PEMB EL A JA R A N
DI SEKO LA H D A S A R
MODUL 6
KELOMPOK 6
Pendekatan
Pendekatan Belajar
Pembelajaran Experiential
Holistik dan Learningdan
Konstruktivisme Multiple
Intelligence
Pendekatan
Pengertian dan Pendekatan
Pendekatan Belajar
Fungsi Pembelajaran
Pembelajaran Berdasarkan
Pendekatan Kecerdasan
Holistik dan Pengalaman
Pembelajaran Jamak (Multiple
Konstruktivisme (Experiential
Bagi Guru Intelligence)
Learning)
KB 1 A. PENGERTIAN DAN FUNGSI PENDEKATAN PEMBELAJARAN BAGI GURU
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu cara pandang tentang
focus dan strategi pembelajaran yang dapat dijadikan sebgai kerangka acuan dalam
praktik pembelajaran.
• Dantes (1996) mengemukakan bahwa suatu pendekatan pembelajaran biasanya dibangun
atas dasar posisi pemahaman tertentu tentang apa hakikat, focus yang dipentingkan,
bagaimana cara-cara utama pencapainnya serta ansumsi-asumsi penerapannya.
Fungsi pendekatan pembelajaran adalah memberikan suatu pemahaman tentang sesuatu
atau
cara pembelajaran yang dianggap efektif dan memberi panduan yang dapat diuji
kecocokannya dengan kondisi nyata.
• Fungsi pendekatan dikemukakan oleh Mohammad Surya (2004) seperti berikut : (1)
memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran, (2) menilai hasil-hasil
pembelajaran yang telah dicapai, (3) mendiagnosis masalah-masalah belajar yang timbul,
dan (4) menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.
KB 1 B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN HOLISTIK DAN KONSTRUKTIVISME
1. Pendekatan Holistik
Pendekatan Holistik atau terpadu dalam pembelajaran, diilhami oleh Psikologi
Gestalt yang dipelopori oleh Wertheimer, Koffka, dan Kohler. Menurut mereka,
objek atau peristiwa tertentu akan dipandang oleh individu sebagai suatu
keseluruhan yang terorganisasikan.
Aplikasi pendekatan Holistik menurut Woolfolk, A. (1993) dalam
pembelajaran disekolah dasar, adalah sebagai berikut :
Pertama, Wawasan pengetahuan yang mendalam (insight).
Kedua, Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning).
Ketiga, Perilaku bertujuan (purposive behavior).
Keempat, Prinsip ruang hidup (life space).
Kelima, Transfer dalam pembelajaran.
Untuk dapat menampakkan keberadaan belajar sebagai proses
KB 1
terpadu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Depdikbud, 1988).
• Pertama, Pembelajaran dapat berfungsi secara penuh untuk membantu perkembangan individual anak
seutuhnya.
• Kedua, Pembelajaran sebagai aktivitas membelajarkan anak untuk pengalaman menempatkan anak sebagai
pusat segala-galanya.
• Ketiga, pembelajaran dalam hal ini lebih menuntut kepada terciptanya suatu aktiitas yang memungkinkan
keterlibatan anak secara aktif dan intensif.
• Keempat, pembelajran menempatka individu pada posisi yang terhormat dalam suasana kebersamaan didalam
penyelesaian persoalan yang dihadapinya.
• Kelima, pembelajaran sebagai proses terpadu harus mendorong dan memfasilitasi setiap anak untuk terus-
menerus belajar.
• Keenam, pembelajaran sebagai proses terpadu dapat berfungsi dan berperan secara efektif apabila dapat
diciptakan lingkngan belajar.
• Ketujuh, pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan pembelajaran bidang studi tidak harus secara
terpisah, melainkan dilaksanakan secara terpadu.
• Kedelapan, pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan
keluarga.
KB 1 2. Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Pada pendekatan konstruktivisme, individu membentuk sendiri pengetahuan
yang dipelajarinya. Menurut Von Glaserfeld, pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang sudah mempunyai
pengetahuan (halam hal ini adalah guru) kepada pikiran orang yang belum
memiliki pengetahuan itu (anak). Anaklah yang menginterpretasikan serta
mengonstruksikan pemindahan pengetahuan tersebut berdasarkanpengalaman
yang mereka miliki masing-masing.
Konstruktivisme dibedakan menjadi 3 level
yaitu :
Konstruktivisme Radikal.
Realisme Hipotetik/Hipotesis.
Konstruktivisme yang biasa.
Beberapa Hal yang diperlukan untuk Menyokong Pendekatan
KB 1
Berorientasi pada Anak-Anak :
• Ketujuh, keenam hal terdahulu membawa implikasi bagi guru yang harus
menampilkan diri sebagai guru dalam proses pembelajaran, dan bukan hanya sekadar
mentransformasikan pengetahuan kepada anak.
KB 2 A. PENDEKATAN BELAJAR BERDASARKAN PENGALAMAN
(EXPERIENTIAL LEARNING).
Menurut Keeton and Tate ( Siti Julaeha, 2007), pendekatan experiential
learning mengacu pada proses pembelajaran dimana pembelajar (anak)
berinteraksi secara langsung dengan realitas yang dipelajarinya. Kolb (1984)
mengemukakan bahwa belajar berdasarkan pengalaman menekankan pada
hubungan yang harmonis antara belajar, bekerja, serta aktivitas kehidupan dengan
pencipataan pengetahuan itu sendiri. “Experiential” atau pengalaman merupakan
kunci bagi proses belajar yang efektif pada diri anak.
Proses belajar merupakan siklus dari 4 kegiatan yaitu ; (1) anak mengalami
pengalaman konkret, (2) anak melakukan observasi dan refleksi terhadap
pengalaman, (3) anak membentuk konsep abstrak dan generalisasi, dan (4) anak
melakukan eksperimentasi atau pengujian konsep dalam situasi baru.
KB 2 1. Konsep Dasar Multiple Intelligence
Ungkapan Howard Gadner dalam bukunya Frames of Mind yang berbunyi our
culture defined intelligence too narrowly merupakan dasar pemikiran munculnya
pendekatan Multiple Intelligences.
Gardner (Amstrong, 1994) telah melakukan pemetan kemampan mansia ke
dalam 7 kategori kecerdasan yang lebih komprehesif, yaitu:
• Pertama, Kecerdasan Bahasa.
• Kedua, Kecerdasan Matematika-Logika.
• Ketiga, Kecerdasan Pemahaman Ruang.
• Keempat, Kecerdasan Kinestetik.
• Kelima, Kecerdasan Musikal.
• Keenam, Kecerdasan Interpersonal.