Anda di halaman 1dari 10

Journal Reading

Epistaxis and Its Associated Factors Factors Among Precollege


Students in Southern Ethiopia
Dokter Pembimbing :
dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL
dr. Tita Puspitasari, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Dimas Bagus Bramasta Duarsa
Here is where your presentation begins
2017730037
dkwsnd
Introduction
• Epistaksis merupakan perdarahan dari hidung karena rupture pembuluh darah kecil yang melebar pada membrane mukosa pada daerah
hidung yang sebabnya dikategorikan menjadi idiopatik dan gejala dari penyakit yang mendasari. Epistaksis anterior → 90-95% kasus, di
mana daerah tersering adalah anteroinferior dari septum nasi pada plexus pembuluh darah kavitas nasal anterior. Pada epistkasis posterior
sulit ditemui dan jarang →5-10%

• Selain sebab idiopatik, sebab lain seperti trauma, kelainan hematologic, deformitas anatomic, reaksi inflamasi, kegagalan organ, tumor
intranasal, penyakit kardiovaskular, diskriasis, kelembapan rendah, beringus terlalu keras, dan mengupil merupakan faktor yang
diasosiasikan dengan epistaksis. Pada usia dewasa, penggunaan NSAID, antikoagulan (heparin dan warfarin) juga memungkinkan.

• Kelainan hematologic yang diwariskan yang diasosiasikan dengan epistakasis adalah hemophilia A, hemophilia B, dan penyakit von
Willebrand di mana pada penyakit ini epistaksis merupakan 60% gejala klinis yang muncul di mana terjadi defek platelet atau kelainan
vaskular. Epistaksis pula merupakan gejala koagulopati. Kejadiannya juga meningkat pada orang dengan golongan darah O di mana ekspresi
faktor von Willebrand lebih rendah dan bleeding time lebih lama.

• Belum ada data mengenai prevalensi dan faktor yang terkait terjadinya epistaksis, untuk itu penelitian ini bermaksud meneliti mengenai
prevalensi dan faktor yang terkait terjadinya epistaksis.
• Study Design and Settings
METHODS
• Penelitian merupakan cross-sectional dilakukan di kota Wolaita Sodo, Ethiopia. Ketinggian terendah kota adalah 1600 m dan
tertingginya adalah 2222 m di atas permukaan laut. Rata-rata suhu tahunannya adalah 20 oC. Di kota ini terdapat empat SMA (pre-
college/preparatory high schools). Jumlah siswa ± 3718
• Study Population
• Populasi penelitian merupakan siswa SMA kota Wolaita Sodo. Siswa yang terpilih merupakan siswa yang memenuhi kriteria inklusi
dan berkenan berpartisipasi. Siswa dalam pengobatan anti-trombotik atau yang sedang sakit diekslusikan dari penelitian.
• Sample Size Determination
• Ukuran sampel dikalkulasikan berdasarkan formulasi proporsi populasi tunggal. P value = 0,5, degree of freedom = 0,05, sampel
keseluruhan 422.
• Sampling Method
• Subjek studi dipilih dengan systematic random sampling method.
• Data Collection Tool and Procedure
• Data diperoleh dengan pre-test dan wawancara dengan kuesioner semi-structured
• Specimen Collection
• Darah kapiler diperoleh dari ujung jari yang semulanya dibersihkan dengan isopropyl alcohol 70%. Darah dilakukan pewarnaan
Giemsa diamati dengan mikroskop dengan apusan darah tipis dan dilakukan identifikasi morfologi, golongan darah.
Method Cont …
• Data Quality Control
• Data dipastikan dengan pemeriksaan lab dengan standar operasi yang ditentukan. Kuesioner yang dipakai
diterjemahkan ke Bahasa Amharik untuk penilaian konsistensi dan kelengkapan kuesioner. Dilakukan penilaian
terhadap validitas dan reliabilitas

• Data Analysis and Intrepretation


• Data dilakukan coding dengan SPSS version 21

• Ethical Approval and Consent to Participate


• Dilakukan dengan dasar Declaration of Helsinski dan diperoleh dari Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Arba Minch
RESULTS

• Mayoritas responden (43,4%)


memiliki gol. Darah O
• Mayoritas responden (89,1%)
memiliki morfologi RBC
normositik normokromik
• Di antara 108 kasus epistaksis
37 (34,1%) memiliki riwayat
keluarga dengan epistaksis
• Responden non perokok (99,5%)
RESULTS
Discussion
• Sebanyak 27,9% responden dengan epistaksis.

• Responden dengan epistaksis (108 responden), 60,2% diantaranya memiliki golongan darah ) yang signifikan secara statistic. Hal ini
mengindikasikan kejadian epistaksis lebih tinggi pada golongan darah O dibandingkan dengan golongan darah lain.

• Kebiasaan mandi juga ditemukan signifikan secara statistic. Pada penelitian ini, responden yang gemar mandi dengan air dingin
maupun air panas memungkinkan terjadinya epistaksis. Hal ini mungkin terjadi karena fluktuasi suhu tbuh yang memengaruhi
tekanan darah responden. Komparasi dengan studi di Cina, paparan suhu dalam waktu jam mungkin berpengaruh signifikan kepada
tekanan darah. Tekanan darah yang berubah karena perbedaan suhu mungkin mencetuskan epistaksis.

• Interval konsumsi kopi juga diasosiasikan dengan epistaksis. Responden penelitian yang rutin konsumsi kopi lebih memungkinkan
terjadi epistaksis dibanding yang tidak. Salah satu penyebab perdarahan pada hidung adalah kekeringan pasase nasal, yang mungkin
terjadi disebabkan kafein. Ini mungkin terjadi karena kafein bekerja mengeringkan pasase nasal dengan menarik kelembapan
membrane mukosa.
Conclusion
Penelitian ini memaparkan bahwa epistaksis yang terjadi pada sampel secara signifikan dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti golongan darah O, konsumsi kopi rutin, dan mandi dengan air panas maupun dingin.
Tatalaksana terhadap faktor terkait penting untuk mengurangi kasus. Peningkatan kewaspadaan tentang epistaksis
bagi siswa penting terlebih memberikan pelatihan tindakan P3K di sekolah.
THANKS!
Do you have any questions?

dimasduarsa22@gmail.com
+62 822 691 804 97
@dimzyyy_

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai