Anda di halaman 1dari 76

KGD MATERNAL

Titi Purwitasari H
Tujuan Pembelajaran

■ Mahasiswa memahami konsep dasar kegawatdaruratan


maternal Distosia Bahu, dan penyulit Kala III (retensio
plasenta , sisa plasenta)
Referensi

■ Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo ( 526-7, 599)
■ Nugraha, Taufan. 2010. Kasus Emergency Kebidanan untuk Kebidanan dan Keperawatan.
Yogyakarta : Nuha Medika
■ BPJS. Sistem Rujukan
■ Kemenkes RI. 2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.
■ Placenta Accreta Spectrum. 2018. ACOG
■ Perlman NC, Carusi D. 2019.Retained Placenta after vaginal delivery : risk factors and
management. NCBI
■ Rukiyah AI, Yulianti L. 2010.Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Yogyakarta : Tim
DISTOSIA BAHU
Titi Purwitasari H, M.Keb
Distosia Bahu

■ Kegawatdaruratan obstetric dan dapat menyebabkan


trauma dan bahaya pada ibu dan bayi.
■ Kejadian berkisar antara 0,3 – 1%
■ Pada bayi makrosmoia BB>4000 gram meningkat 5-
7%
■ Bayi > 4500 gram distosia bahu menjadi 8 – 10%
Distosia Bahu

■ Sering dikaitkan dengan Makrosomia


■ Disebabkan deformitas panggul, kegagalan bahu
untuk melipat kedalam panggul (mis. Pada
makrosomia) disebabkan oleh fase aktif dan
persalinan kala II yg pendek pd multipara, sehingga
penurunan kepala yg terlalu cepat akan menyebabkan
bahu tidak melipat pd saat melalui jalan lahir.
Faktor Risiko
■ Makrosomia (>4000 gram) (BB bayi kehamilan ini, Riwayat persalinan
dengan bayi makrosomia, Riwayat keluarga dengan bayi makrosomia)
■ Diabetes Gestasional, ibu dengan diabetes 7% insiden distosia bahu
■ Multiparitas
■ Persalinan Lewat tanpa penurunan fungsi plasenta
■ Ibu dengan obesitas
■ Riwayat obstetric dengan persalinan lama atau distosia bahu, terdapat
kasus distosia bahu rekuren pad 5 (12%) diantara 42 wanita.
Tanda diwaspadai dari distosia bahu

■ Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia


bahu :
■ Kala II persalinan memanjang
■ Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
■ Setelah lahir, dagu bayi melekat/menekan di perineum
■ Sebelum kepala lahir, kepala bayi seperti akan lahir saat ibu meneran
kuat tetapi masuk lagi ke vagina saat kontraksi dan meneran berhenti
( Turtle Sign)
Prognosis
■ Distosia bahu dapat menyeabkan kompresi tali pusat sehingga menyebabkan
asfiksia berat yang parallel dengan lamanya distosia bahu
■ Komplikasi karena distosia bahu
■ Kerusakan (dengan pemulihan atau menetap) pleksus brachialis oleh
persalinan (10%)
■ Erb – Duchenne Palsy (kerusakan nervus servikal setinggi tulang belakang
servikal V dan VI)
■ Paralusus Krumpke’s (Paralisis akibat kerusakan syaeaf servikal VIII dan
thorakal I)
■ Patah tulang (klavikula dan atau humerus)
■ Asfiksia atau kematian bayi
Prognosis

■ Pada Ibu, komplikasi yang dapat terjadi adalah


perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomi,
ataupun atonia uteri
Masalah

■ Kepala bayi telah lahir tetapi bahu terhambat dan


tidak dapat dilahirkan
Pengelolaan
■ Antisipasi terjadinya distosia bahu setiap persalinan, terutama
multipara, diabetes gestasional dan riwayat makrosomia
■ Bayi yang cukup bulan pada umumnya memiliki ukuran bahu
yang lebih lebar dari kepalanya sehingga mempunyai risiko
terjadi distosia bahu. Risiko akan semakin meningkat dengan
bertambahnya perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan
ukuran kepalanya.
■ Adanya DOPE (diabetes, obesity, prolonged pregnancy, escessive
fetal size or maternal weigh gain) akan meningkatkan risiko
kejadian.
Syarat

■ Kondisi vital ibu cukup memadai untuk bekerja sama


menyelesaikan persalinan
■ Masih kuat untu mengedan
■ Tak ada kesempitan panggul untuk mengakomodasi tubuh
bayi
■ Bayi masih hidup atau diharapkan dapat bertahan hidup
■ Bukan kealianan ongenital yang akan menhalangi bayi
Teknik pertolongan
■ Posisi Mc Roberts, atau posisi dada lutut. Dorongan pada fundus tidak
dilakukan karena semakin menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan berisiko
menimbulkan rupture uteri
■ Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan laju arteria umbilikalis dengan
laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi memerlukan 4 -5 menit
untuk menghindari hipoksia sehingga diperlukan maneuver melahirkan bahu.
■ Teknik Kompresi Eksternal (Mashanti) pada Distosia Bahu Manuver Hibbard
■ Manuver Rubin
■ Manuver “Corkscrew” Woods
■ Manuver Schwartz dan Dixon (melahirkan bahu belakang)
Penatalaksanaan

■ Tentukan Diagnosis
■ Hentikan traksi pada kepala, panggil bantuan
■ Manuver Mc.Robert (posisi mc Robert, episiotomy bila perlu,
tekanan suprapubic, tarikan kepala)
■ Manuver Rubin (posisi tetap Mcrobert, rotasikan bahu, tekanan
suprapubic, tarikan kepala)
■ Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkan atau manuver wood
Manuver Mc Robert

■ Dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert,


yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut
menjadi sedekat mungkin ke dada, dan rotasikan kedua kaki ke
arah luar (abduksi)
■ Lakukan episiotomy
■ Posisi Mc Robert akan mempermudah bahu posterior melewati
promontorium dan masuk ke dalam panggul.
Manuver
Mc.
ROBBERTS
Teknik Massanti

■ Mintalan asisten untuk menekan bahu anterior agar


masuk dibawah simfisis. Sementara itu lakukan tarikan
kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap
■ Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior.
Hindari tarikan yang berlebihan karena akan
mencederai pleksus brachialis.
Penekanan Suprapubik
(Massanti manuver)
• Upaya melepaskan bahu
dari belakang simfisis
pd distosia bahu,
dilakukan asisten dg
mengepalkan tangan
diatas os pubis dan
menekan ke bawah bahu
janin.
• Penekanan bahu depan
ke satu sisi
Manuver Rubin
■ Diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih
sempit daripada diameter oblik atau transversanya,
maka apabila bahu dalam anterioposterior perlu diubah
menjadi posisi oblik atau transversa untuk
memudahkan melahirkannya.
Manuver Rubin
■ Masih dalam posisi Mc Robert, masukan tangan pada bagian posterior
vagina, tekanlah daerah axilla bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
oblik atau transversa.
■ Lebih menguntungkan bila pemutaran ke arah yang membuat punggung
bayi menghadap ke arah anterior (maneuver rubin anterior) oleh karena
kekuatan tarikan yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rnedah
dibandingkan dengan posisi bahu antero posterior atau punggung bayi
menghadap ke arah posterior.
■ Ketika dilakukan penekanan suprapubic pada posisi punggung janin
anterior akan membuat bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil.
Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior
Manuver Rubin
Manuver Woods Crockscrew
■ Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus tetapi berputar
seperti sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan
mempermudah melahirkannya. Manuver Wood dilakukan dengan
menggunakan dua jari dari tangan yang bersebrangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri
tangan kiri) yang diletakkan dibagian depan bahu posterior dirotasi
180 derajat.
■ Dengan demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya
berada dibawah arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu
atas panggul dan berubah menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti
itu, bahu anterior akan dengan mudah dapat dilahirkan
MANUVER
Corkscrew
(Woods)
■ Pemutaran bahu belakang ke
depan untuk melepaskan bahu
depan yg berada di bawah
simfisis

Langkah 1
Langkah 3

Langkah 2
Langkah 4
Manuver Schwartz Dixon

■ Pada tahap satu Schwartz, lengan belakang dilahirkan sehingga rentang


bahu – bahu menjadi bahu –axilla dan terjadi pengurangan diameter
sebesar 20% dan bahu depan dapat dilahirkan dengan mendorong kepala
curam ke bawah. Tetapi jika bahu depan belum berhasil dilahirkan makan
lengan dan bahu belakang diputar ke depan simfisis, sehingga bahu
belakang dapat dilahirkan
Melahirkan bahu belakang (Schwartz dan Dixon)

Tangan penolong menyusuri lengan belakang dan


menarik tangan keluar. Bahu depan dapat lahir biasa
(D), namun bila ternyata sukar, bayi diputar (E),
sehingga bahu dpn lahir di belakang (F)
Manuver melahirkan bahu belakang
1. Masukan tangan mengikuti lengkung sakrum
sampai jari penolong mencapai fosa antecubiti.
2. Dg tekanan jari tengah, lipat lengan bawah ke
arah dada
3. Setelah terjadi fleksi tangan, keluarkan lengan
dari vagina (menggunakan jari telunjuk untuk
melewati dada dan kepala bayi atau seperti
mengusap muka bayi), kemudian tarik hingga
bahu belakang dan seluruh lengan belakang dpt
dilahirkan.
Manuver melahirkan
bahu belakang
4. Bahu depan dapat lahir dg mudah setelah bahu
dan lengan belakang dilahirkan
5. Bila bahu depan sulit dilahirkan, putar bahu
belakang ke depan (jangan menarik lengan bayi
tetapi dorong bahu posterior) dan putar bahu
depan ke belakang (mendorong anterior bahu
depan dg jari telunjuk dan jari tengah operator)
mengikuti arah punggung bayi sehingga bahu
depan dapat dilahirkan,
Merangkak dan Knee Chest

■ Fleksibilitas sendi sakroilliaka bias meningkatkan diameter sagitalis pintu


atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh gravitasi akan membantu
bahu posterior melewati promontorium.
Penatalaksanaan
Mc Roberts
Teknik Massanti
Manuver Rubin
Woods
Crockcrews
Swarthz Dixon
Merangkak
Simpulan

■ Distosia bahu terutama disebabkan oleh kesenjangan imbangan tubuh


bayi dan panggul sehingga menyebabkan bahu tidak dapat melalui tepi
bawah simfisisi pubis dan menghambat kelahiran tubuh bayi setelah
kepala dilahirkan.
■ Antisipasi terjadinya distosia bahu oada setiap persalinan, terutama
apabila instrument pemantau kemajuan persalinan mengarah kebagian
patologis, dugaan makrosomia, diabetes gestasional, multiparitas,
kehamilan lewat waktu dengan penambahan taksiran berat janin, dan
riwayart persalinan dengan makrosomia atau distosia bahu
Simpulan

■ Prosedur pelaksanaan distosia bahu diantaranya adalah


penekanan bahu depan pergerakan simfisisi keatas dengan
perasat McRobert, pengecilan rentang bahu dengan perasat
Hibbard/Resnick, Perasat Masanti (penekanan bau trans
suprasimfisis), Perasat Rubit ( mendorong bahu ke depan atau
kearah dadad bayi), pengalihan bahu depan ke belakang
menurut perasat Wood atau Schwart-Dixon
Perdarahan Postpartum

■ Perdarahan melebihi 500ml yang terjadi setelah bayi lahir


■ Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena tercampur
dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila
terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan
pengobatan sebagai perdarahan postpartum
■ Perdarahan postpartum dini /primer yaitu perdarahan setelah bayi lahir dalam 24 jam
pertama persalinan
■ Perdarahan postpartum lanjut / sekunder yaitu perdarahan setelah 24 jam persalinan
■ Perdarahan postpartum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah
FAKTOR PENYEBAB

■ Penyebab utama 4 T :
■ Tonus ( atonia uteri sekitar 40-50%)
■ Tissue (Retensi plasenta atau sisa plasenta 16 -17%)
■ Trauma (Robekan Jalan Lahir 4-5%)
■ Trombin (Gangguan Pembekuan darah)
Pengelolaan
■ Selalu siapkan tindakan gawat darurat
■ Tata laksana kala III secara aktif
■ Meminta pertolongan petugas lain untu membantu bila memungkinkan
■ Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran, nadi,
tekanan darah, pernafasan dan suhu
■ Jika terdapat syok segera lakukan koreksi
■ Periksa kandung kemih, bila penuh kososngkan
■ Cari penyebab perdarahan dan lakukan tindakan untuk menghentikan
perdarahan
PENYULIT KALA
III
Retensio Plasenta dan Sisa Plasenta
Retensio Plasenta

