Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan system reproduksi serta fungsi dan prosesnya. (WHO) Tujuan Kesehatan Reproduksi 1. Tujuan Umum : Meningkatkan kemandirian dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya sehingga hak-hak reproduksi dapat terpenuhi 2. Tujuan Khusus a. Meningkatkan kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi reproduksinya. b. Meningkatkan peran dan tanggung jawab sosial laki-laki terhadap akibat dan perilaku seksnya KEHIDUPAN SEKSUAL YANG SEHAT
Salah satu sasaran dalam MDGs adalah mendorong kesetaraan
gender dan Pemberdayaan perempuan, Menurunkan Angaka Kematian Ibu (AKI), memerangi HIV/AIDS, malaria, dan Penyakit lainnya. Untuk mencapai hal tersebut maka kesehatan reproduksi perlu ditingkatkan. Kesehatan dalam Undang-Undang Pokok Kesehatan Nomor 32, Tahun 1992 meliputi kesehatan badan, rohaniah (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Kesehatan reproduksi mencakup tiga komponen yaitu : kemampuan (ability), keberhasilan (success), dan keamanan (safety). Kemampuan berarti dapat berproduksi. Keberhasilan berarti dapat menghasilkan anak sehat yag tumbuh dan berkembang. Keamanan berarti semua proses reproduksi termasuk hubungan seks, kehamilan, persalinan, kontrasepi, dan abortus seyogyanya bukan merupakan aktivitas yang berbahaya. PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN SEKSUAL DALAM MENURUNKAN IMS Lima hal yang mempengaruhi perilaku seksual : (a) keadaan kesehatan tubuh, (b) dorongan seksual, (c) psikis, (d) pengetahuan tentang sesual dan (e) pengalaman seksual. Pengetahuan seksual yang benar dapat memberikan petunjuk pada seseorang kearah perilaku seksual yang benar dan bertanggung jawab serta dapat membantunya dalam membuat keputusan pribadi yang penting tentang seksualitas. Sebaliknya pengetahuan seksual yang sangat kurang dapat mengakibatkan penerimaan yang salah tentang seksualitas, sehingga menimbulkan tingkah laku yang salah dengan segala akibatnya. Manfaat besar dalam mempelajari seksualitas secara benar ialah memiliki pengetahuan yang benar, menghindari berbagai mitos dan informasi yang salah, dapat memahami perilaku seksual yang benar pada diri sendiri dan masyarakat, dan dapat mengatasi berbagai masalah seksualitas. Peningkatan kehidupan kesehatan seks untuk mengurangi IMS dapat dilakukan dengan cara cara sebagai berikut :
a) Penanganan kasus IMS
komprehensif 1. Diagnosis IMS 2. Terapi anti mikroba untuk gejala 3. Pendidikan pasien 4. Pemberian kondom 5. Konseling 6. Pemberitahuan dan penanganan pasangan b) Penanganan kasus IMS dengan sindrom Keuntungan: 1. Terapi lebih cepat 2. Hemat biaya (tidak ada tes lab mahal) 3. Kepuasan Klien 4. Standarisasi 5. Diagnosis dan terapi 6. Pengelolaan supply 7. Pelatihan 8. Monitoring dan surveilan Kualitas layanan untuk program IMS 1. Tersedia, terjangkau, dapat diakses dan sesuai 2. Protokol penanganan IMS 3. Petugas kesehatan terlatih (teknis dan konseling) 4. Pasokan obat IMS yang efektif dan berkesinambungan 5. Sistem pelacakan/penelusuran c) Paket Kesehatan Masyarakat kontak rahasia 1. Promosi seks aman 6. Monitoring & supervisi klinik 2. Program kondom 7. Pelatihan saat memberikan 3. Kesadaran masyarakat akan IMS layanan 4. Penanganan kasus IMS komprehensif saat kontak pertama 5. Beri layanan khusus untuk populasi dengan resiko Pekerja seks , Remaja Militer Tahanan 6. Deteksi dini infeksi 7. Integrasi pencegahan dan layanan IMS ke layanan lain. PENGELOLAAN IMS DALAM PELAYANAN KESEHATAN PRIMER Pelayanannya adalah :
1. Konseling tentang pencegahan dan penanggulangan PMS
termasuk HIV/AIDS. 2. Promosi penggunaan kondom untuk perlindungan. 3. Pemeriksaan laboratorium untuk PMS bila mungkin juga untuk HIV/AIDS. 4. Kesehatan reproduksi remaja. PENJAGAAN KESEHATAN IBU DAN JANIN DARI ASPEK PENCEGAHAN IMS Pembinaan Pelayanan di tingkat desa. 1. P e la ya n a n k ebida n a n da sa r (a n te na t al, pe r sa lin a n , ni fa s da n k u nj u ng an n e on a ta l) 2. P e n a ng an a n k a su s k ega wa ta n obs te t rin e o n a tal , t e rm as u k tin da ka n be da h be s a r. 3. P e n a ng an a n s em ua ka s us r u ju ka n da ri pus k e s m a s dan de sa . 4. K on s e li ng giz i. 5. P e m bin a an pe la ya n an di tin gk a t pu s ke sm a s . 6. K e lu a r ga Be re nca n a 7. K on s e li ng K B 8. P e la ya n a n K B, se su a i de ng an ke m a m pua n , ke c ua l i im pl an t da n m e to de P ope ra ti f 9. P e rt olo ng an pe rta m a efek sa m pn g K B. 10. R uj u ka n pel ay an a n K B 11. K on s e li ng K B 12. P e la ya n a n K B, se su a i de ng an ke m a m pua n . 13. P e rt olo ng an pe rta m a pa da k om plik a si dan ke ga ga la n K B se rta pe na n ga n a n e fe k s a m pi n g K B 14. R uj u ka n pel ay an a n K B PERAN KEMENKES DALAM MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI HIV/AIDS Peran dan tanggung jawab Kemenkes dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS adalah sebagai berikut : Pasal 6 Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a. membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi; b. bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan; c. menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional; d. mengembangkan sistem informasi; danmelakukan kerjasama regional dan global dalam rangka pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS. Pasal 7 Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah provinsi dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a. melakukan koordinasi penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS; b. menetapkan situasi epidemik HIV tingkat provinsi; c. menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi; dan d. menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan Penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan. Pasal 8 Tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi : a. melakukan penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS; b. menyelenggarakan penetapan situasi epidemik HIV tingkat kabupaten/kota; c. menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat primer dan rujukan dalam melakukan penanggulangan HIV dan AIDS sesuai dengan kemampuan; dan d. menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi dengan memanfaatkan sistem informasi. PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN DIPELAYANAN KESEHATAN PRIMER Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan. Kualitas atau mutu adalah tingkat baik buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Peningkatan Kualitas Pendidikan Bidan
adalah suatu upaya atau proses bagi bidan dalam melaksanakan pendidikan yang memiliki kemampuan dan dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif serta mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. PENGALAMAN LEMBAGA KESEHATAN DALAM MENGELOLA PENDIDIKAN BIDAN Pendidikan yang berkualitas bagi profesi bidan merupakan aset terpenting dalam menjalankan pelayanan kebidanan yang bertanggung jawab dalam sistem pelayanan kesehatan serta bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya ibu dan anak-anak. Dalam menuju MDG's 2015, Asosiasi Pendidikan Kebidanan Indonesia (AIPKIND) berpartisipasi mengambil bagian dalam memperkuat kualitas pendidikan kebidanan dan kesehatan khususnya. Pada tatanan global seluruh umat manusia di dunia dihadapkan pada tantangan yang bersumber dari perkembangan global sebagai akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Robert B Tucker (2001) mengidentifikasi adanya sepuluh tantangan di abad 21 yaitu : 1.) kecepatan (speed), 2.) kenyamanan (convinience), 3.) gelombang generasi (age wave), 4.) pilihan (choice), 5.) ragam gaya hidup (life style) 6.) kompetisi harga (discounting), 7.) pertambahan nilai (value added) 8.) pelayanan pelanggan (customer service), 9.) teknologi sebagai andalan (techno age), 10.) jaminan mutu (quality control). Sepuluh tantangan global ini tidak hanya dihadapi oleh beberapa perguruan tinggi saja, melainkan dihadapi oleh seluruh perguruan tinggi, baik di skala regional, nasional bahkan internasional, tidak terkecuali dengan pendidikan kebidanan. Pada kurun waktu 5- 10 tahun kedepan apabila pendidikan bidan tidak segera merespon dengan bijaksana dan memadai maka eksistensi pendidikan bidan akan hilang dimasyarakat, bahkan secara perlahan akan kehilangan peran. Tentunya kita berharap semua ramalan itu tidak akan terjadi pada pendidikan bidan saat ini. Fakta menunjukkan bahwa problematika dari pendidikan bidan saat ini adalah mutu atau kualitas dari pendidikan bidan. Kondisi ini dibuktikan masih banyaknya pendidikan bidan yang memperoleh akreditasi B dan C di Badan Akreditasi Nasional yang merupakan satu- satunya badan akreditasi perguruan tinggi di Indonesia. Pendidikan a. Pendidikan vokasi : Kebidanan 60% praktek 40% teori Mengutamakan skill 1. D3 Masa studi 3 tahun 2. D4 Gelar ahlimadya 3. S1 LTA 4. Profesi Kompetensi: a. Care provider b. Comming leader c. Comunikator d. manager b. Pendidikan vokasi c. Pendidikan akademik 60% praktek 40% teori 40% praktek 60% teori Mengutamakan skill Masa studi 4 tahun dari SMA Masa studi 4 tahun dan 1 tahun dari D3 Gelar Gelar sarjana Kebidanan sarjana terapan Penelitian/skripsi Penelitian/skripsi Kompetensi: Kompetensi: 1.Care provider 1.Care provider 2.Comming leader 3. Comunikator 2.Comming leader 4. Manager 3.Comunikator 5. Peneliti 4.Manager 5.Peneliti d. Pendidikan program keahlian tertentu Masa studi 1 tahun jika dari S1 kebidanan dan 1,5 tahun dari d4 kebidanan Kompetensi 1.Care provider 2.Comming leader 3.Comunikator 4.manager PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DIPLOMA III KEBIDANAN 1. Bidan dengan latar belakang pendidikan minimal magister Kebidanan/ Magister Kesehatan. 2. Memiliki kompetensi profesional, kepribadian dan sosial. 3. Memiliki pengalaman kerja/praktik klinis kebidanan minimal 5 tahun 4. Teregistrasi dan memiliki lisensi/izin sebagai bidan di wilayah Negara Republik Indonesia 5. Memiliki pengalaman atau pendidikan lanjutan yang berhubungan dengan kebidanan termasuk memelihara kemampuan praktik kliniknya 6. Pendidik memiliki sertifikat pendidik yang dikeluarkan instansi yang berwenang 7. Penyelenggara pendidikan Diploma III kebidanan memiliki program monitoring dan evaluasi serta pembinaan dosen dan pembimbing STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEBIDANAN DI INDONESIA STANDAR 1 : Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran STANDAR 2 : Tata pamong dan sistem penjaminan mutu STANDAR 3 : Mahasiswa dan Lulusan STANDAR 4 : Sumber Daya Manusia STANDAR 5 : Kompetensi, Kurikulum dan Proses Pembelajaran STANDAR 6 : Sarana Prasarana dan Sistem Informasi STANDAR 7 : Penelitian STANDAR 8 : Pengabdian Masyarakat STANDAR 9 : Pembiayaan Pendidikan PERAN MENDIKNAS DALAM PROGRAM MENJAGA MUTU PENDIDIKAN 1. Lisensi Lisensi adalah proses administasi yang dilakukan oleh pemerintah atau yang berwewenang berupa surat izin praktik yang diberikan kepada tenaga profesi yang telah teregistrasi untuk pelayanan mandiri. Sasaran: perseorangan/individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Contoh: untuk memperpanjang masa berlaku surat praktek bidan harus sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Dampak: Dapat disediakan dan diselenggarakan upaya kesehatan sebaik-baiknya karena upaya kesehatan dapat mengatur pemanfaatan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang dimiliki dengan baik, serta dapat menetukan kebutuhan dan tuntutan dengan tepat, maka dapat diharapkan tersedia dan terselenggaranya upaya kesehatan yang sebaik-baiknya 2. Akreditasi Akreditasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang terbuka. Sasaran: puskesmas, rumah sakit, klinik, institusi pendidikan. Contoh: akreditasi/penilaian di instansi pendidikan. Dampak: 1. mendorong Perubahan dalam organisasi kesehatan 2. gaya manajemen lebih partisipatif. 3. mempengaruhi Keuangan terkait dengan pembiayaan, tidak terkait dengan pendapatan 4. meningkatkan kinerja instansi terkait 5. program akreditasi tidak berkaitan pada kinerja profesional yang mana tidak ada perbedaan antara profesional kesehatan yang dilatih dan tidak dilatih dalam pemenuhan akreditasi. 3. Standarisasi Standarisasi adalah suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan yaitu yang menyangkut masukan proses dari system pelayanan kesehatan. Dampak: 1. Sebagai acuan dan landasan dalam melaksanakan tindakan atau kegiatan dalam lingkup tanggung jawab Bidan 2. Mendukung terlaksananya asuhan kebidanan berkualitas 3. Parameter tingkat kualitas dan keberhasilan asuhan yg diberikan Bidan 4. Perlindungan hukum bagi Bidan, dan klien / pasien. Sasaran: Bidan Praktek Mandiri (BPM). Contoh: Adanya beberapa klinik satelit di masing-masing kota. Klinik satelit yaitu klinik yang sudah di selaraskan/di standartkan berdasarkan ketentuan sehingga dapat digunakan sebagai acuan klinik-klinik yang lain. 4. Sertifikasi Sertifikasi adalah suatu penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik. Dampak: 1. Meningkatkan proses dan mutu kesehatan 2. Meningkatkan martabat guru dan tenaga kesehatan 3. Meningkatkan profesionalisme Contoh: setelah lulus dari pendidikan bidan dan uji kompetensi maka memperoleh sertifikat kompeten. Sasaran: pegawai yang langsung terjun ke masyarakat seperti; bidan, dokter, perawat, dosen. TERIMA KASIH….