang sejenis. Dengan diberlakukan UU Cipta
Kerja, terdapat ketentuan norma yang menghapus aturan mengenai jangka waktu PKWT atau
Pekerja Kontrak sebagaimana Pasal 81 UU Cipta Kerja.
 Hal ini menghapus kesempatan warga negara untuk mendapatkan Perjanjian Kerja Tidak
Tertentu atau Pekerja Tetap. Selain itu UU Cipta Kerja pada kluster Ketenagakerjaan juga
terdapat ketentuan-ketentuan norma yang merugikan hak konstitusional Pemohon I untuk
mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Norma
tersebut di antaranya memangkas waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan
pengupahan yang melindungi buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar
upah,” kata salah seorang kuasa Pemohon, Happy Hayati Helmi.
Novita Widyana (Pemohon II)

 Sedangkan Pemohon II adalah Pelajar SMK Negeri I Ngawi, jurusan Administrasi dan Tata
Kelola Perkantoran. Setelah lulus SMK, Pemohon II pasti akan mencari pekerjaan sesuai
dengan apa yang dipelajari di sekolah. Menurut kuasa hukum Pemohon, bahwa Pemohon II
berpotensi menjadi pekerja kontrak dengan waktu tertentu tanpa ada harapan menjadi pekerja
kontrak dengan waktu tidak tertentu, apabila UU Cipta Kerja di berlakukan. 
Elin Dian Sulistiyowati (Pemohon III)

 Selanjutnya, Pemohon III adalah mahasiswi pada program studi S1 Administrasi Pendidikan di
Universitas Brawijaya .
Alin Septiana (Pemohon IV)

 Pemohon IV adalah mahasiswi pada program studi S1 Pendidikan Administrasi Perkantoran di


Universitas Negeri Malang.
Ali Sujito (Pemohon V)

 Berikutnya, Pemohon V adalah mahasiswa pada program studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) di Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Pendidikan Modern Ngawi (STIKP Modern
Ngawi).
 Berdasarkan penjelasan para Pemohon tersebut, para Pemohon telah secara spesifik menjelaskan hak
konstitusionalnya yang potensial dirugikan dan potensi kerugian dimaksud menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi, sehingga tampak adanya hubungan kausal antara kerugian
konstitusional yang didalilkan dan berlakunya UU Cipta Kerja. Dengan diberlakukannya UU Cipta
Kerja, Pemohon III, Pemohon IV dan Pemohon V termasuk Pemohon II telah dilanggar hak
konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum yang adil untuk mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya serta berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya serta demi
kesejahteraan umat manusia.
 Bahwa artinya pasca disetujui bersama oleh DPR dan Presiden pada 5 Oktober 2020 dengan
menggunakan draf RUU Cipta Keja dengan jumlah 905 halaman, telah terjadi 2 (dua) kali perubahan
draf RUU Cipta Kerja versi 905 halaman hasil persetujuan bersama DPR dan Presiden pada 5 Oktober
2020 dengan draf RUU Cipta Kerja 1035 halaman dalam hal ini bertambah 130 halaman, dengan
terdapat adanya perubahan-perubahan substansi.
DISENTTING OPINION

 Dissenting opinion itu adalah pendapat berbeda dari mayoritas atau pendapat hakim yang
berbeda dalam suatu putusan. Mulai dari fakta hukum, pertimbangan hukum, sampai amar
putusannya berbeda. Pendapat berbeda hakim tersebut wajib dimuat dalam putusan.
 Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji formil Undang-Undang Cipta Kerja,
Kamis, 25 November 2021. Mahkamah memutuskan pembentukan omnibus law ini
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
 Sehingga pemerintah wajib memperbaikinya paling lambat dua tahun terhitung sejak
pembacaan putusan. Meski dinyatakan bertentangan konstitusi, MK tetap memutuskan UU
Cipta Kerja berlaku hingga dilakukan perbaikan. Seharusnya omnibus law dinyatakan batal
karena cacat formil.
 Sembilan hakim konstitusi terbelah dalam memutuskan uji materi Undang-Undang Cipta
Kerja, kemarin.
Sembilan Hakim MK
dalam Putusan Uji Materil UU Cipta Kerja
Putusan uji materil Pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion)
UU Cipta Kerja dengan UUD 1945
Mengabulkan sebagian dari 1. Aswanto (Wakil Ketua Mahkamah 1. Anwar Usman (Perwakilan Mahkamah
gugatan masyarakat Konstitusi)  Agung)
terhadap UU Cipta Kerja. 2. Wahiduddin Adams (Anggota MK) 2. Arief Hidayat (Perwakilan DPR)
MK menyatakan undang- 3. Suhartoyo (Perwakilan Mahkamah Agung) 3. Daniel Yusmic Fancastaki Foekh (Hakim
undang itu inkonstitusional 4. Enny Nurbaningsih (Perwakilan Pemerintah, Konstitusi)
bersyarat dan harus 2018 terpilih sebagai Hakim Konstitusi 4. Manahan M.P. Sitompul (Hakim
diperbaiki dalam kurun sebagai perwakilan pemerintah Konstitusi)
waktu dua tahun. menggantikan Maria Farida Indrati.
Sebelumnya, ia merupakan akademisi )
5. Saldi Isra (Perwakilan Pemerintah, 2017
Dilantik menjadi Hakim konstitusi
menggantikan Patrialis Akbar )
ADA LIMA HAKIM YANG  MEMUTUSKAN METODE OMNIBUS LAW TIDAK SESUAI
FORMALITAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANGAN
(UU 12/2011 JUNCTO UU 15/2019),
SEHINGGA DARI SISI TEKNIS PENULISAN UNDANG-UNDANG CACAT FORMIL,
BERPIJAK PADA LEGISME.

Legisme
adalah aliran yang menganut bahwa satu-satunya hukum adalah undang-undang.
Di luar undang-undang bukan hukum.
SEMENTARA EMPAT HAKIM LAGI MENYATAKAN, 
MESKIPUN METODE OMNIBUS LAW MENYIMPANG DARI UNDANG-UNDANG
PERATURAN PERUNDANGAN, DILIHAT DARI TUJUAN BESARNYA SERTA
MANFAATNYA UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT INDONESIA,
PENYIMPANGAN TERSEBUT BISA DIKESAMPINGKAN. KUBU INI MENGIKUTI ALIRAN
BAHWA HUKUM ITU DITEMUKAN, SEMENTARA UNDANG-UNDANG DIBUAT.
Kedua kubu mempunyai dasar argumentasi
yang sama kuat.  

Kubu pertama kubu kedua


lima hakim yang empat hakim yang me
menyatakan cacat nyatakan metode Omn
formil, merujuk pada ibus Law bisa
sistem hukum civil ditolerir, merujuk pada
law. sistem hukum
common law.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas mengenai omnibus law maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada beberapa hal yang diganti pada UU Cipta Kerja dan UU ketenagakerjaan. Seperti pada UU Nomor 13
Tahun 2003, namun setelah adanyanya UU Cipta Kerja ada beberapa pasal yang dihapus atau diganti ,dan
lain sebaginya yang telah di jelaskan di atas.
2. MK adalah badan atau kekuasaan kehakiman yang ada di Indonesia selain Mahkamah Agung (MA) dan
peradilan yang ada di Indonesia, di mana tugas dan wewenang MK salah satunya menguji UU atas UUD
1945.
3. Artinya rakyat mempunyai hak untuk melakukan uji materil terhadap UU yang dianggap merugikan hak
konstitusional warga negara dengan berlakunya sebuah undang-undang. Untuk itulah DPR sebagai lembaga
legislatif yang membuat UU bersama eksekutif harus teliti dan cermat dalam merumuskan setiap kata demi
kata, frase-frase dan pasal demi pasal serta bebas dari pengaruh agar tidak menimbulkan kerugian bagi
rakyat, sehingga UU tersebut digugat ke MK.
4. Dalam putusannya Majelis Hukum MK menyatakan, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan
dilakukan perbaikan pembentukan sesuai tenggang waktu yang telah ditentukan dalam putusan tersebut.
Namun, jika dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja tersebut
menjadi inkonstitusional secara permanen.

Anda mungkin juga menyukai