Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

MODUL 6
PENDEKATAN PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR
Ditulis dan disusun guna memenuhi tugas :

Kode /mata kuliah : PDGK 4403/PENDIDIKAN ANAK di SD

Semester /kode kelas : 2 ( dua ) / pokjar simpang pematang

Dosen pengampu : Ignasius Fandi Jayanto M.Pd

Tim Penyusun :

KELOMPOK 6

NAMA MAHASISWA

1. ELISA LAPEDRA SITEPU / 855719112

2. TONI FERDIANTO / 855732182

3. MITA NOVELA / 855719097

4. YENI / 855719065

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN PENDIDIKAN DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS TERBUKA 2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat
dan Hidayah-Nya kepada kita, dan tidak lupa pula kami mengucapkan Do’a
beserta salam kepada Nabi junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam yang tidak berpendidikan ke alam yang berpendidikan,
seperti yang dapat kita rasakan sekarang ini.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dan
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, yakni:

1. Tuhan Yang Maha Esa

2. Ignasius Fandy Jayanto, M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Anak di
SD.

3. Orang tua saya yang selalu mendukung.

4. Teman-teman yang selalu dukungan, kritikan, dan saran.

Kami menyusun Makalah Pendekatan Pembelajaran di Sekolah Dasar ini bertujuan untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah Pendidikan Anak di SD dan agar
bisa dimanfaatkan ke arah yang lebih baik bagi pembacanya.

Dalam penulisan Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan yang harus
diperbaiki, maka dari itu kami senantiasa menerima kritikan dan saran dari pembaca
Makalah ini.

Srigading , 13 November 2021


UNIVERSITAS TERBUKA

SIMPANG PEMATANG

KEC. SIMPANG PEMATANG KAB. MESUJI

TAHUN 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................1

PETA KONSEP............................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 3

1.1 Latar Belakang............................................................................. 3

1.2 Batasan Makalah.......................................................................... 3

1.3 Rumusan Masalah........................................................................ 3

1.4 Tujuan.......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 5

2.1 Pendekatan Pembelajaran Holistik Dan Konstruktivisme............5

2.2 Pendekatan Belajar Experiental Learning dan Multiple

Intelligence...................................................................................13

BAB III KESIMPULAN................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................28
PETA KONSEP

Pendekatan Pembelajaran
Di Sekolah Dasar

Pengertian,
kriteria dan
gejala.
Pendekatan Pendekatan Belajar
Pembelajaran Experiential
learning dan
Holistik dan Latar
multiple intelligence
belakang
Konstruktivisme
penyebab
Pendekatan Belajar
Pengertian dan
berdasarkan
Fungsi Pendekatan
pengalaman
Pembelajaran Bagi
(experiental
Guru
learning)

Pendekatan
Pembelajaran Pendekatan
Holistik dan pembelajaran
Konstruktivisme kecerdasan jamak
(multiple
intelligence)
Pendekatan Holistik
Konsep Dasar
multiple intelligence

Pendekatan
Konstruktivisme Pendekatan multiple
intelligence
Dan Pembelajaran

Strategi
Pembelajaran

Multiple
intelligence Dan
Manajemen Kelas

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Makalah
Pendekatan Pembelajaran diartikan sebagai suatu cara pandang tentang
fokus dan strategi pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
dalam praktik pembelajaran.Belajar sebagai proses psikologis , yang tidak
mudah dipahami dengan baik. Proses psikologis dalam diri anak yang belajar
banyak misteri dan mengandung persoalan yang sulit dipecahkan secara
tuuntas dengan satu pendekatan tunggal saja, pendekatan belajar oleh satu
pendekatan selalu berujung dengan persoaal baru yang rumit.

Tidak ada suatu pendekatan belajar yang mengklaim dapat menjawab


semua persoalan yang terkait dengan proses psikologis belajar secara lengkap
dan tuntas. Suatu pendekatan belajar selalu bertitik tolak dari suatu sudut
pandang tertentu yang sudah pasti berbeda dengan pendekatan belajar yang
lain yang bertitik tolak dari sudut pandang berlainnya.

Dengan masalah diatas diharapkan seorang Guru memiliki pemahaman


yang kaya dan beragam tentang belajar. Dengan pemahaman yang kaya
tentang pendekatan belajar diharapkan anda memiliki kearifan dan
penyesuaian diri yang baik ketika membelajarkan anak di sekolah.

1.2 Pembatasan Makalah

Mata kuliah : Pendidikan Anak Di SD


Kode Mata Kuliah : PDGK4403/4SKS/MODUL 1-12
Pokok Bahasan: Pendekatan Pembelajaran Di SD

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan makalah di atas, maka rumusan masalah yaitu:

3
1. Bagaimana cara menerapkan pendekatan pembelajaran holistik dan
konstruktivisme ?
2. Bagaimana cara menerapkan pendekatan experiential learning dan
multiple intelligence ?
1.4 Tujuan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui


1. Untuk mengetahui macam – macam pendekatan
2. Untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan pembelajran pendekatan
untuk anak SD di sekolah.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Pembelajaran Holistik dan Konstruktivisme

1. Pengertian Dan Fungsi Pendekatan Pembelajaran Bagi Guru


Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud
dengan pendekatan pembelajaran serta fungsi pendekatan pembelajaran
bagi guru, mari kita singgung sedikit tentang teori. Teori dapat diartikan
sebagai seperangkat hipotesis (anggapan atau pernyataan sementara yang
perlu diuji kebenarannya) yang diorganisasikan secara koheren
mengenai sesuatu atau serangkaian fenomena yang terjadi di dalam
lingkungan nyata. Dalam pengertian ini, teori tidak membicarakan bahwa
sesuatu itu sudah baik atau buruk, benar atau salah melainkan
mengungkapkan anggapan-anggapan atau pernyataan-pernyataan
sementara fenomena atau gejala-gejala sesuatu yang terjadi dalam
lingkungan.
Suatu teori biasanya dibangun atas dasar hasil pengamatan yang
sistematis mengenai sesuatu yang terjadi di dalam lingkungan. Yang
membicarakan baik-buruk benar-salah bukan teori melainkan ajaran
Agama, yang tidak boleh dibantah lagi adanya, terutama oleh pemeluk
yang meyakininya. Tugas ataukarakteristik suatu teori adalah
a. memberikan suatu kerangka kerja konseptual
mengenai sesuatu yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi suatu
penelitian, dan
b. memberikan prinsip-prinsip yang dapat diuji kecocokannya dengan
kondisi nyata.

Sarwono, S.W (1987) menjelaskan beberapa fungsi teori yaitu


fungsi deskripsi, fungsi eksplanasi, fungsi prediksi dan fungsi
penelitian dan pengembangan. Fungsi deskripsi berarti suatu teori itu
harus menggambarkan sesuatu yang terjadi dalam lingkungan apa adanya
tanpa dibuat-buat, jadi harus obyektif. Fungsi eksplanasi artinya suatu
teori itu harus memberikan penjelasan istematis, dan mudah dipahami.
Fungsi prediksi adalah bahwa suatu teori Itu harus dapat memprediksi,
memperkirakan atau meramalkan terjadinya sesuatu atas dasar peristiwa
sebelumnya. Dan fungsi pengujian adalah bahwa suatu teori itu harus
menguji fenomena terkini dan mengembangkan teori yang baru.
Di sisi lain, pembelajaran merupakan suatu fenomena yang
kompleks dan berdimensi jamak, sehingga muncul berbagai pendekatan
yang berbeda-beda. Setiap pendekatan memberikan penjelasan yang
berlainan karena bertitik tolak dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Kadang-kadang antara satu pendekatan dengan pendekatan lainnya
memberikan penjelasan yang bersifat tumpang tindih bahkan ada yang
bertolak belakang. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai
suatu cara pandang tentang fokus dan strategi pembelajaran yang dapat

5
dijadikan sebagai kerangka acuan dalam praktik pembelajaran.Setiap
pendekatan pembelajaran memiliki sudut pandang yang tersendiri
tentang fokus dan strategi pencapaiannya yang dianggap efektif. Suatu
pendekatan pembelajaran ”X” biasanya memberi tekanan pada aspek
tertentu sementara pendekatan pembelajaran ”Y” memberi tekanan pada
aspek lainnya. Selain itu setiap pendekatan memiliki kriteria
keefektifan dan modus pembelajaran yang tersendiri. Oleh sebab itu,
tentu saja setiap pendekatan memiliki kelebihan dan kelemahan
tersendiri.
Dantes (1996) mengemukakan bahwa suatu pendekatan
pembelajaran biasanya dibangun atas dasar posisi pemahaman tertentu
tentang apa hakikat, fokus yang dipentingkan, bagaimana cara-cara
utama pencapaiannya serta asumsi-asumsi penerapannya. Bagi Anda,
pendekatan-pendekatan pembelajaran yang dipelajari di sini dapat
dipandang sebagai alternatif atau pilihan jalan untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang Anda harapkan. Fungsi pendekatan pembelajaran
adalah memberikan suatu pemahaman tentang sesuatu atau cara
pembelajaran yang dianggap efektif dan memberi panduan yang
dapat diuji kecocokannya dengan kondisi nyata.
Penjelasan yang lebih praktis tentang fungsi pendekatan
dikemukakan oleh Mohammad Surya (2004) seperti berikut:
1. memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran,
2. menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai,
3. mendiagnosis masalah-masalah belajar yang timbul,
4. menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan.

