Anda di halaman 1dari 47

MANHAJ TARJIH

MUHAMMADIYAH
3 Produk Muhammadiyah

Putusan

Fatwa

Wacana
Putusan
 Adalah keputusan resmi Muhammadiyah
dalam bidang agama – bukan keputusan
Majelis Tarjih – dan mengikat organisasi
secara formal (walaupun dalam praktek
dilapangan terkadang diabaikan dan banyak
warga Muhammadiyah tidak memahaminya
atau bahkan tidak mengetahui beberapa
butir penting dari padanya).
 Putusan-putusan Tarjih biasanya dimuat
dalam Berita Resmi Muhammadiyah (BRM)
Munas Tarjih ke-26
(Padang, 2003)
Munas Tarjih ke-27
(Malang, 2010)
Munas Tarjih ke-28
(Palembang, 2014)
Munas Tarjih ke-29
(Yogyakarta, 2015)
Fatwa
 Adalah jawaban Majelis Tarjih terhadap
pertanyaan masyarakat mengenai masalah-
masalah yang memerlukan penjelasan dari segi
hukum Syari’ah. Sesuai dengan sifat fatwa pada
umumnya, fatwa Majelis Tarjih tidak mengikat
baik terhadap organisasi maupun anggota
sebagai perorangan, bahkan fatwa tersebut
dapat dipertanyakan dan didiskusikan kembali.
 Fatwa Agama biasanya dimuat dalam Suara
Muhammadiyah (SM) dalam kolom Tanya
Jawab Agama.
Wacana
 Adalah gagasan-gagasan atau pemikiran
yang dilontarkan dalam rangka memancing
dan menumbuhkan semangat berijtihad yang
kritis serta menghimpun bahan atau ide
mengenai berbagai masalah aktual dalam
masyarakat.
 Wacana-wacana Tarjih tertuang dalam
berbagai publikasi Majelis tarjih seperti
Jurnal tarjih dan berbagai buku yang
diterbitkan.
Misal. Jihad dan Terorisme dll.
Referensi Manhaj Tarjih:
Keputusan Munas
Tarjih XXV; tentang
“Manhaj Tarjih dan
Pengembangan
Pemikiran Islam”
Tahun 2000 di
Jakarta
Apa makna “Tarjih”?

“Majelis Tarjih”
dan
“Manhaj Tarjih”
Manhaj Tarjih?

 Tidak sedikit yang salah faham tentang kata “tarjih”


yang digunakan oleh Majelis Tarjih
 Dalam Muhammadiyah, tarjih tidak hanya dimaknai
sebagai sekedar kegiatan memilih suatu pendapat yang
dipandang lebih kuat, tetapi
“tarjih” dalam Muhammadiyah mempunyai makna
yang lebih luas.
 kata “tarjih” dalam Muhammadiyah
identik dengan kata “ijtihad”.
 Dalam Muhammadiyah “tarjih” diartikan
sebagai:
(1) “setiap aktifitas intelektual untuk
merespons realitas sosial dan kemanusiaan
dari sudut pandang agama Islam, khususnya
dari sudut pandang norma-norma
syariah.”
(2) Oleh karena itu “bertarjih” artinya sama
atau hampir sama dengan “melakukan ijtihad”
mengenai suatu masalah dilihat dari perspektif
agama Islam
 Dalam kegiatan bertarjih itu para ulama Tarjih
gunakan prosedur dan tahap fikir yang disebut
sebagai Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
 Prosedur ini menghimpun unsur-unsur yang
meliputi;
(1) wawasan/semangat/spirit
(2) sumber,
(3) pendekatan, dan
(4) prosedur-prosedur tehnis (metode)
Manhaj Tarjih adalah:

Suatu sistem yang memuat


seperangkat
wawasan/semangat/spirit, sumber,
pendekatan dan prosedur- prosedur
tehnis (metode) tertentu yang
menjadi pegangan dalam kegiatan
ketarjihan
Semangat/Wawasan/Spirit
Tarjih:
1) Tajdid
2) Toleransi
3) Keterbukaan
4) Tidak berafiliasi mazhab tertentu
(1) Semangat Tajdid

 Semangat Tajdid ditegaskan sebagai gerakan


umum Muhammadiyah termasuk
pemikirannya dibidang keagaaam
 Semangat Tajdid ditegaskan dalam dokumen
resmi yaitu dalam pasal 4 ayat (1) ADM
“Muhammadiyah adalah Gerakan Islam,
Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar dan
Tajdid, bersumber kepada al-Qur’an dan as-
Sunnah”
 Tajdid : Menggambarkan oreintasi dari kegiatan
tarjih dan corak produk ketarjihan

Tajdid mempunyai 2 arti:


1) Dalam bidang akidah dan ibadah
- Tajdid berarti “pemurnian” (mengembalikan
akidah dan ibadah kepada kemurniaannya
sesuai dengan sunnah Nabi saw)
- Pemurnian ibadah : Menggali tuntunan ibadah
dari sunah Nabi saw untuk menemukan yang
paling sesuai atau paling mendekatinya
Dalam mencari bentuk yg paling sesuai dengan
sunnah Nabi saw tidak mengurangi adanya
at-Tanawwu fi al-Ibadah (varian dalam kaifiat
ibadah) sepanjang mempunyai landasan yang
kuat.
Misal: Adanya variasi dalam bacaan do’a
iftitah dalam shalat, yg menunjukkan
bahwa Nabi saw sendiri melakukannya
bervariasi
 Varian ibadah yg tdk didukung oleh landasan
sunnah, menurut Tarjih tidak dapat dipandang
praktik ibadah yang bisa diamalkan.
2) Dalam bidang muamalat duniawiyah
Tajdid diartikan:
Mendinamisasikan kehidupan masyarakat
dengan semangat kreatif sesuai dengan
tuntutan zaman di bawah semangat dan ruh
al-Qur’an dan sunnah Nabi saw
- Dalam aspek muamalat duniawiyat beberapa
norma di masa lalu dpt berubah bila ada
keperluan dan tuntutan untuk berubah
Misal: Penentuan masuknya bulan kamariah
baru (khusus Ramadhan, Syawwal dan
Zulhijjah) . Rukyat  Hisab
(2) Semangat Toleransi
 Putusan Tarjih tidak menganggap dirinya saja
yang benar, sementara yang lain tidak benar.
 “Penerangan Tentang Hal Tarjih” yang
dikeluarkan tahun 1936, pareagraf ke-6:
“Kepoetoesan Majelis tardjih moelai dari
meroendingkan sampai kepada menetapkan,
tidak ada sifat perlawanan, yakni menentang
ataoe menjatoehkan segala yang tidak dipilih
oleh tardjih itoe.”
(3) Keterbukaan
 Segala yg diputuskan oleh Tarjih dapat dikritik
dalam rangka melakukan perbaikan, dimana
apabila ditemukan dalil dan argumen lebih
kuat, maka Majelis Tarjih akan membahasnya
dan mengoreksi dalil dan argumen yang
dinilai kurang kuat
 “Penerangan Tentang Hal Tarjih” yang
dikelurkan tahun 1936, paragraf ke-6:
“Malah kami berseroe kepada sekalian oelama
soepaya soeka membahas poela akan
kebenaran putusan Majelis Tardjih itoe dimana
kalaoe terdapat kesalahan ataoe koerang tepat
dalilnya diharap soepaya diajoekan, sjoekoer
kalaoe dapat memberikan dalil yang tepat
dan terang, jang nanti akan dipertimbangkan
poela, dioelang penjelidikannya, kemoedian
kebenarannja akan ditetapkan dan
digoenakan. Sebab waktu mentardjihkan
itoe ialah menoeroet sekedar pengertian dan
kekoeatan kita pada waktoe itoe.”
(2014)
(4) Tidak Berafiliasi Mazhab
 Tidak mengikuti mazhab tertentu, melainkan
dalam berijtihad bersumber kepada al-Qur’an
dan as-sunnah dengan metode-metode ijtihad
yang ada.
 Tidak sama sekali menafikan berbagai
pendapat fukaha yang ada, dan pendapat-
pendapat mereka itu dijadikan bahan
pertimbangan untuk menetukan diktum
norma/ajaran yang lebih sesuai
‫قال أبو حنيفة‪:‬‬
‫الر ُس ْوِل صلى اهلل عليه‬ ‫إذَا ُق ْلت َقوالً خُيَالِف كِتَاب ِ‬
‫اهلل تعاىل َو َخَبَر َّ‬ ‫ُ َ‬ ‫ُ ْ‬
‫وسلم فا ُترُك ْوا َق ْو ْيِل‬
‫ُ‬
‫قال مالك بن أنس‪:‬‬
‫اب‬ ‫ُأصيب‪ ،‬فَانْظُروا ىِف رْأيِي فَ ُك ُّل ماوفَق الْ َِ‬
‫ت‬ ‫ك‬ ‫ِإمَّن اَ أناَ ب َشر ُأخ ِط و ِ‬
‫َ‬ ‫ََ َ‬ ‫ُْ َ‬ ‫َ ٌ ْ ُئ َ ْ ُ‬
‫السنَةَ فَا ْتُرُك ْوُه‬‫و‬ ‫اب‬ ‫السنَّةَ فَخ ُذوه وُك ُّل مامَل يوافِ ِق الْ َِ‬
‫ت‬ ‫ك‬ ‫ُّ‬ ‫و‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
:‫الشافِ ِع ُي‬
َّ ‫ال‬
َ َ‫ق‬
‫اهلل صلى اهلل عليه وسلم َف ُق ْولُْوا بِ ُسن َِّة‬ِ ‫ف سنَّةَ رسوِل‬
ُْ َ ُ َ ‫ال‬
َ ِ ‫ِإذَا وج ْدمُت ىِف كِتَايِب‬
‫خ‬ ْ ْ ََ
‫ت‬ ِ ِ
ُ ‫َر ُس ْول اهلل صلى اهلل عليه وسلم َو ُد ُع ْوا َما ُق ْل‬
“Apabila kamu mendapati dalam kitabku (suatu pendapat) yang
yang menyalahi sunah Rasulullah, maka pegangilah sunnah
Rasulullah saw., dan tinggalkanlah pendapatku”.

:‫َأح َم ُد بن حنبل‬ ْ ‫ال‬ َ َ‫ق‬


ِ ‫الَُت َقلِّ ْديِن والَتُ َقلِّ ْد مالِ ًكا والَ الشَّافِعِي والَ اَْألوز‬
َّ ‫اع َّي َوالَ الث َّْوِر‬
‫ي‬ َ ْ َ َّ َ َ َْ
‫َأخ ُذ ْوا‬ ‫ث‬ُ ‫ي‬‫ح‬ ‫ن‬ ‫م‬ِ ‫وخ ْذ‬
َ َْ ْ ُ َ
“Jangan kamu taqlid kepadaku, dan jangan pula kamu taqlid
kepada imam Malik, imam as-Syafi’i, imam al-Auza’i dan imam
as-Tsaury, akan tetapi ambillah (pegangilah) dari mana mereka
mengambilnya”.
Sumber-sumber Ajaran Agama

 Sumber ajaran agama Islam adalah:


Al-Qur’an dan as-Sunnah
 Kedua sumber ajaran agama Islam ini
ditegaskan dalam dokumen resmi yaitu
1. Pasal 4 ayat (1) ADM
“Muhammadiyah adalah Gerakan Islam,
Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar dan
Tajdid, bersumber kepada al-Qur’an dan as-
Sunnah”
2. Putusan Munas Tarjih tahun 2000 di Jakarta
yang menegaskan:
“Sumber ajaran Islam Adalah al-Qur’an dan
as-Sunnah al-Maqbulah.”
Putusan ini merupakan penegasan kembali
apa yang sudah ditegaskan dalam putusan
sebelumnya:
‫َألص ُل ىِف التَّ ْش ِريْ ِع اِْإل ْسالَِم ِّي َعلَى اِْإل طْالَ ِق‬
ْ ْ‫ا‬
‫ف‬ ‫ي‬ِ
‫ر‬ ‫الش‬
َّ ‫ث‬ ‫ي‬ ‫د‬ِ ‫هو اْل ُقرآ ُن واْحل‬
ُ ْ ُ ْ َ َ ْ َُ
As-Sunnah al-Maqbulah?
 Munas Tarjih XXV : Hadis (sunnah) yg dapat
dijadikan hujjah adalah as-Sunnah al-
Maqbulah.
 Istilah as-Sunnah al-Maqbulah merupakan
perbaikan terhadap rumusan lama dalam HPT
tentang definisi agama yang menggunakan
istilah as-Sunnah as-Shahihah
Mengapa adanya perubahan dari as-Sunnah
as-Shahihah as-Sunnah al-Maqbulah ?

 Istilah as-Sunnah as-Shahihah sering


menimbulkan salah faham dengan
mengidentikannya dengan hadis shahih,
sehingga hadis hasan tidak diterima sebagai
hujah. Padahal sdh menjadi ijma’ bahwa hadis
hasan bisa menjadi hujah agama. (Padahal
maksud rumusan yg sebenarnya dari as-
Sunnah as-Shahihah adalah sunnah yang bisa
menjadi hujah, yaitu hadis sahih dan hadis
hasan).
 Oleh karena itu, rumusan “as-Sunnah al-
Maqbulah” adalah sunnah yg dapat diterima
sebagai hujah agama, baik berupa hadis shahih
maupun hadis hasan.
 Hadis dha’if tidak dapat dijadikan sebagai hujah
agama, kecuali apabila hadis tersebut:
1) banyak jalur periwayatnya sehingga satu sama
lain saling menguatkannya,
2) ada indikasi berasal dari Nabi saw,
3) tidak bertentangan dengan al-Qur’an
4) Tidak bertentangan dengan hadis lain yang sudah
dinyatakan shahih
5) Kedhaifannya bukan karena rawi hadis yang
tertuduh dusta dan pemalsu hadis
 Qaidah:

‫ضا الَحُيْتَ ُّج هِب َا ِإالَّ َم َع َك ْثَرِة‬ ‫ع‬‫ب‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ض‬ ‫ع‬‫ب‬ ‫د‬ ‫ض‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ة‬ ‫ف‬‫ي‬ ِ
‫ع‬ ‫الض‬ ‫ث‬ ِ
ً َْ َُ َْ ُ َ َْ ُ َْ َّ ُ ْ ‫َألح‬
‫ي‬ ‫اد‬ َ ْ‫ا‬
‫ث‬ ‫ي‬‫د‬ِ ‫ت َأصلِها ومَل ُتعا ِرض اْل ُقرآ َن واْحل‬ ِ ‫و‬ ُّ ِ ِ ِ
َ ْ َ َ ْ ْ َ َْ َ ْ ْ ُ َ ُ َ ٌ َْ َ َ ْ َ َ ‫طُُرق‬
‫ب‬‫ث‬
ُ ‫ى‬َ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫د‬ ‫ت‬ ‫ة‬‫ن‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫ق‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ي‬‫ف‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ه‬
‫الص ِحْي َح‬
َّ
“Hadis dhaif yg satu sama lain saling menguatkan tidak
dapat dijadikan hujah kecuali apabila banyak jalannya dan
padanya terdapat karinah yang menunjukkan keotentikan
asalnya serta tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan hadis
sahahih.”
 Sedang Ijma’, Qiyas, maslahat mursalah,
istihsan, istishab, sadduz zari’ah, ‘urf adalah
sebagai metode bukan sumber pokok atau
disebut sebagai sumber pendaping atau
sumber instrumental.
Prosdur Tehnis (Metode)

Ada beberapa macam metode yang digunakan


digunakan Majelis Tarjih dalam pengambilan
keputusan atau fatwa tarjih,
(1) metode bayani (metode interpretasi) 
metode untuk menjelaskan nash-nah yg sudah ada
(2) metode kausasi/ta’lili (menggali maqashid asy-
Syari’ah)
digunakan untuk memecahkan masalah yg tidak
terdapat nas langsung
(2) Metode Sinkronisasi
Suatu metode yang digunakan untuk
menemukan ketentuan hukum bagi kasus-
kasus yang didalammnya terdapat dalil-dalil
yang saling bertentangan (ta’arud al-Adillah)
Cara Penyelesaian Ta’arud al-Adillah

(1) Al-Jam’u wa at-Taufiq: Sikap menerima


semua dalil yg walaupun zahirnya
bertentangan. Sedangkan pada dataran
pelaksanaan diberi kebebasan untuk
memilihnya (takhyir)
(2) At-Tarjih:
Memilih dalil yang lebih kuat untuk
diamalkan dan meninggalkan dalil yang
lemah
(3) An-Nasikh:
Yakni mengamalkan dalil yang munculnya
lebih akhir
(4) At-Tawaqquf:
Yakni menghentikan penelitian terhadap
dalil yang dipakai dengan cara mencari dalil
baru.
Pokok-pokok Manhaj Tarjih
Muhammadiyah
1. Di dalam berisidlal, dasar utamanya adalah al-
Quran dan as-sunnah as-Sahihah. Ijtihad dan
istinbath atas dasar ‘illat terhadap hal-hal yang
tidak terdapat di dalam nash, dapat dilakukan
sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi
dan memang merupakan hal yang diajarkan
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Dengan perkataan lain, Majelis Tarjih menerima
ijtihad termasuk qiyas sebagai cara dalam
menetapkan hukum yang tidak ada nashnya
secara langsung;
2. Dalam menentukan sesuatu keputusan
dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam
menetapkan masalah ijtihad digunakan sistem
ijtihad jama’iy. Dengan demikian pendapat
perorangan dari angota majelis tidak dapat
dipandang kuat;
3. Tidak mengikatkan diri pada suatu mazhab
tetapi pendapat-pendapat mazhab dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan hukum sepanjang sesuai dengan
jiwa al-Quran dan as-Sunnah atau dasar-dasar
lain yang dipandang kuat;
4. Berprinsip terbuka dan toleran dan tidak
beranggapan bahwa hanya Majelis Tarjih yang
paling benar.Keputusan diambil atas dasar
landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat
yang didapat ketika keputusan diambil. Koreksi
dari siapapun akan diterima sepanjang dapat
diberikan dalil-dalil lain yang lebih kuat. Dengan
demikian Majelis Tarjih dimungkinkan
mengubah keputusan yang pernah ditetapkan;
5. Di dalam masalah aqiedah (tawhid) hanya
dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir;
6. Tidak menolak ijma’ Shahabat sebagai dasar
sesuatu keputusan;
7. Terhadap dalil-dalil yang mengandung
ta’arudl digunakan cara al-jam’u wat-tawfieq
da kalau tidak dapat diakukan barudilakukan
tarjih;
8. Menggunakan asas sadd adz-dzara’i untuk
menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah;
9. Menta’lil dapat dipergunakan untuk
memahami kandungan dalil-dalil al-Quran
dan as-Sunnah seanjang sesuai dengan
kandungan syari’ah. Adapun kaidah “al-
hukmu yaduru ma’a ‘illatihi wujudan
wa’adaman” dalam hal-hal tertentu dapat
berlaku;
10. Penggunaan dalil untuk menetapkan
sesuatu hukum, dilakukan dengan cara
komprehensif, utuh dan bulat tidak
terpisah;
11. Dalil-dalil umum al-Quran dapat
diktakhsis hadis Ahad kecuali dalam
bidang aqidah;
12. Dalam mengamalkan agama Islam
menggunakan prinsip at-taysir;
13. Dalam bidang ibadah yang ketentuan-
ketentuannya dari al-Quran dan as-
Sunnah, pemahamannya dapat dilakukan
dengan mnggunakan akal sepanjang
diketahui latarbelakang dan tujuannya.
Meskipun harus diakui bahwa akal besifat
nisbi, sehingga prinsip mendahulukan
nash daripada akal memiliki kelenturan
dalam menghadapiperubahan situasi dan
kondisi;
14. Dalam hal-hal yang termasuk al-umur
ad-dunyawiyyah pengunaan sangat
diperlukan demi kemaslahatan ummat;
15. Untuk memahami nash yang musytarak
paham Shahabat dapat diterima;
16. Dalam memahami nash yang erkaitan
dengan aqiedah makna zhahir
didahulukan daripada takwil. Dalam
hal ini takwil Shahabat tidak harus
diterima

Anda mungkin juga menyukai