Anda di halaman 1dari 14

Pengertian Perubahan

Bunyi
Macam Perubahan Bunyi
Proses Perubahan Bunyi
dan Contohnya
Analisis Salah Satu Jurnal
Tentang Perubahan Bunyi
Audrey Zhafira Salma
(K1222017)
Davina Shava Velisa
NAMA (K1222023)

ANGGOTA Jovita Ratu Prosa


(K1222041)
KELOMPOK Luthfatunnisa
(K1222047)
Nuzulia Haidar Hanun
(K1222059)
Rakha Dandi
(K1222065)
Salsabila Tsany N
(K1222075)
PENGERTIAN PERUBAHAN BUNYI
Bahasa-bahasa proto yang berkembang pada masa lalu berubah
menjadi beberapa bahasa turunan disebabkan oleh tempat dan
waktu.
Bahasa-bahasa turunan yang berkembang berbeda dengan bahasa
asalnya terjadi secara turun temurun. Fakta-fakta kebahasaan dalam
wujud keteraturan dan kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-
bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keaslian bersama serta
terwaris dari moyang yang sama. Pembuktian tentang kenyataan ini
dapat dikaji pada bahasa-bahasa yang berkerabat, salah satunya
adalah kajian tentang pola perubahan bunyi.
Dengan demikian, perubahan bunyi dapat diartikan sebagai suatu
gejala dalam bahasa berupa adanya bahasa turunan yang
disertai dengan perubahan bunyi dalam mengucapkannya
karena perubahan bentuk kata dari suatu bahasa tersebut.
MACAM-MACAM PERUBAHAN BUNYI

 
B) Metatesis
A) Diftongisasi
Dalam bahasa Indonesia,
Perubahan dari vokal
kata-kata yang
tunggal ke vokal rangkap
mengalami metatesis ini
ini masih diucapkan dalam
tidak banyak. Hanya
satu puncak kenya-ringan
beberapa kata saja.
sehingga tetap dalam satu
Misalnya: kerikil menjadi
silaba.
kelikir
C) Modifikasi vokal
Perubahan ini sebenarnya bisa
dimasukkan ke dalam peristiwa
asimilasi, tetapi karena kasus ini
tergolong khas, maka perlu
disendirikan.
D) Disimilasi
Kata belajar [bǝlajar] berasal dari penggabungan
prefix ber [bǝr] dan bentuk dasar ajar [ajar].
Seharusnya, jika tidak ada perubahan menjadi
berajar [bǝrajar]. Namun, karena ada dua bunyi
[r], maka [r] yang pertama didisimilasikan
menjadi [l] sehingga menjadi [bǝlajar]. Karena
perubahan tersebut sudah menembus batas
fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari fonem /r/
dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka
disebut disimilasi fonemis.
E) Asimilasi
Bunyi nasal pada tentangdiucapkan apiko-
dental karena bunyi yang mengikutinya,
yaitu [t], juga apiko-dental. Bunyi nasal
pada tendang diucapkan apiko-alveolar
karena bunyi yang mengikutinya, yaitu
[d], juga apiko-alveolar. Perubahan bunyi
nasal tersebut masih dalam lingkup alofon
dari fonem yang sama.
F) Netralisasi
Dengan cara pasangan minimal [baraƞ] ‘barang’−[parang]
‘paraƞ’ bisa disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia ada
fonem /b/ dan /p/. Namun dalam kondisi tertentu, fungsi
pembeda antara /b/ dan /p/ bisa batal setidak-tidaknya
bermasalah karena dijumpai yang sama. Misalnya, fonem /b/
pada silaba akhir kata adab dan sebab diucapkan [p’]: [adap]
dan [sǝbab’], yang persis sama dengan pengucapan fonem /p/
pada atap dan usap: [atap’] dan [usap’]. Mengapa dapat terjadi
demikian? Karena konsonan hambatan letup bersuara [b] tidak
mungkin terjadi pada posisi koda. ketika dinetralisasikan
menjadi hambatan tidak bersuara, yaitu [p’], sama dengan
realisasi yang biasa terdapat dalam fonem /p/.
G) Zeroisasi
Dalam bahasa Indonesia sering
ditemui pemakaian kata tak ata undak
untuk tidak, tiada untuk tidak ada,
gimana untuk bagaimana, tapi untuk
tetapi. Padahal, penghilangan beberapa
fonem tersebut dianggap tidak baku
oleh tatabahasa baku bahasa Indonesia.
Namun, karena demi kemudahan dan
kehematan, gejala itu terus
berlangsung. Zeroisasi dengan model
penyingkatan ini biasa disebut
kontraksi. Apabila diklasifikasikan,
zeroisasi ini paling tidak ada tiga jenis,
yaitu : aferesis, apokop, dan sinkop.
H) Monoftongisasi, Monoftongisasi adalah proses perubahan dua
buah vokal atau gugus vokal menjadi sebuah vokal. Monoftongisasi
adalah proses perubahan bentuk kata yang berujud sebuah diftong
berubah menjadi sebuah monoftong. Jadi, monoftongisasi adalah
proses perubahan dua bunyi vokal menjadi sebuah vokal.

Contoh:
Ramai menjadi (rame)
Kalao menjadi (kalo)
Danau menjadi (danau)
Satai menjadi (sate)
Damai menjadi (dame)
Sungai menjadi (sunge)
I) Anaptiksis

Anaptiksis (suara bakti) adalah proses perubahan bentuk kata


yang berujud penambahan satu bunyi antara dua fonem dalam
sebuah kata guna melancarkan ucapan. Jadi, anaptikis adalah
perubahan bentuk kata dengan menambahkan bunyi vokal
tertentu di antara dua konsonan.

Contoh:

Putra menjadi putera

Putri menjadi puteri

Bahtra menjadi bahtera

Srigala menjadi serigala

Sloka menjadi seloka  


Anaptikis ada tiga yaitu:
• Protesis adalah proses penambhan bunyi ada awal kata. Misalnya:
Mas menjadi emas
Mpu menjadi empu
Tik menjadi ketik
Lang menjadi elang
• Epentesis adalah proses penambahan bunyi pada tengah kata.
Misalnya:
Kapak menjadi kampak
Sajak menjadi sanjak
Upama menjadi umpama
Beteng menjadi benteng
• Paragog adalah proses penambahan bunyi pada posisi akhir kata.
Misalnya:
Huubala menjadi hulubalang
. ANALISIS JURNAL
Analisis jurnal :
Lafamane, F. (2020). FONOLOGI (Sejarah Fonologi,
Fonetik, Fonemik). Jurnal Bahasa, 2, 25
Hasil analisis :
Menurut Muslich (2011:118) dalam premis disebutkn
bahwa bunyi-bunyi lingual condong berubah karena
lingkungannya.Dalam bahasa Indonesia, nada dalam
pengucapan kata tidak memengaruhi makna dari kata
tersebut. Apabila perubahan bunyi tidak sampai
mengubah makna atau identitas fonem, maka bunyi
tersebut masih dalam varian bunyi dan fonem yang
sama.
Terima Kasih
Ada Pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai