Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

NEUROFIBROMATOSIS

A. Definisi
Neurofibromatosis (NF) atau disebut juga sindrom neurokutan (neuro = syaraf, kutan
= kulit) adalah suatu kelainan genetika pada system syaraf yang berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan jaringan syaraf. Kelainan ini bisa menjadi tumor dan
menyebabkan abnormalitas-abnormalitas terutama pada kulit dan tulang. Karena kelainan ini
bisa tumbuh menjadi tumor, maka NF dikategorikan sebagai tumor, yang disebut
Neurofibroma. Ada 2 tipe NF, yaitu NF1 yang lebih umum dan “ringan” dan NF2 yang lebih
jarang dan tingkatannya bisa dikatakan parah.1
Neurofibroma merupakan pertumbuhan dari sel Schwann (penghasil selubung saraf
atau mielin) dan sel lainnya yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi (saraf perifer,
saraf yang berada diluar otak dan medula spinalis) atau suatu kondisi dimana ada tumor
pertumbuhan di mana saja di sistem saraf perifer. Ini adalah kelainan bawaan, dan dapat
tumbuh di tulang, kulit, sistem saraf, dan kulit. Jenis yang paling umum dari sel yang
dipengaruhi adalah Schwann cell. Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul setelah masa
pubertas dan bisa dirasakan dibawah kulit sebagai benjolan kecil.1

B. Etiologi
Penyebab neurofibroma sampai saat ini masih belum jelas. Pada sindrom kongenital
yang langka (Neurofibromatis von Recklinghausen) terdapat kenaikan insiden. Penyebab
kedua NF yang diketahui adalah karena adanya mutasi pada gen. Pada NF1, gen yang
bermutasi ada di kromosom 17, sedangkan pada NF2 di kromosom 22. Penderita NF
kebanyakan mendapatkan penyakit ini dari faktor keturunan (dari kedua orangtuanya), namun
sekitar 30% kasus ternyata penderita NF tidak memiliki orang tua atau riwayat keluarga yang
memiliki penyakit NF pula. Artinya penyakit ini mereka dapatkan karena tubuh mereka
mengalami mutasi gen secara individual dan tidak selalu bawaan lahir. Tetapi tetap saja
mereka yang menderita NF akibat mutasi gen individual, bisa menurunkan penyakit ini pada
keturunannya kelak.1
Para ahli juga menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat memicu Sel
Schwann normal untuk mengubah bentuk mereka, dan faktor-faktor ini meliputi:1

1
 Sebuah operasi baru atau trauma yang mempengaruhi sistem saraf perifer.
 Diet yang kaya lemak, minyak, dan permen.
 Merokok dan konsumsi alkohol meningkat.
 Ada penyakit dan infeksi.
 Sebagai efek samping dari beberapa obat.
 Racun bahan kimia di lingkungan.
 Gaya hidup stres

C. Patognesis
Lokus gen NF-1 pada kromosom 17 mengkode neurofibromin – yaitu protein yang
melakukan regulasi – menurun fungsi onkoprotein p21ras. Karena itu, NF-1 secara formal
dianggap sebagai gen penekan tumor dan kalau tidak diekspresikan secara adekuat, akan
terjadi berbagai pertumbuhan jaringan yang berlebih dari neurofibromatosis tipe 1.1
Lokus NF-2 berada pada kromosom 22 dan juga mengkode gen penekan tumor yang
mengkode protein merlin; merlin berhomologi dengan famili ezrim, radiksin, dan moesin
(ERM) dari protein sitoskeletal. Merlin dianggap sebagai protein yang mengatur inhibisi
kontak dan proliferasi sel Schwann.1

D. Tanda dan Gejala


Sekitar sepertiga penderita tidak mengeluhkan adanya gejala dan penyakit ini pertama
kali terdiagnosis ketika pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya benjolan dibawah kulit, di
dekat saraf. Pada sepertiga penderita lainnya penyakit ini terdiagnosis ketika penderitanya
berobat untuk masalah kosmetik. Tampak bintik-bintik kulit yang berwarna coklat (bintik
café-au lait) di dada, punggung, pinggul, sikut dan lutut. Bintik-bintik ini bisa ditemukan
pada saat anak lahir atau baru timbul pada masa bayi.1
Pada usia 10-15 tahun mulai muncul berbagai ukuran dan bentuk neurofibromatosis di
kulit. Jumlahnya bisa kurang dari 10 atau bisa mencapai ribuan. Bintik café-au lait berukuran
besar. Pada beberapa penderita, pertumbuhan ini menimbulkan masalah dalam kerangka
tubuh, seperti kelainan lengkung tulang belakang (kifoskoliosis), kelainan bentuk tulang iga,
pembesaran tulang panjang pada lengan dan tungkai serta kelainan tulang tengkorak dan di
sekitar mata. Sepertiga sisanya memiliki kelainan neurologis.1
Neurofibromatosis bisa mengenai setiap saraf tubuh tetapi sering tumbuh di akar saraf
spinalis. Neurofibroma menekan saraf tepi sehingga mengganggu fungsinya yang normal.
Neurofibroma yang mengenai saraf-saraf di kepala bisa menyebabkan kebutaan, pusing, tuli

2
dan gangguan koordinasi. Semakin banyak neurofibroma yang tumbuh, maka semakin
kompleks kelainan saraf yang ditimbulkannya. Jenis neurofibromatosis yang lebih jarang
adalah neurofibromatosis jenis 2, dimana terjadi pertumbuhan tumor di telingan bagian dalam
(neuroma akustik). Tumor ini bisa menyebabkan tuli dan kadang pusing pada usia 20 tahun.1
NF 1 disertai gejala: 1,2,3
 Dua atau lebih Neurofibroma pada atau di bawah kulit atau satu neurofibroma
plexiform (sekelompok besar tumor yang melibatkan beberapa saraf); Neurofibroma
adalah benjolan bawah kulit yang merupakan ciri khas dari penyakit dan peningkatan
jumlah dengan usia.

 Freckling dari pangkal paha atau ketiak (arm pit).

 Café au lait spot (pigmen, makula coklat muda terletak pada saraf, dengan tepi halus
tanda lahir).

3
 Kelainan rangka, seperti displasia sphenoid atau penipisan korteks tulang panjang
tubuh (tulang yaitu kaki, berpotensi menghasilkan membungkuk kaki)
 Lisch nodul (hamartomas iris), freckling di iris.

 Tumor pada saraf optik, juga dikenal sebagai glioma optik.


 Macrocephaly dalam 30-50% dari populasi anak
 Epilepsi (kejang)
NF 2
Neuromas akustik bilateral (tumor dari saraf vestibulocochlear atau saraf kranial 8
(CN VIII) juga dikenal sebagai schwannoma) sering menyebabkan gangguan pendengaran.
Bahkan, ciri khas NF 2 adalah gangguan pendengaran akibat neuromas akustik sekitar usia
dua puluh tahun. Tumor yang tumbuh dapat menyebabkan:1
 Sakit kepala
 Keseimbangan dan vertigo perifer
 Karena schwannoma dan keterlibatan dari telinga bagian dalam
 Wajah kelemahan / kelumpuhan akibat keterlibatan atau kompresi pada saraf wajah
(saraf kranial 7 atau cn vii)
 Pasien dengan NF2 juga dapat mengembangkan tumor otak lainnya, serta tumor
tulang belakang.
 Tuli dan tinnitus.
 Opacity Juvenile lenticular posterior

4
Frekuensi dan usia onset manifestasi klinis utama neurofibromatosis 1.3
Manifestasi klinis Frekuensi (%) Usia onset
Café au lait patches >99 Lahir – 12 tahun
Skin‐fold freckling 85 3 tahun - remaja
Lisch nodules 90–95 >3 tahun
Cutaneous neurofibromas >99 >7 tahun
(biasanya akhir remaja)
Plexiform neurofibromas 30 (terlihat) – 50 (pada Lahir – 18 tahun
imaging)
Disfiguring facial plexiform 3–5 Lahir – 5 tahun
neurofibromas
Malignant peripheral nerve 2–5 (8–13% risiko seumur 5–75 tahun
sheath tumour hidup)
Scoliosis 10 Lahir – 18 tahun
Scoliosis requiring surgery 5 Lahir – 18 tahun
Pseudarthrosis of tibia 2 Lahir – 3 tahun
Renal artery stenosis 2 Seumur hidup
Phaeochromocytoma 2 >10 tahun
Severe cognitive impairment 4–8 Lahir
(IQ <70)
Learning problems 30–60 Lahir
Epilepsy 6–7 Seumur hidup
Optic pathway glioma 15 (hanya 5% simpomatik) Lahir – 7 tahun
(sampai 30 tahun)
Cerebral gliomas 2–3 Seumur hidup
Sphenoid wing dysplasia <1 Kongenital
Aqueduct stenosis 1.5 Seumur hidup

E. Manifestasi Rongga Mulut


Manifestasi Oral dapat ditemukan pada kurang lebih 72 % pasien.1
 Lesi tampak sebagai tumor bertangkai dan kenyal, tidak nyeri, berbatas tegas, tertutup
oleh epitel normal.
 Ukuran lesi berkisar antara 0,5-1,5 cm.
 Lesi biasanya terletak pada mukosa pipi, lidah dan palatum.

A B. C.

5
Gambar. A. Lesi nodular dengan dasar sessile disertai pigementasi kecoklatan. B. Multipel
neurofibroma pada lidah. C. Pertumbuhan nodular disertai pigmentasi pada lidah
kanan.3

F. Diagnosis
Penegakkan diagnosis Neurofibromatosis berdasarkan:1
 Anamnesis untuk menggali keluhan pasien, riwayat penyakit sekarang, dahulu, dan
keluarga.
 Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Pemeriksaan per regio menggali perkembangan manifestasi klinis di setiap organ
misalkan memeriksaan mata, penglihatan, pendengaran, keseimbangan, dan
pemeriksaan lainnya.
 Pemeriksaan penunjang berupa: Rontgen, CT scan, MRI, Biopsi, Pemeriksaaan
genetik.

Untuk mendiagnosis NF-1 dan NF-2 dapat menggunakan kriteria dari National
Institute of Health (NIH) Diagnostic Criteria for Neurofobromatosis. Diagnosis
neurofibromatosis tipe 1 harus memenuhi 2 kriteria atau lebih dari kriteria di bawah ini: 1,3
 6 atau lebih makula café-au-lait dengan diameter terbesar lebih dari 5 mm pada anak
dan lebih dari 15 mm pada dewasa.
 2 atau lebih neurofibroma dari tipe apapun atau 1 neurofibroma tipe plexiform.
 Bintik-bintik di regio axila dan inguinal.
 Glioma optic.
 2 atau lebih nodul Lisch (hamartomas iris dilihat pada pemeriksaan slit lamp).
 Dysplasia tulang, atau penipisan kortex tulang panjang dengan atau tanpa
pseudoartrosis.
 Keluarga dengan penyakit yang sama.

Diagnosis neurofibromatosis tipe 2 harus memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini: 1
 Massa nervus 8 bilateral dari gambaran CT scan atau MRI.
 Keluarga dengan penyakit yang sama dan masaa nervus 8 unilateral atau dua dari
kriteria neurofbroma, meningioma, glioma, schwannoma, dan opasitas lentikular
supskapulas posterior juvenil.

6
G. Gambaran Histopatologis
Neurofibroma soliter dan multipel memiliki gambaran mikroskopis yang sama.
Neurofibroma mengandung sel-sel berbentuk spindel, dengan inti fusiform atau
bergelombang yang ditemukan dalam jaringan ikat. Lesi bisa terbatas atau mungkin menyatu
dengan jaringan ikat sekitarnya. Sel-sel mast tersebar di seluruh lesi. Neurofibroma terdiri
dari campuran sel schawnn, sel perineural, endoneural fibroblas yang tidak berkapsul. Sel-sel
memiliki inti spindle yang bergelombang diagnosis neurofibroma.1,3

A. B.
Gambar. A. Gambaran imunohistokimia pada neurofibromatosis.

H. Terapi
Terapi NF1 yang meliputi multiorgan memerlukan pendekatan multidisiplin,
termasuk ahli genetika, dokter anak, ahli saraf atau ahli kulit. Managemen berupa pencegahan
dan kontrol terhadap komplikasi yang muncul. Walaupun tingkat malignansi rendah (3-5%),
neoplasma dapat menyebabkan masalah klinis termasuk estetis dan fungsional . Perawatan
bedah diindikasikan dengan mempertimbangkan resiko, komplikasi, benefit. Penilaian visual
harus dilakukan pada anak-anak karena anak tidak mengeluhkan gangguan penglihatan.
Mengingat tingginya frekuensi masalah belajar dan perilaku pada anak-anak NF1,
pemantauan sangat penting (lihat bagian tentang gangguan kognitif). Manajemen utama
adalah pemantauan spesifik usia manifestasi penyakit dan pendidikan pasien. Semua anak
dengan penyakit tanpa komplikasi perlu dinilai setahun sekali.1,4
Neurofibroma soliter diterapi dengan eksisi bedah dan jarang mengalami rekurensi.
Beberapa lesi dari neurofibromatosis dapat diobati dengan cara yang sama tetapi mungkin
begitu banyak yang eksisi menjadi tidak praktis. Prognosis untuk pasien yang telah memiliki
perubahan neurosarcomatous di lesi yang sudah ada sebelumnya miskin.1

7
STRUGE WEBER SYNDROM

Sturge-Weber syndrom (SWS) merupakan penyakit yang jarang, suatu kondisi


kongenital yang melibatkan otak, kulit dan mata. SWS umumnya ditandai oleh malformasi
kapiler di wajah (port-wine birthmark) yang terdistribusi di regio V1 (kening dan/atau
kelopak mata). Namun tidak semua pasien SWS ditandai oleh port-wine birthmark, dan
beberapa kasus juga didapatkan birthmark pada daerah V2 dan V3. Banyak pasien dengan
port-wine birthmark mengalami peningkatan tekanan intraokular atau glaukoma pada sisi
yang terkena port-wine birthmark. Pada SWS biasa didapatkan malformasi vena cerebral
(leptomeningial angiomatosis) yang dapat dilihat dengan MRI. Diagnosis SWS berdasarkan 2
dari 3 kriteria, antara lain port-wine birthmark, peningkatan tekanan intraokuler, dan
leptomeningial angiomatosis. Pada kasus yang hanya didapatkan leptomeningial
angiomatosis tanpa kelainan kulit dan mata, masih ada kemungkinan mengalami SWS, tetapi
pasien ini diklasifikasikan mengalami varian intrakranial SWS. Gejala primer SWS meliputi
kejang, nyeri kepala, episode seperti stroke, hemiparesis, defisit lapangan pandang, dan
gangguan kognitif. Kebanyakan pasien SWS mengalami masalah endokrin, kesulitan belajar,
gangguan emosi dan perilaku, gangguan kognitif dan masalah medis lain.5

A. Diagnosis Sturge-Weber syndrom


Hanya 8-20% pasien dengan port-wine birthmark, dengan atau tanpa kelainan
intraokular, gangguan neurologi. Port-wine birthmark pada regio V2 dan V3 memiliki resiko
rendah mengalami SWS, sedangkan pada regio V1 memiliki resiko yang lebih besar. Jika
port-wine birthmark terdapat pada kedua sisi wajah maka resiko keterlibatan otak meningkat
(sekitar 35%). Sementara pada anak dengan port-wine birthmark pada regio V1 tidak
semuanya menjadi SWS, skrining awal sangat penting untuk menentukan faktor risiko dan
terapi. Kebanyakan kasus datang dengan kejang parsial fokal atau komplek, dan gangguan
penglihatan. Beberapa teknik pencitraan dapat digunakan untuk menegakkan keterlibatan
otak pada SWS. Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat yang penting untuk
mendiagnosa dan memantau keterlibatan otak, terutama pada pasien di atas 1 tahun. Neuro
imaging dapat dilakukan secara rutin, bahkan sebelum gejala muncul. Tetapi pada bayi baru
lahir, hasil pencitraan dapat menyebabkan negatif palsu. Namun sangat dianjurkan untuk
pasien berisiko tinggi sesegera mungkin setelah usia 1 tahun. Pada pasien yang lebih muda,
EEG (Electroencephalography) merupakan pilihan yang baik untuk menilai aktivitas otak
yang abnormal dan mengidentifikasi pasien yang berisiko memilik gejala neurologis di masa

8
depan. EEG juga dapat menyebabkan negatif palsu pada pasien yang lebih muda. EEG adalah
metode yang berguna karena bersifat non invasif dan dapat diulang, mudah dan aman.5

B. Terapi Sturge-Weber syndrom


1. Kejang
Tujuan utama pengobatan adalah untuk meminimalkan atau secara optimal
menghilangkan kejang. Kejang yang panjang dikaitkan dengan perburukan cedera saraf,
sehingga mengontrol kejang yang panjang sangat penting dalam tatalaksana. Ada
berbagai obat anti-konvulsan. Dikomendasikan memulai antikonvulsan setelah kejang
fokal pertama dan antikonvulsan lini pertama yang paling umum adalah oxcarbazepine.
Namun, obat ini kadang menyebabkan hipotiroidisme sentral, terutama pada wanita.
Antikonvulsan lini pertama lain yang perlu dipertimbangkan termasuk levetiracetam dan
topiramate. Potensi antikonvulsan kronis lainnya yang jarang digunakan, termasuk asam
valproat, karbamazepin, zonisamide, lamotrigin, dan fenobarbital. Seringkali, kejang
dipicu oleh faktor luar seperti stres, kurang tidur, dan sakit. Meskipun tidak mungkin
untuk sepenuhnya mengendalikan faktor-faktor ini, penting untuk mencoba dan
meminimalkan pengaruh negatif mereka. Salah satu cara utama mencegah kejang adalah
dengan tidur yang cukup. Ketika pasien sakit, hidrasi yang tepat, pengobatan demam, dan
pengobatan infeksi sangat penting. Meskipun hal tersebut tidak selalu hadir pada tingkat
yang lebih tinggi pada pasien SWS, kekurangan zat besi dan anemia harus didiagnosis
dan diobati dengan benar.5
2. The Modified Atkins Diet dan Diet Ketogenik
Obat-obatan efektif dalam mencegah kejang pada sekitar 50% pasien sesuai dengan
literatur, dengan penggunaan antikonvulsan yang lebih baru dan aspirin dosis rendah
persentase ini mungkin lebih tinggi. Untuk pasien yang tersisa, operasi dan perubahan
gaya hidup dapat menjadi pilihan. The Modified Atkins Diet (MAD) mungkin berguna
dalam mengendalikan aktivitas kejang. Berbeda dengan diet ketogenik, yang dimulai
dengan pembatasan kalori dan cairan, MAD tidak dimulai dengan cara ini. Modifikasi ini
dapat membantu untuk menghindari memicu episode seperti stroke, dan karena MAD
kurang restriktif dibandingkan diet ketogenik penuh, ini dapat meningkatkan kepatuhan
pada pasien muda. Dalam sebuah penelitian terhadap lima pasien di MAD, 60% melihat
penurunan lebih besar dari 50% aktivitas kejang setelah tiga bulan, dan 40% sisanya
melihat pengurangan 25% persen dalam frekuensi kejang; salah satu pasien ini
mendapatkan kontrol penuh pada 6 bulan dan satu memiliki 90% kontrol pada 6 bulan.

9
Namun, tidak satu pun dari lima subjek tetap pada diet (data tidak dipublikasikan). Diet
ketogenik juga telah digunakan dengan aman juga (data tidak dipublikasikan) dan dapat
membantu, terutama pada bayi.5
3. Episode seperti stroke
Keparahan SWS telah dikaitkan dengan trombosis dan stasis vena, yang keduanya
dapat ditingkatkan melalui penggunaan obat antiplatelet. Meskipun penggunaannya masih
kontroversial dan belum pernah ada uji coba terkontrol secara acak, plasebo, aspirin dosis
rendah (3-5 mg/kg/hari) telah terbukti aman untuk pasien dengan SWS, dan untuk
membantu dalam mengurangi episode seperti stroke dan kejang. Dengan mencegah
episode ini, kami berharap untuk mencegah gangguan kognitif, dan cacat fungsional.
Karena anak-anak paling sering mengalami kerusakan ketika sakit, dan aspirin dosis
rendah tidak pernah dikaitkan dengan sindrom Reye bahkan pada ribuan anak di seluruh
dunia yang menggunakannya untuk pengurangan stroke sekunder, tidak dianjurkan bahwa
dosis dikurangi ketika sakit. Vaksinasi flu dianjurkan setiap tahun untuk menjaga pasien
tetap sehat. Terapi aspirin dapat dimulai pada pasien berusia 1 bulan, jika kejang atau
memiliki faktor risiko.5
4. Nyeri kepala
Untuk pasien dengan SWS, sakit kepala dan migrain dapat lebih mengganggu dan
sulit diobati daripada kejang. Hubungan antara migrain dan kejang sangat kompleks,
dengan sakit kepala sering memicu kejang, dan kejang sering memicu sakit kepala.
Migrain pertama dapat diobati dengan obat standar, di atas penghilang rasa sakit. Ketika
nyeri kepala sering terjadi atau dengan keparahan yang lebih berat, obat-obatan
pencegahan dapat dipertimbangkan. Idealnya, obat pencegahan dapat digunakan yang
membantu mengelola kejang dan sakit kepala secara bersamaan, seperti topiramate,
valproate, dan gabapentin. Obat-obat ini belum secara khusus dipelajari untuk pengobatan
kejang dan/atau migrain pada SWS. Penting untuk tidak hanya mengatasi sakit kepala
untuk meningkatkan kualitas hidup, tetapi juga untuk mencoba dan mencegah memicu
kejang tambahan atau episode mirip stroke.5
5. Gejala oftalmologi
Glaukoma, pengobatan umumnya merupakan serangan pertama, meskipun
seringkali tidak cukup. Obat topikal yang paling banyak dipelajari adalah latanoprost,
dengan penelitian menunjukkan kontrol yang efektif terhadap tekanan intraokular pada
hingga 50% pasien. Ketika obat saja tidak mampu mengurangi tekanan mata yang tinggi,
seringkali perlu untuk melakukan operasi untuk mempertahankan fungsi mata yang

10
optimal. Terapi bedah umum termasuk trabeculectomy, trabeculotomy dan goniotomy
pada bayi dan anak-anak, serta implan drainase katup, nonpenetrating sclerectomy dan
prosedur ciliodestructive pada orang dewasa. Perawatan yang paling sukses sering
merupakan kombinasi dari dua teknik bedah di atas. Tujuan dari kedua tetes mata dan
operasi adalah untuk mengurangi cairan di mata sehingga dapat mengurangi tekanan mata
dan mengurangi risiko jika infark saraf mata dan kehilangan penglihatan di mata itu.
Bahkan dengan pengobatan terbaik, bayi dengan glaukoma kemerahan mungkin tidak
merespon pengobatan dan bupthalmos (pembesaran mata) dan ambliopia dapat terjadi. 5
6. Gejala dermatologi
Untuk keterlibatan kulit, perawatan laser dapat menyamarkan port-wine birthmark.
Perawatan laser juga dianggap dapat mengurangi risiko hipertrofi jaringan lunak dan
tulang jangka panjang dan gangguan fungsional yang berkaitan dengan menelan,
berbicara, bernapas, penglihatan, dan pendengaran. Metode saat ini untuk
menyanamarkan port-wine birthmark adalah PDL yang dipompa dengan flashlamp, yang
menargetkan pembuluh darah tanpa mempengaruhi epidermis atau dermis sekitarnya.
Sementara PDL dapat secara signifikan meringankan sebagian besar port-wine bitrhmark,
paling efektif ketika tanda lahir berwarna merah muda dan datar, dan dengan demikian
ketika dimulai pada masa bayi, dan sering membutuhkan perawatan pemeliharaan secara
berkelanjutan. Beberapa tanda lahir port-wine “PDL resistant” dan tidak berespon dengan
terapi saat ini. Untuk yang lain, pencerahan progresif berakhir setelah enam hingga
sepuluh perawatan, jadi laser yang lebih baru dan lebih efektif sedang diteliti untuk
memenuhi kebutuhan ini. Penelitian juga sedang dilakukan untuk mengevaluasi
kombinasi perawatan laser dengan inhibitor mTOR atau agen anti-angiogenesis lainnya
dan di masa depan pendekatan ini dapat memberikan manajemen yang lebih efektif.5
7. Fungsi endokrin
Masalah endokrin lebih sering terjadi pada pasien dengan SWS di populasi umum.
Mereka memiliki peningkatan risiko defisiensi hormon pertumbuhan, yang terjadi pada
masa kanak-kanak dengan pertumbuhan di bawah persentil ke-5 atau jauh di bawah rata-
rata tinggi badan orang dewasa. Defisiensi hormon pertumbuhan dapat diskrining pada
anak-anak di atas usia 2 tahun, di mana diagnosis ini dicurigai, dengan tingkat serum
IGF-1. Namun tes stimulasi hormon pertumbuhan formal harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Pasien yang kekurangan dapat diobati, namun, berdasarkan
pengalaman untuk perawatan menjadi rumit dengan memburuknya status kejang.

