Anda di halaman 1dari 12

TUGAS SESI 3

DISUSUN OLEH:
Ardelia Sabrina (1905015111)
Anisyah Handayani (1905015021)
Ipah Kholipah (1905015225)
Khaerunisa Putri Lorenzo (1905015288)
Nur Muzizah Siregar (1905015130)
Nurul Azizah (1905015179)
Octaviara Kusuma Ningrum (1905015116)
Sevia Nur Azzahrah (1905015167)
KELOMPOK 6
1. Jelaskan maksud dari manusia sebagai penyebab kecelakaan dan
manusia sebagai penerima masalah!
Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai penyebab kecelakaan karena adanya kesalahan-
kesalahan yang dilakukan manusia dalam bekerja (human eror) yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja. Dalam buku “Psikologi Keselamatan Kerja” oleh Tulus Wisnarsunu menyatakan
bahwa human error menyebabkan 80-90 % kecelakaan kerja. Sementara itu, manusia dikatakan sebagai
penerima masalah karena sebagai seorang yang bekerja, manusia dalam hal ini sebagai objek (yang
menerima perlakuan) yang mana dalam bekerja permasalah yang terjadi dapat menimpa pada manusia
(pekerja) terlepas dari apa penyebab masalah tersebut.
Faktor manusia pada suatu pekerjaan merupakan faktor yang mengacu pada setiap masalah yang
mempengaruhi pendekatan individu terhadap pekerjaan dan kemampuan untuk melaksanakn tugas dan
pekerjaan atau faktor manusia sebagai faktor-faktor lingkungan, organisasi dan pekerjaan, karakteristik
manusia dan individu yang mempengaruhi perilaku ditempat kerja. (John, 2006:86)
Pengaruh faktor-faktor manusia pada pekerjaan dibagi menjadi empat bagian yaitu:
1. Cakupan faktor-factor manusia
2. Faktor negative
3. Faktor positif
4. Faktor individu
Faktor manusia pada suatu pekerjaan merupakan faktor yang mengacu pada setiap masalah yang mempengaruhi
pendekatan individu terhadap pekerjaan dan kemampuan untuk melaksanakn tugas dan pekerjaan atau faktor manusia
sebagai faktor-faktor lingkungan, organisasi dan pekerjaan, karakteristik manusia dan individu yang mempengaruhi
perilaku ditempat kerja. (John, 2006:86)

Penelitian lain menunjukkan bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia (Santoso,2004) antara lain:
1. Ketidakseimbangan fisik atau kemampuan tenaga kerja, antara lain : tidak sesuai berat badan, posisi tubuh yang
menyebabkan mudah lemah, cacat fisik dan cacat sementara.
2. Ketidakseimbangan kemampuan psikologi, antara lain: rasa takut atau phobia gangguan emosional, gerakan
lambat, tidak mampu memahami, keterampilan kurang.
3. Kurang pengetahuan, antara lain: kurang pengalaman, kurang orientasi, kurang latihan memahami pekerjaan.
4. Kurang keterampilan, antara lain: kurang mengadakan pelatihan praktik, penampilan kurang, kurang kreatif,
salah pengertian.
5. Stress mental, antara lain: emosi berlebihan, beban mental berlebihan, pendiam dan tertutup, frustasi dan sakit
mental.
6. Stress fisik, antara lain: badan sakit, beban tugas berlebihan, kurang istirahat, terpapar bahan berbaya, terpapar
panas yang tinggi, kekurangan oksigen, gerakan terganggu.
7. Motivasi menurun (kurang termotivasi) antara lain: mau bekerja apabila ada penguatan atau hadiah, frustasi
berlebihan, tidak ada umpan balik, tidak mendapat insentif produksi, tidak mendapat pujian dari hasil kerjanya
dan terlalu tertekan.
Kecelakaan terjadi karena adanya keterbatasan yang dimiliki manusia, salah satunya
adalah keterbatasan panca indera dalam arah pandang, jarak pandang, spektrum
warna, rentang frekuensi suara hingga ambient (kondisi lingkungan). Keterbatasan
lainnya adalah memori. Kemampuan menerima informasi, memproses, menampung
dan menyampaikannya kembali, contoh penyebab kecelakaan yang sering terjadi
akibat keterbatasan memori ini adalah pekerja yang mengalami ‘lupa’ sehingga
melewatkan langkah dalam SOP. Selain panca indera dan memori, keterbatasan lain
seperti, keterbatasan dalam merespon atau reflek yang melibatkan saraf motorik,
keterbatasan stamina, tenaga, konsentrasi, hingga postur tubuh juga menjadi faktor
penyebab terjadinya kecelakaan.
Pada dasarnya terdapat klasifikasi human error yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab kesalahan. Berikut klasifikasi dari human error secara umum yaitu:
1. Induced Human Error System
Terjadinya kesalahan yang dilakukan pekerja diakibatkan mekanisme suatu sistem.
Misalnya, peraturan dari manajemen kurang ketat atau manajemen kurang menerapkan
kedisiplinan.
2. Induced Human Error Design
Perancangan atau desain sistem kerja yang kurang baik memungkinkan pekerja
melakukan kesalahan. Sesuai dengan kaidah atau hukum Murphy (Murphy Law), bila
peralatan dirancang tidak sesuai dengan pengguna (dalam hal ergonomis), maka terdapat
kemungkinan akan terjadi ketidaksesuaian dalam pemakaian peralatan tersebut, yang
berpotensi menimbulkan human error.
3. Pure Human Error
Kesalahan murni berasal dari pekerja itu sendiri, misalnya kurangnya pengalaman,
kemampuan, dan aspek psikologis.
Human Failure Taxonomy
Jika kita melihat dari Human Failure Taxonomy atau
taksonomi dalam kegagalan manusia, apapun kegagalan
yang disebabkan oleh manusia, dapat dirunut
menjadi error atau ketidaksengajaan dan violation atau
kesengajaan. Error bukan suatu kesengajaan dalam
menggagalkan suatu kegiatan, namun berasal dari
keterbatasan manusia. Untuk kecelakaan yang terjadi
karena error akibat slips, lapse dan mistake, dapat kita
lakukan pengendalian untuk mencegah kecelakaan serupa
terjadi kembali, namun untuk kecelakaan yang terjadi
karena violation, kita dapat melakukan post-mortem atau
memberikan tindakan setelah kejadian, baik berupa
hukuman, denda, dll.
2. Jelaskan apa yang dimaksud sebagai manajemen
ilmiah!
Manajemen Ilmiah atau dalam Bahasa Inggris disebut sebagai Scientific
Management, yang pertama kali dipopulerkan oleh Frederick Winslow
Taylor dalam bukunya yang berjudul Principles of Scientific Management
pada tahun 1911. Manajemen ilmiah adalah pendekatan klasik untuk 
manajemen yang menekankan pada penerapan prinsip-prinsip ilmiah,
termasuk peningkatan efisiensi, kinerja, dan produktivitas melalui analisis
rasional terhadap komponen-komponen produksi.
Berdasarkan eksperimen dan wawasannya, Taylor mengembangkan empat prinsip
manajemen ilmiah diantaranya yaitu:

1. Pantau kinerja pekerja dan berikan instruksi serta pengawasan untuk memastikan bahwa
mereka mematuhi cara kerja yang paling efisien. Urusan pekerja paling baik dipandu oleh
para ahli.
2. Jangan bekerja dengan aturan praktis, kebiasaan, atau akal sehat. Penilaian seperti itu tidak
dapat dipercaya, karena memiliki kelemahan, ambiguitas, dan kerumitan yang tidak perlu.
Oleh karena itu, gunakan metode ilmiah untuk mempelajari pekerjaan dan menentukan cara
yang paling efisien untuk melakukan tugas tertentu.
3. Alokasikan pekerjaan antara manajer dan pekerja sehingga manajer fokus untuk
perencanaan dan pelatihan. Hal ini memungkinkan para pekerja untuk dapat melakukan
tugas yang diberikan secara efisien.
4. Jangan hanya menugaskan pekerja untuk pekerjaan apapun. Sebaliknya, cocokkan pekerja
dengan pekerjaan mereka berdasarkan kemampuan dan motivasi yang mereka punya, latih
mereka, pantau kinerja pekerja dan berikan instruksi serta pengawasan untuk memastikan
bahwa mereka mematuhi cara kerja yang paling efisien. Untuk urusan pekerja paling baik
dipandu oleh para ahli.
Prinsip tersebut telah mengubah drastis pola pikir manajemen ketika itu. Jika
sebelumnya pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri semampu dari
kemampuan mereka, maka Taylor mengusulkan manajemenlah yang harus memilihkan
pekerjaan dan melatihnya.
Prinsip Taylorist ini juga memisahkan perencanaan dari pelaksanaan dimana suatu
pekerjaan dilakukan dengan menggunakan alat dan perlengkapan yang memiliki standar,
kemudian di analisis dan diuraikan secara rasional. Aktivitas rutin juga harus
direncanakan dengan persyaratan (dalam bentuk daftar periksa dan prosedur serta
menggunakan peralatan standar). Kemudian jika nantinya hal itu menyimpang dari
persyaratan, maka terdapat “violation” dimana itu merupakan suatu istilah yang sering
digunakan oleh faktor manusia dan profesional keselamatan.
Manajemen ilmiah memberikan sumbangan yang besar terhadap dunia usaha
dalam suatu perusahaan, diantaranya yaitu:

1. Metode-metode manajemen ilmiah telah banyak diterapkan pada bermacam-


macam kegiatan perusahaan, terutama dalam peningkatan produktivitas. 
2. Teknik-teknik efisiensi manajemen ilmiah, seperti studi gerak dan waktu,
telah menyebabkan kegiatan dapat dilaksanakan lebih efisien. 
3. Gagasan seleksi dan pengembangan ilmiah para karyawan menimbulkan
kesadaran akan pentingnya kemampuan dan latihan untuk meningkatkan
efektivitas karyawan.
4. Manajemen ilmiah yang telah mengemukakan pentingnya disain kerja,
mendorong manajer untuk mencari "cara terbaik" pelaksanaan tugas. 
5. Manajemen ilmiah tidak hanya mengembangkan pendekatan rasional untuk
pemecahan masalah-masalah perusahaan tetapi juga meletakkan dasar
profesiobalisasi manajemen.
REFERENSI
1. Indonesia Safety Center. 2020. Faktor manusia dalam
Kecelakaan Kerja. Diakses pada 15 Oktober 2021 dari
https://indonesiasafetycenter.org/faktor-manusia-dalam-
kecelakaan-kerja/

2. Afsoh FF. 2017. Penelaahan Pendekatan Scientific


Management dari Sudut Pandang Management
Science. Jurnal Ilmu Ekonomi Adventage 5(2): 42-48

3. Cerdasco. 2019. Manajemen Ilmiah. Diakses pada 20


Oktober 2021 dari
https://cerdasco.com/manajemen-ilmiah/
THANK YOU 
12

Anda mungkin juga menyukai