Anda di halaman 1dari 41

Februari 2023

STRUCTURE
Modul Divisi Laringofaringologi

LESI PADA LARING


Oleh :
Boma Bhaswara
Desia Laila Dian Saputri
Wahida Husna

Pembimbing :
dr. Rery Budiarti, Sp.THT-BKL, Subsp.B E (K), MSi. Med.

DEPARTEMEN IK THT-KL FK UNDIP / SMF IK THT-KL


RSUP DR. KARIADI SEMARANG
KOMPETENSI UMUM
KOMPETENSI KHUSUS
a. Mampu membuat diagnosis lesi non
neoplastik laring berdasarkan anamnesis, a. Mengenali gejala dan tanda lesi non neoplastik laring
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan b. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lesi non
penunjang yang diperlukan (Laringoskopi neoplastik laring
Indirekta menggunakan cermin laring atau c. Melakukan keputusan untuk perlu tidaknya pemeriksaan
Tele Rigid, Laringoskopi direkta/Fiber Optic penunjang seperti diperlukan (Laringoskopi Indirekta
Laringoscopy (FOL) / foto polos leher AP menggunakan cermin laring atau Tele Rigid, Laringoskopi
dan lateral / CT scan leher / biopsi). direkta/Fiber Optic Laringoscopy (FOL)/ foto polos leher AP
dan lateral / CT scan leher / biopsi).
b. Mampu melakukan tatalaksana serta d. Mengenali faktor resiko kejadian lesi non neoplastik laring
merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
e. Membuat keputusan klinik dan menatalaksana untuk
tinggi bila diperlukan. pemberian antibiotika, anti radang, analgesik-antipiretik,
dan operasi.
f. Deteksi dini dan menatalaksana berbagai masalah dan
penyulit yang mungkin terjadi pada lesi non neoplastik
laring
1. LESI NON NEOPLASTIK
Lesi non neoplastik laring bukanlah neoplasma sejati melainkan adalah massa
yang menyerupai tumor yang terbentuk sebagai hasil dari infeksi, trauma atau
degenerasi.

LESI JINAK PITA SUARA LESI INFILTRASI LARING LESI KISTIK


nodul pita suara Wagener granulomatosis, Kista duktus
polip pita suara Rheumatoid Artritis, kista sakular
edema Reinke’s Amiolidosis, Laringokel
Ulkus kontak Relapsing policondritis,
Granuloma intubasi Sistemik Lupus
Leukoplakia Eritromatosus, Pemhigus
dan pemphigoid, sarcoidosis
Radiasi sinar eksternal
LESI JINAK PITA SUARA
NO LESI CIRI KHAS TATALAKSANA
1 nodul pita suara • Letak lesi pada persambungan sepertiga • Kasus dini dari nodul pita suara
anterior atau dua pertiga posterior dapat diobati secara konservatif
• Biasanya terjadi pada guru, aktor, penjaga dengan mengedukasi pasien
atau penyanyi dan pemandu sorak, anak-anak cara penggunaan suara yang
yang sering berteriak atau senang berbicara. tepat
• Keluhan : suara serak/parau. • Eksisi nodul
• Terapi bicara

2 polip pita suara • Umumnya polip pita suara muncul unilateral di Bedah eksisi dengan
posisi yang sama seperti nodul pita suara menggunakan mikroskop (bedah
pada batuk kronis dan infeksi laring yang mikrolaring/endolaring(FELT))
berulang. diikuti dengan terapi bicara.
• Polip pita suara timbul akibat penyalahgunaan
dan penyimpangan suara.
• Paling banyak terjadi pada laki-laki, usia 30-50
tahun.
LESI JINAK PITA SUARA
NO LESI CIRI KHAS TATALAKSANA
3 edema Reinke’s • Terjadi Akibat akumulasi cairan edema pada ruang • Teknik operasi yang dapat
subepitel Reinke, unilateral bilateral digunakan cold excision, eksisi
• Paling sering pada Wanita, penyalahgunaan pita laser CO2, mikrodebridement,
suara (vocal abuse), merokok, dan terapi laser hemoglobin-specific
laryngopharyngeal reflux. (pulsed dye, pulsed KTP
• Kedua pita suara menunjukkan pembengkakan difus lasers).
yang simetris, bentuk bulat, dan berwarna kuning • Edukasi risiko kambuh kembali
pada pita suara pada pasien terus merokok

4 Ulkus kontak • inflamasi massa yang berasal dari peradangan • Karena intubasi dapat diterapi
kronis dan iritasi pada perikondrium kartilago dengan konservatif dan
aritenoid. beberapa bulan kemudian lesi
• ulkus bilateral atau unilateral dengan kongesti pada dapat sembuh spontan.
kartilago aritenoid • Penatalaksanaan diantaranya
• Dibagi 2 : berhubungan dengan intubasi dan tidak mengontrol refluk asam,
berhubungan dengan intubasi mengubah gaya hidup, diet dan
• Keluhan utama : suara serak/parau, dorongan untuk penggunaan proton pump
membersihkan tenggorokan (mendehem) dan nyeri inhibitor dan terapi suara.
tenggorokan terutama memburuk saat fonasi.
LESI JINAK PITA SUARA
NO LESI CIRI KHAS TATALAKSANA
5 Granuloma intubasi • Trauma pada prosesus vokalis aritenoid • Konservatif dengan
karena proses intubasi yang tidak lancar, mengedukasi pasien cara
penggunaan tube yang berukuran besar dan penggunaan suara yang tepat
posisi tube yang lama diantara kedua pita • Eksisi nodul
suara. Terjadi pembentukan granuloma diatas • Terapi bicara
kartilago yang terekspos.
• Bilateral, sepertiga posterior dari plika vokalis.
• Keluhan : suara serak/parau dan bila
ukurannya besar bisa timbul dispnea.
6 Leukoplakia/ keratosis • Hiperplasia epitel melibatkan permukaan atas • Konservatif : berhenti
pada satu atau kedua pita suara. merokok, terapi antirefluk,
• Bentuknya seperti plak berwarna putih atau terapi suara, direckta
seperti kutil pada pita suara tanpa mikrolaringoskopi dengan
mempengaruhi gerakannya. biopsi eksisi.
• Etiologinya : merokok, vocal abuse, laringitis • Follow up berkala diperlukan
kronis, GERD, dandefisiensi vitamin. untuk mendeteksi rekurensi,
• Gejalanya serak. atau kemungkinan adanya lesi
baru.
LESI INFILTRASI LARING
NO LESI CIRI KHAS TATALAKSANA
1 Wagener granulomatosis • Wegener granulomatosis berhubungan • Kotrikosteroid sistemik dan
dengan radang granulomatosa nekrotikans atau siklofosfamid
dan vaskulitis pada pembuluh darah kecil. • untuk maintenance diberikan
• Penyakit ini cenderung menyerang saluran obat-obatan metotreksat,
napas bagian atas, paru- paru, dan ginjal. trimetoprimmetoksazol,
Pasien datang karena adanya ulkus kronis di azathioprine.
rongga hidung atau lebih jarang ditemukan • Dilatasi pada daerah subglotis
adanya stenosis subglotis. diikuti dengan injeksi
kortikosteroid.
2 Rhematoid Arthritis • Keluhan disfonia pada frekuensi tinggi (high • Pemberian immunomodulator
pitch), penurunan mobilitas pita suara, dan dan anti-inflamasi.
edema laring • Ekstirpasi nodul rheumatoid
• Nodul rheumatoid (bamboo nodes) yang artritis atau injeksi steroid
merupakan lesi fokal subepiteal yang terdapat dapat digunakan untuk
pada permukaan superior membran plika memperbaiki kualitas fonasi.
vokalis.
LESI KISTIK
NO LESI CIRI KHAS TATALAKSANA
1 Kista duktus • Retensi kista karena kelenjar seromucinous
mukosa laringeal yang tersumbat. Eksisi
• Tampak pada valekula, lipatan ariepiglotik, pita
suara palsu, fossa ventrikel dan piriformis.
• Dapat asimptomatik bila berukuran kecil, atau
menyebabkan suara serak/parau, batuk, nyeri
tenggorokan dan dipsnue bila berukuran besar,
• Terkadang kista antar pita suara dapat muncul
pada pita suara sejati.

2 Kista sakular • Kista sakular kongenital dapat muncul pada Eksisi dengan endoskopi pada lesi
bayi dan ditandai dengan menangis lemah, ini merupakan penatalaksaan
stridor dan atau sianosis. utama
• Gejala : disfonia, stridor, batuk kronik, massa
pada leher dan kadang- kadang disertai
disfagia..
• Lokasi dan perluasan lesi dapat dilihat pada
CT scan.
2. LESI NEOPLASTIK

NEOPLASMA JINAK LARING NEOPLASMA GANAS LARING


NEOPLASMA JINAK LARING
Papilomatosis Laring Rhabdomyoma

Kondroma
Hamartoma
Hemangioma

Fibroma
Tumor sel granular

Tumor Glandular Schhwannoma


PAPILOMA LARING
 Etiologi : human papilloma virus subtype 6 dan 11.
 Tempat utama terbentuknya papilomatosis di pita suara, namun bisa terdapat dihidung
sampai ke bronchiolus.
 Walaupun jinak namun dapat menyebabkan kematian dan berpotensi menjadi ganas..
 Gejala awal serak, bersifat terus menerus dan progresif gejala lanjut dapat berupa stridor
dan dyspnea karena obstruksi laring
 Diagnosa dengan endoskopi. Diagnosa definitif dengan laryngoskopi dan biopsi.
 Penatalaksanaan dapat pengangkatan lesi secara konservatif merupakan terapi utama,
mikrolaringoskopi suspensi dan eksisi, pada lesi yang kecil dan kurang agresif dengan
menggunakan endoskopi dengan anestesi local, cryotherapi, photodynamic therapy,
antiviral (Cidofovir).
PAPILOMA LARING
KONDROMA
 Umumnya muncul dari kartilago krikoid dan bisa muncul pada area subglotik
 Menyebabkan dyspnoe atau dapat muncul benjolan dari lempeng posterior dari krikoid
dan menyebabkan sensasi ganjalan di tenggorokan dan disfagia.
 Umumnya mengenai laki-laki usia 40-60 tahun.
 Lebih sering pada laki-laki daripada perempuan.
 Pertumbuhan tumor lambat dan tidak bermetastase.
 Gejala yang timbul serak, dyspnea, dysphagia dan globus sensation.
 Relatif asimtomatik, namun lesi dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas ataupun
massa leher eksternal.
 Diagnosis dilakukan dengan endoskopi dan CT scan.
 Penatalaksanaan dilakukan bedah eksisi, thyrotomy.
HEMANGIOMA
 Hemangioma infantile melibatkan area subglotik dan muncul keluhan stridor pada 6 bulan
pertama kehidupan.
 Sekitar 50% anak memiliki hemangioma di bagian tubuh yang lain khususnya area kepala
dan leher.
 Hemangioma cenderung involusi secara spontan namun trakeostomi mungkin dibutuhkan
untuk mengurangi obstruksi jalan nafas bila terjadi.
 Sebagian besar merupakan tipe kapiler dan dapat dibersihkan dengan laser CO2.
 Hemangioma pada dewasa meliputi pita suara atau supraglotik laring. Ada tipe
kavernosus dan tidak dapat diterapi dengan laser. Dapat dibiarkan bila asimptomatik.
Untuk yang berukuran lebih besar yang menimbulkan gejala, terapi steroid dan radiasi
mungkin dapat dilakukan.
TUMOR SEL GRANULAR
 Muncul dari sel Schwann dan seringkali submukosa.
 Epitel yang mendasarinya menunjukkan hyperplasia pseudoepitelioma, yang secara
histology mirip dengan karsinoma well differentiated.
TUMOR GLANDULAR
 Dapat muncul di seluruh area tubuh tapi paling banyak pada kepala dan leher.
 Pada laring ini sangat jarang.
 Asal usul berasal dari neuron dan dalam laring, meluas secara perlahan dan mengisolasi
pita suara.
 Gejala klinis suara serak, , stridor, disfagi dan batuk.
 Biopsi dibutuhkan untuk melihat sifat tumor.
 Pewarnaan serologi pada specimen biopsy menunjukkan positif dari S-100, enolase
neuron spesifik, vimentin, CD 68.
 Reseksi komplit dengan instrument microlaryngeal phonosurgical.
 Prinsipnya adalah menghasilkan suara kembali yang normal.
RHABDOMIOMA
 Merupakan tumor jinak yang terdiri dari striated muscle.
 Lokasi tersering pada laring, namun pernah ditemukan pada otot laring intrinsik dan
ekstrinsik.
 Diagnosis dilakukan dengan biopsy atau MRI.
 Penatalaksanaan terapi dilakukan reseksi secara menyeluruh.
HAMARTOMA
 Hamartoma jarang dijumpai, lesi jinak dapat berupa malformasi kongenital ataupun lesi
lain.
 Terdeteksi secara insidental atau karena adanya gejala saluran nafas yang signifikan,
terutama pada anak anak.
FIBROMA
 Fibroma laring merupakan kasus yang sangat jarang
 Pemeriksaan histology memperlihatkan matriks ektraseluler yang banyak dengan area
pausiseluler yang berselang seling, dan matrik ekstraseluler cenderung bersusun dengan
sebutan •cytologically bland spindle cells."
 Gejala klinis : batuk dan disfoni. Ct scan dan MRI dapat menggambarkan perluasan lesi
untuk perencanaan reseksi.
 Eksisi sampai batas tepi lesi meminimalkan kekambuhan.
SCHWANOMA
 Berasal dari lapisan fiber nervus, ditemukan 1% dari seluruh tumor laring.
 Gambaran endoskopi : massa submukosa yang licin pada sinus piriformis atau area
eryoepiglotis.
 Gejala klinis sensasi rasa seperti ada benda bulat ditenggorokan, disfagi, disfoni, dan
apabila membesar dapat menimbulkan sumbatan jalan nafas.
 Histopatologi terlihat area Antoni A dan Antoni B dengan schwannoma yang lain.
 Komplikasi postoperatif yang mungkin terjadi disfoni, parese pita suara dan keterlibatan
laring.
PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan fisik: telinga, hidung dan tenggorok, daerah leher dan dada
2. Laringoskopia indirekta
3. Laringoskopia direkta
4. Fiber – Optic Laringoscopy (FOL)
5. Foto polos leher AP dan lateral
6. CT scan leher
PENATALAKSANAAN
BEDAH MIKROLARING
1. Pasien tidur diatas meja operasi posisi supine

2. Dokter anestesi mengintubasi laring (jika ada penggunaan laser diantisipasi) diarahkan
ke sisi kiri mulut
3. Bantalan ditempatkan dibawah bahu supaya dapat ekstensi kepala dan leher secara
sempurna.
4. Meja ditempatkan di posisi tredelenburg terbalik agar didapatkan posisi yang nyaman
untuk melihat laring melalui mikroskop.
5. Laringoskop dimasukkan seperti yang sebelumnya disebutkan.
6. Saat laring sudah tervisualisasi dengan adekuat, ujung dari laringoskop operator
didekatkan ke midline sehingga jaringan yang patologi terlihat.
• Laringoskop dimasukkan, epiglotis diungkit, lalu laringoskop dimasukkan untuk
mengevaluasi seluruh struktur anterior laring

• Alat suspension apparatus disambungkan ke laringoskop lalu disambungkan ke Mayo


stand atau direkatkan ke meja operasi. Laringoskop yang tergantung dari meja yang
menempel dari tempat tidur membuat pergerakan dari meja tanpa mengganggu posisi
laringoskop.
• Mikroskop didekatkan ke lapangan operasi dan laring divisualisasi dengan lensa
pembesaran 400 mm. Instrumen laring dapat digunakan dengan alat mikro sesuai
indikasi (forsep yang sesuai dengan peruntukannya).
• Bila menggunakan laser CO2 maka wajah harus ditutup dengan handuk yang lembab
dan mata ditutup dengan penutup mata yang lembab. Tidak satupun bagian dari wajah
yang boleh terekspos. Petugas kamar operasi harus menggunakan pelindung mata.
• Bila diperlukan pemeriksaan pada komisura posterior dan area ini tertutup oleh ETT,
maka ETT dipindahkan dan ventilasi dilanjutkan dengan menggunakan alat Venturi Jet.
Venturi diletakkan pada saluran cahaya laringoskop dan diposisikan diatas inlet
laryngeal. Saat posisi sudah adekuat, pergerakan dinding dada dapat dilihat dengan baik
tanpa obstruksi pada laring.

• Instrumen kanul penghisap diletakkan di saluran cahaya dapat membantu menghisap


asap yang dihasilkan dari prosedur laser. Hal ini memungkinkan karena pencahayaan
untuk prosedur ini dihasilkan dari mikroskop.
• Di akhir dari prosedur, pasien dapat di intubasi ulang untuk pemulihan anestesi, hal ini
dapat dilakukan dengan dua metode:
• Laringoskop diangkat dan pasien diintubasi seperti biasa
• Pasien di intubasi ulang dengan laringoskop masih pada posisinya
Posisi operator dan pasien

Instrumen mikrolaring
KOMPLIKASI
• Laringospasme
• Edema glotik
• Trauma gigi
NEOPLASMA GANAS LARING
Tumor Supraglotis

Tumor Glotis

Tumor Sub Glotis


Etiologi dan Faktor Risiko Tumor
Laring
• Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti
• Bersifat multifaktorial:
• Gaya hidup
• Faktor lingkungan
• Faktor predisposisi:
• Infeksi Herpes simpleks  kadar antigen karsinoembriogenik
• Infeksi Human papillomavirus
• Faktor risiko:
• Merokok
• Alkohol
• Paparan radiasi di leher/radioterapi
• Keluarga dengan Riwayat kanker laring
• GERD
• Imunosupresi

National Comprehensive Cancer Network. NCCN Clinical Practice in Oncology. Head and Neck Cancers. Version I. 2015.
Patofisiologi Tumor Laring
Conus elasticus
menghambat penyebaran
tumor ke inferior glottis,
Tumor yang melibatkan
komisura anterior Pembagian KSS
namun pada stadium lanjut menyebar ke cartilago
tumor menyebar ke tiroid
subglotis

Diferensiasi baik
Tumor menyebar ke leher
Tumor ganas glottis sulit
melalui ruang krikotiroid
dievaluasi
lateral
Diferensiasi sedang
Metastasis ke KGB Regional:
• Tumor Glotis : 0,4-2%
Tumor ganas epiglottis • Komisura ant., prosesus vokalis aritenoid,
dapat menyebar ke
preepiglotis melalui
meluas ke subglotis → 5mm (pita suara tidak
terfiksasi) : 5-6%
Diferensiasi buruk
perlengkatan cartilago • Pita suara terfiksasi : 7%
epiglotis • KSS pada plika vokalis jarang bermetastasis
kecuali stadium lanjut
Irfandy D, Rahman S. Laporan kasus: diagnosis dan penatalaksanaan tumor ganas laring. Jurnal Kesehatan Andalas.
2015;4(2):618-625.
Diagnosis Tumor Laring
Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Laringoskopi direk/indirek dan


flexible endoscopy
X-ray Soft tissue leher AP lateral
Radiologi Chest X-ray
CT/MRI

Penegakkan diagnosis: biopsy 


diagnosis baku emas

Irfandy D, Rahman S. Laporan kasus: diagnosis dan penatalaksanaan tumor ganas laring. Jurnal Kesehatan Andalas.
2015;4(2):618-625.
ANAMNESIS
• Riwayat Penyakit Sekarang • Gejala yang bisa ditanyakan
• Onset dan keparahan gejala • Perubahan suara/Serak
• Jika > 3 minggu, pikirkan neoplasma • Nyeri tenggorokan
• Riwayat Penyakit Dahulu • Disfagia
• Infeksi HSV • Nyeri pada telinga
• Riwayat Keluarga • Pembesaran KGB di leher
• Riwayat neoplasma kepala dan leher di • Gejala pada stadium lanjut
keluarga • Penurunan berat badan
• Riwayat Sosial • Stridor
• Merokok • Sesak (obstruksi)
• Alkohol

Cohen N, Fedewa S, Chen AY. Epidemiology and Demographics of the Head and Neck Cancer Population. Oral Maxillofac
Surg Clin North Am. 2018 Nov;30(4):381-395
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum

Pemeriksaan kepala

Pemeriksaan leher (massa/KGB)

Stridor (obstruksi saluran napas)

Cohen N, Fedewa S, Chen AY. Epidemiology and Demographics of the Head and Neck Cancer Population. Oral Maxillofac
Surg Clin North Am. 2018 Nov;30(4):381-395
MANIFESTASI KLINIS
• Perubahan suara
• Progresif
• Pembesaran kelenjar getah bening
• Berlangsung lama tanpa perbaikan

• Batuk
• Supraglotis atau subglotis menjadi serak
• Invasi ke pita suara

• Benjolan leher
• Pada stadium lanjut
• Obstruksi
• Sulit menelan
• Disfagia/Odinofagia
• Stridor
Gambar : Superficial Lymph Nodes (sumber: https://www.primagem.org/where-do-submandibular-lymph-nodes-drain/)
Mehanna H, Paleri V, West CM, Nutting C. Head and neck cancer-part 1: epidemiology, presentation, and preservation. Clin Otolaryngol. 2011
Feb;36(1):65-8. doi: 10.1111/j.1749-4486.2010.02231.x. PMID: 21414154.
RADIOLOGI
• Beberapa modalitas tambahan yang dapat digunakan
• Primary site
• CT dengan kontras
• MRI dengan kontras
• Distant metastases
• Fluorodeoxyglucose positron emission tomography (FDG-PET/CT)
• CT dada dengan atau tanpa kontras
• Berfungsi untuk
• Diagnosis
• Staging
• Deteksi metastasis

Pfister DG, Spencer S, Adelstein, D, et al. Head and Neck Cancers. Version 3.2021. In: National Comprehensive Cancer Network
(NCCN) Clinical Practice Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines). NCCN 2021 Apr from NCCN website
LARINGOSKOPI
• Pada laringoskopi dapat ditemukan
• Tumor irregular, eksofitik, atau ulseratif
• Pergerakan pita suara simetris atau
tidak
• Gangguan pada satu sisi (infiltrasi,
fiksasi sendi krikoaritenoid, n. laringeus
reccuren terlibat)
• Laringoskopi dapat menentukan
• Batas-batas penyebaran tumor
• Keperluan biopsi
Subglotis.
STAGING
39
T4b

T1
Tumor menginvasi ruang prevertebral, arteri karotis, struktur mediastinum
Tumor Subglotis
Tumor terbatas pada subglotis
Tumor Primer T2 Tumor meluas ke pita suara dengan gerakan normal
Tx Tumor tidak dapat dinilai T3 Tumor terbatas di laring dengan fiksasi pita suara
T4a Tumor menginvasi kartilago krikoid atau tiroid dan atau invasi jaringan
T0 Tidak terdapat tumor
sekitar laring
Tis Tumor in situ T4b Tumor menginvasi ruang prevertebral, arteri karotism dan struktur
mediastinum
Tumor Supraglotis
Penyebaran kelenjar limfa Regional
T1 Tumor terbatas pada 1 sisi pita suara palsu (gerakan baik)
N0 Tidak ada penyebaran tumor ke kelenjar limfa regional
T2 Tumor sudah meluas ke 1 atau 2 sisi supraglotis atau glotis tanpa fiksasi
pita suara N1 Teraba 1 kelenjar limfa ipsilateral ukuran terbesar ≤ 3 cm
T3 Tumor teratas pada pita suara asli dengan fiksasi atau meluas ke posterior N2a Teraba 1 kelenjar limfa ipsilateral ukuran terbesar 3 – 6 cm
krikoid, dinding medial sinus piriformis, jaringan preepiglotis, ruang N2b Teraba kelenjar limfa multipel ipsilateral ukuran terbesar < 6 cm
paraglotis, dan atau erosi minimal pada kartilago tiroid N2c Teraba kelenjar limfa bilateral atau kontralateral ukuran terbesar < 6 cm
T4a Tumor sudah meluas ke kartilago tiroid dan atau ke jaringan di sekitar N3 Teraba kelenjar limfa ukuran terbesar ≥ 6 cm
laring seperti trakea, otot dasar lidah, strap muscle, tiroid atau esofagus) Metastasis Jauh
T4b Tumor meluas ke ruang prevetrebal, arteri karotis atau struktur mediastinum
Mx Metastasis tidak dapat dinilai
Tumor Glotis
M0 Tidak terdapat metastasis jauh
T1 Tumor terbatas pada pita suara (dapat dengan keterlibatan komisura
anterior atau posterior) dengan gerakan baik
M1 Terdapat metastasis jauh
T1a Tumor pada 1 pita suara
T1b Tumor pada 2 pita suara
T2 Tumor meluas ke supraglotis atau subglotis dengan atau tanpa gangguan
gerakan pita suara
T3 Tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi pita suara dan atau invasi
ruang paraglotis, dan atau erosi minimal kartilago tiroid
T4a Tumor invasi ke kartilago tiroid atau jaringan sekitar laring
T4b Tumor menginvasi ruang prevertebral, arteri karotis, struktur mediastinum
Tumor Subglotis

Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Ed.6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal:194-8.
Penatalaksanaan tumor Laring
• Tujuan utama:
• Mengontrol tumor primer dan penyebarannya
• Mengontrol KGB yang terlibat
• Mempertahankan suara
• Jenis:
• Radioterapi Pemilihan modalitas terapi berdasarkan faktor tumor (lokasi,
• Kemoterapi penyebaran, ukuran, keterlibatan KGB, jumlah tumor, metastasis)
dan faktor pasien (usia,jenis kelamin, keadaan umum, preferensi,
• Pembedahan prognosis
• Kombinasi

Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Ed.6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal:194-8.
Penatalaksanaan tumor Laring
Stadium I
• Radiasi

Stadium II
• Pembedahan (Laringektomi Parsial/Total)

Stadium III
• Pembedahan (Laringektomi Total)

Stadium IV
• Pembedahan + Radiasi

Pembesaran KGB Leher: Diseksi Leher

Obat Sitostatistika: tidak memberikan hasil yang baik, terapi paling baik saat ini kemoterapi + radiasi

Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Ed.6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal:194-8.
Penatalaksanaan tumor Laring
• Laringektomi parsial:
• Laringektomi parsial vertikal (hemilaringektomi) Laringektomi parsial vertikal
• Laringektomi parsial horizontal • Kordektomi
• Laringektomi parsial frontal
• Laringektomi total  stadium III-IV atau stadium I-II • Laringektomi parsial lateral
residif/gagal terapi • Laringektomi parsial frontolateral
• Laringektomi parsial frontolateral diperluas
Laringektomi parsial horizontal
• Radioterapi  tunggal atau kombinasi
• Epiglotektomi
• Laringektomi parsial supraglotis
• Rehabilitasi Suara: • Laringektomi parsial supraglotis
diperluas/suprakrikoid
Setelah Laringektomi, dilakukan Rehabilitasi Suara untuk
melatih komunikasi verbal dengan Esophageal speech
training
Hermani B, Abdurrachman H. Tumor Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
THT. Ed.6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010. Hal:194-8.
Terima Kasih
Wassalaamu’alaikum Wr Wb

Anda mungkin juga menyukai