1. OBESITAS (KEGEMUKAN)
TERDAPAT KORELASI BERMAKNA ANTARA OBESITAS DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH, PADA DERAJAT
KEGEMUKAN DENGAN IMT > 25 DAPAT MENYEBABKAN PENINGKATAN KADAR GLUKOSA DARAH MENJADI >200 MG.
2. HIPERTENSI
PENINGKATAN TEKANAN DARAH PADA HIPERTENSI BERHUBUNGAN ERAT DENGAN TIDAK TEPATNYA PENYIMPANAN
GARAM DAN AIR, ATAU MENINGKATNYA TEKANAN DARI DALAM TUBUH PADA SIRKULASI PEMBULUH DARAH PERIFER.
3. RIWAYAT KELUARGA DM
SEORANG YANG MENDERITA DM DIDUGA MEMPUNYAI GEN DIABETES. DIDUGA BAHWA BAKAT DIABETES MERUPAKAN
GEN RESESIF. HANYA ORANG YANG BERSIFAT HOMOZIGOT DENGAN GEN RESESIF TERSEBUT YANG MENDERITA DM.
FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS TIPE 2
4. DISLIPEDIMIA
DISLIPIDEMIA ADALAH KEADAAN YANG DITANDAI DENGAN KENAIKAN KADAR LEMAK DARAH (TRIGLISERIDA
> 250 MG/DL). TERDAPAT HUBUNGAN ANTARA KENAIKAN 10 PLASMA INSULIN DENGAN RENDAHNYA HDL (< 35
MG/DL) SERING DIDAPAT PADA PASIEN DIABETES. SELAIN ITU TIMBUNAN LEMAK BEBAS YANG TINGGI DAPAT
MENYEBABKAN MENINGKATNYA UPTAKE SEL TERHADAP ASAM LEMAK BEBAS DAN MEMACU OKSIDASI
LEMAK YANG PADA AKHIRNYA AKAN MENGHAMBAT PENGGUNAAN GLUKOSA DALAM OTOT YANG
MENYEBABKAN RESISTENSI INSULIN
5. UMUR
BERDASARKAN PENELITIAN, USIA YANG TERBANYAK TERKENA DM ADALAH > 45 TAHUN. RESIKO SESEORANG
UNTUK MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 AKAN BERTAMBAH SEIRING BERJALANNYA USIA TERUTAMA
USIA DIATAS 45 TAHUN. HAL INI DIKARENAKAN JUMLAH SEL BETA PANKREAS PRODUKTIF SEMAKIN
BERKURANG DENGAN BERTAMBAHNYA USIA
FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS TIPE 2
6. FAKTOR GENETIK
DM TIPE 2 BERASAL DARI INTERAKSI GENETIS DAN BERBAGAI FAKTOR MENTAL PENYAKIT INI SUDAH LAMA
DIANGGAP BERHUBUNGAN DENGAN AGREGASI FAMILIAL. RISIKO EMPERIS DALAM HAL TERJADINYA DM TIPE
2 AKAN MENINGKAT DUA SAMPAI ENAM KALI LIPAT JIKA ORANG TUA ATAU SAUDARA KANDUNG MENGALAMI
PENYAKIT INI.
7 ALKOHOL DAN ROKOK
PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM GAYA HIDUP BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN FREKUENSI DM TIPE 2. WALAUPUN
KEBANYAKAN PENINGKATAN INI DIHUBUNGKAN DENGAN PENINGKATAN OBESITAS DAN PENGURANGAN KETIDAK AKTIFAN
FISIK, FACTOR-FAKTOR LAIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERUBAHAN DARI LINGKUNGAN TRADISIONAL
KELINGKUNGAN KEBARAT- BARATAN YANG MELIPUTI PERUBAHAN-PERUBAHAN DALAM KONSUMSI ALKOHOL DAN ROKOK,
JUGA BERPERAN DALAM PENINGKATAN DM TIPE 2. ALKOHOL AKAN MENGANGGU METABOLISME GULA DARAH TERUTAMA
PADA PENDERITA DM, SEHINGGA AKAN MEMPERSULIT REGULASI GULA DARAH DAN MENINGKATKAN TEKANAN DARAH.
SESEORANG AKAN MENINGKAT TEKANAN DARAH APABILA MENGKONSUMSI ETIL ALKOHOL LEBIH DARI 60ML/HARI
Kriteria diagnosis DM (konsensus PERKENI 2021) :
Sasaran Pengendalian DM :
HIPERTENSI
KASUS
Pasien Ny. Mawar , umur 65 th sebelumnya sudah beberapa kali ke RS karena DM tipe 2 yang dideritanya sejak 5 tahun yang lalu. Kali ini
pasien datang ke RS dengan keluhan lemas, mual muntah,1 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluh sakit di bagian pinggang, dan dari
hasil pemeriksaan BUN, kreatinin serum, mikroalbuminuria semua data menunjukkan adanya peningkatan signifikan.