■ Retensio plasenta adalah palsenta yang belum lahir


dalam setengah jam (30 menit) setelah janin lahir
Retensio Plasenta

■ Plasenta yang belum lahir dan masih melekat didinding Rahim oleh
karena kontraksi Rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta
disebut plasenta adhesive
■ Plasenta belum lahir dan masih melekat didinding Rahim oleh karena
villi korialisnya menebus desidua sampai myometrium disebut
plasenta akreta
■ Plasenta yang sudah lepas dari dinding Rahim tetapi belum lahir karena
terhalang oleh lingkaran konstriksi dibagian bawah Rahim disebut
plasenta inkarserata
Faktor Risiko
■ Riwayat SC sebelumnya akan meningkatkan angka kejadian 0,3%
■ Usia Ibu
■ Multiparitas
■ Riwayat Kurretase
■ Sindrom Asherman (jaringan parut didalam Rahim atau leher Rahim)
■ Plasenta Previa (angka kejadian sekitar 3%)
■ Persalinan Prematur
■ IVF
■ Induksi Persalinan
Komplikasi

■ Perdarahan
■ Endometritis
■ Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Penyebab Retensio Plasenta

■ His tidak adekuat


■ Plasenta sukar lepas karena tempat insersinya, bentuk
plasenta
Type Plasenta Penyebab Retensio
Plasenta
■ Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala tiga bias
disebabkan oleh adhesi yang kuat antar plasenta dan uterus
■ Plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan lapisan
Nitabuch, sebagian lapisan myometrium (75%)
■ Plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus myometrium , melewati
lapisan myometrium (18%)
■ Plasenta perkerta bila vili korialis menembus perimetrium (lapisan serosa
dinding uterus) (7%) dan dapat menembus sampai organ sekitar terutama
kandung kemih
■ Plasenta inkaserata tertahannya plasenta didalam kavum uteri, disebabkan oleh
kontriksi ostium uteri.
Retensio plasenta, terdiri dari

■ Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis
■ Hampir sebagian besar gangguan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus
Plasenta
Retensio Plasenta

■ Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan /separasi plasenta akan ditandai oleh
perdarahan pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah lepas sebagian
tetapi tidak keluar pervaginaam (cara pelepasan Duncan) , sampai akhirnya tahap
ekspulasi, plasenta lahir.
■ Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum lepas tidak dapat menimbulkan
perdarahan. Sebagian plasenta sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak (perdarahan kala III) dan harus diatisipasi deengan segera melakukan placenta
manual
Penanganan

■ Tentukan jenis retensio yang terjaddi karena berkaitan dengan tindakan yang diambil
■ Berikan 20 -40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCL 0,9% /RL dengan kecepatan
60 tts/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20Unit dalam 1000 ml Larutan
NaCL 0,9% /RL dengan keepatan 40 tetes hingga perdarahan berhenti
■ Lakukan PTT
■ Bila PTT tidak berhasil, lakukan plasenta manual secara hati – hati
■ Berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2gram IV dan Metrodinazol
500mg IV)
■ Segera atasi atau Rujuk ke fasilitas lebih lengkap
Perhatikan

■ Jika plasenta belum lahir dan mendadak terjadi


perdarahan segera lakukan plasenta manual untuk
segera mengosongkan kavum uteri sehingga uterus
segera berkontraksi secara efektif dan perdarahan
dapat dihentikan.
Sisa Plasenta

■ Terjadi 1-3% angka kejadian setelah persalinan


■ Sisa plasenta didiagnosa setelahirnya plasenta secara spontan dengan
adanya keberadaan sisa dari selaput plasenta
■ Dapat menyebabkan perdarahan postpartum
Faktor Risiko

■ Persalinan Prematur
■ Riwayat Abortus dan Kuretase
■ Grandmultipara
■ Uterine anomalie
■ Induksi persalinan
Diagnosis

■ Plasenta lahir spontan selama kala III dengan atau tanpa


manajemen kala III
■ Adanya perdarahan setelah plasenta lahir
TATA LAKSANA

■ Melakukan eksplorasi manual


■ Memberikan medikasi uterotonika termasuk oksitosin,
methylergonovine, prostaglandin
Penatalaksanaan

■ Berikan 20 -40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCL 0,9% /RL dengan kecepatan
60 tts/menit dan 10 unit IM. Lanjutkan infus oksitosin 20Unit dalam 1000 ml Larutan
NaCL 0,9% /RL dengan keepatan 40 tetes hingga perdarahan berhenti
■ Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan darah dan
jaringan .
■ Berikan antibiotic profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2gram IV dan Metrodinazol
500mg IV)
■ Bila perdarahan berlanjut, tatalaksana seperti kasus atonia
TERIMA KASIH
Sistem Rujukan

■ Maslah yang terjadi selama persalinan dan kelahiran bayi sekitar 10 – 15% sehingga
perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan
■ Sangat sulit untuk menduga kapan enyulit akan terjadi sehingga kesiapan merujuk ibu
dan / atau bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu
menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan.
RUJUKAN

■ Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu
untuk menatalaksana kasus gawat darurat obstetric dan neonates seperti :
■ Pembedahan termasuk Operasi SC
■ Transfusi darah
■ Resusitasi bayi baru lahir dan asuhan lanjutan bayi baru lahir
■ Informasi tentang pelayanan yang tersedia ditempat rujukan, ketersidaan pelayanan,
waktu, biaya pelayanan serta jarak tempuh ketempat rujukan adalah wajib untuk
dketahui oleh setiap penolong persalinan
Sistem Rujukan

■ Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur


pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal
yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga)
tingkatan yaitu:

■ a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama;


b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

■ Pelayanan kesehatan tingkat pertama


merupakan pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Kedua

■ Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang


dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan
pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.
Pelayanan Kesehatan Tingkat Ketiga

■ Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik


yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik
Rujukan Horizontal

■ Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar


pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan
dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
RUJUKAN VERTIKAL

■ Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar


pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat
dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
Persiapan dan informasi dalam rencana
rujukan
■ Siapa yang akan menemani ibu atau neonates
■ Tempat rujukan mana yang akan dipilih oleh ibu dan keluarga
■ Saranan transportasi yang digunakan
■ Tersedia donor darah jika transfuse darah diperlukan
■ Uang yang akan digunakan
■ Siapa yang akan menemai dirumah
BAKSOKUDO

■ B (Bidan)
■ Pastikan bahwa ibu dan atau bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang
kompeten untuk menatalaksana gawat darurat onstetri dan neonates selama perjalanan
ke fasilitas rujukan
■ A (alat)
■ Bawa perlengkapan dan bahan – bahan untuk asuhan persalinan masa nifas dan
neonates Bersama ibu ke tempat rujukan (Selang Infus, needle, alat resusitasi dll).
Perlengkapan dan bahan tersebut diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan
menuju fasilitas
■ K (Keluarga)
■ Beritahu ibu dan keluarga tentang kondisi terakhir ibu dan atau bayi mengapa ibu dan
atau byai perlu dirujuk. Jelaskan alas an dan tujuan untuk merujuk ibu ke rumah sakit
atau fasilitas kesehatan
■ S (Surat)
■ Berikan surat pengantar pasien ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan
identifikasi tentang iu dan neonates, cantumkan alas an rujukan dan uraikan kembali
hasil pemeriksaan, asuhan atau obat – obatana yang diterima
■ O (Obat)
■ Bawa obat – obatan essensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas kesehatan. Obat –
obatan tersebut mungkin diperhatikan selama di perjalanan
■ K (Kendaraan)
■ Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu ke fasilitas kesehatan
dan atur posisi ibu agar cukup nyaman untuk berbaring atau duduk didalam kendaraan
■ U (Uang)
■ Ingatkan keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat –
obatan yang diperlukan dan bahan – bahan kesehatan lain yang diperlukan
■ DO (Donor Darah)
■ Tersedia donor darah jika dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai