Anda di halaman 1dari 122

Prinsip Deteksi Dini Terhadap

Kelainan, Komplikasi, dan


Penyakit Yang Lazim Terjadi
Pada Ibu Masa Kehamilan,
Persalinan, dan Nifas
MURNI, S.ST
Deteksi Dini Penyulit Persalinan
• Persalinan adalah suatu proses pengeluaran
hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar.
• Tanda atau gejala yang menunjukkan adanya
persalinan adalah :
- Nyeri abdomen yang bersifat intermiten.
- Nyeri disertai lendir darah.
- Adanya pengeluaran cairan dari vagina
• Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu :
- Kala 1
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan
pembukaan servik sampai pembukaan lengkap yaitu
10 cm.
- Kala 2
Dimulai ketika pembukaan sudah lengkap sampai
bayi lahir.
- Kala 3
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
- Kala 4
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir
setelah 2 jam setelah itu.
• Persalinan tidak selalu berjalan dengan
normal.
• Oleh karena itu pada saat memberikan
asuhan kepada ibu yang sedang bersalin,
penolong harus waspada terhadap
masalah yang mungkin terjadi.
• Selain itu, deteksi dini penyulit persalinan
juga tidak kalah pentingnya demi
kesuksesan dan kelancaran jalannya
proses kelahiran.
Pemanfaatan partograf pada setiap
persalinan kala I fase aktif.
• Pencatatan partograf
a. Informasi tentang ibu
Melengkapi bagian awal ( atas ) partograf
secara teliti pada saat mulai asuhan
persalinan meliputi; nama, umur, gravida
para dan abortus, nomor RM, tanggal dan
waktu dirawat, waktu pecahnya ketuban
• b. Kesehatan dan kenyamanan janin
1) DJJ
DJJ dicatat setiap 30 sekali (lebih sering jika
ada kegawatdaruratan). Kisaran normal DJJ
terpapar pada partograf diantara garis tebal
angka 180 – 100, tetapi harus waspada bila
DJJ dibawah 120 atau diatas 160.
• 2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan PD dan
nilai warna air ketuban jika selaput ketuban
pecah.
• U : Ketuban utuh ( belum pecah )
• J : ketuban sudah pecah dan air ketuban
jernih
• M :ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur meconium
• D :air ketuban sudah pecah dan
bercampur darah
• K : ketuban sudah pecah dan air ketuban
tidak ada ( kering )
• Molase ( penyusupan kepala janin )
Penyusupan adalah indikator penting
tentang seberapa jauh bayi dapat
menyesuaikan diri dengan bagian atas
panggul ibu (PAP).
• Tulang kepala yang sampai menyusup atau
tumpang tindih menunjukkan
kemungkinan adanya disproporsi tulang
panggul ( CPD ). Ketidak kemampuan
akomodasi akan benar – benar terjadi jika
tulang kepala yang bisa menyusup tidak
mampu dipisahkan
• Lambang – lambang dalam mollase :
• 0 : tulang – tulang kepala janin terpisah,
sutura dengan mudah dipalpasi
• 1 : tulang – tulang kepala janin hanya
saling bersentuhan
• 2 : tulang –tulang kepalajanin saling
tumpang tindih, tapi masih dapat
dipisahkan
• 3 : tulang – tulang kepala janin tumpang
tindih dan tidak dapat dipisahkan.
• Kemajuan Persalinan
Untuk menilai kemajuan persalinan
dilakukan pemeriksaan setiap 4 jam
sekali.
• kolom dan lajur kedua pada partograf
adalah untuk pencatatan kemajuan
persalinan.
1) Pembukaan Servik
2) Penurunan bagian terbawah atau
presentasi janin
3) Garis waspada atau garis bertindak
Jam dan waktu

• Waktu mulainya fase aktif persalinan


Dibagian bawah partograf pada ( pembukaan
servik dan penurunan )
• Tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16.
setiap kotak menyatakan waktu 1 jam sejak
dimulainya fase aktif persalinan.
• Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah tertera kotak-kotak untuk mencatat
waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan.
• Kontraksi uterus
Kontraksi uterus dicatat setiap 30 menit
dengan melakukan palpasi.
• Untuk menghitung banyaknya kontraksi
dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap
kontraksi dalam hitungan detik.
• Kemajuan persalinan dikatakan cukup baik
jika kontraksi teratur dan progresif dengan
peningkatan frekuaensi dan durasi.
• Tetapi jika kontraksinya tidak teratur dan
tidak sering setelah fase laten dapat
menyebabkan persalinan lama .
• . Obat – obatan
1) Oksitosin
Jika tetesan atau drip oksitosin sudah dimulai
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV
dan dalam satuan tetesan permenit.
2) Obat – obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan
tambahan dan cairan IV dalam kotak yang
sesuai dengan kolom waktunya.
• Kesehatan dan kenyamanan ibu
- nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit
selama fase aktif persalinan. Jika denyut nadi
ibu meningkat, mungkin dia dalam keadaan
dehidrasi atau kesakitan. Pastikan hidrasi yang
cukup melalui oral atau IV dan berikan
analgesik secukupnya
- nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan. Jika tekanan
darah ibu menurun curigai adanya perdarahan.
- Nilai dan catat suhu ibu. Lebih sering jika
suhu meningkat, atau dianggap adanya infeksi
lakukan setiap 2 jam.
Volume urine, protein dan aseton
• Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu
sedikitnya 2 jam (setiap kali ibu berkemih )
• Lakukan pemeriksaan adanya aseton atau
protein dalam urine setiap ibu berkemih.
• Nutrisi yang kurang, dengan segera berikan
dextros.
• Asuhan pengamatan dan keputusan klinik
lain.

Catat semua asuhan lain, hasil


pengamatan dan keputusan klinik disisi
luar kolom partograf atau buat catatan
terpisah kemajuan persalinan.
Deteksi Dini Pada Masa Nifas

• Masa nifas dimulai setelah partus


selesai dan berakhir ketika alat – alat
kandunga seperti sebelum hamil
Perubahan yang terjadi pada masa nifas :
• Suhu badan
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari
37,2 ˚C.
• Sesudah partus dapat naik + 0,5 ˚C dari
keadaan normal, tetapi tidak melebihi
38,0 ˚C sesudah 12 jam pertama
melahirkan, umumnya suhu badan akan
kembali normal.
• Bila suhu badan lebih dari 38 ˚C mungkin
ada infeksi
Nadi
• Pada umumnya nadi berkisar antara 60 – 80
denyutan atau menit.
• Segera setelah partus dapat terjadi
bradikardi.
• Bila terdapat takikardi sedangkan badan
tidak panas mungkin ada perdarahan
berlebihan atau ada vitium kordis
(gangguan jantung dlm kehamilan) pada
penderita.
Hemokonsentrasi
• Pada masa hamil didapat hubungan pendek
yang dikenal sebagai “ shunt (pengaliran darah
atau cairan bukan melalui pembuluh darah yg
lazim atau jalan pintas) “antara sirkulasi ibu
dan plasenta.
• Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan
sendirinya dan tiba – tiba.
• Volume darah pada ibu relatif akan bertambah.
Keadaan ini menimbulkan pada jantung,
sehingga dapat menimbulkan dekompensasi
kordis pada penderita vitium kordis.
Laktasi
Perubahan yang terdapat pada kedua mamae
antara lain :
a. Proliferasi jaringan, terutama kelenjar –
kelenjar dan alveolus mamae dan lemak.
b. Pada duktus laktiferus terdapat cairan yang
kadang – kadang dapat dikeluarkan ( kolossrum ).
c. Hipervaskularisasi terdapat pada permukaan
maupun pada bagian dalam mamae.
d. Setelah persalinan, pengaruh menekan
estrogen dan progesteron hilang.maka timbul
pengaruh hormon laktogenik ( LH ) atau prolaktin
yang akan merangsang air susu.
• Lochea yaitu cairan sekret yang berasal dari
kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
a. Lochea rubra atau kruenta
Berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban,
sel – sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan
mekonium selama 2 hari pasca persalinan.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir,
terjadi pada hari ke 3 sampai 7 pasca persalinan.
c. Lochea serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi,
terjadi pada hari ke 7 sampai 14 pasca persalinan
d. Lochea alba
Merupakan cairan putih, terjadi setelah 2
minggu.
e. Lochea purulenta
Biasanya lochea berbau agak sedikit amis,
kecuali bila terdapat infeksi
f. Lokhiostasis
Lochea tidak lancar keluarnya.
BERBAGAI PERUBAHAN PADA PERINEUM,
VAGINA DAN VULVA
• Berkurangnya sirkulasi progesteron
mempengaruhi otot – otot pada
panggul, perineum, vagina dan vulva.
• Proses ini membantu pemulihan
kearah tonisitas atau elastisitas
normal dari ligamentum otot rahim.
• Ini merupakan proses bertahap yang akan
berguna apabila ibu melakukan ambulasi
dini, senam masa nifas dan mencegah
timbulnya konstipasi.
• Progesteron juga meningkatka pembuluh
darah pada vagina dan vulva selama
kehamilan dan persalinan biasanya
menyebabkan timbulnya beberapa
hematoma dan edema pada jaringan ini
dan pada perineum.
“PENYAKIT YANG MENYERTAI IBU
DALAM MASA KEHAMILAN,
PERSALINAN DAN NIFAS”
Tuberkulosis Paru
• Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh
terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini,
banyak penderita tidak mengeluh sama sekali.
• Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-
batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu
makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang
ada batuk darah, dan sakit di dada.
• Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural
effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif
atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau
terbuka.
• Pada penderita yang dicurigai menderita TBC
Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan
tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified
protein derivate)
• Bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan
foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin
dari pengaruh sinar X,
• Pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan
pemeriksaan sputum BTA untuk membuat
diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes
kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu
TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin
baru tertular penyakit setelah lahir, karena
dirawat atau disusui ibunya.
• Penatalaksanaan :
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila
pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh
penderita.
• Berikan penjelasan dan pendidikan
kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat
kronik sehingga diperlukan pengobatan
yang lama dan teratur.
• Ajarkan untuk menutup mulut dan
hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.
• Sebagian besar obat anti TBC aman untuk
wanita hamil, kecuali streptomisin yang
bersifat ototoksik bagi janin dan harus
diganti dengan etambutol, pasien hamil
dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu
mendapat pengobatan.
• Sedangkan pada yang aktif dianjurkan
untuk menggunakan dua macam obat atau
lebih untuk mencegah timbulnya resistensi
kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan
karena paling aman untuk kehamilan,
efektifitasnya tinggi dan harganya lebih
murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1. Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini
mungkin menimbulkan komplikasi pada
hati sehingga timbul gejala-gejala
hepatitis berupa nafsu makan berkurang,
mual dan muntah.
• Oleh karena itu –perlu diperiksa faal hati
sewaktu-waktu dan bila ada perubahan
untuk sementara obat harus segera
dihentikan.
• Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat
menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis,
akan tetapi efek samping dalam kehamilan
sangat sedikit dan pada janin belum ada.
• Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-
hati digunakan dalam kehamilan, jangan
digunakan dalam kehamilan trimester I
• Pengaruh obat ini pada janin dapat
menyebabkan tuli bawaan (ototoksik).
• Disamping itu obat ini juga kurang
menyenangkan pada penderita karena harus
disuntikan setiap hari.
 Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik
sekali untuk pengobatan TBC Paru
tetapi memberikan efek teratogenik
pada binatang percobaan sehingga
sebaiknya tidak diberikan pada
trimester I kehamilan.
 Pemeriksaan sputum harus dilakukan
setelah 1-2 bulan pengobatan, jika
masih positif perlu diulang tes
kepekaan kuman terhadap obat, bila
pasien sudah sembuh lakukan
persalinan secar biasa.
 Pasien TBC aktif harus ditempatkan
dalam kamar bersalin terpisah,
persalinan dibantu Ekstraksi Vacum
atau Forcep. Usahakan pasien tidak
meneran, berikan masker untuk
menutupi mulut dan hidung agar
kuman tidak menyebar
 Setelah persalinan pasien dirawat di ruang
observasi 6-8 jam, kemudian dapat
dipulangkan langsung.
 Pasien diberi obat uterotonika dan obat
TBC tetap harus diteruskan.
 Penderita yang tidak mungkin pulang
harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi
cukup rentan terhadap penyakit ini,
sebagian besar ahli menganjurkan
pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai
menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak
memperlihatkan tanda-tanda
 Proses aktif lagi setelah dibuktikan
dengan pemeriksaan sputum
sebanyak 3 kali yang selalu
memperlihatkan hasil negatif.
 Pasien TBC yang menyusui harus
mendapat regimen pengobatan yang
penuh. Semua obat anti TBC sesuai
untuk laktasi sehingga pemberian
laktasi dapat dengan aman dan
normal. namun bayi harus diberi
suntikan mantoux, mendapat
profilaksis INH dan imunisasi BCG.
GINJAL
• Dalam kehamilan terdapat perubahan-
perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan
saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-
gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan
laboratorium.
• Perubahan anatomi terdapat peningkatan
pembuluh darah dan ruangan interstisial pada
ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1
cm dan kembali normal setelah melahirkan.
• Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk
dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan
kembali normal 8-12 minggu setelah
melahirkan.
 Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi
otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya
tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh
kehamilan.
 Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ
pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan
pada kendung kemih yang dimulai pada
kehamilan 4 bulan.
 Kandung kemih akan berpindah lebih anterior
dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah
mukosa akan membengkak dan melebar. Otot
kandung kemih mengalami hipertrofi akibat
pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung
kemih meningkat sampai 1 liter karena efek
relaksasi dari hormon progesterone.
 Perubahan Fungsi

Segera sesudah konsepsi, terjadi


peningkatan aliran plasma (Renal Plasma
flow) dan tingkat filtrasi gomerolus
(Gomerolus Filtration Rate). Sejak
kehamilan trimester II GFR akan
meningkat 30-50 %, diatas nilai normal
wanita tidak hamil. Akibatnya akan
terjadi penurunan kadar kreatinin serum
dan urin nitrogen darah, normal kreatinin
serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan
urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
T@NK U
JANTUNG
 Etiologi
Sebagian besar disebabkan demam
reumatik. Bentuk kelainan katup
yang sering dijumpai adalah stenosis
mitral, insufisiensi mitral, gabungan
stenosis mitral dengan insufisiensi
mitral, stenosis aorta, insufisiensi
aorta, gabungan antara insufisiensi
aorta dan stenosis aorta, penyakit
katupulmonal dan trikuspidal.
Faktor Predisposisi
Peningkatan usia pasien dengan
penyakit jantung hipertensi dan
superimposed preeklamsi atau eklamsi,
 Aritmia jantung atau hipertrofi
ventrikel kiri, riwayat decompensasi
cordis, dan anemia.
Patofisiologi
Keperluan janin yang sedang bertumbuh
akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan,
yang harus dipenuhi melalui darah ibu.

Untuk itu banyaknya darah yang beredar


bertambah, sehingga jantung harus bekerja
lebih berat. Karena itu dalam kehamilan
selalu terjadi perubahan dalam system
kardiovaskuler yang biasanya masih dalam
batas-batas fisiologi.
Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan
karena :
1. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur
kehamilan 10 minggu dan puncaknya pada UK
32-36 minggu
2. Uterus gravidus yang makin lama makin besar
mendorong diafragma ke atas, ke kiri, dan ke
depan sehingga pembuluh-pembuluh darah
besar dekat jantung mengalami lekukan dan
putaran.
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %
lebih Besar dan saat terjadinya peningkatan
volume plasma berbeda dengan peningkatan
volume sel darah merah ; hal ini mengakibatkan
terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
 12-24 jam pasca persalinan terjadi
peningkatan volume plasma akibat imbibisi
cairan dari ekstra vascular ke dalam
 pembuluh darah, kemudian di ikuti periode
deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan
hemokonsentrasi (penurunan volume plasMa).
 2 minggu pasca persalinan merupakan
penyesuaian nilai volume plasma seperti
sebelum hamil.
 Jantung yang normal dapat menyesuaikan
diri, tetapi jantung yang sakit tidak.
 Oleh karena itu dalam kehamilan
frekuensi denyut jantung meningkat dan
nadi rata-rata 88x/menit dalam
kehamilan 34-36 minggu.
 Dalam kehamilan lanjut prekordium
mengalami pergeseran ke kiri dan sering
terdengar bising sistolik di daerah apeks
dan katup pulmonal.
 Penyakit jantung akan menjadi lebih
berat pada pasien yang hamil dan
melahirkan, bahkan dapat terjadi
decompensasi cordis.
Manifestasi Klinis
 Mudah lelah, nafas terengah-engah,
ortopnea, dan kongesti paru adalah tanda
dan gejala gagal jantung kiri.
 Peningkatan berat badan, edema tungkai
bawah, hepato megali, dan peningkatan
tekanan vena jugularis adalah tanda dan
gejala gagal jantung kanan.
 Namun gejala dan tanda ini dapat pula
terjadi pada wanita hamil normal. Biasanya
terdapat riwayat penyakit jantung dari
anamnesis atau dalam rekam medis.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi
penderita penyakit jantung yang hamil
yaitu:
1. Antara minggu ke 12 dan 32. Terjadi
perubahan hemodinamik, terutama
minggu ke 28 dan 32, saat puncak
perubahan dan kebutuhan jantung
maksimum
2. Saat persalinan. Setiap kontraksi uterus
meningkatkan jumlah darah ke dalam
sirkulasi sistemik sebesar 15 - 20% dan
ketika meneran pada partus kala II, saat
arus balik vena dihambat kembali ke
jantung. Setelah melahirkan bayi dan
plasenta
 Hilangnya pengaruh obstruksi uterus yang
hamil menyebabkan masuknya darah
secara tiba-tiba dari ekstremitas bawah
dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkulasi
sistemik.
 4-5 hari seetelah peralinan. Terjadi
penurunan resistensi perifer dan emboli
pulmonal dari thrombus iliofemoral.
 Gagal jantung biasanya terjadi perlahan-
lahan, diawali ronkhi yang menetap di
dasar paru dan tidak hilang setelah
menarik nafas dalam 2-3 kali.
 Gejala dan tanda yang biasa ditemui
adalah dispnea dan ortopnea yang berat
atau progresif, paroxysmal nocturnal
dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada,
batuk kronis, hemoptisis, jari tabuh,
sianosis, edema persisten pada
ekstremitas, peningkatan vena jugularis,
bunyi jantung I yang keras atau sulit
didengar, split bunyi jantung II, ejection
click, late systolic click, opening snap,
friction rub, bising sistolik derajat III atau
IV, bising diastolic, dan cardio megali
dengan heaving ventrikel kiri atau kanan
yang difus.
 Pemeriksaan Penunjang
Selain pemeriksaan laboratorium rutin
juga dilakukan pemeriksaan :
1. EKG untuk mengetahui kelainan irama
dan gangguan konduksi, kardiomegali,
tanda penyakit pericardium, iskemia,
infark. Bisa ditemukan tanda-tanda
aritmia.
2. Ekokardigrafi. Metode yang aman,
cepat dan terpercaya untuk mengetahu
kelainan fungsi dan anatomi dari bilik,
katup, dan peri kardium
 Pemeriksaan Radiologi dihindari dalam
kehamilan, namun jika memang diperlukan
dapat dilakukan dengan memberi perlindung
diabdomen dan pelvis.
Diagnosis
Burwell dan Metcalfe mengajukan 4 kriteria.
Diagnosis ditegakkan bila ada satu dari
kriteria :
1. Bising diastolic, presistolik, atau bising
jantung terus menerus
2. Pembesaran jantung yang jelas
3. Bising sistolik yang nyaring, terutama bila
disertai thrill
4. Arimia berat
 Pada wanita hamil yang tidak
menunjukan salah satu gejala
tersebut jarang menderita penyakit
jantung. Bila terdapat gejala
decompensasi jantung pasien harus
di golongkan satu kelas lebih tinggi
dan segera dirawat
Klasifikasi penyakit jantung dalam
kehamilan
 Kelas I
• Tanpa pembatasan kegiatan fisik
• Tanpa gejala penyakit jantung pada
kegiatan biasa
Kelas II
• Sedikit pembatasan kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada kegiatan fisik biasa timbul gejala
isufisiensi jantung seperti: kelelahan,
jantung berdebar (palpitasi cordis), sesak
nafas atau angina pectoris
 Kelas III
• Banyak pembatasan dalam kegiatan fisik
• Saat istirahat tidak ada keluhan
• Pada aktifitas fisik ringan sudah menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung
Kelas IV
• Tidak mampu melakukan aktivitas fisik
apapun
Komplikasi
Pada ibu dapat terjadi : gagal jantung
kongestif, edema paru, kematian, abortus.
Pada janin dapat terjadi : prematuritas, BBLR,
hipoksia, gawat janin, APGAR score rendah,
pertumbuhan janin terhambat.
 Penatalaksanaan
Sebaiknya dilakukan dalam kerjasama
dengan ahli penyakit dalam atau ahli
jantung.
 Secara garis besar penatalksanaan
mencakup mengurangi beban kerja
jantung dengan tirah baring, menurunkan
preload dengan deuretik, meningkatkan
kontraktilitas jantung dengan digitalis,
dan menurunkan after load dengan
vasodilator.
 Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan
klasifikasinya yaitu :
Kelas I
Tidak memerlukan pengobatan tambahan
Kelas II
Umumnya tidak memerlukan pengobatan
tambahan, hanya harus menghindari
aktifitas yang berlebihan, terutama pada
UK 28-32 minggu. Pasien dirawat bila
keadaan memburuk.
 Kedua kelas ini dapat meneruskan kehamilan
sampai cukup bulan dan melahirkan
pervaginam, namun harus diawasi dengan
ketat. Pasien harus tidur malam cukup 8-10
jam, istirahat baring minimal setengah jam
setelah makan, membatasi masuknya cairan (75
mll/jam) diet tinggi protein, rendah garam dan
membatasi kegiatan. Lakukan ANC dua minggu
sekali dan seminggu sekali setelah 36 minggu.
 Rawat pasien di RS sejak 1 minggu sebelum
waktu kelahiran. Lakukan persalinan
pervaginam kecuali terdapat kontra indikasi
obstetric.
 Metode anastesi terpilih adalah epidural
Kala persalinan biasanya tidak berbahaya.
Lakukan pengawasan dengan ketat.
Pengawasan kala I setiap 10-15 menit dan
kala II setiap 10 menit.
 Bila terjadi takikardi, takipnea, sesak
nafas (ancaman gagal jantung),
berikan digitalis berupa suntikan
sedilanid IV dengan dosis awal 0,8 mg,
dapat diulang 1-2 kali dengan selang 1-
2 jam. Selain itu dapat diberi oksigen,
morfin (10-15 mg), dan diuretic.
 Pada kala II dapat spontan bila tidak ada
gagal jantung. Bila berlangsung 20 menit
dan ibu tidak dapat dilarang meneran
akhiri dengan ekstraksi cunam atau vacum
dengan segera
 Tidak diperbolehkan memaki ergometrin
karena kontraksi uterus yang bersifat
tonik akan menyebabkan pengembalian
darah ke sirkulasi sistemik dalam jumlah
besar.
 Rawat pasien sampai hari ke 14,
mobilisasi bertahap dan pencegahan
infeksi, bila fisik memungkinkan pasien
dapat menyusui.
 Kelas III
Dirawat di RS selam hamil terutama pada UK
28 minggu dapat diberikan diuretic
 Kelas IV
Harus dirawat di RS
Kedua kelas ini tidak boleh hamil karena resiko
terlalu berat. Pertimbangkan abortus
terapeutik pada kehamilan kurang dari 12
minggu. Jika kehamilan dipertahankan pasien
harus terus berbaring selama hamil dan nifas.
Bila terjadi gagal jantung mutlak harus dirawat
dan berbaring terus sampai anak lahir. Dengan
tirah baring, digitalis, dan diuretic biasanya
gejala gagal jantung akan cepat hilang.
 Pemberian oksitosin cukup aman.
Umumnya persalinan pervaginam lebih
aman namun kala II harus diakhiri dengan
cunam atau vacuum. Setelah kala III
selesai, awasi dengan ketat, untuk
menilai terjadinya decompensasi atau
edema paru. Laktasi dilarang bagi pasien
kelas III dan IV.
Operasi pada jantung untuk memperbaiki
fungsi sebaiknya dilakukan sebelum hamil
 Pada wanita hamil saat yang paling baik
adalah trimester II namun berbahaya bagi
bayinya karena setelah operasi harus
diberikan obat anti pembekuan terus
menerus dan akan menyebabkan bahaya
perdarahan pada persalinannya. Obat terpilih
adalah heparin secara SC, hati-hati
memberikan obat tokolitik pada pasien
dengan penyakit jantung karena dapat
menyebabkan edema paru atau iskemia
miocard terutama pada kasus stenosis aorta
atau mitral.
 Prognosis
Prognosis tergantung klasifikasi, usia, penyulit
lain yang tidak berasal dari jantung,
penatalaksanaan, dan kepatuhan pasien. Kelainan
yang paling sering menyebabkan kematian adalah
edema paru akut pada stenosis mitral. Prognosis
hasil konsepsi lebih buruk akibat dismaturitas dan
gawat janin waktu persalinan.
 Diabetes Melitus
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah
intoleransi karbohidrat ringan (toleransi
glukosa terganggu) maupun berat (DM),
terjadi atau diketahui pertama kali saat
kehamilan berlangsung.
 Definisi ini mencakup pasien yang sudah
mengidap DM (tetapi belum terdeteksi)
yang baru diketahui saat kehamilan ini
dan yang benar-benar menderita DM
akibat hamil
 Dalam kehamilan terjadi perubahan
metabolisme endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemasokan makanan bagi
janin serta persiapan untuk menyusui.
 Glukosa dapat berdifusi secara tetap
melalui plasenta kepada janin sehingga
kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu
tidak dapat mencapai janin sehingga
kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar
pada janin.
 Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping
beberapa hormon lain : estrogen,
steroid dan plasenta laktogen.
Akibat lambatnya resopsi makanan
maka terjadi hiperglikemi yang
relatif lama dan ini menuntut
kebutuhan insulin.
 Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar
penderita DM dapat dikelola sebaik-
baiknya. Terutama dilakukan pada ibu
dengan factor resiko berupa beberapa kali
keguguran, riwayat pernah melahirkan
anak mati tanpa sebab, riwayat
melahirkan bayi dengan cacat bawaan,
melahirkan bayi lebih dari 4000 gr,
riwayat PE dan polyhidramnion.
 Juga terdapat riwayat ibu :
umur ibu > 30 tahun, riwayat DM
dalam keluarga, riwayat DM
pada kehamilan sebelumnya,
obesitas, riwayat BBL > 4500 gr
dan infeksi saluran kemih
berulang selama hamil.
 Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) –
Non Insulin Dependent diabetes
mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang
tidak memerlukan insulin dalam
pengendalian kadar gula darah.
b. Tergantung insulin (TI) – Insulin
dependent Diabetes Melitus yaitu
kasus yan memerlukan insulin dalam
mengembalikan kadar gula darah.
 Komplikasi
Maternal : infeksi saluran kemih,
hydramnion, hipertensi kronik, PE,
kematian ibu
Fetal : abortus spontan, kelainan
congenital, insufisiensi plasenta,
makrosomia, kematian intra uterin,
Neonatal : prematuritas, kematian intra
uterin, kematian neonatal, trauma lahir,
hipoglikemia, hipomegnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia,
syndroma gawat nafas, polisitemia.
 Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran
normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah
puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan
< 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain
itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan
pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar
glukosa darah minimal 2 kali seminggu
dan kadar Hb glikosila
 Ajarka pasien memantau gula darah
sendiri di rumah dan anjurkan untuk
kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih
sering lagi saat mendekati persalinan.
Obat hipoglikemik oral tidak dapat
dipakai saat hamil dan menyusui
mengingat efek teratogenitas dan
dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada
trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg
dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total
kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
 Penatalaksanaan Obstetric Pantau ibu dan
janin dengan mengukur TFU,
mendengarkan DJJ, dan secara khusus
memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian
setiap akhir minggu sejak usia kehamilan
36 minggu. Adanya makrosomia
pertumbuhan janin terhambat dan gawat
janin merupakan indikasi SC. Janin sehat
dapat dilahirkan pada umur kehamilan
cukup waktu (40-42 minggu) dengan
persalinan biasa
 Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat
bila keadaan diabetesnya terkendali baik,
namun harus selalu diperhatikan gerak
janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila
diperlukan terminasi kehamilan, lakukan
amniosentesis dahulu untuk memastikan
kematangan janin (bila UK <38 minggu).
Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi
harus dirawat sejak UK 34 minggu dan
baisanya memerlukan insulin
 Asma Bronkiale merupakan salah satu
penyakit saluran nafas yang sering
dijumpai dalam kehamilan dan persalinan.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya
asma tidak sama pada setiap penderita,
bahkan pada seorang penderita asma,
serangannya tak sama pada kehamilan
pertama dan berikutnya. Biasanya
serangan akan timbul mulai UK 24-36
minggu dan pada akhir kehamilan jarang
terjadi serangan
 Komplikasi Pengaruh asma pada ibu dan
janin sangat tergantung dari sering dan
beratnya serangan, karena ibu dan janin
akan kekurangan oksigen atau hipoksia.
Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi
tentu akan berpengaruh pada janin dan
sering terjadi keguguran, partus
premature dan gangguan petumbuhan
janin. Manifestasi Klinis Factor pencetus
timbulnya asma antara lain zat-zat alergi,
infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan
factor psikis
 Penderita selama kehamilan perlu
mendapat pengawasan yang baik,
biasanya penderita mengeluh nafas
pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-
batuk. Diagnosis dapat ditegakkan
seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan
 1. mencegah timbulnya stress
 2. Menghindari factor
resiko/pencetus yang sudah
diketahui secara intensif
 3. Mencegah penggunaan obat seperti
aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan
 4. Pada asma yang ringan dapat digunakan
obat-obat local yang berbentuk inhalasi,
atau peroral seperti isoproterenol
 5. Pada keadaan lebih berat penderita harus
dirawat dan serangan dapat dihilangkan
dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini
 a. Epinefrin yang telah dilarutkan
(1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC b.
Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7
hari c. Oksigen d. Aminopilin 250-500 mg
(6mg/kg) dalam infus glukosa 5 % e.
 Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan
atau per infus dalam D10% Hindari
penggunaan obat-obat yang mengandung
iodium karena dapat membuat gangguan
pada janin, dan berikan antibiotika kalau
ada sangkaan terdapat infeksi
 Upayakan persalinan secara spontan
namun bila pasien berada dalam
serangan, lakukan VE atau Forcep.
SC atas indikasi asma jarang atau
tak pernah dilakukan. Jangan
berikan analgesik yang mengandung
histamin tapi pilihlah morfin atau
analgesik epidural. Dokter sebaiknya
memilih obat yang tidak
mempengaruhi ASI
 Aminopilin dapat terkandung dalam
ASI sehingga bayi mengalami
gangguan pencernaan, gelisah, dan
ganggguan tidir. Namun obat anti
asma lainnya dan kortikosteroid
umumnya tidak berbahaya karena
kadarnya dalam ASI sangat kecil.
T@NK U
INFEKSI YANG MENYERTAI
KEHAMILAN DAN PERSALINAN
 Toxoplasmosis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh toxoplasma gondii.
 Ibu dengan toxoplasma gondii biasanya tidak
menampakan gejala walaupun 10%-20% ibu
yang terinfeksi didapatkan adanya
iymphadenopathy.
 Infeksi dapat ditemukan pada sindrom
mononucleosislike dengan adanya kelelahan dan
lesu, jarang terjadi pada encephalitis
 BBL dengan menderita toxoplasma congenital
terinfeksi saat berada di dalam uterus secara
transplacental.
 Choriuretinitis merupakan manifestasi klinis yang
serinng muncul apada BBL sebagai gejala
toxoplasma
 Berikut adalah temuan-temuan yang didapatkan
pada bayi dengan infeksi toxoplasma congenital:
 chorioretinitis, hydrocephalus, penyakit kuning,
hepatosplenomegali, mikrosefali, glaucoma,
kejang, demam, hipotermi, limpadenopati, mual,
diare, katarak, mikroftalmia, syaraf mata atrofi,
pneumonia.
PENULARAN
 1) Kucing Organisme tempat toxoplasma gondii
hidup adalah kucing. Sekitar ½ dari beberapa
kucing yang diuji mempunyai antibody
toxoplasma.
 Ini berarti bahwa kucing tersebut terinfeksi
karena memakan hewan pengerat dan burung
pemakan daging yang terinfeksi. Satu minggu
setelah terinfeksi, kucing mengeluarkan oocyst
yang terdapat pada fesesnya.
 Pengeluaran oocyst terus menerus sampai sekitar
2 minggu sebelum kucing itu sembuh atau pulih
kembali.
 Hewan ini mudah terinfeksi lagi dan dapat
mengeluarkan oocyst ketika terinfeksi oleh
organisme lain.
 Feses kucing sudah sangat infeksius. Oocyst
dalam feses menyebar melalui udara dan ketika
dihirup akan dapat menyebabkan infeksi.
Sporulasi organisme ini terjadi setelah 1-5 hari
dalam kotoran dan dapat dicegah dengan
pembuangan sampat setiap hari
 Jika oocyst terkandung dalam tanah sisa-sisa
partikel berada di atasnya dan akan terbawa arus
air hujan.
 Sisa oocyst dapat bertahan hidup sampai lebih
dari 1 tahun tetapi tidak C atauaktif dalam
keadaan beku, kekeringan, panas lebih dari 50
terkontak dengan ammonia, biodin atau formalin
DAGING WABAH
 “christiaan barand” adalah contoh penularan
toxoplasma melalui daging. Konsumsi daging
yang terinfeksi adalah penyebab utama
toxoplasma di Eropa, dimana dibatasinya
penggunaan lemari pendingin dan biasanya
daging tidak dibekukan. Seharusnya daging
dimasak pada suhu yang tinggi untuk mecegah
terjadinya penularan toxoplasma
DIAGNOSIS
 1) Ibu Diagnosa klinis toxoplasma akut tidak
dapat dipercaya apabila tidak ditemukan tanda
yang spesifik berkaitan dengan infeksi.
 Namun demikian toxoplasma akut harus
dipertimbangkan pada setiap wanita hamil
dengan limfa denopati, utamanya meliputi rahim
posterior, dan atau gejala mononucleosisslike
 . Diagnosa utama infeksi toxoplasma selama
kehamilan adalah meliputi salah satu dari hal
berikut:
 • Menunjukan hasil yang positif pada uji yang
dilakukan
 • Terjadi peningkatan antibody yang diperoleh
dari serum ibu pada dua kali pemeriksaan yang
berbeda, atau
 • Terdeteksi antibody IgM toxoplasma Pada usia
remaja dengan infeksi primer jarang terjadi
perkembangan antibody IgG dan IgM
 Antibody IgG spesifik toxoplasma berkembang
dalam waktu 2 minggu setelah terinfeksi dan
berlangsung selamanya.
 Perkembangan antibody IgM spesifi toxsoplasm
terjadi dalam 10 hari setelah terinfeksi dan
meningkat 6 bulan sampai > 7 tahun.
 The enzyme linked immunosorbent assay (Uji
Elisa) asay test untuk melihat tingginya
perkembangan antibody IgM dapat bertahan
sampai beberapa tahun.
 UJI IVA (Indairec immaunofluorescence Antibody
Test untuk IgM toxoplasma spesifik biasanya
menunjukan kadar yang tinggi pada 6 bulan setelah
terinfeksi, berikutnya titer akan menurun. Uji IVA
lebih bermanfaat dari uji Elisa dalam membedakan
infeksi adanya primer pada wanita hamil.
 2) Anak
Gejala klinis pada bayi baru lahir akan dapat
ditemukan seperti pada temuan diatas.
 Gejala klinik yang paling banyak ditemukan
adalah chorioretinitis, penyakit kuning, demam,
dan hepatosplenomegali.
 Adanya IgM toxoplasma spesifik pada bayi baru
lahir memperjelas diagnosa infeksi congenital.
Adanya kista toxoplasma gondii pada pemerikaan
histology plasenta juga mendukung kuat diagnosa
infeksi pada bayi.
 3) Diagnosa prenatal
Mendiagnosa toxoplasma pada kehamilan dipercaya
dengan cairan amnion atau darah janin yang dapat
didiagnosa dengan amniosentesis atau cordosentesis.
 IgM spesifik toxoplasma jika didapatkan pada darah
janin dari cordosentesis dapat pula digunakan untuk
mendiagnosa infeksi janin namun sayangnya
antibody IgM janin sedikit berekembang sampai
umur kehamilan 21 sampai 24 minggu.
PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN
 1) Ibu
Prognosa pada infeksi yang akut baik, kecuali pada
keadaan imonosekresi yang amat besar. Wanta hamil
dengan infeksi akut dapat dirawat dengan kombinasi
pyrimethamine, asam folimik dan sulfonamide.
Dosis standar pyrimethamine adalah 25 mg/hari/oral
dan 1 gr sulfadiazine peroral 4 X/hari selam 1 tahun.
Pyrimethamine adalah musuh dari asam folik dan
oleh karena itu mungkinmemberikan efek
teratogenik jika diberikan pada trimester I
 Asam folimik diberikan dengan dosis 6 mg
secara IM atau per oral setiap pada hari yang
berbeda untuk mengetahui apakah benar habisnya
asam folat disebsbkan oleh Pyrimethamine.
 Spiramycin adalah ejen lainyang digunakan pada
pengobatan toxoplasma akut dan dapat diperoleh
pada pusat pengontrolan penyakit di USA, ini
biasa digunakan di Eropa dan karenanya tidak
ada pengawasan yang baik terhadap kemanjuran
obat ini
 2) Janin
Adanya gejala infeksi pada bayi lahir harus
ditangani dengan pemberian pyrimethamine
dengan dosis 1 mg/kg/hr/oral selam 34 hari,
dilanjutkan dosis 0,5 mg/kg/hr selam 21-30 hari
dan sulfadiazine dengan dosis 20 mg/kg per oral
selam 1 tahun. Pada saat menginjak remaja
diberikan asam folimik 2-6 mg secara IM atau
oral 3 X seminggu walaupun pada saat bayi dia
mendapatkan pyrimethamine.
 Infeksi congenital pada bayi baru lahir bukan
merupakan infeksius, oleh karena itu tidak perlu
diisolasi. Bayi baru lahir yang tiak menunjukan
infeksi dan positif antibody IgG toxoplasma
spesifiknya mungkin didapatkan dari ibunya
secara transplasetal. Pada bayi yang Tidak
ditemukannya temuan yang lain yang
mencurigakan terjadinya infeksi congenital.,
harus dipantau, apabila tidak terinfeksi harus
menunjukan adanya penurunan titer antibody IgG
terhadap toxoplasma.
INFEKSI TRAKTUS URINARIUS
 Infeksi saluran kencingnadalah infeksi bakteri
yang paling sering dijumpai pada kehamilan.
Walaupun bakteri uria asimtomatik merupakan
hal biasa, infeksi simtomatik dapat mengenai
salran bawah yang menyebabkan sisititis, atau
menyerang kaliks, pelvis, dan parenkim ginjal
sehingga mengakibatkan pielonefritis
 Organisme yang emnyebabkan infeksi saluran
kemih berasal dari flora normal perineum. Sekarang
terdapat bukti bahwa beberapa galur escherichia
coli memiliki pili yang meningkatkan virulensinya.
Walaupun kehamilan itu sendiri tampaknya tidak
meningkatkan faktor0faktor virulensi ini, stasis air
kemih tampaknya menyebabkan hal itu, dan bersam
dengan revluksvesikoureter, stasis mempermudah
timbulnya gejala infeksi saluran kemih bagian atas.
Overdistsnsi yang disertai kateterisasi untuk
mengeluarkan iar kemih sering menyebabkan
infeksi saluran kemih
 a. Bakteriuria Asimtomatik kondisi ini mengacu
pada perkembangan bakteri yang terus-menerus
secara aktif di dalamsaluran kemih tampa
menimbulkan gejala. Insiden selama kehamilan
bergantung pada paritas, ras dan status social
ekonomi bakteri uria biasanya sudah ada pada saat
kunjungan pra natal I dan setelah biakan urin awal
yang negatif, wanita yang mengalami infeksi
saluran kemih jumlahnya 1 % atau kurang. Makna
Apabila bakteri uriaasimtomatik tidak diobati
sekitar 25 % pasien akan mengalami infeksi
simtomatik akut selam kehamilan tersebut.
 Eradikasi bakteri uria dengan anti mikroba telah
dibuktikan dapat mencegah sebagian besar
infeksi klinis tersebut. Pada beberapa penelitian,
bakteri uria yang tersamar dilaporkan
menyebabkan sejumlah efek merugikan pada
kehamilan. P-ada penelitian-penelitian awal oleh
kass (1962), insiden kelahiran preterm dan
mortalitas prenatal meningkat pada wanita
dengan bakteri uria yang mendapat plasedo
dibandingkan dengan yang mendapat terapi
 Dari bukti-bukti yang sekarang ada kecil
kemungkinan bahwa bakteri uria asimtomatik
merupakan factor utama untuk bayi pre term atau
BBLR. Pada banyak diantara wanita ini bacteria
uria menetap setelah melahirkan, dan pada
sebagian juga menujukan bukti-bukti radiografik
adanya infeksi kronik, lesi obstruktif atau kelainan
congenital saluran kemih. Infeksi simtomatik
sering berulang sering terjadi. Therapi Wanita
dengan bakteri uria asimtomatik dapat diberi
pengobatan dengan salah satu dari bebrapa
regimen anti mikroba
 Pemilihan dapat didasarkan pada sensitifitas
infitro, tetapi mumumnya dilakukan secara
empiris. Terapi selam 10 hari dengan
makrokristal nitrovurantoin 100 mg/hari terbukti
untuk sebagian besar wanita. Regimen lain
adalah amphicilin, amoksisilin, chefalosporin,
nitrofurantoin, atau sulfonamide 4 X sehari selam
3 hari. Terapi anti mikroba dosis tunggal untuk
bakteri uria juga pernah dilaporkan pernah
berhasil
 Kegagalan regimen dosis tunggal mungkin
merupakan petunjuk adanya infeksi saluran
bagian atas dan perlunya terapi yang lebih lama,
misalnya nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur
selam 21 hari. Bagi wanita dengan bakteri uria
yang menetap atau sering kambuh mungkin
diidikasikan terpai supresif sepanjang sisa
kehamilannya. Salah satu regimen yang telah
terbukti berhasil adalah nitrovurntoin 11 mg
sebelum tidur
 b. Sistitis Dan Uretritis Biasanya sistitis di tandai
oleh disuria, urgensi dan frekuensi. Biasanya
ditemukan bakteri uria dan piuria.
Hematuriamikroskopik sering terjadi dan kadang-
kadang terjadi hematuria makroskopik akibat
sistitis haemoragik, walaupun sistitis biasanya
tidak berpenyulit, saluran kemih bagian atas dapat
terkena akibat infeksi asenden. Therapi Wanita
dengan sistitis cepat berespon dengan salah satu
beberapa regimen. Haris dan gilstrat (1981)
melaporkan angka kesembuhan 97 % pada
regimen amphicilin 10 hari.
 Sulfonamide, mitrofurantoin atau sevalosporin
juga efektif apabila diberikan selama 10 hari.
Terapi dosis tunggal yang digunakan untuk
bakteri uria asimtomatik terbukti efektif untuk
wanita hamil maupun tidak hamil, tetapi
sebelumnya harus dipastikan tidak ada
pielonefritis.
 c. Pielonefritis Akut Infeksi ginjal merupakan
penyulit medis paling serius pada kehamilan,
terjadi pada sekitar 2 % wanita hamil. Keseriusan
pielonefritis akut selam kehamilan digaris bawahi
sebagai penyebab utama syok septic selama
kehamilan. Infeksi ginjal lebih sering terjadi
setelah pertengahan kehamilan, pada lebih dari
separuh kasus penyakitnya unilateral dan di sisi
kanan, sedangkan pada ¼ bilateral.
 Pada sebagian besar wanita, infeksi disebabkan oleh
bakteri yang naik dari saluran kemih bawah. Antara
75-90 % infeksi ginjal disebabkan oleh bakteri yang
meimiliki adehesin fimbriae-P. Gambaran Klinis
Awitan pielonefritis biasanya agak mendadak. Gejala
meliputi demam, menggigil hebat, dan nyeri tumpul di
salah satu atau kedua regio lumbal. Pasien mungkin
mengalami anoreksia, mual dan muntah. Perjalanan
penyakit dapat sangat bervariasi dengan demam
sampai setenggi 40 ˚C. rasa nyeri biasanya dapat
ditimbulkan lebih dan hipotermia sampai 34˚C dengan
perkusi disalah satu atau kedua sudut costovertebra
 Sedimen urin sering mengandung banyak
leukosit, seringkali dalam gumpalan-gumpalan
dan banyak bakteri. Walaupun diagnosis biasanya
mudah, pielonefritis dapat disangka sebagai
proses persalinan, koriamnionitis, appendicitis,
solusio plasenta, atau infark myoma, dan masa
nifas disangka sebagai metritis dengan selulitis
panggul. Kreatinin plasma harus diukur pada
awal terapi. Pielonefritis akut pada sebagian
wanita hamil menyebabkan penurunan bermakna
laju filtrasi glomerulus yang bersifat reversible
 Wanita dengan pielonefritis ante partum mengalami
insufisiensi pernafasan dengan derajat bervariasi
akibat cidera alveolus dan edema paru yang dipicu
oleh endotoksin. Pada sebagian wanita cidera
parunya parah sehingga menimbulkan syndrome
gawat nafas akut. Graham dkk (1983) memastikan
bahwa pemberian terapi antimikroba pada wanita ini
diikuti oleh peningkatan aktifitas uterus. Hal ini
mungkin disebabkan oleh pelepasan endotoksin.
Hemolisis akibat endotoksin juga sering terjadi, dan
sekitar 1/3 dari wanita ini mengalami anemia akut
 Penatalaksanaan Hidrasi intra vena agar produksi
urin memadai merupakan hal yang esensial.
Keluaran urin, tekanan darah dan suhu dipantau
secara ketat. Demam tinggi harus diatasi,
biasanya dnegan selimut pendingin. Infeksi
saluran kemih yang serius ini biasanya cepat
berespon terhadap hidrasi intravenal dan terapi
antimikroba. Pemilihan obat bersifat empiris;
ampicilin, plus gentamicin, cevazolin atau
ceftriakson terbukti 95 % efektif dalan uji-uji
klinis acak.
 Resistensi E. Coli terhadap anphicilin sering terjadi
dan hanya separuh hanya strain yang ada masih
sensitive. Invitro terhadap apmhicilin, tetapi
senagian besar masih sensitive terhadap cevasolin.
Karena itu banyak dokter cenderung menberikan
genthamicin atau aminoglikosida lain bersama
dengan amphicilin. Apabila pasien mendapat oab-
obat neotoksik perlu dilakukan pengukuran kreatinin
serum secara serial. Akhirnya sebagian penulis
cenderung menggunakan suatu sefaloskorin atau
phenicilin dengan spectrum diperluas
 . Gejala klinis umumnya reda dalam 2 hari setelah
terapi; tetapi walaupun gejala cepat menghilang banyak
penulis menganjurkan agar terapi dilanjutkan hingga 7-
10 hari. Apabila biakan urin selanjutnya memberikan
hasil positif diberikan nitrofurantoin 100 mg sebelum
tidur selam sisa kehamilan. Penatalaksanaan Rawat
Jalan Dilaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna
dalam respon klinis atau hasil kehamilan antara pasien
rawat inap dan rawat jalan. Semua wanita dalam uji ini
mendapat dua dosis ceftriakson IM 1 gr di RS dengan
selang 24 jam sebelum mereka yang dimasukan
kekelompok rawat jalan diperbolehkan pulang
 Dalam hal ini diperlukan evaluasi ketat sebelum dan
setelah pemulangan dari RS. Penatalaksaan Bagi
Mereka Yang Tidak Berespon Apabila perbaikan
klinis belum tampak jelas dalam 48-72 jam, wanita
tersebut perlu pemeriksaan obstruksi saluran kemih,
untuk mecari ada tidaknya dipensi abnormal pada
ureter atau pielokaliks. Pemasangan doble-J steent
diureter akan mengatasi obstruksi pada sebagian besar
kasus. Apabila gagal dilakukan nefrostomi
perkutanium. Apabila gagal juga perlu dilakukan
pengeluaran batu ginjal secara bedah agar infeksi reda
 Tindak Lanjut Bila tidak dilakukan tindakan-tindakan
untuk menjamin sterilitas urin, pasien sebaiknya
diberi nitrovurantoin 100 mg sebelum tidur sampai
selesai hamil. d. Pielonefritis Kronik penyakit ini
adalah suatu nefritis interstisial kronik yang
diperkirakan disebabkan oleh infeksi bakteri. Pada
banyak kasus, terjadi pembentukan jaringan parut
klasik yang terdeteksi secara radiologis dan disertai
refluks ureter selagi berkemih; oleh karenanya
penyakit ini juga disebut sebagai nefropatirefluks.
Pada kasus lanjut, yang muncul adalah gejala
insufisiensi ginjal.
 Patogenesis penyakit ini masih belum jelas tetapi
tampaknya bukan hanya disebabkan oleh infeksi
bakteri persisten. Prognosis pada ibu dan janin
bergantung pada luas kerusakan ginjal. Gangguan
fungsi ginjal dan pembentkan jaringan parut ginjal
bilateral berkaitan dengan peningkatan penyulit pada
ibu, apabila pielonefritit kronik lainnya mengalami
penyulit bakteri uria selama kehamilan, dapat terjadi
pielonefritit akut yang akan memperparah keadaan.
Hampir seluruh wanita dengan pembentukan jaringan
parut ginjal akibat infeksi saluran kemih pada masa
kanak-kanak akan mengalami bakteri uria saat hamil
T@NK U

Anda mungkin juga menyukai