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Mawar
Umur : 64 tahun
BB : 56 kg
Tanggal MRS : 17 Juni 2016
Diagnosis : DM tipe 2, Hipertensi, Nefropati
Riwayat penyakit terdahulu : DM ± 5 th
Riwayat pemakaian obat sebelumnya : Metformin, Captopril dan HCT namun tidak rutin digunakan
Riwayat alergi : (-)
TANDA-TANDA VITAL
Parameter Manifestasi
Nilai
Penyakit/ 17/6 18/6 19/6 20/6 21/6 22/6 23/6 24/6 25/6 Klinis
Normal
Tanggal
Tekanan
Darah 120/80 150/100 155/100 150/90 150/90 150/90 150/90 150/90 150/90 150/90 Hipertensi
(mmHg) stage 1
Nadi (kali
per menit) 80 89 89 88 88 88 87 88 86 89
Suhu
Badan (oC) 36,5-37,5 37 38,6 38,9 38,5 38,5 38,4 38,2 37,8 37,8
Respirasi
(kali per
20 24 23 23 22 23 23 22 23 22
menit)
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium Nilai Normal 17/6 20/6 21/6 Manifestasi Klinis Terapi pasien
rutin / tanggal
Kurang tepat, karena terdapat beberapa obat tidak sesuai sehingga menyebabkan terjadi interaksi dan kontraindikasi dengan penyakit
pasien serta adanya manisfestasi klinis pada pasien yang belum mendapatkan terapi.
Pemberian injeksi sefotaksim pada pasien Ny. Mawar kurang tepat, karena pada data diatas tidak menunjukkan adanya indikasi infeksi
pada pasien.
Penggunaan terapi oral gliclazid kurang tepat, karena dapat menyebabkan risiko hipoglikemi jika diberikan bersamaan dengan insulin,
serta berisiko pada pasien gangguan ginjal. Rekomendasi terapi pasien DM tipe 2 dengan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) dengan
albuminuria dianjurkan menggunakan penghambat SGLT-2 yang terbukti menurunkan progresifitas PGK. Pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal (LFG 30-60 ml/menit/1,73m2) pemberian metformin dapat diturunkan.
Pemberian insulin pada Ny. Mawar dapat direkomendasikan adanya penambahan insulin prandial (Novorapid, Apidra). Hal ini dilihat dari
data lab pasien yang belum mencapai target (>7%) serta belum membaik dengan terapi oral.
Pada pasien MRS terkadang mengalami stress, sehingga terjadi peningkatan sekresi lambung, adanya peningkatan sekresi lambung dapat
menyebabkan pasien mengalami sebah dan mual untuk mencegah terjadinya peningkatan sekresi asam lambung maka pemberian ranitidin
injeksi direkomendasikan agar tetap dilanjutkan.
Penggunaan antihipertensi golongan thiazide pada Ny. Mawar dapat meningkatkan kadar asam urat, sehingga perlu adanya terapi. Terapi
yang direkomendasikan yaitu allupurinol 100mg/hari dan dosis dititrasi sampai target kadar asam urat <6mg/dL (Perhimpunan
Reumatologi Indonesia, 2018).
ADAKAH DRP PADA KASUS INI?
Pasien mendapatkan obat antibiotik, namun tidak terdapat data/parameter yang menunjukkan adanya infeksi pada pasien.
Adanya penggunaan oral gliclazid + insulin dapat menyebabkan hipoglikemi jika digunakan secara bersamaan dan penggunaan gliclazid
berisiko pada pasien DM dengan penurunan fungsi ginjal.
Pemberian insulin dan obat oral antidiabet pada pasien Ny. Mawar belum mengalami perbaikan pada hasil GDS, sehingga perlu
direkomendasikan penambahan insulin prandial, hal ini digunakan untuk memaintenance kadar gula darah pada pasien.
Pasien mengalami hiperurisemia dilihat dari data lab kadar asam urat 8 mg/dL, namun belum diberikan rekomendasi terapi. Menurut
Pada pasien MRS terjadi adanya sekresi asam lambung, sehingga direkomendasikan pemberian ranitidin injeksi tetap dilanjutkan dan
ditambah dengan golongan sukralfat untuk mencegah adanya iritasi pada dinding lambung.
Adanya diagnosa Gagal ginjal stage 2, namun belum mendapatkan terapi. Direkomendasikan pemberian terapi asam askorbat & N-
asetilsistein yang berperan sebagai antioksidan untuk mengurangi perkembangan kerusakan ginjal.
APA PARAMETER YANG BISA DIJADIKAN TOLOK UKUR KEBERHASILAN TERAPI
PADA PASIEN DM? APAKAH PARAMETER TSB SUDAH MUNCUL PADA DATA DI
ATAS?
Kriteria pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, kadar HbA1c, dan profil lipid. Diabetes
mellitus yang terkendali apabila kadar glukosa darah, kadar lipid, dan HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta
status gizi maupun tekanan darah sesuai target yang ditentukan.
PASIEN MENDAPAT ANTIBIOTIK, APAKAH DIPERLUKAN? APA SARAN
ANDA?
Pemberian injeksi sefotaksim pada pasien Ny. Mawar kurang tepat, karena pada data diatas tidak menunjukkan adanya indikasi
infeksi pada pasien Ny. Mawar sehingga pemberian sefotaksim sebaiknya dihentikan.
Terdapat beberapa obat yang belum sesuai dengan terapi. Dosis metformin adalah 1000mg dua kali sehari atau 2000mg. Dosis efektif
minimal 1000mg/hari. Penurunan efek glikemik 80% terlihat pada pemberian dosis 1500mg/hari. Namun pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (LFG 30-60 ml/menit/1,73m 2) pemberian metformin dapat diturunkan. Pemberian diuretik HCT dosis rendah
jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa. Dosis HCT sebagai antihipertensi yaitu 12,5-25mg/hari, sehingga pada
pasien Ny. Mawar pemberian HCT 25mg 2x1 kurang tepat. Penggunaan captopril pada pasien Ny. Mawar belum tepat, karena pada
hipertensi dosis yang digunakan 2x25mg/hari dengan dosis maksimal 2x50mg/hari, namun penggunaan captopril 3xsehari jarang
gunakan pada pasien hipertensi berat sedangkan pada Ny. Mawar hipertensi yang dialami yaitu hipertensi stage 1.
ADAKAH INTERAKSI PADA PEMBERIAN OBAT DI ATAS? BILA ADA
BAGAIMANA SOLUSINYA?
Captopril + insulin glargine : captopril meningkatkan efek insulin glargine secara sinergis farmakodinamik, sehingga dapat
menurunkan kadar gula darah (resiko hipoglikemi). Monitor : kadar gula darah
Metformin + insulin glargine : Keduanya meningkatkan efek sinergisme farmakodinamik. Resiko hipoglikemi.
Captopril + metformin : captopril meningkatkan toksisitas metformin secara interaksi tidak spesifik. Resiko hipoglikemi dan
asidosis laktat.
Captopril + HCT : Keduanya meningkatkan efek sinergisme farmokodinamik. Obat menurunkan tekanan darah, namun
meningkatkan resiko nefrotoksik. Monitor : tekanan darah dan fungsi ginjal.
Ranitidin + Metformin : penggunaan bersamaan dapat meningkatkan efek metformin yang menyebabkan kondisi asidosis laktat.
HCT + Metformin : penggunaan secara bersama dapat meningkatkan kadar gula darah dan mengganggu kontrol diabetes. Efek
pada ginjal, krn HCT dpt meningkatkan resiko asidosis laktat.
HCT + insulin glargine : dpt mengganggu kontrol gula darah dan mengurangi efektivitas insulin glargine dan obat diabet lainnya.
Monitor : kadar gula darah.
Gliclazid + insulin : penggunaan keduanya memiliki resiko terjadinya hipoglikemi.
Solusi terapi :
Pada penggunaan terapi oral yang memiliki interaksi, sebaiknya diberikan aturan minum pada waktu yang berbeda.
Obat gliclazid sebaiknya diganti dengan terapi obat oral golongan penghambat SGLT-2 yang terbukti menurunkan progresifitas PGK.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30-60 ml/menit/1,73m 2) pemberian metformin dapat diturunkan.
PIO KEPADA PASIEN TERKAIT MASALAH POLIFARMASI PADA KASUS
1.Jika Anda lupa mengonsumsi metformin, segera minum obat ini jika jeda dengan jadwal konsumsi berikutnya
belum terlalu dekat. Jika sudah dekat, abaikan dan jangan menggandakan dosis.
2. Suntikkan obat Insulin Galrgindi kulit area perut, lengan atas, atau paha sekali sehari malam hari. Jangan
suntikan obat ini di area pembuluh darah atau otot. Ganti jarum suntik setiap Anda selesai agar mengurangi
luka di bawah area kulit dan untuk menghindari masalah di bawah kulit yang mungkin timbul.
3. Minum captopril dalam keadaan perut kosong (setidaknya 1 jam sebelum makan) seperti yang dianjurkan
oleh dokter Anda, biasanya dua atau tiga kali sehari. Dosis ditetapkan berdasarkan kondisi kesehatan Anda dan
respon pada pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, K. J Twinggs dan BR Olin. 2015. Hypertension:The Silent Killet :-UpdateJNC-8 Guidline Recommendations.
Alabama Pharmacy Association.
Borghouts LB, Keiter HA. 2000. Exercise and insulin sensitiving: a. Review int J Sports med; 21. (1): 1-12.
Chen, D. et al., 2007. A cross-sectional measurement of medical student empathy. Journal of general internal
medicine, 22(10), pp.1434–8.
Joseph et al. 2020. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Dipiro 11 th edition. New York. Mc Graw Hill.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.2021. Pedoman dan Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes.Melitus Tipe 2
di Indonesia
Powers A.C. 2005. Diabetes Mellitus. In: Horrison's Principles of Internal. Medicine sixteenth edition. New York:
Mc Grawl Hill.