Di dalam modul ini, Anda akan mempelajari empat


pendekatan pembelajaran yaitu: pendekatan Holistik, pendekatan
konstruktivisme, pendekatan berdasarkan pengalaman (experiential
learning) dan pendekatan kecerdasan jamak (multiple intelligence).Dua
pendekatan pertama mewakili pendekatan klasik atau pendekatan atau
pendekatan konvensional, sedangkan pendekatan dua terakhir mewakili
pendekatan kontemporer yang memiliki kelebihan tersendiri, namun
cikal-bakalnya bersal dari pendekatan klasik lainnya.

2. Pendekatan Pembelajaran Holistik Dan Konstruktivisme


2.1 Pendekatan Holistik
Pendekatan Holistik atau terpadu dalam pembelajaran, diilhami
oleh Psikologi Gestalt yang dipelopori oleh Wertheimer, Koffka, dan
Kohler. Menurut mereka, objek atau peristiwa tertentu akan dipandang
oleh individu sebagai suatu keseluruhan yang terorganisasikan. Suatu
objek atau peristiwa baru dapat dilihat maknanya jika diamati dari
segi keseluruhannya dan keseluruhan itu bukan jumlah bagian-bagian.

6
Sebaliknya suatu bagian baru akan bermakna jika berada dalam kaitan
dengan keseluruhan. Contoh, fisik seorang manusia bukanlah jumlah dari
kepala, leher, lengan, badan, dan kaki, melainkan konfigurasi atau bentuk
yang bermakna dari semua unsur tersebut. Dengan kata lain, individu
akan memberi makna terhadap suatu objek atau peristiwa, termasuk
dalam pembelajaran jika yang bersangkutan memiliki wawasan
pengetahuan yang mendalam (insight) tentang hubungan atau
keterkaitan antar unsur dalam suatu keseluruhan (holistik), demikian pula
dalam proses pembelajaran. Produk pembelajaran seyogianya tidak
dilihat dampaknya terhadap salah satu aspek individual anak, melainkan
harus dari keseluruhan aspek yang mencakup dimensi fisik, sosial,
kognitif, emosi, moral, dan kepribadian secara utuh.
Aplikasi pendekatan Holistik menurut Woolfolk, A. (1993)
dalampembelajaran di sekolah dasar, adalah sebagai berikut.
Pertama, wawasan pengetahuan yang mendalam (insight).
Berdasarkan percobaannya, Kohler menyatakan bahwa wawasan
memegang peranan penting dalam perilaku. Sehubungan dengan hal
itu, dalam proses pembelajaran hendaknya guru membantu anak untuk
memiliki insight yaitu pengetahuan mengenai keterkaitan antar unsur
dalam suatu objek atau peristiwa. Guru juga hendaknya mengembangkan
kemampuan anak dalam memecahkan masalah dengan proses insight .
Kedua, pembelajaran yang bermakna(Meaningful
Learning).Kebermaknaan unsur-unsur yang terkait dalam suatu objek atau
peristiwa, akan menunjang pembentukan insight dalam proses
pembelajaran.Makin jelas makna hubungan suatu unsur, akan makin
efektif sesuatu yang dipelajari.
Ketiga,perilaku bertujuan (Purvosif behafior). Prinsip ini
dikembangkan oleh Edward Tolman yang meyakini bahwa ada hakikatnya
perilaku itu terarah kepada suatu tujuan.Perilaku bukan hanya hubungan
antara stimulus dan respons,akan tetapi adanya keterkaitan yang erat
dengan tujuan atau sesuatu harapan-harapan tertentu kedalam situasi
pembelajaran.
Keempat,prinsip ruang hidup (Life Space). Konsep ini dikembangkan
oleh Kurt Lewin dalam pendekatan medan (Fhield theory) yang
menyatakan bahwa perilaku individu mempunyai keterkaitan dengan
lingkungan atau medan dimana pun Ia berada. Pembelajaran kontekstual
(Contectual Teaching and Learning) juga bertitik tolakdari prinsip ini.
Kelima, Transfer dalam pembelajaran. Transfer dalam
pembelajaranadalah pemindahan pola-pola prilaku dari suatu situasi
pembelajaran tertentu kepada situasi lain. Sesuaidengan pendekatan
Gestalt, pembelajaran mempunyai makna sebagai proses membentuk
suatu pola Gestalt atau keseluruhan atau konfigurasi yang
mempunyai bentuk dan arti. Menurut pendekatan ini, transfer terjadi
dengan jalan melepaskan pengertian atau objek dari suatu konfigurasi
dalam suatu situasi, kemudian menempatkannya dalam situasi konfigurasi
lain dalam tata-susunan yang tepat. Menurut pendekatan ini, transfer akan
terjadi apabila anak menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu masalah,
dan menemukan generalisasi, kemudian digunakan dalam

7
memecahkan masalah dalam situasi lain. Dalam hubungan dengan
pembelajaran dan pembelajaran di kelas, hendaknya guru
membantu anak untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi-
materi yang diajarkannya. Hal-hal yang telah dipelajari hendaknya
dilatihkan untuk dapat diterapkan dalam situasi-situasi lain yang
memungkinkan berbeda sifatnya. Anak kelas tiga harus dilatih mentransfer
kemampuan mengoperasikan perkalian satu sampai sepuluh dalam
kehidupan sehari-hari, seperti disuruh membeli sesuatu ke warung
atau membagikan permen kepada teman-temannya.
Untuk dapat menampakkan keberadaan belajar sebagai proses terpadu,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan (Depdikbud, 1988).
Pertama,pembelajaran dapat berfungsi secara penuh untuk
membantu perkembangan individual anak seutuhnya. Dalam hal ini belajar
memungkinkan individu dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan
secara utuh, tidak bersifat fragmentaris, memenuhi segala kebutuhan
anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan irama
perkembangannya.
Kedua, pembelajaran sebagai aktivitas membelajarkan anak
untuk pemerolehan pengalaman menempatkan anak sebagai pusat
segala-galanya. Dengan demikian, kebermaknaan pengalaman yang ada di
lingkungan sangat tergantung pada sejauh mana pengalaman itu
diapresiasikan secara positif oleh anak sebagai subjek belajar.
Ketiga, pembelajaran dalam hal ini lebih menuntut kepada
terciptanyasuatu aktivitas yang memungkinkan keterlibatan anak secara
aktif dan intensif.
Keempat, pembelajaran menempatkan individu pada posisi yang
terhormat dalam suasana kebersamaan di dalam penyelesaian persoalan
yang dihadapinya.
Kelima, pembelajaran sebagai proses terpadu harus mendorong
dan memfasilitasi setiap anak untuk terus-menerus belajar. Dalam
konteks yang demikian, anak belajar tidak hanya sebatas untuk
mendapatkan nilai dari guru melainkan juga yang lebih penting adalah
berusaha memproses informasi dan mentransfer pengetahuan.
Keenam, pembelajaran sebagai proses terpadu dapat berfungsi dan
berperan secara efektif apabila dapat diciptakan lingkungan belajar,
tidak hanya menyangkut sarana fisik, melainkan juga suasana belajar
yang kondusif bagi pengembangan semua aspek individu.
Ketujuh, pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan
pembelajaran bidang studi tidak harus secara terpisah, melainkan
dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan dapat dilakukan antar
komponen dalam suatu bidang studi tertentu dan antar bidang studi.
Demikian pula dapat dilakukan pembelajaran terpadu dengan bertumpu
pada suatu bidang studi tertentu dan bidang studi yang lainnya hanya
dikaitkan sepanjang ada sentuhan dengan bidang studi utama.
Kedelapan, pembelajaran sebagai proses terpadu memungkinkan
adanya hubungan antara sekolah dan keluarga. Guru dan orang tua
sama-sama memandang penting pengembangan potensi anak secara
optimal. Keberhasilan pendidikan anak tidak cukup dengan mengandalkan

8
pembelajaran dari guru di sekolah yang sangat terbatas waktunya.
Tidak diragukan lagi, bahwa keterlibatan orang tua sangat penting
bagi keberhasilan pendidikan anak di sekolah dasar.

2.2 Pendekatan Konstruktivisme


Pengalaman menunjukkan, tidak jarang anak salah paham atau
salah mengerti ketika menyimak penjelasan guru pada saat mengikuti
proses pembelajaran. Fenomena ini mendukung paham penganut
filsafat konstruktivisme bahwa dalam perolehan pengetahuan, kita
menyusun(mengonstruksi) sendiri pengetahuan kita.
Para penganut konstruktivisme berpendapat bahwa pengetahua
itu dikonstruksi oleh kita yang sedang belajar. Pengetahuan bukanlah
kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, tetapi
merupakan konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman,
maupun lingkungannya. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada
di sana dan orang tinggal mengambilnya, tetapi merupakan suatu
bentukan terus-menerus dari seseorang yang setiap kali mengadakan
reorganisasi karena munculnya pemahaman yang baru (Paul Suparno,
1997).
Bagaimana suatu pengetahuan baru diperoleh anak, dicontohkan
oleh Piaget (Conny,R.S.1999). Pada suatu waktu seorang anak duduk di
halaman rumah dan menghitung kerikil. Anak itu meletakkan kerikilnya
secara lurus dan menghitungnya dari kanan ke kiri hingga
mendapatkan jumlah sepuluh.Kemudian, ia menghitungnya lagi dari kiri
ke kanan, dan ia mendapatka Angka sepuluh juga. Selanjutnya ia
menyusun letak kerikil itu dalam suatu lingkaran dan menghitungnya lagi
dengan arah jarum jam dan sebaliknya. Ia tetap masih mendapatkan
jumlah sepuluh. Dari pengalaman ini si anak menyimpulkan bahwa
terlepas dari cara menyimpan dan arah menghitung kerikil, jumlah kerikil
itu tetap sama, yaitu sepuluh. Dari contoh tersebut Piaget,
kemudian menyimpulkan bahwa anak itu telah membangun
persesuaian konsep antara kerikil dengan jumlah sepuluh melalui
interaksi fisik dengan kerikil dan pengetahuan terdahulunya. Dengan
kata lain, pengetahuan baru itu dibangun anak melalui interaksi antara
pengalaman eksternal dan struktur mental internal.
Kaum konstruktivis menyatakan bahwa manusia dapat mengetahui
sesuatu dengan inderanya. Dengan berinteraksi terhadap objek dan
lingkungannya melalui proses melihat, mendengar, menjamah, membau,
dan merasakan, orang dapat mengetahui sesuatu. Misalnya, dengan
mengamati orang yang sedang bermain sepak bola di lapangan,
mempelajari cara menendang bola, ikut serta bermain sepak bola, maka
anak membentuk pengetahuan tentang permainan sepak bola.
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah terbentuk, tetapi
merupakan suatu proses menjadi. Menurut Von Glaserfeld, tokoh filsafat
konstruktivisme di Amerika Serikat, pengetahuan bukanlah suatu barang
yang dapat dipindahkan dari pikiran seseorang yang mempunyai
pengetahuan (guru) berpikiran orang yang belum punya pengetahuan
(anak). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep, ide, dan

9
pengertiannya kepada anak, pemindahan itu harus dapat diinterpretasikan
dan dikonstruksikan oleh anak sendiri dengan pengalaman mereka.
Von Glaserfeld menyebutkan beberapa kemampuan yangdiperlukan untuk
melakukan proses pembentukan pengetahuan itu, seperti
1. kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman,
2. kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan
dan perbedaan,
3. kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada
yang lain.
Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat
penting karena pengetahuan dibentuk oleh interaksi dengan
pengalaman-pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan sangat
penting untuk dapat menarik sesuatu sifat yang lebih umum dari
pengalaman-pengalaman khusus lalu dapat melihat kesamaan dan
perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu
pengetahuan. Oleh karena seseorang lebih menyukai pengalaman
tertentu daripada yang lain maka muncul juga soal nilai dari
pengetahuan yang kita konstruksikan.
Bagi konstruktivis, pengetahuan bukanlah kenyataan ontologis.
Malah secara ekstrem mereka menyatakan bahwa kita tidak dapat
mengerti realitas (kenyataan) yang sesungguhnya. Yang kita mengerti
adalah struktur konstruksi kita akan suatu objek. Bettencourt menyatakan
memang konstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tetapi lebih
mau menekankan bagaimana kita tahu atau menjadi tahu. Bagi
konstruktivisme, realitas hanya ada sejauh berhubungan dengan pengamat.
Lalu bagaimana dengan soal kebenaran? Bagaimana kita tahu bahwa
pengetahuan yang kita bentuk itu benar? Konstruktivisme meletakkan
kebenaran dari pengetahuan dalam viabilitasnya, yaitu berlakunya
konsep atau pengetahuan itu dalam penggunaan. Apakah pengetahuan itu
dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam persoalan yang
berkaitan. Semakin dalam dan luas suatu pengetahuan dapat digunakan,
semakin luas kebenarannya. Dalam kaitan ini maka pengetahuan ada
tarafnya, mulai dari yang berlaku secara terbatas sampai yang lebih umum.
Kendati demikian, konstruksi pengetahuan itu ada batasnya.
Bettencourtmenyebutkan beberapa hal yang membatasi proses
konstruksi pengetahuan, yaitu:
1. konstruksi yang lama,
2. domain pengalaman kita,
3. jaringan struktur kognitif kita.
Proses dan hasil konstruksi pengetahuan kita yang lalu menjadi
pembatas konstruksi pengetahuan kita yang mendatang. Pengalaman akan
fenomena yang baru menjadi unsur yang penting dalam pembentukan dan
pengembangan pengetahuan, dan keterbatasan pengalaman akan
membatasi pengetahuan kita pula.
Von Glaserfeld membedakan tiga level pengetahuan dan
kenyataan, yakni konstruktivisme radikal, realisme hipotetik, dan
konstruktivisme yang biasa. Konstruktivisme radikal mengabaikan

10
hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran.
Bagi kaum radikal pengetahuan adalah suatu pengaturan atau organisasi
dari suatu objek yang dibentuk oleh seseorang. Menurut aliran ini kita
banyak tahu apa yang dikonstruksi oleh pikiran kita. Pengetahuan
bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotetik memandang
pengetahuan sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan
sedang berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat
dengan realitas.Sedangkan konstruktivisme yang biasa masih melihat
pengetahuan sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu
objek.
Dari segi subjek yang membentuk pengetahuan, dapat dibedakan
antara konstruktivisme psikologis, personal, sosiokulturalisme, dan
konstruktivisme sosiologis. Dari perspektif personal dengan tokohnya
Piaget menekankan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh seseorang secara
pribadi di dalam berinteraksi dengan pengalaman dan objek yang
dihadapinya. Orang itu sendiri yang membentuk pengetahuan.
Sosiokulturalisme yang ditokohi oleh Vygotsky, menjelaskan bahwa
pengetahuan dibentuk baik secara pribadi, tetapi juga oleh interaksi sosial
dan kultural dengan orang-orang yang lebih tahu tentang hal itu dan
lingkungan yang mendukung. Dengan dimasukkannya seseorang dalam
suatu masyarakat ilmiah dan kultur yang sudah punya gagasan tertentu
maka orang itu membentuk pengetahuannya. Sedangkan konstruktivisme
sosiologis menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh
masyarakat sosial. Unsur masyarakatlah yang penting, sedangkan unsur
pribadi tidak diperhatikan
Telah diungkapkan bahwa menurut pandangan
konstruktivisme pengetahuan pada dasarnya dibangun oleh anak
melalui interaksi dengan lingkungan. Dalam proses belajar anak
harus berbuat di lingkungannya, mengkreasi atau memanipulasi objek.
Dengan kata lain, anak harus difasilitasi oleh guru untuk berbuat atau
membangun sesuatu daripada sekadar melakukan atau meniru yang
dibangun orang lain.
Conny R.S. (1999) merumuskan sejumlah pemikiran yang
memungkinkan aktivitas belajar anak SD lebih bermakna dengan
menerapkan prinsip konstruktivisme. Pemikiran ini terutama berkenaan
dengan upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran. Jika para guru
cenderung menggunakan cara pembelajaran yang terarah dengan
berpusat pada guru (teacher centered approach), tentu pendekatan itu
tidak relevan dengan prinsip-prinsip pandangan konstruktivistik. Cara
mengajar demikian, tidak memberi peluang kepada anak untuk
mengkreasi dan membangun pengetahuan. Sebaliknya, pandangan
konstruktivisme menghendaki para guru untuk menerapkan
pendekatan mengajar yang berpusat pada anak (child-centered
approach). Secara lebih terperinci, cara pembelajaran anak yang
diharapkan dideskripsikan berikut ini.
Pertama, orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian
prestasi akademik. Kegiatan mengajar tidak sekadar diarahkan untuk
membuat anak menguasai sejumlah konsep pengetahuan dan/atau

11
keterampilan lebih sempit lagi terampil dalam menyelesaikan soal-soal
dalam tes, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan sikap dan
minat belajar serta potensi dasar anak. Dalam mengajarkan IPA,
misalnya guru tidak hanya menekankan pengembangan konsep IPA
pada anak, tetapi juga pengembangan wawasan tentang proses IPA,
keterampilan inquiry, dan sikap positif terhadap IPA.
Kedua, untuk membuat pelajaran bermakna bagi anak, topik-topik
yang dipilih dan dipelajari didasarkan pada pengalaman-pengalaman
anak yangrelevan. Masalah-masalah yang dibahas harus bersifat
menantang dan aktual. Hal tersebut diperlukan untuk mengembangkan
sikap positif dan apresiasi anak terhadap pelajaran. Dengan cara
demikian, pelajaran tidak dipersepsi anak sebagai tugas dari atau
sesuatu yang dipaksakan oleh guru, melainkan sebagai bagian dari atau
sebagai alat yang dibutuhkan dalam kehidupan anak.
Ketiga, metode mengajar yang digunakan harus membuat anak
terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang
menyenangkan atau a pleasurable hands-on and playful activity dan
bukannya sekadar membuat anak mengikuti pelajaran yang alami dan
bermakna. Mereka mengalami aktivitas belajar sebagai aktivitas
sehari-hari dan bukan sebagai kegiatan yang dipaksakan dari luar.
Keempat, dalam proses belajar, kesempatan anak untuk
bermain dan bekerja sama dengan orang lain juga perlu diprioritaskan.
Hal demikian, akan berdampak positif bukan sekadar pada perkembangan
sosial anak, melainkan juga pada perkembangan berpikirnya.
Kelima, bahan-bahan pelajaran yang digunakan hendaknya bahan-
bahan yang konkret dan, kalau mungkin ini bahkan yang sebenarnya. Ini
penting untuk membuat proses belajar yang diikuti anak sesuai dengan
perkembangan.Temuan Piaget menjelaskan bahwa tahap perkembangan
berpikir anak itu masih terbatas pada tahap operasi konkret.
Keenam, dalam menilai hasil belajar anak, para guru
tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis
(paper-pencil test),tetapi harus pula mencakup semua domain perilaku
anak yang relevan dengan melibatkan sejumlah alat penilaian. Tentunya,
baik proses maupun hasil belajaranak juga dipertimbangkan dalam
penilaian itu.
Ketujuh, ide di atas akhirnya mengimplikasikan perlunya para
guru menampilkan peran utama sebagai guru dalam proses pembelajaran
anak, dan bukannya sebagai transmitor pengetahuan kepada anak. Mereka
perlu memilikikemauan yang kuat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas dengan mengubah sikap dan strategi mereka
dalam mengajar. Kreativitas para guru dalam menyediakan dan
mengembangkan aktivitas dan lingkungan pembelajaran yang
kondusif juga merupakan hal yang esensial bagi mereka untuk dapat
merealisasikan prinsip-prinsip dari pendekatan konstruktivistik ini dalam
praktik.

12
2.2 Pendekatan Belajar Experiential Learning Dan Multiple Intelligence
1. Pendekatan Belajar Experiental Learning
Pernahkah Anda mendengar peribahasa ”pengalaman adalah
guru yang paling berharga?” Peribahasa tersebut memberi makna
bahwa seseorang dapat belajar melalui pengalaman. Begitu pula dengan
pengalaman bagi anak-anak. Dengan ikut bertani ke sawah, anak akan
mempelajari kapan waktu yang tepat untuk menyemai, menanam padi
dan panen. Selain itu melalui pengalamannya anak akan mengetahui
bagaimana strategi yang baik agar mendapatkan hasil panen yang
banyak. Seorang anak yang sering membantu ibunya membuat kue,
akan lebih terampil membuat kue dibandingkan dengan anak yang tidak
pernah membantu ibunya membuat kue. Melalui pengalamannya anak
akan mengetahui takaran yang tepat untuk membuat kue, terampil
membuat adonan sampai dengan memanggang kue sehingga
menghasilkan kue yang enak.
Menurut Keeton and Tate (Siti Julaeha, 2007), pendekatan
experiential learning mengacu pada proses pembelajaran dimana
pembelajar (anak) berinteraksi secara langsung dengan realitas
yang dipelajarinya. Dengan demikian, jika anak diharapkan dapat
mencapai perubahan perilaku yang diinginkan, maka anak itu harus
difasilitasi untuk melakukan atau mengalami secara langsung realitas
atau obyek yang dipelajarinya.
Dalam spektrum yang lebih luas, belajar berdasarkan
pengalaman diasosiasikan dengan magang, studi lapangan,
praktek lapangan, atau sejenisnya, yang memberikan kesempatan
kepada anak untuk menerapkan pengetahuan, dan keterampilan yang
diperoleh di kelas dalam situasi nyata di lapangan. Belajar melalui
pengalaman melibatkan anak secara langsung dalam masalah atau isu
yang dipelajari. Jika di dalam proses pembelajaran Anda hanya
memberikan kesempatan kepada anak untuk membaca,
mendengarkan, atau mengamati suatu kejadian dalam menguasai
pengetahuan atau keterampilan, maka Anda belum menerapkan konsep
belajar berdasarkan pengalaman.
Kolb (1984) mengemukakan bahwa belajar berdasarkan
pengalaman menekankan pada hubungan yang harmonis antara
belajar, bekerja, serta aktivitas kehidupan dengan penciptaan
pengetahuan itu sendiri. Hal ini berarti bahwa segala aktivitas
kehidupan yang dialami individu anak merupakan sarana belajar
yang dapat menciptakan ilmu pengetahuan. Menurut pendekatan ini,
anak bukan pihak luar yang berhadapan dengan ilmu pengetahuan,
tetapi pihak yang turut menciptakan ilmu pengetahuan. "Experiential"
atau mengalami merupakan kunci bagi proses belajar yang efektif pada
diri anak. Kata kunci ini mengandung arti bahwa aktivitas anak lebih
dari sekadar melibatkan proses-proses kognitif. Aktivitas pembelajaran
meliputi pula aspek keterampilan dan aspek afektif, di samping
pencapaian tujuan yang sifatnya tradisional,yaitu mengembangkan

13
pengetahuan. Bagaimanapun juga anak harus aktif dalam proses
belajar, baik secara fisik maupun secara psikologis.
Proses belajar merupakan siklus dari empat kegiatan, yaitu
1. anak mengalami pengalaman konkret,
2. anak melakukan observasi dan refleksi terhadap pengalaman,
3. anak membentuk konsep abstrak dan generalisasi,
4. anak melakukan eksperimentasi atau pengujian konsep dalam situasi
baru.

Gambaran siklus proses pembelajaran tampak seperti di bawah ini.

Pengalaman
Konkret

Pengujian
terhadap
Penerapan Observasi
Konsep dan
dalam Refleksi
Situasi
Baru

Pembentukan
Konsep Abstrak
\ dan Generalisasi

Sumber: Kolb. 1984, hal. 21


Gambar 6.1
Belajar melalui Pengalaman menurut Lewin

Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa pengalaman


konkret merupakan dasar bagi observasi dan refleksi. Berdasarkan hasil
observasi danrefleksi berasimilasi dengan teori sehingga dapat
diterapkan dalam situasi baru. Untuk menerapkan teori tersebut
perhatikan contoh berikut Ajaklah anak untuk menanam biji kacang
dalam tiga kaleng. Kemudian anak diminta untuk menyiram sendiri
biji kacang dari ketiga kaleng tersebut dengan intensitas penyiraman

14
yang berbeda. Kaleng yang pertama disiram setiap hari, kaleng yang
kedua disiram dua hari sekali, dan kaleng yang ketiga tidak disiram
sama sekali. Lakukan kegiatan tersebut dalam dua minggu,
sehingga anak akan melihat perkembangan dari ketiga kaleng
tersebut. Biji kacang pada kaleng pertama menunjukkan perkembangan
yang baik, biji kacang terlihat paling subur diantara ketiganya, pada
kaleng yang kedua biji kacang tumbuh tetapi tidak begitu baik,
sedangkan biji kacang yang ketiga mati. Kegiatan tersebut dapat
dijadikan pengalaman konkret bagi anak.
Dari pengalaman konkret tersebut anak diajak mengingat apa yang
terjadi pada biji kacang apabila disiram dengan intensitas yang berbeda,
selain itu anak juga dapat memahami mengapa biji kacang yang disiram
setiap hari tumbuh subur, yang disiram dua kali sehari kurang subur dan
mati apabila tidak disiram. Melalui kegiatan tersebut anak sudah
melakukan observasi dan refleksi. Dari hasil observasi dan refleksi ini
anak akan membentuk konsep abstrak “agar biji kacang tumbuh subur
perlu disiram setiap hari”.
Setelah memiliki konsep abstrak, anak akan bereksperimen
dengan menanam biji salak atau biji lainnya sehingga siklus
belajar akan terulang kembali mulai dari pengalaman konkret. Seperti
yang sudah dibahas sebelumnya bahwa anak akan memperoleh
atau bertambah pengetahuannya apabila anak tersebut aktif dalam
penemuan melalui pengalamannya. Sebelum memulai pelajaran
diharapkan seorang guru memberikan orientasi kepada anak tentang
konsep yang akan dipelajari. Pada kegiatan tersebut dapat dilakukan
dengan mengemukakan cerita yang menimbulkan pertanyaan,
melontarkan ide-ide yang bertentangan dengan kehidupan sehari-
hari, atau menyesuaikan topik yang dibahas menurut minat siswa.
Ketika mengajar IPA tentang gerak pada tumbuhan, ajukanlah
pertanyaan mengapa tumbuhan putri malu menutup ketika
disentuh? Mengapa bunga matahari selalu berubah arah apabila
menjelang sore hari? Untuk pelajaran IPS mengenai urbanisasi, guru
dapat mengajukan pertanyaan mengapa jumlah penduduk pulau Jawa
banyak sedangkan jumlah penduduk diluar pulau Jawa sedikit?
Mengapa banyak orang yang pindah ke pulau Jawa padahal penduduk
di pulau Jawa sudah padat dan membutuhkan perjuangan hidup yang
keras? Dengan pertanyaan seperti itu, anak akan termotivasi untuk
mempelajari materi tersebut lebih lanjut.
Kegiatan berikutnya adalah meminta anak mengungkapkan
pengalamannya yang berkaitan dengan konsep yang telah dipelajari.
Mungkin saja anak tanpa sengaja pernah menyentuh daun putri malu
dan melihat daun tersebut menutup ketika disentuh. Atau
memperhatikan arah bunga matahari yang selalu mengikuti
cahaya matahari. Berdasarkan pengalaman anak tersebut, guru
meminta anak untuk melakukan pengamatan terhadap gerak tumbuhan
tersebut serta faktor-faktor yang menyebabkan gerak pada
tumbuhan. Setelah melaksanakan pengamatan, anak diminta untuk
menyampaikan hasilnya kepada anak lain dikelas. Pengungkapan hasil

15
pengamatan tersebut dilakukan sesuai dengan minat anak. Jika
anak lebih senang menulis tuangkanlah hasilpengamatannya
dalam bentuk tulisan, tetapi jika anak lebih suka berbicara
tuangkanlah hasil pengamatannya melalui diskusi. Untuk menguji
kebenaran konsep yang telah dibentuk anak, guru dapat mengajukan
pertanyaan atau contoh lain. Dengan demikian anak akan
semakin mantap dengan pengetahuannya apabila pengetahuan
yang telah dimilikinya sesuai dengan pengamatan dan pembahasan
di kelas. Atau anak harus mengubah pengetahuannya karena
pengetahuan yang dimilikinya tidak sesuai dengan hasil pengamatan
dan pembahasan di kelas.
Demikianlah beberapa contoh pembelajaran yang menerapkan
konsep belajar melalui pengalaman. Carilah contoh lain yang
berhubungan dengankonsep belajar melalui pengalaman sehingga
konsep tersebut benar-benar dikuasai dan dapat diterapkan dalam
pembelajaran di kelas.

2. Pendekatan Pembelajaran Kecerdasan Jamak ( Multiple


Intelligence)
2.1 Konsep dasar multiple intelligence
Ungkapan Howard Gadner dalam bukunya Frames of Mind yang
berbunyi our culture defined intelligence too narrowly merupakan
dasar pemikiran munculnya pendekatan Multiple Intelligences. Ia
memandang bahwa ruang lingkup potensi manusia melebihi skor
IQ dan tidak terbatas hanya pada kemampuan memecahkan masalah
dan menghasilkan produk. Dalam perspektif pragmatis, konsep
kecerdasan mulai kehilangan unsur mistisnya dan menjadi lebih
fungsional. Gardner (Armstrong, 1994) telah melakukan pemetaan
kemampuan manusia ke dalam tujuh kategori kecerdasan
yang lebih komprehensif, yaitu berikut ini.
Pertama, kecerdasan bahasa adalah kapasitas menggunakan
kata-kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan. Kecerdasan
bahasa, meliputi kemampuan memanipulasi struktur bahasa atau bunyi
bahasa, makna bahasa dan penggunaan bahasa. Termasuk juga ke
dalam kecerdasan bahasa adalah retorika, mnemonic, dan meta bahasa.
Kedua, kecerdasan matematika-logika adalah kapasitas
menggunakan angka secara efektif. Hal yang termasuk ke dalam
kemampuan ini adalah kepekaan terhadap logika, kausalitas, fungsi,
dan abstraksi. Proses yang menggunakan logika adalah kategorisasi,
klasifikasi, inferensi, generalisasi, kalkulasi, dan pengujian hipotesis.
Ketiga,kecerdasan pemahaman ruang; adalah kemampuan
mengamati ruang dan visual secara akurat serta melakukan transformasi
terhadap persepsi. Kecerdasan ini melibatkan kepekaan terhadap warna,
garis, bentuk, ruang, dan hubungan antar elemen. Komponen lainnya,
meliputi kemampuan melakukan visualisasi dan merepresentasikan
visual atau ruang secara grafis.
Keempa, kecerdasan kinestetik adalah kemampuan menggunakan
anggota tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan dan

16
menggunakan tangan untuk mentransformasikan sesuatu. Kecerdasan
ini meliputi kemampuan fisik yang disertai oleh koordinasi,
keseimbangan, kekuatan, fleksibilitas, dan kecepatan.
Kelima, kecerdasan musikaladalah kapasitas untuk
merasakan, membedakan, mentransformasikan, dan mengekspresikan
satu bentuk musik yang meliputi kepekaan terhadap ritme, melodi, dan
suara musik.
Keenam, kecerdasan interpersonal adalah kemampuan
membedakan suasana hati, motivasi, dan perasaan orang lain. Termasuk
ke dalam kecerdasan ini adalah kepekaan terhadap ekspresi wajah,
suara, bahasa tubuh, kemampuan membedakan isyarat interpersonal,
dan kemampuan merespons secara efektif isyarat pragmatik.
Ketujuh, kecerdasan intrapersonal adalah pengetahuan tentang
diri dan bertindak secara adaptif atas dasar pengetahuan.
Kecerdasan ini termasuk memiliki gambaran diri yang akurat tentang
suasana hati, intensitas, keinginan, temperamen, kapasitas disiplin,
pemahaman diri, dan harga diri.
Banyak orang menilai bahwa kualitas musikal, pemahaman
ruang, dan kinestetik sebagai bakat, namun Gardner secara teoretik
menyebutnya sebagaikecerdasan, alasannya adalah agar lebih
provokatif. Menurut Armstrong (1994) klaim Gardner ini didukung
oleh 8 faktor berikut.
Pertama, isolasi potensi karena kerusakan otak; kenyataan
menunjukkan bahwa individu yang mengalami kerusakan pada
bagian otak tertentu inteligensinya akan terganggu. Misalnya, yang
mengalami gangguan kecerdasan bahasa, namun masih tetap
dapat bernyanyi, berhitung, menari, mengekspresikan perasaan,
dan berhubungan dengan orang lain.
Kedua, adanya individu yang luar biasa, misalnya individu yang
memiliki kemampuan luar biasa di bidang matematika, namun kurang
mampu menjalin relasi dengan rekan sebaya, fungsi bahasa yang rendah
dan pemahaman yang rendah terhadap diri.
Ketiga, perbedaan jalur perkembangan; inteligensi akan diwarnai
oleh partisipasi individu dalam aktivitas budaya dan perkembangan.
Masing-masing kecerdasan memiliki jalur perkembangan sendiri
dan konfigurasi akan tergantung pada kecerdasan mana yang
dikembangkan terlebih dahulu.
Keempat, adanya evolusi sejarah, masing-masing kecerdasan
melekat pada proses evolusi manusia dan kadang kala di satu masa
inteligensi tertentu lebih penting dari kecerdasan yang lainnya.
Kelima, dukungan dari temuan psikometrik, pengukuran
kemampuan manusia melalui satu tes yang standar menunjukkan
keterkaitan erat dengan masing-masing kecerdasan.
Keenam, dukungan dari psikologi eksperimental, menurut Gardner
melalui studi psikologi ditemukan bahwa kecerdasan beroperasi secara
berbeda dengan aspek lainnya. Individu dapat mendemonstrasikan
inteligensinya yang berbeda satu sama lainnya.

17
Ketujuh, adanya "core operation"; masing-masing kecerdasan
memiliki "score operation” yang akan mendorong aktivitas kecerdasan .
Misalnya, untuk kecerdasan musikal, core operation-nya adalah
kemampuan membedakan struktur irama atau untuk kecerdasan
kinestetik core operation-nya adalah kemampuan meniru gerakan
fisik.
Kedelapan, adanya proses pengkodean sistem simbol; satu indikator
terbaik dari perilaku intelligent adalah kapasitas manusia
menggunakan simbol. Masing-masing kecerdasan memiliki sistem
simbol dan notasi yang unik.

Hal yang penting tentang pendekatan multiple intelligence adalah


1. setiap individu memiliki ketujuh kecerdasan yang bersifat
unit,
2. individu mengembangkan masing-masin inteligensinyasesuai
dengan tingkat perkembangan,
3. masing-masing kecerdasan saling memiliki keterkaitan menjadi
sistem yang kompleks,
4. terdapat beragam cara untuk menjadi intelligent dalam setiap
kategori kecerdasan

2.2 Pendekatan Multiple Intellgence dan Pembelajaran


Anak harus belajar tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga
melalui pengalaman, tidak melalui buku-buku tetapi melalui
buku kehidupan. Pendekatan kecerdasan jamak memiliki orientasi
yang sama dengan experiential learning hanya dengan perspektif yang
berbeda.
Pendekatan multiple intelligence (kecerdasan jamak) pada
dasarnya menekankan hal terbaik yang dapat dilakukan guru di kelas
selain menggunakan buku teks dan papan tulis guna
membangkitkan pikiran anak. Selainitu, pendekatan ini
memberikan pedoman kepada guru dalam memilih metode
mengajar yang terbaik disertai prosedur pengembangannya yang
melibatkan unsur metode, materi, dan teknik mengajar.
Guru yang menerapkan pendekatan multiple intelligence di kelas
yang secara kontinu dapat berpindah dari satu metode ke metode
yang lain,Contohnya adalah melukis gambar di papan tulis atau
memutar video untuk mengilustrasikan gagasan, guru berinteraksi
dengan anak secara berbeda, mendorong anak melakukan refleksi,
dan mengaitkan materi dengan pengalaman dan perasaan anak.
Kegiatan yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam
menerapkan pendekatan multiple intelligence jangan dipandang secara
kaku. Pendekatan ini dapat diimplementasikan pada konteks
pembelajaran dalam arti luas mulai dari pembelajaran yang beradegan
tradisional sampai pada lingkungan belajar terbuka yang ditandai
oleh adanya kebebasan anak untuk mengatur sendiri proses
belajarnya. Pembelajaran tradisional dapat dirancang untuk
menstimulasi ketujuh kecerdasan dengan menggunakan prinsip

18
multiple intelligence, misalnya menekankan pada irama (musikal),
melukis gambar (pemahaman ruang), membuat bahasa tubuh
(kinestetik), memberikan peluang kepada anak untuk melakukan
refleksi (intrapersonal), dan meminta anak bertanya
(interpersonal).
Pendekatan terbaik untuk mengembangkan pembelajaran
berdasarkan pendekatan multiple intelligenceadalah "bagaimana
menerjemahkan materi pelajaran dari satu kecerdasan ke
kecerdasan yang lain." Misalnya mentransformasikan simbol bahasa
ke gambar, ekspresi fisik atau musik, simbol logika, interaksi sosial dan
relasi intrapersonal. Ada 7 cara yang harus ditempuh dalam
mengembangkan kurikulum yang berbasis pendekatan multiple
intelligence, yaitu berikut ini.
Pertama, fokuskan topik atau tujuan khusus; tetapkan apakah
tujuan berskala besar (untuk jangka panjang) atau bertujuan khusus
(mendorong rencana pendidikan anak secara individual). Tujuan
harus dinyatakan secara jelas dan singkat.
Kedua, munculkan pertanyaan multiple intelligence, misalnya
"bagaimana menggunakan bahasa lisan", "bagaimana cara
menggunakan alat visual, warna, metafora", "bagaimana saya terlibat
secara fisik dan berbagai pengalaman", "bagaimana saya melibatkan
anak dengan rekan sebaya".
Ketiga, pertimbangkan segala kemungkinan, pikirkanlah metode
dan materiyang tepat bahkan juga yang tidak tepat. Keempat, curah
pendapat; kemukakan segala gagasan yang ada dalam pikiran dan
usahakan satu ide untuk satu inteligensi kemudian konsultasikan
dengan kolega untuk membantu menstimulasi pikiran.
Kelima, pilihlah aktivitas yang cocok, setelah semua gagasan
lengkap maka tentukan langkah-langkah operasional pembelajaran.
Keenam, kembangkan urutan tindakan, dengan menggunakan
pendekatan yang telah dipilih rancanglah rencana pelajaran dan
tetapkan alokasi waktu untuk setiap hari pelajaran.
Ketujuh, implementasikan rencana, kumpulkan materi yang
dibutuhkan, pilihlah waktu yang tepat, kemudian laksanakan rencana
belajar. Modifikasi dapat dilakukan selama proses implementasi
strategi.
Meskipu pembelajaran yang berorientasi keterampilan
akademik memberikan kepada anak kompetensi yang bermanfaat
bagi pendidikan selanjutnya, namun para pendidik harus beralih pada
model pembelajaran yang merupakan tiruan atau cermin dari kehidupan
sebenarnya, model tersebut adalah model tematik. Model ini dapat
menembus kebuntuan kurikulum tradisional melalui perangkaian
pelajaran dan keterampilan secara bersamaan dan memberikan
peluang kepada anak untuk menggunakan berbagai kecerdasannya.
Model tematik yang dikembangkan oleh Armstrong (1994)
berpatokan pada perspektif waktu, misalnya semesteran. Tanpa
mengabaikan waktu, pendekatan multiple intelligence dapat menjadi
pedoman dalam menstrukturkan kurikulum tematik dan

19
pengembangan aktivitas yang dapat menstimulasi ke tujuh
inteligensi. Esensinya adalah pembelajaran harus didasari oleh
keinginan untukmengembangkan kemampuan di balik inteligensi
sehingga setiap anakmemiliki peluang berhasil di sekolah.

2.3 Strategi Pebelajaran


Pendekatan kecerdasan jamak memberikan peluang kepada guru
untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang lebih inovatif dalam
pendidikan. Tidak ada strategi pembelajaran yang baik untuk semua
anak dan semua waktu. Anda dituntut untuk menggunakan strategi
pembelajaran yang sesuai dengan kondisi objektif anak. Berikut ini
dikemukakan beberapa strategi pembelajaran berdasarkan kecerdasan
jamak yang dapat Anda adaptasi.
Pertama, strategi pembelajaran untuk kecerdasan bahasa. Ada 5
strategi pembelajaran untuk kecerdasan bahasa, yaitu
1. bercerita secara tradisional bercerita dipandang sebagai hiburan,
namun dapat dijadikan alat untuk pembelajaran matematika dan sains
atau IPA. Persiapan yang dilakukan adalahmenentukan elemen yang
dimasukkan dalam cerita dan menggunakan imajinasi untuk
membentuk karakter, konteks, dan alur cerita agar pesan dapat sampai;
2. curah pendapat; secara teknis adalah semua anak diminta
untuk mengemukakan ide yang ada dalam pikirannya tanpa ada
kritik, kemudian dicatat di papan tulis dan dikelompokkan,
seterusnya anak diminta untuk merenungkan ide masing-masing;
3. mendengarkan kembali rekaman perkataan sendiri; bermanfaat
untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak,membantu
menggunakan keterampilan verbal, dan mengembangkan
ide,memecahkan masalah dan mengekspresikan perasaan;
4. menulis jurnal; anak diminta untuk menulis jurnal pribadi tentang
pengalaman, perasaan, literatur yang dilengkapi dengan foto, dialog,
sketsa, dan data nonverbal;
5. publikasi; anak menulis pikiran dan pengalamannya di majalah,
surat-kabar, buletin dan sebagainya.
Kedua,strategi pembelajaran untuk kecerdasan Matematika dan
Logika. Ada lima strategi pokok pembelajaran untuk kecerdasan logika
dan matematika, yaitu
1. kalkulasi dan kuantifikasi; dapat dilakukan tidak terbatas pada
pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan, namun juga pada
ilmu sosial. Tujuannya adalah meningkatkan logika anak dan
membuktikan bahwa matematika tidak hanya di kelas, tetapi dalam
kehidupan;
2. klasifikasi dan kategorisasi; tujuannya adalah suatu informasi
yang berbeda dapat diorganisasikan ke dalam ide pokok atau
tema sehingga lebih mudah untuk diingat, didiskusikan dan
dipikirkan;
3. pertanyaan sokratik; guru berperan sebagai pemberi pertanyaan
dan berdialog dengan anak untuk menguji kejelasan, akurasi,

