MENINGKAT
TAJAM
SUSI ANISA 195020074
Dampak pandemi pada keuangan negara telah membuat defisit anggaran mencapai 6
persen dari PDB. Untuk mendanai defisit tersebut, pemerintah bergantung pada
utang. Pembiayaan utang dalam postur APBN selain berperan dalam membiayai
defisit anggaran juga berperan untuk pembiayaan investasi dan pemberian pinjaman
kepada BUMN dan Pemda. Utang yang dilakukan pemerintah dimanfaatkan untuk
membiayai kegiatan yang sifatnya produktif dan investasi dalam jangka panjang
seperti membangun infrastruktur, membiayai pendidikan dan kesehatan yang dalam
jangka panjang akan menghasilkan dampak berlipat untuk generasi mendatang. Pada
tahun 2020, pembiayaan utang digunakan untuk membiayai belanja negara yang
melebar akibat pandemi Covid-19.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
selama 2016 hingga 2020, rasio utang
negara terhadap produk domestik
bruto (PDB) meningkat. Rasio utang
pada 2016 sebesar 28,3% dari
PDB, sementara tahun 2020 hingga
Mei tercatat menjadi 32,1%.
Peningkatan utang lantaran belanja
negara semakin agresif untuk
infrasturktur, perlindungan sosial,
dan dana desa. Khususnya tahun
2020 ini yang fokus untuk
penanganan pandemi Covid-19.
Meski demikian, peningkatan ini
belum melanggar amanat Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2003
tentang Keuangan Negara bahwa
rasio utang maksimal 60% dari PDB.
Direktur Strategi dan Portofolio
Pembiayaan DJPPR Kemenkeu
Scenaider CH Siahaan mengatakan,
kenaikan total utang pada 2016 ini
bersumber dari penarikan utang baru
sebesar Rp 54,26 triliun.
Sementara penarikan utang periode
Januari-Agustus 2016 mencapai
sebesar 340,41 triliun. Selain
penarikan utang, kenaikan total
utang pada tahun 2016 ini karena
adanya peningkatan stok utang
valuta asing yang dikonversi dalam
rupiah akibat pelemahan rupiah
sebesar Rp 24,21 triliun.
Data Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat
sampai Juni 2017, utang pemerintah pusat telah
mencapai Rp 3.706,52 triliun. Jumlah itu naik Rp
34,19 triliun dari posisi akhir Mei 2017 yang
sebesar Rp 3.672,33 triliun.
Utang pemerintah pusat tersebut terdiri dari 80,4%
berupa Surat Utang Negara alias Surat Berharga
Negara (SBN). Sementara yang berbentuk pinjaman
baik bilateral maupun multilateral mencapai sebesar
Rp 727,02 triliun atau 19,6% dari total utang.
Selama bulan Juni 2017, utang (neto) pemerintah
bertambah Rp 34,19 triliun. Penambahan itu berasal
dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp 35,77 triliun
dan pelunasan pinjaman (neto) Rp 1,59 triliun.
Selain itu, kenaikan pembiayaan utang pada tahun
2017 ini dikarenakan belanja produktif di bidang
pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke
daerah dan dana desa, serta belanja sosial