Anda di halaman 1dari 106

PENCEGAHAN KEKERASAN

DALAM RUMAH TANGGA


(PKDRT)

dr. Mamik Juniarti


Kamis, 21 Juli 2022
Kelurahan Sawangan
DASAR HUKUM

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN


ATAS UNDANG-UNDANG No 23 TAHUN 2002 TENTANG
PERLINDUNGAN ANAK
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK RI NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG
PEDOMAN PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH PPA
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 15 TAHUN 2013
TENTANG PENYELENGGARAAN KOTA LAYAK ANAK
PERATURAN DAERAH NOMOR 9/2017 TENTANG PENINGKATAN
KETAHANAN KELUARGA
PERATURAN WALIKOTA DEPOK NO 67 TAHUN 2019 TENTANG
PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI UNIT PELKASANA
TEKNIS DINAS PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK
KDRT ???????
 KDRT atau domestic violence merupakan kekerasan
berbasis gender yang terjadi di ranah personal.
Kekerasan ini banyak terjadi dalam hubungan relasi
personal, dimana pelaku adalah orang yang dikenal
baik dan dekat oleh korban.
 Kekerasan ini dapat juga muncul dalam hubungan
pacaran, atau dialami oleh orang yang bekerja
membantu kerja-kerja rumah tangga dan menetap
dalam rumah tangga tersebut.
 Selain itu, KDRT juga dimaknai sebagai kekerasan
terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang
memiliki hubungan darah.
PENGERTIAN KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

• Pasal 1 Deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan


(1993) : Setiap tindakan kekerasan berbasis gender yang berakibat atau
berpeluang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual
atau psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang – wenang, baik yang terjadi didepan
umum atau dalam kehidupan masyarakat.
• KDRT adalah, setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga
(Pasal 1 Ayat 1 UNDANG - Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
KORBAN

 Orang yang mengalami kekerasan dan /


atau ancaman kekerasan dalam lingkup
rumah tangga

(Pasal 1 Ayat 3 Undang - Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
LINGKUP RUMAH TANGGA

 Suami, Istri dan Anak


 Orang – orang yang memiliki hubungan keluarga dengan
orang yang dimaksud pada huruf a karena hubungan
darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan
perwalian yang menetap dalam rumah tangga
 Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan
menetap dalam rumah tangga tersebut
 (Pasal 2 Ayat 1 point B, Undang - Undang No. 23 Tahun
2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga)
JENIS KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA

 Kekerasan Fisik
 Kekerasan Psikis
 Kekerasan Seksual
 Penelantaran Rumah tangga
Kekerasan Fisik (Pasal 6)

 Perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit


atau luka berat.
Kekerasan Psikis (Pasal 7)

 Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,


hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan / atau
penderitaan psikis berat pada seseorang
Kekerasan Seksual

 Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan


terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga
 Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu.
Penelantaran

 Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup


rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut.
 (2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan
ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga
korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Survey SPHPN (Survey Pengalaman Hidup Perempuan
Nasional) Tahun 2016
- 1 dari 5 perempuan yang menikah pernah mengalami
kekerasan emosional
- 1 dari 4 perempuan mengalami kekerasan ekonomi
- 1 dari 3 perempuan mengalami kekerasn fisik/seksual
- 1 dari 2 perempuan mengalami pembartasan aktivitas paling
sering dialami setelah menikah

 Kekerasan Fisik/Sexual lebih banyak terjadi di wilayah perkotaan


(36,3%) dari pada pedesaan (29,8%)
 Kekerasan ekonomi : 24,5%
 Kekerasan Emosional : 20,5 %
 Kekerasan Fisik : 12,3 %
 Kekerasan Sexual : 10,6 %
Data Komnas Perempuan
- Data kekerasan meningkat tajam tiap tahun
- 2015: 16,217 (didominasi pelecehan sexual)
2016: 259,150 ((didominasi KDRT dan Kekerasan dalam pacaran)
2017: 348.446 (didominasi KDRT dan Kekerasan dalam pacaran)
- 69% pelaku kekerasan adalah orang terdekat
- Korban KDRT: 5 % meninggal, 25% komplikasi serius (patah tulang,
luka bakar, cacat permanen).

- Tiap 15 detik sekali wanita dipukuli (biro statistik keadilan dan kejahatan,
Washington DC, 1983)
Laporan Jumlah Korban Kekerasan Anak dan Perempuan
di UPTD PPA Kota Depok Tahun 2017-2021

250

204
200
200
179 ANAK
149 PEREM
150 PUAN
117 121
101 107
100 88
96 99
78 79
50 61
21
0
2017 2018 2019 2020 2021

Sumber : UPTD PPA Kota Depok, 2022


FAKTOR YANG DAPAT
MENIMBULKAN KDRT (SPHPN, 2016)
1 Faktor individu Perempuan

2 Faktor Pasangan

3 Faktor Ekonomi

4 Faktor Sosial Budaya


1. FAKTOR INDIVIDU PEREMPUAN
 Perempuan menikah siri potensi 1,42 kali lebih besar
terjadi kekerasn fisik/seksual;

 Perempuan sering bertengkar dgn pasangan potensi


terjadi kekerasan fisik/seksual: 3.95 kali lebih besar;

 Perempuan menyerang pasangga terlebih dahulu


potensi terjadi kekerasan fisi/seksual: 6 kali lebih besar
2. FAKTOR PASANGAN
 Suami memiliki pasangan lain potensi terjadi kekersan fisik/seksual:
1,34 kali ;

 Suami berselingkuh potensi terjadi kekerasan fisik/seksual: 2,48 kali;

 Suami pengangguran potensi terjadi kekerassan fisik/seksual: 1,36


kali;

 Suami pemabuk potensi terjadi kekerasan fisik/seksual: 2,25 kali;

 Suami pengguna narkoba potensi terjadi kekerasan fisik/seksual: 2


kali;

 Suami sering berkelahi potensi terjadi kekerasan fisik/seksual: 1,87


kali
3. FAKTOR EKONOMI

 Aspek Ekonomi paling dominan penyebab kekerasan.


Tingkat ekonomi rendah memiliki risiko 1,4
dibandingkan tingkat ekonomi menengah/tinggi;

 Ketergantungan isteri secara penuh kepada suami 


Suami menggunakan ketergantungan ekonomi ini
sebagai ancaman jika istri tidak mengikuti apa yang
dikehendaki suami.
4. FAKTOR SOSIAL BUDAYA

 Perempuan tinggal di perkotaan potensi 1,2 kali lebih besar terjadi


kekerasan fisik/seksual;

 Budaya patriarki, matrilineal,

 Nilai-nilai luhur termasuk Kesetaraan dan keadilan gender:


pembagaian peran dan fungsi pasangan dalam segala hal termasuk
dalam pengambilan keputusan.
4. FAKTOR SOSIAL BUDAYA
 Mitos/fakta dalam KDRT:
 Suami pukul istri yg membantah itu wajar;
 KDRT adalah urusan internal RT;
 KDRT adalah persoalan suami istri;
 Laki-laki pelaku KDRT memuliki penyakit mental;
 Perempuan suka memprovokasi dan cerewet; pantas memperoleh perlakuan
kekerasan;
 Kekerasan hanya terjadi pada wanita;
 Orang yg mengalami kekerasan cenderung pasrah dan diam;
 Menyembuhkan pelaku kekerasan adalah hal yg mustahil;
 Sangat mudah bagi wanita meninggalkan pasangan yg melakukan kekerasan;
fakta: 75% akan dibunuh jika pergi (okezone.com)
MASYARAKAT MENGANGGAP KDRT SEBAGAI
FAKTOR URUSAN INTERNAL TIDAK BERHAK IKUT CAMPUR
PENGABAIAN
MASYARAKAT DAN KDRT DIANGGAP SEBAGAI COBAAN BUKAN SEBAGAI
PEMAHAMAN RELASI KEKUASAAN YANG BIAS GENDER, SEHINGGA
YANG SALAH THD PEREMPUAN HARUS MENGALAH DAN BERSABAR
KDRT
ISTRI YANG BAIK HARUS MAMPU MENJAGA
MARTABAT SUAMI TERMASUK PERLAKUAN TINDAK
KEKERASAN YANG DITIMPAKAN KEPADANYA
Dampak KDRT
 Korban yang mengalami KDRT akan cenderung menganiaya
anak
 Anak dapat mengalami cidera fisik
 Anak sulit mengembangkan perasaan tentram, ketenangan dan
kasih sayang. Hal ini akan membuat hidup selalu diwarnai
kebingungan, ketakutan, kemarahan dan ketidakjelasan tentang
masa depan. Mereka tidak belajar bagaimana mencintai dengan
tulus serta menyelesaikan konflik dengan sehat
 Anak yang hidup dalam lingkup KDRT akan belajar bahwa
kekerasan adalah cara penyelesaian masalah yang wajar dan pada
akhirnya dapat mengulang perlakuan terhadap pasangan
TANTANGAN DALAM PENANGANAN

 Hanya korban yang menjadi saksi kunci, terkadang


dalam kondisi trauma dan sulit dimintai keterangan
 Alat bukti sudah hilang karna korban terlambat
melapor
 Korban dalam ancaman keluarga pelaku
 Pelaku orang terdekat dan relasi kuasa yang tidak
imbang
 Korban mencabut laporan dengan berbagai macam
alasan
Bagaimana Memutus KDRT??

 Satgas, Poktan, dan Masyarakat mendapatkan


pemahaman pengetahuan dan peran dalam
pencegahan KDRT.
 Peran aktif semua pihak untuk mengenali potensi
KDRT disekitarnya
Siapa yang berkewajiban MEMBERI
PERLINDUNGAN ??

 Negara Aparaturnya : semua Petugas Penegak Hukum


dalam sistem peradilan pidana dan unit pelaksana (plus
tenaga profesional : mis psikolog, psikiater, Tim Hukum) yg
relevan, LPSK, KPAI, KP, Kemeneg PPA , Kepolisian,
Kemenkes, Pemda, dll 
 Masyarakat keluarga, orang-orang dewasa, pemuka
agama / adat, Satgas/Poktan, pemerhati masalah kekerasan
pada Perempuan dan Anak, NGO, serta tenaga profesional
yang relevan/terkait.
PERLINDUNGAN DAN BANTUAN
APA SAJA YANG DAPAT
DIBERIKAN?
 Preventif : Hak atas rasa aman, hak atas kebebasan pribadi, sosialisasi hak-
hak korban dan akses terhadap APH/keadilan (panduan bagi masyarakat :
mudah dipahami)
 Represif : hak atas jaminan perlindungan
 Kepolisian
 Pemerintah Daerah
 UPTD PPA
 APH wanita dan APH yang berperspektif gender
 Pertolongan pertama : fisik dan psikis (pertolongan psikologis pertama )
& Pemulihan : pelayanan kesehatan, pendampingan korban,  konseling,
rehabilitasi psikososial,  bimbingan rohani, relokasi, repatriasi, ganti
kerugian : restitusi dan/atau konpensasi, dll.
SATGAS DAN POKTAN
PKDRT dan
Human Trafficking
SATUAN TUGAS (SATGAS) PENCEGAHAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA (PKDRT) & HUMAN TRAFFICKING
KELURAHAN ……………….…............
KECAMATAN ............ KOTA DEPOK

Penanggung Jawab : Lurah….… .........


Pembina: LPM.........
BABINSA .........
BHABINKAMTIBMAS .........
KUA Kecamatan .............
UPT Puskesmas
Ketua :
Sekretaris :
Bendahara :
Koordinator Konsultasi dan Penyuluhan :
Koordinator Pelaporan dan Penanganan Kasus :  
Koordinator Rehabilitasi Korban :
TUPOKSI SATGAS PKDRT DAN HUMAN TRAFFICKING

1. Menangani Kasus KDRT Kategori Hijau.

2. Merujuk ke UPTD PPA kasus yang sudah memerlukan penanganan hukum,


trauma healing, dan pelayanan kesehatan.
3. Mendampingi Penyintas yang perlu penanganan ke trauma healing/psikolog.
4. Melakukan pembinaan ke poktan dan masyarakat.
5. Melaporkan kegiatan penanganan kasus dan sosialisasi tiap bulan ke DPAPMK
Kota Depok.
6. Bersama Poktan melakukan sosialisasi dengan berbagai bentuk dan kesempatan
(event).
7. Menjaga kerahasiaan dan memberikan rasa aman kepada pelapor dan penyintas
KELOMPOK KEGIATAN (POKTAN) PENCEGAHAN KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT) & HUMAN TRAFFICKING
RW…………
KELURAHAN ……………….…............
KECAMATAN ............ KOTA DEPOK

Penanggung Jawab : Lurah…. … .........


Pembina : LPM .........
BABINSA .........
BHABINKAMTIBMAS .........
KUA Kecamatan .............
UPT Puskesmas
Ketua :
Sekretaris :
Koordinator Konsultasi dan Penyuluhan :
Koordinator Pemantauan dan Pelaporan Kasus :
Koordinator Pemberdayaan :
TUPOKSI POKTAN PKDRT DAN HUMAN TRAFFICKING

1.Sosialisasi PKDRT dilingkungan Masyarakat.