20
koherensi dan relevansi jawaban anak. Tujuannya adalah untuk
mempertajam keterampilan berpikir;
4.heuristiK; bertujuan untuk membantu anak membentuk peta logika
melalui proses analogi sehingga dapat membantu mengenal masalah
akademik yang baru atau asing;
5. berpikir sains tujuannya membantu anak untuk dapat berpikir ilmiah
dan sistematis. Caranya dengan melibatkan anak dalam satu
penelitian terhadap gagasan yang memungkinkan untuk diteliti.
Ketiga, strategi pembelajaran untuk Kecerdasan Pemahaman
Ruang Kecerdasan pemahaman ruang merupakan respon terhadap
gambar. Ada 5 strategi pokok untuk pembelajaran kecerdasan
pemahaman ruang yaitu;
1.visualisasi;merupakan cara termudah untuk membantu anak
menerjemahkan buku dan materi pelajaran ke dalam gambar dan citra.
Aplikasi strategi ini adalah meminta anak untuk membentuk "inner
blackboard" dalam pikirannya;
2. isyarat warna; menggunakan beragam warna sebagai color
codeuntuk menentukan materi yang menjadi prioritas, klasifikasi,
dan petunjuk jawaban;
3. gambar metafora; digunakan untuk mengekspresikan ide melalui
citra visual. Tujuannya melihat hubungan antara materi yang telah
dipelajari dengan yang sedang dipelajari, kunci untuk konsep yang
harus dikuasai anak;
4. sketsa ide; digunakan untuk membantu anak mengungkapkan
pemahaman terhadap pelajaran. Caranya adalah meminta anak untuk
menggambarkan pokokpikiran, ide utama, tema sentral dan konsep inti
yang dipikirkan;
5. simbol grafis; teknisnya adalah guru menuliskan kata dan melukis
gambar di papan tulis.
Keempat, strategi pembelajaran untuk Kecerdasan Kinestetik.
Strategi berikut bertujuan untuk mengintegrasikan aktivitas kinestetik
kedalam pelajaran matematika, membaca, dan sains. Ada lima strategi
pokok yang dapat digunakan yaitu;
1. jawaban tubuh; caranya guru meminta anak untuk merespon instruksi
guru melalui gerakan anggota tubuh sebagai media ekspresi;
2.Teater kelas; guru meminta anak untuk mendramatisasikan atau
bermain peran terhadap teks, masalah atau materi pelajaran;
3. konsep kinestetik; caranya adalah mentransformasikan informasi
dari simbol logika atau bahasa menjadi ekspresi kinestetik, misalnya
melalui pantomim;
4. pengalaman sendiri; caranya adalah melibatkan anak dalam
eksperimen di laboratorium atau memanipulasi satu objek;
5. peta badan; caranya guru menggunakan anggota badan sebagai alat
mentransformasikan domain pengetahuan, misalnya penggunaan jari
untuk menghitung.
Kelima, strategi pembelajaran untuk Kecerdasan Musikal.
Meskipun agak terlambat menyadari pentingnya musik dalam belajar,

21
namun strategi berikut ini akan membantu mengintegrasikan musik ke
dalam kurikulum. Strategi tersebut adalah;
1.irama, lagu, nyanyian, ketukan; cara yang paling sederhana adalah
mengeja kata-kata dengan irama;
2. diskografis; guru mengaitkan materi dengan lagu tertentu dan
setelah itu anak diminta untuk mendiskusikan lagu tersebut;
3. musik supermemori; adalah pembelajaran materi yang
dilatarbelakangi oleh alunan musik dan dapat lebih lama diingat;
4. konsep musik; nada musik dapat digunakan sebagai alat untuk
mengekspresikan konsep, bagian dan skema dalam mata pelajaran,
misalnya penggunaan nada untuk menggambar bangunan;
5. musik suasana hati; adalah menggunakan lagu atau suasana emosi
untuk pelajaran tertentu, misalnya musik klasik dan kontemporer.
Keenam, strategi pembelajaran untuk Kecerdasan Interpersonal.
Berikut ini akan dikemukakan strategi yang dapat membantu anak
memiliki rasa memiliki dan berhubungan dengan orang lain, yaitu;
1. berbagi dengan rekan sebaya; misalnya melalui ungkapan
"pandanglah teman Anda dan kemukakan ..." atau "kemukakan
pertanyaan Anda terhadap materi yang dikemukakan";
2. patung; caranya adalah merefleksikan ide, konsep atau tujuan
belajar ke dalam bentuk patung orang;
3. kelompok kooperatif adalah menggunakan kelompok kecil untuk
membahas materi pelajaran dan akan merepresentasikan semua
spektrum kecerdasan;
4. permainan; dilakukan dalam konteks informal, misalnya melalui
canda diskusi, melemparkan dadu, dan tertawa.
Ketujuh, strategi pembelajaran untuk Kecerdasan Intrapersonal.
Pada kesempatan tertentu guru harus memberikan kesempatan kepada
anak untuk merasa sebagai pribadi yang unik dan otonom. Strategi yang
dapat digunakan adalah;
1. refleksi satu menit; caranya adalah memberikan kesempatan selama
satu menit kepada anak untuk melakukan introspeksi atau berpikir
mendalam di sela-sela pelajaran atau diskusi;
2. koneksi personaladalah upaya guru untuk membantu anak
mengaitkan apa yang sedang dipelajari dengan kehidupannya
sebenarnya;
3. simulasi, caranya adalah guru membentuk lingkungan as-if atau
mengajak ke lokasi kejadian yang sebenarnya;
4. waktu memilih; artinya guru memberikan kesempatan kepada anak
untuk memilih pengalaman belajar yang diinginkannya;
5. moment perasaan dan nada;guru berusaha menciptakan beragam
ekspresi emosi dalam belajar.

2.4 Multiple Intelligence Dan Manajemen Kelas


Kelas merupakan miniatur lingkungan sosial yang dipenuhi
oleh anak dengan kebutuhan dan minat yang berbeda-beda.
Konsekuensinya adalahaturan, regulasi, dan prosedur merupakan
infrastruktur penting dalam kelas. Pendekatan multiple

22
intelligencememberikan perspektif baru kepada guru dalam
manajemen kelas. Berikut ini dikemukakan aplikasi operasional
pendekatan multiple intelligence.
untuk menarik perhatian anak,mengomunikasikan aturan,
membentuk kelompok, dan manajemen perilaku individu. Untuk
menarik perhatian anak gunakan: a. strategi bahasa; yaitu menulis kata
diam di papan tulis;
b. strategi musikal; yaitu bertepuk tangan dengan irama dan kemudian
diikuti anak;
c. strategi kinestetik; yaitu meletakkan jari di bibir;
d. strategi pemahaman ruang; yaitu menyajikan gambar kelas yang
penuh perhatian;
e. strategi matematika; yaitu menggunakan stopwatch untuk
menghitung waktu yang di gunakan anak untuk memusatkan
perhatian;
f. strategi interpersonal; yaitu membisikkan ke telinga anak "saatnya
mulai",kemudian pesan berantai kepada anak lain; serta
g. strategi intrapersonal; yaitu mulai mengajar dan biarkan anak
menyesuaikan sendiri perilakunya.
Untuk mengomunikasikan aturan Anda dapat
menggunakan:
a. komunikasi bahasa; aturan yang telah ditulis ditempel di
kelas;
b. komunikasi matematika-logika: aturan diberi nomor dan ditulis
"Anda melanggar aturan nomor....";
c. komunikasi pemahaman ruang; aturan tentang apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan ditulis dengan simbol grafis;
d. komunikasi kinestetik; setiap aturan memiliki bahasa tubuh khusus
dan anak mengikuti setiap bahasa tubuh berbeda;
e. komunikasi musikal; aturan dirancang menjadi satu lagu atau
setiap aturan terkait dengan lagu tertentu;
f. komunikasi interpersonal; setiap kelompok ditentukan orang
yang bertanggung jawab dalam menafsirkan, mengetahui dan
memperkuat aturan;
g. komunikasi intrapersonal; anak diberi kebebasan untuk menciptakan
aturan pada saat awal sekolah dan cara mengomunikasikannya.
Untuk membentuk kelompok, Anda dapat menggunakan:
a. strategi bahasa; pikirkan huruf vokal pada awal nama masing-
masing, kemudian keliling ruang dan temukan tiga sampai empat orang
yang sama vokalnya; (
b. strategi matematika-logika; "saat diberi tanda, saya ingin kalian
mengangkat antara 1dan 5 jari dengan tiga atau empat orang yang
mengangkat jari yang merupakan kombinasi total lima belas;
c. strategi pemahaman ruang; cari 3 atau 4 orang yang memiliki warna
pakaian sama dengan Anda;
d. strategi kinestetik; mulai melompat dengan satu kaki ..sekarang cari
3 atau 4 orang yang melompat dengan kaki yang sama;

23
e. strategi musikal; lagu apa yang kamu ingat? catat di papan tulis,
bisikkan, dan kemudian menyanyikan lagu tersebut dan sebutkan
penyanyi atau artis yang menyanyikan lagu tersebut.
Untuk manajemen perilaku individual, Anda dapat
menggunakan:
a. metode disiplin dengan bahasa; berbicara dengan anak, memberikan
bukuyang memuat masalah, membantu anak menggunakan "self
talk" untuk mengendalikan diri, bercerita tentang hal yang
berkaitan dengan disiplin;
b. metode matematika-logika; menggunakan pendekatan logika
konsekuensi, menunjukkan jumlah dan bagan pelanggaran perilaku
dan perilaku positif;
c. metode pemahaman ruang; memberikan anak gambar atau
visualisasi perilaku yang tepat, menggunakan metafora,
menunjukkan slide atau film tentang model perilaku yang baik;
d. metode kinestetik; bermain peran tentang perilaku yang tepat dan
tidak tepat, mengajarkan anak menggunakan isyarat tubuh mengatasi
situasi stres;
e. metode musik; mencari musik yang sesuai dengan masalah
yang dihadapi anak, memberikan musik yang dapat
merefleksikan perilaku yang tepat, mengajar anak memainkan lagu
favorit dalam pikiran ketika mereka kehilangan kendali;
f. metode interpersonal; konseling rekan sebaya, menyesuaikan anak
dengan model peran, memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengasuh anak kecil, memberikan kesempatan anak untuk
memamerkan energinya;
g. metode intrapersonal; konseling individual, kontrak perilaku,
memberikan kesempatan kepada anak untuk melakukan kegiatan
yang paling menarik minat, memberikan aktivitas untuk meningkatkan
harga diri.

24
BAB III
KESIMPULAN

Dari data yang telah dipaparkan diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa Pendekatan Pembelajaran Holistic dan Konstrutivisme mempunyai peran
penting bagi pembelajaran seorang guru.karena di masa depan guru tidak lagi
merupakan sumber informasi atau penyampai pengetahuan kepada anak
melainkan lebih merupakan sebagai fasilitator yang mempermudah anak untuk
belajar. Cara-cara mengajar konvensional,sudah selayaknya diperbaharui dan
dikembangkan.Maka, disinilah pentingnya pemahaman bagi guru terhadap
berbagai pendekatan dalam pembelajaran.

Selain memiliki Fungsi yang sangat penting bagi pembelajaran seorang


guru,Pendekatan Pembelajaran holistic dan Konstrutivisme juga mempunyai
peran penting bagi kecerdasan anak. Karena menurut Keeton and tate ( Siti
Julaiha, 2007) Pendekatan Experiental Learning mengacu pada proses
pembelajaran dimana anak secara langsung berinteraksi dengan realitas yang
dipelajarinya. Dengan demikian, jika anak diharapkan dapat mencapai perubahan
prilaku yang diinginkan, maka anak itu harus difasilitasi untuk melakukan atau
mengalami secara langsung bagaimana realitas atau obyek yang dipelajarinya.

25
Pertanyaan :
1. Jelaskan fungsi pendekatan pembelajaran bagi seorang guru menurut
pendapat Sarwono, S.W(1987)
jawab : Ada 3 fungsi menurutSarwono, S.W(1987)

1. Fungsi deskripsi berarti suatu teori itu harus menggambarkan sesuatu yang
terjadi dalam lingkungan apa adanya tanpa dibuat-buat, jadi harus obyektif.
Fungsi eksplanasi artinya suatu teori itu harus memberikan penjelasan istematis,
dan mudah dipahami.

2. Fungsi prediksi adalah bahwa suatu teori Itu harus dapat memprediksi,
memperkirakan atau meramalkan terjadinya sesuatu atas dasar peristiwa
sebelumnya.

3. fungsi pengujian adalah bahwa suatu teori itu harus menguji fenomena
terkini dan mengembangkan teori yang baru.

2. Sebutkan fungsi pendekatanyang dikemukakan oleh Muhamad Surya


(2004)!
Jawab:
1. memberikan garis-garis rujukan untuk perancangan pembelajaran,
2. menilai hasil-hasil pembelajaran yang telah dicapai,
3. mendiagnosis masalah-masalah belajar yang timbul,
4. menilai hasil penelitian dan pengembangan yang telah dilaksanakan

3. Von Glaserfeld membedakan tiga level pengetahuan dan kenyataan, yakni


konstruktivisme radikal, realisme hipotetik, dan konstruktivisme yang
biasa,jelaskan pernyataan tersebut !
Jawab:

Konstruktivisme radikal mengabaikan hubungan antara pengetahuan


dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Bagi kaum radikal pengetahuan adalah
suatu pengaturan atau organisasi dari suatu objek yang dibentuk oleh seseorang.
Menurut aliran ini kita banyak tahu apa yang dikonstruksi oleh pikiran kita.
Pengetahuan bukanlah representasi kenyataan. Realisme hipotetik memandang
pengetahuan sebagai suatu hipotesis dari suatu struktur kenyataan dan sedang
berkembang menuju pengetahuan yang sejati yang dekat dengan
realitas.Sedangkan konstruktivisme yang biasa masih melihat pengetahuan
sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu objek.

4. Sebutkan Hal yang paling penting tentang pendekatan multiple


intelligence
jawab:

26
1. setiap individu memiliki ketujuh kecerdasan yang bersifat unit,
2. individu mengembangkan masing-masin inteligensinyasesuai dengan
tingkat perkembangan,
3. masing-masing kecerdasan saling memiliki keterkaitan menjadi sistem
yang kompleks,
4. terdapat beragam cara untuk menjadi intelligent dalam setiap kategori
kecerdasan

5. Ada 5 strategi pembelajaran untuk kecerdasan bahasa, Sebutkan dan


jelaskan.
jawab.
1. bercerita secara tradisional bercerita dipandang sebagai hiburan, namun
dapat dijadikan alat untuk pembelajaran matematika dan sains atau IPA.
Persiapan yang dilakukan adalahmenentukan elemen yang dimasukkan dalam
cerita dan menggunakan imajinasi untuk membentuk karakter, konteks, dan alur
cerita agar pesan dapat sampai;
2. curah pendapat; secara teknis adalah semua anak diminta untuk
mengemukakan ide yang ada dalam pikirannya tanpa ada kritik, kemudian
dicatat di papan tulis dan dikelompokkan, seterusnya anak diminta untuk
merenungkan ide masing-masing;
3. mendengarkan kembali rekaman perkataan sendiri; bermanfaat untuk
mengembangkan kemampuan bahasa anak,membantu menggunakan
keterampilan verbal, dan mengembangkan ide,memecahkan masalah dan
mengekspresikan perasaan;
4. menulis jurnal; anak diminta untuk menulis jurnal pribadi tentang pengalaman,
perasaan, literatur yang dilengkapi dengan foto, dialog, sketsa, dan data
nonverbal;
5. publikasi; anak menulis pikiran dan pengalamannya di majalah, surat-kabar,
buletin dan sebagainya.

27
1.
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong, T (1994).Multiple Intelegence In the Class Room.Alexanderia:


Association for Superfision and Curiculum Development.

Dahar, Ratna Wilis. (1996), Teori-teori belajar. Jakarta : Erlangga.

Dantes N.(1996). Landasan-landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta:


Depdikbud (tidak diterbitkan)

Depdikbud. (1998). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik, Jakarta :


Depdikbud.

Dimyati dan Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Rineka Cipta.

Hendrojuono W. (1999) Pengaruh Experiental Learning terhadap Peningkatan


Ketahanan Ego dan Kontrol Ego. Disertasi.Bandung: Program Pascasarjana
UNPAD.

Julaiha, Siti. (2007). Belajar melalui Pengalaman. Jakarta: Depdiknas Universitas


Terbuka.

Kolb, D. (1984). Experiental Learning: Experience as the Source of Learning and


Development. Englowed Cliffs: pretice Hall.

Semiawan, Conny R. (Ed). (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik.


Jakarta: Depdikbud (tidak diterbitkan)

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :


Kanisius.

Pandangan konstruktivisme. Jurnal Pendidikan. N0. 2/1999. Bandung: FIP IKIP


Bandung.

Woolfolk, A. (1993), Educational Psycologi.Fifth Edition. Boston Allyn and


Bacon.

28
29

Anda mungkin juga menyukai