Jurnalisme sastra telah tumbuh berkembang dan jutaan pembaca mencarinya, tulis Mark
Kramer dalam Literacy Journalisme : A New Collection of The Best American Non Fiction
(1995:23-24).
Dikutip Kurnia, Kramer menyusun delapan poin semacam aturan atau norma-norma yang
harus dilakukan jurnalis sastra ketika menyiapkan tulisannya (Kurnia, 2004:121).
Dengan merujuk kepada pernyataan Kramer dan pendapat Kurnia, berikut penjelasan dan
tafsir atas kedelapan norma jurnalistik sastra tersebut.
1. Riset Mendalam dan Melibatkan Diri dengan Subjek
Jurnalis sastra sebaiknya memerlukan waktu lama, hanya untuk melakukan riset atas subjek yang akan
ditulisnya. sering nya bekerja sendiri, akrab dengan dunia yang sunyi. Dalam kesendirian itu, terus mengenali
dan memburu subjek. Harus yakin, subjek yang akan di tulis sudah dikenalinya luar-dalam.
jurnalistik sastra mengembangkan apa yang disebut bnaratif premiere dan naratif simpangan. Naratif berarti kisah atau
pengisahan, premier berarti utama dan simapangan berarti digression : melantur, menyimpang dari pokok pembicaraan
(Echols dan hassan shadity, 1990:182). Apamaknanya ? Dalam konsep jurnalistik sastra, penyimpangan berarti menunjuk
kepada kisah pendukung. Sesuatu yang bersifat melengkapi sekaligus memperkaya kisah utama.
seorang jurnalis sastra dituntut lebih piawai dalam berkisah, ia juga harus meguasai psikologi pesan sekaligus psikologi
khalayak (pembaca,pendengar,pemirsa). Ia mengetahui dengan baiik serta bias mengikuti irama detak jantungnya dari
detik ke detik, menit ke menit, dalam situasi yang nyaman