2.Mendata Rumah Tangga Rentan yaitu rentan Harmonis dan
Ekonomi. (memonitor dan memetakan kondisi rumah tangga di
wilayahnya)
3.Merujuk Kasus kategori Hijau ke Satgas KDRT.
4.Membina penyintas yang sudah mendapatkan pemberdayaan.
5.Memonitor penyintas dan pelaku setelah pembinaan
6.Memantau dan melaporkan kerentanan sosial dalam lingkungan.
UU 23 TAHUN 2004
KEWAJIBAN MASYARAKAT/SATGAS/POKTAN

Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya


kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai
dengan batas kemampuannya untuk :

a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;


b. Memberikan perlindungan kepada korban;
c. Memberikan pertolongan darurat; dan
d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
(PASAL 15 UU 23’2004)
Yang harus dilakukan
SATGAS/POKTAN/PEKSOS
Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus :

a. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi


korban;
b. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan
perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari
pengadilan;
c. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif; dan
d. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada
korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang
dibutuhkan korban.
PASAL 22 UU 23’2004
Yang harus dilakukan
SATGAS/POKTAN/PEKSOS
Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat :

a. Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan


seorang atau beberapa orang pendamping;
b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat
pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara
objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang
dialaminya;
c. Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban
merasa aman didampingi oleh pendamping; dan
d. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada
korban.
PASAL 23 UU 23’2004
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

PASAL 44
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh
sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp
45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan
atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pasal
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

Pasal 45

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup


rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit
atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah).
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama
12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh
enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya
melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban
mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan
daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1
(satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan
tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).

Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1);
b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

Pasal 50
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat
menjatuhkan pidana tambahan berupa :
a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan
pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun
pembatasan hakhak tertentu dari pelaku;

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah


pengawasan lembaga tertentu.
KONSEKWENSI/HUKUMAN PELAKU TINDAK KEKERASAN

Pasal 51
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (4) merupakan delik aduan.

Pasal 52
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan.

Pasal 53
Tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 yang dilakukan oleh suami terhadap isteri atau
sebaliknya merupakan delik aduan.
JIKA
MELIHAT
MENDENGAR
MENGALAMI
KEKERASAN

LA
PO
R
A
D G
N AN
T U
UP ND PU K
L I M A
R RE N
E E A
P P N
N DA
PROFIL

U PT D PPA
(Unit Pelaksana Teknis Daerah
PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN
ANAK)
UPTD PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN
ANAK ADALAH

UNSUR PELAKSANA UNTUK MENUNJANG


PELAYANAN DINAS PERLINDUNGAN ANAK ,
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN
KELUARGA DALAM MELAKSANAKAN
SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAH BIDANG
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK KHUSUSNYA DALAM
PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK
TUGAS UPTD PPA

MEMBERIKAN LAYANAN BAGI


PEREMPUAN DAN ANAK YANG
MENGALAMI MASALAH KEKERASAN,
DESKRIMINASI, PERLU PERLINDUNGAN
KHUSUS.
FUNGSI UPTD PPA

MENYELENGGARAKAN FUNGSI LAYANAN:


1. PENGADUAN MASYARAKAT
2. PENJANGKAUAN KASUS
3. PENGELOLAAN KASUS
4. PENAMPUNGAN SEMENTARA
5. MEDIASI DAN
6. PENDAMPINGAN KORBAN
SUSUNAN ORGANISASI UPTD PPA DPAPMK

KEPALA DPAPMK

SEKRETARIS

KEPALA BIDANG

KEPALA
KEPALA SEKSI
KEPALA UPTD PPA SUBBAG

KA SUBBAG TU
UPTD PPA

JABATAN
FUNGSIONAL
SARANA

NO SARANA JUMLAH KONDISI


1 RUANG REGISTER KLIEN 1 BAIK
2 RUANG KA UPTD DAN KA SUBBAG TU 1 BAIK
3 RUANG RAPAT 1 BAIK
4 RUANG PELAKSANA 1 BAIK
5 RUANG KONSELING 2 BAIK
6 DAPUR 1 BAIK
7 RUANG BERMAIN ANAK 1 BAIK
8 KAMAR MANDI 3 BAIK
9 MUSHOLA 1 BAIK
10 RUANG MENYUSUI 1 BAIK
11 RUANG TAMU 1 BAIK
12 RUMAH AMAN 1 BAIK
SARANA PRASARANA
KETERSEDIAAN
FASILITAS PELAYANAN
PADA UPTD PPA
KETERSEDIAAN
FASILITAS PELAYANAN
PADA UPTD PPA
RUANG KONSELING I
POJOK BERMAIN ANAK DAN POJOK
BACA UPTD PPA
RUANG MENYUSUI
RUANG REGISTRASI KLIEN

RUANG KONSELING II
KETENAGAAN
NO JENIS TENAGA JUMLAH
1 Ka. UPTD PPA 1
2 Ka. SUBBAG TU 1
3 BENDAHARA 1
4 MEDIATOR 1
5 PSIKOLOG ANAK 5
6 PSIKOLOG DEWASA 2
7 TIM HUKUM 5
8 RELAWAN PPA 26
9 ADMINISTRASI 1
10 KEAMANAN 1
11 SUPIR 2
12 KEBERSIHAN 1
SUSUNAN ORGANISASI UPTD PPA DPAPMK
HASIL SURVEI KEPUASAN MASYARAKAT TAHUN
2020
IKM UNIT PELAYANAN :86,77 (PREDIKAT SANGAT BAIK)
ALUR PENANGANAN KASUS
ALUR PENJANGKAUAN KASUS
HOTLINE TRC PPA

KEPALA UPTD

SURAT PENUGASAN/
PERINTAH LANGSUNG

KADER RAMAH
KELUARGA

KOORDINASI DENGAN SATGAS/RT/RW/ TOMA/TOGA

LOKASI TKP/ RUMAH


KORBAN

REGISTER DAN
KELENGKAPAN DATA

ASSESMENT

TIM HUKUM KONSELING MEDIASI

KEPALA UPTD
MEKANISME PELAPORAN

LAPOR TIM RESPON CEPAT /


MASYARAKAT / KORBAN melalui EC/ TRC
Hotline/rujukan

VERIFIKASI

RT/RW/
SATGAS/POKTAN PKDRT

CLOSE

VALID
TIDAK VALID

Kasus Merah / Berat Kasus Kuning / Ringan

UPTD PPA / LEMBAGA LAINNYA


Jadwal Konseling disampaikan Klien datang Prosedur
tim pengelola kasus kepada Pelayanan
admin UPTD PPA
Ya Tidak

administrasi menyiapkan rekam


kasus klien (memasukkan form
yang akan diisi, menulis tanggal
konsul) Petugas

Konselor (psikolog, Hukum,


Mediator) datang

Petugas Admin memasukkan


rekam kasus ke Ruang konselor

Selesai pelayanan seluruh


rekam kasus dikembalikan ke
Konselor mencatat hasil
konseling
lemari rekam kasus
HUBUNGAN UPTD PPA DENGAN
INSTANSI LAIN
Swasta Peduli
Pemberdayaan
LSM/ Perempuan &
Institusi Perlindungan
Masyarakat Anak
SINERGITAS

UPTD PPA
KOTA DEPOK

Dinas / Instansi
Organisasi Profesi Sektoral/ OPD
(Puspaga, LK3, terkait, UPPA
Peksos, Forum Polres,
Panti, IDI, IBI, Pengadilan, dll
IAI dsb)
Penanganan yang terintegrasi

SATGAS/Poktan
PKDRT
UPTD
PPA
LPA
Forum
Panti
DPAPM POLRES
DINKES K T

Kemenag

RSUD
FKH DINSOS RKI
CASE HANDLING (PENANGAAN KASUS)

 Penerimaan.

Dalam penerimaan terjadi perkenalan dan penjelasan


alasan meminta pertolongan kepada UPTD PPA. Dari
penjelasan mengenai pelayanan dan apa yang akan dapat
diberikan terhadap kebutuhan Perempuan dan Anak.
 Registrasi.

Poktan/Satgas mendaftarkan dan mengisi data


perempuan dan anak pada format yang telah
disediakan, setelah diperoleh kemungkinan bahan
kebutuhan perempuan dan anak dapat dipenuhi oleh
pelayanan UPTD PPA Kemudian perempuan dan anak
atau yang mewakili dari menandatangani kesepakatan
tertulis mengenai penempatan mereka di UPTD PPA.
 Identifikasi.

Relawan / Satgas melakukan wawancara awal


mengenai identitas anak dan perempuan jenis kasus
yang dihadapi sesuai dengan format yang telah
disediakan (assessment awal)
 Pertolongan Pertama.

Relawan / Satgas memutuskan hubungan sementara


dengan pelaku tindak kekerasan Perempuan dan Anak,
menjaga kerahasian Perempuan dan Anak terhadap
public, memberikan pertolongan medis/kesehatan atau
membawa perempuan dan anak ke pelayanan
kesehatan terdekat, menyediakan tempat tinggal,
pendampingan dan sebagainya.
PENDAMPINGAN

 1. Pendampingan merupakan kegiatan untuk


membantu individu maupun kelompok yang
berangkat dari kebutuhan mereka
 2. Proses interaksi dan komunikasi dari, oleh,
dan untuk membantu individu maupun
anggota kelompok
SIAPA PENDAMPING

 1. Pada dasarnya pendampingan korban kekerasan


dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai
kepedulian terhadap persoalan kekerasan
 2. Pendampingan tidak saja dilakukan oleh seorang
pekerja sosial atau psikolog tetapi juga dilakukan
oleh setiap orang yang berlatar belakang disiplin
ilmu lainnya, seperti Satgas dan Poktan PKDRT atau
yang lainnya.
ETIKA PENDAMPING

 Non Diskriminasi
 Kepentingan terbaik bagi korban
 Menghormati Pandangan Korban
 Mengutamakan Hak Korban untuk Kelangsungan
Hidupnya
 Kerahasiaan Informasi Korban
SIKAP PENDAMPING

Menyediakan suasana aman dan nyaman


 Percaya dan Menghargai
 Menjadi pendengar yang baik
 Melepaskan nilai-nilai, status sosial dan jenjang
pendidikan yang yang dimiliki oleh pendamping
 Memberikan penguatan atas keputusan yang diambil
 Menumbuhkan rasa percaya diri korban agar bisa
bersosialisasi lagi
 Tidak menciptakan hubungan ketergantungan
PEDOMAN WAWANCARA KORBAN

NAMA :
KASUS YANG TERJADI :

1. Apa yang terjadi dengan korban


2. Kapan korban mengalami kekerasan
3. Dimana korban mengalami kekerasan
4. Siapa yang melakukan kekerasan terhadap korban
5. Kenapa atau sebab korban mengalami kekerasan
6. Bagaimana korban mendapat kekerasan
MANAJEMEN KASUS
ASSESMEN
PENGERTIAN ASSESMEN

 Assesmen adalah kegiatan yang memotret sebuah realitas pada


saat itu, yaitu :

1. Melakukan mengidentifikasi, pengungkapan dan pemahaman


masalah korban kekerasan
2. Mendengarkan keluhan, kekhawatiran ataupun kesulitan yang
dialami oleh korban kekerasan
PENGERTIAN ASSESMEN

 Assesmen yang terbaik adalah informasi terkumpul hasil


dari wawancara tatap muka antara Satgas atau Poktan
dengan kliennya
 Assesmen dapat menjadi proses dan juga produk
 Produk assesmen adalah kesepakatan rencana pelayanan
LAPANGAN :

* Identifikasi masalah
* Identifikasi kekuatan/sumber
* Identifikasi lembaga yang bisa dimintai bantuan
* Identifikasi pelayanan yang ada
* Identifikasi kebijakan yang ada
TEKNIK ASESMEN
Non Partisipatif :
  Wawancara
  Observasi
  Survey
  Time line
  Mobility map
  Body map
  Eco Map
  Genogram
ELEMEN ASESMEN

 Pengumpulan informasi
 Analisis dan
 Pengambilan keputusan
PERENCANAAN

Menyusun rencana berbasis asesmen

  Tentukan sasaran yang akan dirubah


  Tentukan lembaga yang bisa mendukung
  Susun strategi perubahan
PEDOMAN WAWANCARA KORBAN

NAMA :
KASUS YANG TERJADI :
1. Apa yang terjadi dengan korban
2. Kapan korban mengalami kekerasan
3. Dimana korban mengalami kekerasan
4. Siapa yang melakukan kekerasan terhadap korban
5. Kenapa atau sebab korban mengalami kekerasan
6. Bagaimana korban mendapat kekerasan
INFORM CONSENT
FORM PENJANGKAUAN
KASUS
Identifikasi kerentanan keluarga
FORM RUJUKAN EKSTERNAL
FORM RUJUKAN INTERNAL
FORM TERMINASI
STUDI KASUS
KASUS 1

Nuri adalah seorang anak yang masih berusia 11 Tahun, Nuri adalah anak yang di
lahirkan sebelum ayah dan ibunya menikah. Setelah Nuri berusia 4 tahun, barulah
ayah dan ibu nya menikah. Namun ayah dan ibu nya menikah hanya melalui ustadz
di wilayah tempat tinggalnya.

Nuri mempunya 2 adik yang masih berusia 7 tahun dan 4 tahun. Ayahnya sering
mabuk-mabuk-an dan ibunya mempunyai perangai yang tidak baik. Perlakuan
ayah dan ibu nya terhadap Nuri sangat berbeda dengan adik-adik nya. Nuri sering
di marahi oleh ayah dan ibu nya, bahkan ayah dan ibu nya sering membullying
dengan kata2 yang tidak baik. Seperti anak haram dll. Tak jarang Nuri juga
mendapatkan kekerasan fisik.

Ketika Nuri bersama ayah, ibu dan adik-adiknya sedang menginap di rumah nenek
Nuri, di waktu menjelang subuh, ibunya Nuri memergoki ayah Nuri sedang
melakukan pelecehan seksual terhadap Nuri. Saat itu masih terlelap tidur, Nuri
tidak sadar. Ibu nya kaget dan langsung marah serta bertanya kepada suaminya.
Namun suaminya tidak mengakui dengan memberikan banyak alasan.
Kemudian Nuri bersama nenek nya pergi ke puskesmas di dekat rumahnya.
Menurut keterangan Dokter yang memeriksa Nuri, Alat Vital Nuri sudah
rusak. Neneknya kaget dan kemudian neneknya bertanya kepada Nuri perihal
yang baru saja terjadi. Menurut pengakuan Nuri, Nuri sudah 1 tahun sering
mendapatkan kekerasan seksual dari ayahnya. Namun Nuri juga tidak berani
untuk mengadu kepada ibunya karena di ancam dengan pisau dan golok oleh
ayahnya. Nuri juga di ancam, jika memberitahu ibunya atau keluarganya,
adik2-adiknya akan di bunuh. Karena Nuri sayang dengan adik-adiknya dan
takut adik-adiknya benar di bunuh akhirnya Nuri tidak berani untuk mengadu
kepada siapapun.

Setelah ibunya mengetahui ternyata suaminya sudah melakukan kekerasan


seksual terhadap Nuri, ibunya bersama Nuri langsung pergi melapor kepada
pihak kepolisian.

Setelah Ibu dan keluarga besarnya mengetahui perlakuan ayahnya, Nuri selalu
di salahkan oleh ibunya. Ibu nya Nuri juga kerap mengeluarkan kata2 tidak
baik kepada Nuri. Membuat akhirnya Nuri semakin benci kepada ibunya.

.
STUDI KASUS 2
 
Rudi dan Risma hidup rukun dan mereka memliki 2 orang
anak. Rumah Tangga mereka sudah berjalan 10 tahun. Namun
di tahun ke 10 ternyata Rudi mempunyai WIL tanpa diketahui
oleh Risma. WIL ini bernama Yanti
Yanti sering meminta uang kepada Rudi. Karena Rudi
mencintai Yanti maka apapun yang di minta Yanti akan
diberikan. Rudi tidak memikirkan lagi kebutuhan istri dan
anaknya. Hingga akhirnya istri dan anaknya merasa
kekurangan.
Uang belanja istrinya mulai dikurangi oleh Rudi, semua
kebutuhan rumah tangga jadi dibatasi. Dan akhirnya mereka
sering ribut.
Setiap istrinya minta uang untuk kebutuhan sehari-hari selalu dimarahi,
dan Rudi dirumah kerjaannya pun jadi sering telponan dan japrian dengan
Yanti tanpa mempedulikan istri dan anaknya.
Rudi sering pulang malam. Setiap ditanya kenapa pulang malam Rudi
selalu memarahi Risma karena Rudi tidak suka Risma bertanya-tanya.
Walau Rudi tidak pernah memukul Risma namun secara psikis Risma
sudah terganggu dengan sikap dan tingkah laku Rudi dirumah. Dan Risma
pun sering di marahi oelh Rudi.
Risma tidak tahan dengan perlakuan Rudi namun Risma tidak bisa berbuat
apa-apa. Akhirnya Risma curhat ke Ibu RT dimana dia tinggal. Ibu RT ini
salah satu yang menjadi kader POKTAN PKDRT
KASUS 3
Ratna saat ini berusia 18 tahun, Ratna hidup bersama kedua
orangtuanya. Ayah nya bekerja di pabrik dekat rumah nya sedang
ibunya nya bekerja sebagai ART.
Berawal dari ayahnya sudah tidak bekerja lagi karena adanya
pengurangan pegawai dikantornya. Kemudian Ratna harus tinggal
bersama bibi dan pamannya. Sedang ayah dan ibunya mengontrak
mendekati tempat kerja ibu nya.
Bibi dan paman Ratna mempunyai anak yang seusia Ratna. Dia bekerja
sebagai perawat. Sepupu Ratna ini sering memperhatikan postur tubuh
Ratna, seperti ada kejanggalan tidak pada umumnya. Akhirnya sepupu
Ratna ini menanyakan kepada Ratna apakah Ratna hamil. Awalnya
Ratna mengelak namun setelah di desak ternyata memang Ratna sedang
hamil. Sepupu berserta paman dan bibi nya menannyakan Kembali
kepada Ratna siapa yang menghamili. Ratna tidak mau mengaku.
Dengan desakan dan penekanan akhirnya Ratna mengakui bahwa ayah
kandungnya yang menghamilinya.
Kemudian Ratna bercerita, bahwa ia sudah di setubuhi oleh
ayahnya dari dia berusia 12 tahun. Awalnya ayahnya memang
mengancam Ratna membuat Ratna menjadi takut untuk
menceritakan kepada ibunya dan orang lain. Namun lama
kelamaan, karena perlakuan ayahnya yang selalumemberikan
pethatian penuh dan selalu memanjakan Ratna dengan kasih sayang
yang salah, maka membuat Ratna akhirnya jadi suka dengan
ayahnya. Hubungan mereka seperti jadi sepasang suami istri.
Sampai akhirnya Ratna hamil dan terbongkar oleh sepupunya.
STUDI KASUS 4 :

Adit berusia 8 thn. Adit adalah salah satu anak yang berkebutuhan khusus. Adit
bayi tumbuh dengan baik namun sejak Usia 4 thn perkembangan Adit bisa
dikatakan terhambat. Tumbuh kembang Adit tidak sebagaimana layaknya
seorang anak-anak seusia nya. Adit mengalami keterlambatan pertumbuhan
(ADHD).
Suatu hari Adit yang saat ini sudah berusia 8 tahun mendapat kekerasan fisik
dari ibunya.
Ketika Adit asik menonton televisi, Ibunya datang datang meminta Adit untuk
mematikan televisi karena adzan maghrib sudah berkumandang.
Ibu Adit : Adit, sudah adzan matikan televisi nya ya.
Adit : sebentar lagi Mah
Ibu Adit : Matikan Adit
Adit : iihh Mamah sebentar lagi Mah, lagi seru film nya.
Ibu Adit : Adiiiiiiiiit ngga dengar ya apa kata Mamah ?
Adiit pun tidak menggubris teriakan Mamahnya. Sampai akhirnya Mamahnya
kesal dan langsung memukul Adit. Adit mendapatkan kekerasan fisik dari
Mamahnya. Namun Adit bukan menuruti Mamahnya tapi malah ikutan marah
dan kesel.
Kemudian ayahnya pulang dan melihat Adit marah-marah sambil
membanting-banting pintu, Ayahnya pun kesel dan ikut memarahi Adit.
Akhirnya ayahnya pun juga melakukan kekerasan fisik terhadap Adit.
Adit menangis histeris.
Kakaknya Adit merasa kasihan terhadap Adit kemudian berlari keluar untuk
meminta bantuan kepada tetangganya.
Kemudian tetangganya mengadukan kejadian tersebut ke Satgas/Poktan
PKDRT
KASUS KE 5 :

Yati (32) Ibu dengan dua orang anak dan dalam keadaan mengandung anak
ketiganya harus mengalami cedera tulang yang parah. Ia mengaku telah sebelas
tahun lamanya mengalami penyiksaan fisik dari suaminya Anto (34). Cedera fisik
yang dialami Yati sangat parah dengan patah tulang belakang hingga badannya
tidak tegap lagi, bahkan ia berkeyakinan anak yang dikandungnya meninggal
lantaran sering dilempar kayu. Kekerasan tersebut disinyalir karena Anto sering
pulang dalam keadaan mabuk dan senang berjudi kartu remi. Yati menyatakan
mencoba bertahan selama 8 tahun karena ingin mempertahankan rumah tangga,
khawatir akan memperburuk perkembangan anak dan bila bercerai akan
kehilangan nafkah.

Pada pendamping, ia berharap tidak menceritakan perlakuan Anto karena


merupakan aib bagi keluarga, kepada saudara dan tetangganya. Ia hanya
mengungkapkan cedera fisik yang dialaminya akibat jatuh.
IM A
R
TE IH
A S
K

Anda mungkin juga menyukai