11
Hipotiroidisme sentral juga terlihat dan mungkin berhubungan dengan penggunaan
antikonvulsan.5
8. Fungsi kognitif, psikologis dan hemiparesis
Gangguan kognitif dapat berawal dari masalah perhatian, ketidakmampuan belajar
ringan, hingga kerusakan kognitif berat. Masalah perhatian, masalah suasana hati dan
berbagai kesulitan kognitif, tergantung pada sisi, wilayah keterlibatan otak dan keparahan
kejang dapat berkontribusi secara signifikan terhadap kualitas kehidupan dan prestasi
akademik. Onset awal kejang dan keterlibatan otak bilateral merupakan faktor risiko
untuk gangguan kognitif. Selain itu, pasien dengan hemiparesis lebih cenderung memiliki
gangguan kognitif umum. Untuk pasien yang menunjukkan faktor-faktor risiko ini,
pengujian neuropsikologis yang dilakukan antara usia 3 dan 4 dapat membantu
mengidentifikasi defisit atau kekhawatiran spesifik. Pasien dengan gangguan kognitif
yang lebih besar ditunjukkan juga memiliki tingkat masalah emosional dan perilaku yang
lebih besar. Pasien dengan defisit kognitif dan masalah perhatian dapat memperoleh
manfaat dari layanan pendidikan khusus, intervensi psikologi perilaku, dan penggunaan
stimulan. Stimulan telah terbukti memberi dampak positif pada masalah perhatian pada
pasien SWS. Untuk mengatasi hemiparesis, terapi fisik dan pekerjaan dapat dimasukkan
pada usia dini untuk meningkatkan gerak dan keterampilan motorik halus; beberapa
pekerjaan dengan terapi kendala telah dilakukan dengan pasien-pasien ini dan telah
terbukti bermanfaat.5

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Munthe I. Neurofibromatosis. Scribd. 2017. Diakses dari


https://www.scribd.com/document/344646187/Makalah-
Neurofibromatosis#download

2. Boyd KP, Korf BR, Theos A. Neurofibromatosis type 1. NCBI. 2009. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2716546/

3. William DJ, Timothy GB, Dirk M. Andrews disease of the skin : clinical
dermatology. Neurofibromatosis p 522-544. British librabry. 2006.

4. Ferner RE, et all. Guidlines for the diagnosis and management of individuals with
neurofibromatosis 1. NCBI. 2006. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2598063/

5. Bachur DC, Comi AM. Sturge-Weber syndrome. NCBI. 2013. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4487908/

13

Anda mungkin juga menyukai