Anda di halaman 1dari 84

WACANA

BAHASA INDONESIA

RIO RINALDI
Hakikat Analisis Wacana

Analisis wacana pada prinsipnya adalah kerja


analisis (melalui pengetahuan dan interpretasi) atas
satuan-satuan bahasa yang digunakan (yang
berfungsi) dalam peristiwa komunikasi. Oleh sebab
itu, analisis wacana berkaitan dengan fungsi bahasa.
Teks, Konteks, dan Koteks
Dalam wacana terdapat teks, koteks, dan konteks.
Teks adalah satuan/konstruksi bahasa yang
sistematis dan bersifat kontekstual disampaikan
dengan lisan maupun tertulis berdasarkan
pikiran/gagasan yang utuh.
Koteks adalah unsur/pemarkah yang berkaitan
dengan kalimat sebelumnya atau yang mengikutinya.
Konteks adalah hal atau unsur yang terkandung
dalam komunikasi verbal dan nonverbal yang
mengandung makna dan tujuan.
Contoh Teks, Koteks, dan Konteks

Dapat kabar, Sopiah sedang terbaring sakit


parah di rumahnya. Badannya habis. Kurus
tegang. Pipinya mencekung. Acap dia
merasakan sakit di kepalanya. Dan pula, ia
berkata ke suaminya bahwa dadanya sering
sesak. Hingga ia sama sekali tak kuat untuk
berdiri (Penyesalan, Prg.1)
Fungsi Transaksional
(Brown dan Yule, 1983)

 Fungsi transaksional: hal yang paling


diutamakan adalah bagaimana informasi
faktual tersebut dapat disampaikan secara
efektif. Karenanya, orientasinya adalah
kejelasan pada isi atau pesan yang
disampaikan.
 Contoh: Kemarin sore, seorang nenek diperkosa
pemuda mabuk di sebuah gubuk.
Fungsi Interaksional
(Brown dan Yule, 1983)
1. Fungsi interaksional yang diutamakan adalah
terbentuknya interaksi (komunikasi) yang
serasi antara pemakai bahasa yang
bersangkutan.
2. Orientasinya bukan pada isi dan pesan,
tetapi kepada pengekspresian atau
pengungkapan hubungan sosial dengan
memperhatikan pemakaian bahasa untuk
merundingkan relasi peran dan prinsip
percakapan.
Idesional: bahasa dipakai untuk alat
pengungkap sikap penutur dan
pengaruhnya pada sikap dan perilaku
penutur. (kaidah pemetaan makna bunyi)

Tiga Fungsi interpersonal : terdiri atas fungsi


Bahasa (Halliday) ekspresif dan infomatif. (pragmatik)

Tekstual : bahasa difungsikan sebagai


alat untuk membangun dan menyusun
sebuah teks. (pragmatik)
Empat Fungsi Bahasa
menurut Popper
• Fungsi ekspresif : mengungkapkan keadaan
internal individu.
• Fungsi informatif: menyampaikan informasi
kepada orang lain mengenai keadaan
eksternal
• Fungsi argumentatif: merepresentasikan,
menilai, serta memberi penjelasan.
• Fungsi deskriptif: untuk memerikan objek
dalam dunia eksternal
Fungsi Bahasa (Ekspresif)
menurut Popper
“Aku menitipkan sawah itu ke Sopiah
karena aku tahu dia tak punya anak.
Apalagi yang akan menghiburnya kalau
bukan itu. Aku hanya mencoba berlaku adil
kepada kalian,”kata Mak Katik lanjut
menceramahi Hayati (Penyesalan, Prg. 21)
Fungsi Bahasa (Informatif)
menurut Popper
“Kau sebagai yang kecil, Hayati, pergilah ke
rumah kakakmu. Dia sakit sekarang.
Badannya habis. Jenguklah dia,”pesan Mak
Katik waktu berkunjung ke rumah Hayati.
(Penyesalan, Prg. 18)
Fungsi Bahasa (argumentatif)
menurut Popper
“Kalau sekarang dia punya banyak uang, itu karena
usahanya. Bukan karena aku, bukan karena siapa-
siapa. Kau masih ingat, dulu, sebelum kau bilang
ingin menikah dengan suamimu itu. Sawah itu telah
kugadaikan untuk mencukupi biaya pernikahanmu,
bukan? Dan Sopiah tak ada sedikit pun protes.
Sekarang, karena Sopiah punya uang, apa salahnya
kalau dia mengambilnya lagi. Biarlah dia
mengembangkan sawah itu sekarang,”jelas Mak
Katik mengacungkan gelas kopinya ke Hayati
sambil berkata, “tambahkan airnya sedikit saja.”
(Penyesalan, Prg 22)
Fungsi Bahasa (deskriptif)
menurut Popper
Mak Katik adalah mamak kontan bagi
Sopiah dan Hayati. Cuma beliaulah satu-
satunya saudara dari amak mereka yang
masih tersisa. Dan lelaki itu sudah sangat
tua. Berjalan saja sudah tak begitu kuat.
Sering sakit-sakitan. Kalaupun keras juga
hatinya pergi keluar, pergi ke tempat anak
atau kemenakannya, ia biasa diantar tukang
ojek langganannya, Si Mawi.
(Penyesalan, Prg. 17)
Wacana berdasarkan tujuan

Wacana berdasarkan cara


Wujud dan pemaparan
Jenis
Wacana
Wacana berdasarkan
pelibat

Wacana berdasarkan media


Wacana ekspresif

Wacana referensial
Wacana
Berdasarkan
tujuan
Wacana sastra

Wacana persuasif
Wacana ekspresif

Wacana yang ditujukan untuk kepentingan


si pembuat (penulis) itu sendiri.
Bersifat individual.
Contoh : -buku harian, doa, keluhan
(individual).
-ikrar keagamaan, anggaran
dasar, deklarasi kemerdekaan, dsb
(sosial)
Wacana referensial

 Wacana yang tertuju kepada penggambaran fakta


dan data.
Dikelompokkan menjadi
A. Wacana referensial ekspositoris : seminar, definisi
sementara, hipotesis, diagnosis, usul pemecahan
masalah.
B. Wacana referensial ilmiah : laporan penelitian
C. Wacana referensial informatif : surat kabar,
laporan, rangkuman, makalah nonteknis, buku teks.
Wacana sastra

Wacana yang dipadukan antara realitas


objektif, imajinasi, dan kreativitas.
 Prosa (novel, roman, dan cerpen), drama
(tradisional dan modern/monolog dan dialog),
puisi (lama dan baru)
Wacana persuasif

Wacana yang diciptakan dan ditujukan untuk


dekorder (pembaca dan penyimak).
Tujuannya untuk memengaruhi keyakinan
pembaca atau pendengar melakukan
tindakan atas apa yang diajak atau
dipengaruhi.
 Contoh : iklan, khotbah, pidato, tajuk
rencana
Wacana naratif

Wacana prosedural
Wacana
Berdasarkan
Cara Wacana hortatorik
Pemaparan
Wacana ekspositorik

Wacana deskriptif
Wacana naratif

Wacana yang menonjolkan peran tokoh,


kejadian, melalui peran yang dimainkan oleh
para tokoh. Urutan peristiwa dijalin oleh
perilaku tokoh sacara kronologis.
 Kekuatan wacana ini terletak pada urutan
cerita, alur, bersifat fiksi dan nonfiktif.
Yang tergolong fiktif: novel dan cerpen,
dsb. Nonfiktif: biografi dan autobiografi.
Wacana prosedural

Wacana yang menuturkan sesuatu secara berurutan


sesuai dengan yang telah ditentukan. Urutannya
sistematis. Prinsip kohesi dan koherensi
memengaruhi unsur sebelum dan sesudahnya (nama
lainnya adalah teks eksposisi, teks prosedur
kompleks, eksplanasi, dan sebagainya).
Wacana ini menjawab pertanyaan bagaimana sesuatu
bekerja, cara kerja, dan proses terjadinya.
 Contoh : petunjuk menggunakan obat kesehatan,
barang elektronik, dsb.
Wacana hortatorik

berisi ajakan atau nasihat dan menguatkan


pendapat. Wacana ini merupakan hasil
atau produksi suatu waktu dan bukan
disusun berdasarkan urutan waktu.
 Contoh : pidato rektor saat PKKMB,
pidato wisuda, pengarahan dekan kepada
mahasiswa, dsb.
Wacana deskriptif

wacana yang bersifat melukiskan sesuatu, baik


berdasarkan pengalaman atau pengetahuan
penulis. Wacana ini melukiskan sesuatu objek
kepada pembaca secara detail dan imajinatif.
Pembaca akan mendapatkan kesan dari apa yang
disampaikan penulis dengan cara merangsang
indera pembaca
 Pembaca merasa betul-betul menyaksikan objek,
peristiwa, atau kejadian tersebut.
Wacana monolog
Wacana
Berdasarkan
Pelibat

Wacana dialog
Wacana monolog

Wacana yang secara tidak langsung


menghendaki interaksi timbal balik antara
enkoder (pembicara/penulis) dengan
dekoder (pembaca/pendengar). Dekoder
dapat saja memberi tanggapan, tetapi tetap
saja waktu besar milik enkoder.
 Contoh : ceramah, pidato, khutbah, berita
dan surat.
Wacana dialog

wacana yang menghendaki interaksi timbal


balik antara enkoder dan dekoder. Waktu
interaksi relatif sama. Tidak ada dominasi
(jika masih bersifat timbal balik)
Jenis wacana dialog :
1. Sesungguhnya (real conversation)
2. Teks (text conversation)
Wacana lisan
Wacana
Berdasarkan
Media

Wacana tulisan
Wacana tulisan

wacana yang menggunakan bahasa tulis


sebagai penyampainya.
 Dapat berupa teks atau bahan tertulis yang
dibentuk oleh sejumlah paragraf (buku teks,
novel, ensiklopedia, dsb) yang dingkapkan
secara lengkap dan utuh, sistematis, dan
padu.
Wacana lisan
Wacana yang menggunakan alat ucap (lisan) sebagai
media penyampaiannya. Diciptakan dalam situasi
dan waktu yang nyata. Dikaitkan dengan wacana
interaktif.
Berupa percakapan lengkap baik ilmiah (sehari-hari)
maupun imitasi/non-ilmiah (teks drama, film, dan
wawancara) dan dapat pula dilihat dari contoh
berikut.
Contoh : siaran–siaran televisi, radio, berdoa,
khotbah, pidato, ceramah, dan sastra (cerita
rakyat, teka-teki, ungkapan larangan, dsb)
Wacana ekspresif

Wacana yang ditujukan untuk kepentingan si


pembuat (penulis) itu sendiri.
Bersifat individual.
Contoh : -buku harian, doa, keluhan
(individual).
-ikrar keagamaan, anggaran
dasar, deklarasi kemerdekaan,
dsb
kohesi

Unsur Utama
Pembentuk
Wacana

koherensi
Unsur Pendukung Koherensi
dalam Wacana
1. Adanya kontinuitas konsep dan relasi yang
relevan.

 Menurut Charolles, perlu ada hubungan


antara fakta yang ada dalam teks dengan
dunia yang ditampilkan.
Contoh
Besok, Jon Ladiang akan berulang tahun yang ke-
25. Piak Ayau—kekasih Jon Ladiang—
mempersiapkan kejutan. Piak Ayau akan membeli
cincin batu akik lumut sungai deras untuk Jon
Ladiang. Piak Ayau tahu bahwa Jon Ladiang begitu
menyukai cincin batu akik itu. Oleh sebab itu, Piak
Ayau pergi ke (toko cincin/pasar/toko bunga)
untuk membelinya.
Unsur Pendukung Koherensi
dalam Wacana
2. Adanya Perkembangan
Menurut Charolles, perlu adanya
perkembangan (unsur semantik yang
diperbaharui) agar sebuah teks dianggap
koheren, baik secara macrostructure
maupun microstructure.
Contoh

Jon Ladiang adalah seorang anak yatim.


Ayahnya telah lama meninggal. Ibunya adalah
seorang janda. Sebagai seorang wanita yang
telah lama ditinggalkan oleh suaminya,
ibunya hanya hidup berdua dengan Jon
Ladiang.
Unsur Pendukung Koherensi
dalam Wacana
3. Tidak Ada Kontradiksi
 Menurut Charolles, sebuah wacana tidak
boleh adanya kontradiksi (pertentangan
makna) dan kalimat lanjutan yang tidak
tepat, baik itu antarklausa atau kalimat.
Contoh

Jon Ladiang adalah seorang anak yatim.


Sebagai seorang wanita yang telah lama
ditinggalkan oleh suaminya, ibunya hanya hidup
berdua dengan Jon Ladiang. Untunglah Jon
Ladiang termasuk anak yang saleh dan rajin.
Unsur Pendukung Koherensi
dalam Wacana

4. Perlu Adanya Identitas Individual


 Identitas mengacu kepada konsep. Identitas
itu tidak selalu mengacu pada manusia,
tetapi makluk lainnya, termasuk benda mati.
Prinsipnya berupa cakupan, keanggotaan,
sebagian-keseluruhan, dan kepemilikan.
Contoh

Usai mandi pagi, Jon Ladiang bersiap-siap


pergi kuliah. Buku-buku serta laptop sudah
siap di tas ranselnya. Sebelum pergi kuliah,
Jon Ladiang tak lupa mengenakan pakaian
terbaik. Tak lupa pula, rambutnya yang
diberi minyak kemiri disisirnya ke arah
belakang.
Unsur Pendukung Koherensi
dalam Wacana

5. Perlunya Seleksi Fakta yang Akan


Ditampilkan
 Wacana itu bisa dianggap baik apabila fakta
yang membentuk situasi tertentu
ditampilkan. Apabila tindakan, diuraikan
peristiwa yang mendukung tindakan itu. Hal
itu perlu dilakukan seleksi fakta.
Contoh

Usai mandi pagi, Jon Ladiang bersiap-siap pergi kuliah. Buku-buku


serta laptop sudah siap di tas ranselnya. Sebelum pergi kuliah,
Jon Ladiang tak lupa mengenakan pakaian terbaik. Tak lupa pula,
rambutnya yang diberi minyak kemiri disisirnya ke arah belakang.

(perhatikan kejadian sebelum da sesudah di antara peristiwa di


atas. Masih banyak peristiwa yang dimunculkan, misalnya dengan
sabun apa dia mandi, makan apa sebelum pergi kuliah, baju merek
apa yang dia pakai, dsb, jika hal itu ditampilkan, barangkali akan
membosankan pembaca karena dianggap kurang penting (ingat :
seleksi)
kohesi
Unsur Utama
Pembentuk
Wacana

koherensi
Jenis Kohesi

 Kohesi Gramatikal : Referensi


(Pengacuan), Substitusi
(Penyulihan), Elipsis (Pelesapan),
Konjungsi (Penghubung).
Kohesi gramatikal
Hubungan (relasi) antar satu unsur
dengan yang lain dengan menjelaskan
hubungan semantik antara bagian teks
dengan yang lain sehingga satu unsur
teks dapat menjelaskan unsur teks
lainnya secara utuh atau menyeluruh
(wacana).
Referensi
1. Menampilkan hubungan antara bahasa dan identitas
yang diacu (dirujuk), yang bersifat khas.
2. Terletak pada kontinuitas acuan ketika hal yang sama
masuk ke dalam wacana untuk kedua kalinya, ketiga
kalinya, dan seterusnya.

Rujukan referensi terdiri atas referensi tekstual


(endofora) dan situasional (eksofora)
REFERENSI (PENGACUAN)
Referensi

Referensi Referensi
Tekstual (endo) Situasional (ekso)

Anafora katafora

Acuan Acuan
Tetap bervariasi
RELASI SITUASIONAL
(eksofora)
Dalam situasi komunikasi langsung, apabila
yang diacu itu berada di luar teks, hal itulah
yang disebut referensi (acuan) situasional.

Mari kita baca secara saksama contoh teks


yang terlibat acuan situasional berikut !!
Contoh Ekso:
PAK RT (kepada hansip)
Heh! Mana? Lama benar.
 
HANSIP
Sabar pak, sebentar lagi.
 
LELAKI
Waktunya selalu tepat pak, tak pernah meleset.
 
PAK RT (manggut-manggut dengan bijak, kemudian
melihat arloji )
Masih satu menit lagi.
(Gusmel Riyadh, Dilarang Nyanyi di Kamar Mandi)
REFERENSI TEKSTUAL
(ENDOFORA)

Apabila hal yang yang diacu atau yang


memberikan penjelasan informasi itu terletak
di dalam teks, hal itu disebut referensi
tekstual (endofora). Terdapat dua sistem
rujukannya yaitu, anafora dan katafora
Hubungan Anafora

Terjadi apabila unsur yang diacu terdapat sebelum


unsur yang mengacu.
Contoh :
Jon Ladiang adalah profesor terhebat di kampus
ini. Tidak hanya itu, dia juga seorang ahli lingustik
bidang wacana kritis. Selain itu, beliau juga dikenal
sangat baik oleh mahasiswanya.

(dia, beliau, dan –nya merupakan anafora beracuan


tetap)
Hubungan anafora

Contoh :
Jon Ladiang adalah profesor terhebat di kampus ini.
Tidak hanya itu, dia juga seorang ahli lingustik bidang
wacana kritis. Selain itu, beliau juga dikenal sangat baik
oleh mahasiswanya. Semua mahasiswa menyukai Jon
Ladiang. Setiap ada mata kuliah dengannya, mereka
selalu datang lebih awal.

(dia, beliau, dan –nya, mereka merupakan anafora


beracuan tidak tetap)
Hubungan katafora

Terjadi apabila unsur yang mengacu terdapat lebih dulu


dari unsur yang diacu.

Contoh : Dia selalu muncul dengan wajah yang lucu.


Semua mahasiswa menyukainya. Setiap ada
perkuliahan dengannya, semua mahasiswa selalu
datang tepat waktu. Selain lucu, ia memang bijaksana.
Tak disangka, dia pergi secepat ini. Cairan sianida
telah merenggut nyawanya. Semua mahasiswa telah
kehilangan Jon Ladiang.
SUBSTITUSI
(PENYULIHAN)

Penggantian suatu unsur dalam teks oleh unsur lain.


Lebih mengemukakan hubungan kata-kata (kata,
frasa, klausa lexico grammatical) dan menghindari
pengulangan.
Contoh :
 Jusmaniar merebut pacar kakaknya. Yang sangat
menyakitkan hati Rosma adalah mereka (Jusmaniar &
pacar kakaknya) selalu bergelut di depannya.
 Pemecah tuba. Itu adalah ungkapan yang tepat bagi
penggosip.
ELIPSIS (PELESAPAN)
Sesuatu yang tidak terucapakan dalam wacana, tidak
hadir dalam komunikasi, tetap dapat dipahami
(konteks pembicaraan/tekstual).

Contoh :
Ketika liburan semester tiba, banyak mahasiswa
pulang ke kampungnya. Demikian pula bagi Badaram.

Sekarang sedang musim ujian di universitas. Semua


mahasiswa sibuk belajar, kecuali Badaram.
KONJUNGSI (PENGHUBUNG)
Merupakan partikel yang dipergunakan untuk menggabungkan kata dengan
kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, dst (Kridalaksana, 1982:90).

1. Penambahan : dan, juga, baik, maupun, lagi pula, selain itu, dan tambahan pula
2. Peningkatan : bahkan, malahan, lebih-lebih
3. Pertentangan : tetapi, padahal, meskipun, biarpun, namun, walaupun,
sedangkan, sebaliknya, dsb
4. Pemilihan : atau
5. Waktu : sesudah, setelah, sebelum, sehabis, dsb
6. Syarat : jika, kalau, jikalau, asalkan, bila, dsb
7. Pengandaian : seandainya, seumpama, sekiranya
8. Tujuan : agar, supaya, untul
9. Konsesif (berlawanan dg keadaan) : biarpun, meskipun, dsb
10. Pemiripan : seakan-akan, seolah-olah, laksana, bagaikan.
kohesi
Unsur Utama
Pembentuk
Wacana

koherensi
Jenis Kohesi Leksikal

 Kohesi Leksikal ; alat penandanya adalah


reiterasi : repetisi (pengulangan kata),
sinonim, hiponim, dan kata generik, ditambah
dengan isotopi.
REPETISI
Pengulangan kata yang sama, biasanya
dengan acuan yang sama juga.

Contoh : Dalam kehidupan demokrasi, rakyat


harus berani. Berani menyatakan pendapat,
berani menetang kezaliman, berani
menyongsong masa depan.
SINONIM
Alat kohesi yang berupa hubungan dua
leksem dalam satu kalimat. Tujuannya
agar wacana tersebut kontennya terlihat
bervariatif.
Cth : Surat kabar hari ini penuh dengan
pententangan politik, kriminal, dan life
style. Demikianlah koran menunjukkan
eksistensinya sebagai bagian dari pers.
HIPONIM
Menurut Baylon dan Fabre, hiponim adalah hubungan
yang memperlihatkan pencakupan makna beberapa
unsur leksikal tertentu (vertikal dan horizontal).
Secara vertikal terdapat superordinat (hiperonim) dan
subordinat (hiponim), sedangkan secara horizontal
terdapat kohiponimi

Contoh:
Dalam setiap rapat, selalu tersedia berbagai penganan
(superordinat/hiperonimi) seperti, lapek, bakwan, kue
lapis, dan risoles (subordinat/hiponim).
Korket adalah ko-hiponimi dari bakwan dan bakwan
adalah ko-hiponimi dari kue lapis, dst.
KATA/LEKSEM GENERIK
Menurut Halliday dan Hasan, sama
prinsipnya dengan hiperonim, hanya saja
cakupannya lebih luas. Berada pada
tingkatan tertinggi.

Cth : beo > burung > binatang > mahkluk


ISOTOPI
Kondisi struktural yang sama atau jaringan
makna. Isos (sama) topos (tempat)
MUDA

MANUSIA BUAH-BUAHAN

Usia blm pengalaman mentah blm matang


blm byk
Bentuk : mengacu kepada
struktur kebahasaan yang
Kerangka digunakan seperti frasa,
Dasar klausa, dan kalimat.
Wacana

Isi : berada dibelakang


struktur kebahasaan
yang digunakan (makna).
Stilistika

Pendekatan
Wacana
Tulis Sastra

Wacana Kritis
Pendekatan Wacana Kritis Teks Sastra
A. Eriyanto (2009:7) dalam analisis wacana kritis, wacana tidak
dipahami semata sebagai studi bahasa, melainkan analisis
wacana menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis,
tetapi bahasa yang dianalisis berbeda dalam studi bahasa
dalam pengertian linguistik tradisional.
B. Bahasa dianalisis bukan hanya menggambarkan dari aspek
kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks.
Konteks yang dimaksud berarti bahasa itu dipakai untuk
tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktik
kekuasaan
C. Analisis wacana kritis mengkaji tentang upaya kekuatan sosial,
pelecehan, dominasi, dan ketimpangan yang direproduksi dan
dipertahankan melalui teks yang pembahasannya
dihubungkan dengan konteks sosial dan politik.
Diskriminasi Posisi
Gender : lk/pr Subjek-
Objek

Wacana Kritis Perspektif


Sara Mils

Posisi
Pembaca
Posisi Subjek-Objek
A. Posisi sebagai subjek merupakan posisi yang menempatkan
tokoh hadir di dalam teks. Tokoh yang hadir dalam teks
mempunyai kesempatan masuk ke dalam teks sebagai
pencerita atau subjek. Tokoh menceritakan peristiwa yang
terjadi menurut pendapatnya sendiri.

B. Posisi sebagai objek merupakan posisi yang menempatkan


tokoh sebagai pihak yang kehadirannya didefinisikan pihak
lain. Peristiwa yang menimpa tokoh diceritakan oleh pihak
lain, tokoh hanya dijadikan objek penceritaan yang kurang
bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tokoh tidak
bisa menceritakan sendiri peristiwa yang dialaminya dalam
teks.
Posisi Pembaca
A. Data posisi pembaca diambil dari data posisi subjek dan objek yang
mendapatkan diskriminasi gender.
B. Dilihat dari pengertiannya posisi pembaca merupakan posisi yang
menempatkan pembaca dianggap bukan hanya sebagai penerima teks,
tetapi ikut berperan bagaimana nantinya teks itu ditampilkan.
C. Menurut Sara Mills ragam sapaan secara tidak langsung digunakan
oleh pengarang untuk memperhitungkan keberadaan pembaca dalam
menilai teks terbagi atas 2 faktor: (1) faktor mediasi, yaitu suatu
teks umumnya membawa tingkatan wacana yang posisi kebenaran
ditempatkan secara hierarkis, sehingga pembaca mensejajarkan
atau mengidentifikasikan dirinya sendiri dengan karakter atau apa
yang tersaji dalam teks, (2) faktor kode budaya, yaitu membatu
pembaca menempatkan dirinya terutama dengan orientasi nilai yang
disetujui dan dianggap benar oleh pembaca.
Deskriminasi Gender
Menurut Fakih (2013:12), diskriminasi gender terbagi atas 5
bentuk :
(1) Marginalisasi, yaitu proses peminggiran dalam bidang pekerjaan
yang mengakibatkan kemiskinan terhadap salah satu jenis
kelamin,
(2) Subordinasi, yaitu anggapan terhadap satu jenis kelamin lebih
rendah daripada jenis kelamin yang lain,
(3) Pandangan streotipe, yaitu penandaan atau pelabelan terhadap
jenis kelamin berakibat membatasi dan merugikan salah satu
jenis kelamin yang mendapatkan perlakuan tidak adil,
(4) Kekerasan, yaitu tindakan yang mengakibatkan kerugian fisik,
mental, dan merampas kebebasan antara salah satu jenis kelamin.
Kekerasan terbagi atas dua macam, kekerasan fisik dan
kekerasan nonfisik, dan
(5) Beban ganda, yaitu beban kerja yang dilakukan oleh salah satu
jenis kelamin terlalu banyak dibandingkan jenis kelamin yang lain.
Novel

Unsur Intrinsik

Penokohan

Pendekatan Sosiologi Sastra

Diskriminasi Gender

Marginalisasi Subordinasi Streotipe Kekerasan Beban Ganda

Sara Mils

P. Subjek P. Objek P. Pembaca


Pendekatan Stilistika
A. Stilistika merupakan salah satu pendekatan dalam
kritik sastra, yaitu kritik sastra yang
menggunakan linguistik sebagai dasar kajian.
Dengan sendirinya, seorang kritikus yang ingin
bergerak di bidang stilistika harus menguasai
linguistik.
B. Dalam karya sastra, stilistika dipakai pengarang
sebagai sarana retorika dengan mengeksploitasi,
memanipulasi, dan memanfaatkan potensi bahasa.
Pendekatan Stilistika
 Kajian Antropolinguistik dan Stilistika
 Hal yang diidentifikasi: kata-kata yang
didayagunakan sebagai gaya bahasa yang khas,
fungsi gaya bahasa, makna kata dalam gaya
bahasa, dan relasi/ideologi budaya yang
dijadikan pisau bedah dan diulas secara
komprehensif.
ANALISIS PUISI
BERDASARKAN PENDEKATAN
SEMIOTIKA
SEMIOTIKA DALAM
SASTRA
 Bahasa merupakan sistem semiotik (tanda). Setiap tanda sebagai
unsur bahasa dalam teks sastra mempunyai arti tertentu yang
disepakati oleh masyarakat (konvensi), tergantung identitas, dan ciri
suatu kebudayaan.

 Pelopor dari pendekatan ini adalah Charles Sanders Pierce (1839-


1914) dari Amerika dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) dari
Swiss.

Ilmu ini mengajak peneliti sastra menjelajahi wilayah yang menjadi


jenis tanda-tanda (tanda apa) dan kaidah yang mengaturnya.

 Saussure menggunakan istilah semiologi, sedangkan Pierce


menyebut dengan istilah semiotik.
Sastra dan Semiotika

Sastra merupakan sistem tanda


sehingga dengan mempelajari
bahasanya dapat ditemukan lambang-
lambang. Dalam sebuah sistem
Dengan demikian, seni lambang, kata menggantikan gejala-
adalah salah satu gejala tertentu (gerak-gerik), kiasan,
cara manusia kata, kalimat, dsb. berdasarkan
menjalin hubungan sebuah atau sejumlah kaidah.
dengan dunia
sekitarnya karena
seni merupakan suatu
sistem tanda yang Kaidah-kaidah ini merupakan sebuah
menerima informasi, kode, yaitu alasan atau dasar
menyimpannya, lalu mengapa kita mengartikan suatu
mengalihkannya ke gejala demikian rupa sehingga gejala
dalam sebuah teks. itu menjadi sebuah tanda.
Tokoh-tokoh dalam
Pendekatan Semiotika

Ferdinand de Saussure

Ogden dan Richards

Charles Sanders Peirce


Sistem Tanda dalam Bahasa
Mengandung Dua Aspek
Menurut Saussure

2. Petanda (konsepnya atau


1. Penanda, (imaji makna), yaitu wujud pikiran
bunyi atau a sound terhadap nama benda,
image), yaitu bunyi kegiatan, atau keadaan yang
bahasa, ujaran atau diujarkan. Cth : binatang
kata-kata, berkaki empat, pemakan
rumput, dan yang diperah
cth : S A P I susunya
Pandangan Ogden & Richards (murid Saussure)
dalam proses analisis sistem tanda
(Palmer, 1981: hal 24)

makna dari simbol bahasa

Pikiran/konsep/gagasan
Thought or reference

Simbol (Symbol) Acuan (Referent)


gagasan yang ada benda, kegiatan, atau
dalam pikiran sesuatu yang lain
Menurut Ogden dan Richard, simbol mewakili  gagasan yang ada
dalam pikiran. Gagasan yang ada dalam pikiran itu merupakan makna
dari simbol bahasa. Gagasan mengacu ke acuan atau referen (benda,
kegiatan, atau sesuatu yang lain). Contoh, jika ada simbol yang berupa
leksem sapi, makna leksem itu adalah gagasan, yaitu ‘binatang berkaki
empat, pemakan rumput, dan yang diperah susunya’. Gagasan itu
mengacu ke benda (sesuatu) yang sebenarnya, yaitu hewan yang
berupa sapi.

Hubungan antara simbol dan gagasan bersifat langsung. Hubungan


langsung antara simbol dan gagasan maksudnya adalah antara simbol
dan gagasan merupakan pasangan otomatis. Misalnya, ada simbol yang
berupa leksem sapi, leksem itu otomatis mewakili gagasan ‘binatang
berkaki empat, pemakan rumput, dan yang diperah susunya. Hubungan
antara gagasan dengan acuan juga bersifat langsung. Hubungan
langsung antara gagasan dan acuan ini dapat diartikan bahwa antara
gagasan dan acuan merupakan pasangan yang otomatis.
Menurut Charles Sanders Pierce,
tanda atau lambang ditentukan oleh
tiga faktor

2. Objek (hal yang ditandai/diacu,


yaitu gejala atau denotatum/
kenyataan yang diwakili oleh tanda),
contoh : raja, kekuasaan besar, dsb

1. Representamen
(tanda itu 3. Interpretan (sesuatu yang
sendiri/yang dibayangkan oleh penerima)
mewakili sesuatu) contoh : berkuasa,
contoh : lalim/pemurah/merakyat.
gambar/kata
m_a_h_k_o_t_a
Kerangka berpikir dalam analisis semiotik
versi Charles Sander Peirce
objek objek objek

Representamen interpetan interpetan interpetan

Catatan: Dalam sistem analisis puisi yang menggunakan


pendekatan semiotik versi Pierce, sebuah kata dapat
diuraikan yang diawali dengan sistem representamen (unsur
kata itu sendiri/huruf-huruf yang membentuk kata).
Selanjutnya, kata tersebut dapat mengacu kepada beberapa
objek benda atau hal. Terakhir, objek atau hal tersebut
kemudian ditafsirkan dengan berbagai hal. Semakin banyak
tafsiran, semakin jauh penggalian makna yang dapat
ditemukan. Inilah tugas berat yang dipikul peneliti puisi
untuk menggali makna dan ketajaman bahasa seorang
penyair.
Derai-derai Cemara
(Chairil Anwar)

• Cemara menderai sampai jauh


terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Perhatikan contoh analisis berikut ini!
(diambil dari kata cemara pada puisi DDC karya Chairil Anwar)

seseorang laki-laki perempuan


(objek) (objek) (objek)

C/e/m/ar/a pohon yang tinggi tahan

representamen interpretan interpretan

Anda mungkin juga menyukai