PENDAHULUAN
BAB III
PEMBAHASAN
Neurofibroma adalah kasus tumor jinak pada sistem saraf tepi yang
paling sering ditemui, mayoritas lesi berbentuk soliter dan sporadis.
Tumor plexiform dan kutan pada awalnya merupakan kongenital, dan
dalam neurofibromatosis I, neurofibroma intraneural terlokalisasi, dan
kutaneus terlokalisasi biasa muncul pada usia pertengahan dckade
pertama. Neurofibroma terjadi pada semua ras, usia dan jenis kelamin.
Sedangkan untuk plexiform neurofibroma biasanya kongenital dan
berkembang ketika lahir. Neurofibroma mulai muncul pada saat seseorang
memasuki usia dewasa muda dan dapat melibatkan kulit, soft tissue
maupun viscera. Neurofibroma biasa terdapat di dada, abdomen ataupun
pelvis yang lebih sering didiagnosis sebagai massa paraspinal yang
melibatkan beberapa region spinalis.5 6 7
3.6 Patofisiologi
1. Neurofibroma Tipe 1
Ini terjadi setelah mutasi pada kromosom neurofibromin 17q11.2.
100.000 penduduk Amerika telah mengidap
neurofibromatosis. Neurofibromin adalah tumor supresor gen yang
berfungsi untuk menghambat onkoprotein p21 ras. Dalam tidak
adanya control penghambatan ini supresor tumor pada onkoprotein ras.
6
2. Neurofibroma Tipe 2
Neurofibroma tipe 2 disebabkan oleh mutasi pada gen
Neurofibroma tipe 2 (kromosom 22) yang mengatur produksi merlin /
schwnnomin protein yang berfungsi sebagai penekan tumor. Kondisi ini
mengikuti pola pewarisan dominan autosomal. Sekitar 50% dari kasus
Neurofibroma tipe 2 diwariskan dan sekitar 50% adalah karena mutasi
baru pada gen NF2. NF2 adalah bentuk neurofibromatosis yang ditandai
dengan schwanomma vestibular bilateral. 1 2 3
7
6 atau lebih macula café au lait ( >0.5 cm pada anak dan 1.5 cm pada
orang dewasa
2 atau ebih neurofibroma cutaneous/subcutaneous atau 1 plexiform
neurofibroma
Bintik-bintik pada bagian axilla maupun
Glioma pada jalur optic
2 atau lebih nodul Lisch ( iris hamartoma yang terlihat pada
pemeriksaan lampu)
Displasia tulang
8
b. Biopsi Jaringan
3.9 Diagnosis
9
3.11 Penatalaksanaan
Tatalaksana plexifom neurofibroma dengan pembedahan. Reseksi
komplit sulit karena pertumbuhan tumor yang luas dan invasi jaringan di
sekitarnya dan pertumbuhan kembali setelah operasi. Tata laksana dengan
perawatan non-bedah, kemoterapi standar atau terapi radiasi belum diuji
secara luas. Ukuran dan lokasi tumor di NF1 paling mempengaruhi gejala
klinis. Reseksi komplit pada tumor hanya mungkin dilakukan pada pasien
dengan ukuran tumor yang kecil. Pasien dengan neurofibroma soliter pada
kepala dan leher lebih baik dilakukan pembedahan dengan indikasi adalah
untuk 1) menyingkirkan keganasan pada massa tumor yang membesar
dengan cepat; 2) penanganan kosmetik akibat dari ekspansi tumor; 3)
mengurangi gejala nyeri neurogenik; 4) memperbaiki gejala yang
disebabkan oleh kompresi tumor1
Skingraft adalah teknik yang efektif, terutama dalam kasus lesi
kulit yang superfisial dengan tulang rawan di bawahnya yang utuh.
Skingraft dengan ketebalan penuh memerlukan perikondrium untuk suplai
darah. Kelebihannya adalah hasil yang tidak terlalu menyakitkan,
penutupan langsung pada lokasi donor, pilihan lokasi pengambilan wajah
dengan warna yang lebih mendekati dan teksturnya cocok, dan
kontrakturnya lebih sedikit dibandingkan splitgraft. Kulit dahi,
preauricular, postauricular dan supraclavicular dapat digunakan.
Pertimbangan yang paling penting dalam rekonstruksi adalah perkiraan
tepi luka yang sempurna untuk menghindari bentuk dan ketidakteraturan
hasilya nanti. Perlunya penutupan dalam beberapa lapisan untuk hasil yang
baik 5.
11
(d) (e)
Gambar (a) Pengukuran lesi dan pembuatan cetakan (b) Pemindahan cetakan ke posterior
telinga untuk pengambilan graft (c) Persiapan untuk insisi (d) Persiapan
meletakkan graft ke lesi (e) Hasil paska operasi 5
Reseksi total yang telah dilakukan pada 7 kasus tanpa ada deficit.
neurologis maupun gangguan pada organ. Pasien melakukan rutin kontrol
selama 4 tahun dengan magnetic resonance tomography dan tidak
ditemukan adanya relapse. Untuk radiotherapy tidak disarankan sebagai
terapi utama dikarenakan respon yang terbatas. Demikian juga,
radiotherapy sebagai terapi adjuvan post eksisi incomplete maupun post
biopsi masih kontroversial. Stereotactic Radiosurgery (SRS) dan
External Beam. Radiation Therapy (EBRS) masih dapat menjadi pilihan
terapi. Menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN) tahun
2015, tatalaksana untuk neurofibroma adalah tindakan pembedahan untuk
simptomatik dan observasi untuk yang asimtomatik. Apabila terjadi
relapse, reseksi ulang adalah pilihan pertama, apabila tidak memungkinkan
baru akan dilakukan EBRT atau SRS. Kemoterapi hanya diberikan pada
kasus dimana pembedahan dan radioterapi tidak bisa dilakukan.11
3.12 Komplikasi
3.13 Prognosis
Kecenderungan kekambuhan Plexifom neurofibroma yang
tinggi lebih banyak karena faktor invasifnya. Pembedahan dengan
pengangkatan total memiliki resiko kekambuhan 20%, reseksi yang
tidak lengkap memiliki resiko kekambuhan 44%. Plexifom
neurofibroma yang dilakukan pembedahan dalam 10 tahun follow up
terjadi kekambuhan 54%, dan lebih sering terjadi di daerah kepala dan
leher. Plexiform Neurofibroma dapat menjadi malignant perifer nerve
sheat tumor (MPNST) yang sering disebut neurofibrosarcomas atau
schwannomas ganas1.
15
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Fahmi A, Rosalinda R, Edward Y, Munilson J, Setiawati Y. Diagnosis dan
Penatalaksanaan Isolated Plexiform Neurofibroma pada Meatus Akustikus Eksternus. Vol.
2, Jurnal Otorinolaringologi Kepala dan leher Indonesia. 2023.
2. Mesolella M, Allosso S, Insabato L, Franca RA, Salerno G. Isolated neurofibromas of the
great auricular nerve: A rare localization in a pediatric patient with neurofibromatosis
type-1. Ear, Nose Throat J. 2022;
3. Rance G, Zanin J, Maier A, Chisari D, Haebich KM, North KN, et al. Auditory
Dysfunction Among Individuals With Neurofibromatosis Type 1. JAMA Netw Open.
2021 Dec 6;4(12):E2136842.
4. Lee PR, Chen HC. Solitary neurofibroma in the external auditory canal. Ear, Nose Throat
J. 2021;
5. Smith RM, Byrne PJ. Reconstruction of the Ear. Facial Plast Surg Clin North Am.
2019;27(1):95–104.
6. Sarantou S, Marinakis NM, Traeger-Synodinos J, Siomou E, Ntinopoulos A, Serbis A.
Genetically confirmed coexistence of neurofibromatosis type 1 and Cherubism in a
pediatric patient. Vol. 51, Molecular Biology Reports. Springer Science and Business
Media B.V.; 2024.
7. Choi J, An S, Lim SY. Current concepts of neurofibromatosis type 1: pathophysiology and
treatment. Vol. 23, Archives of Craniofacial Surgery. Korean Cleft Palate-Craniofacial
Association; 2022. p. 6–16.
8. Dilla Pramita A, Munilson J, Edward Y. Neurofibroma Telinga Tengah dengan Otitis
Media Supuratif Kronis [Internet]. Vol. 7, Jurnal Kesehatan Andalas. 2018. Available
from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
9. Ghosh SK, Chakraborty D, Ranjan R, Barman D. Neurofibroma of the external ear - A
case report. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2008 Sep;60(3):289–90.
10. Tamura R. Current understanding of neurofibromatosis type 1, 2, and schwannomatosis.
Vol. 22, International Journal of Molecular Sciences. MDPI; 2021.
11. Wang MX, Dillman JR, Guccione J, Habiba A, Maher M, Kamel S, et al.
Neurofibromatosis from Head to Toe: What the Radiologist Needs to Know.
Radiographics. 2022 Jul 1;42(4):1123–44.