Anda di halaman 1dari 24

TREND DAN ISU

KEPERAWATAN
JIWA
NS. YOSEF ANDRIAN BEO, M.KEP
APA ITU TREND?

• Trend adalah sesuatu yang sedang terjadi dibicarakan oleh


banyak orang saat ini dan kejadiannya berdasarkan fakta.
Contohnya adalah saat Negara di dunia termasuk Indonesia
sedang mengalami pandemic covid 19, sehingga upaya
pencegahan yang harus dilakukan adalah berkaitan dengan
penggunaan protocol kesehatan yang disebut dengan 4 M:
mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak dan
menjauhi kerumunan.
APA ITU ISU?

• Issue adalah sesuatu yang sedang dibicarakan oleh banyak orang


namun belum jelas fakta atau buktinya. Contohnya adalah
penggunaan rempah rempah dalam penyembuhan dan mencegah
covid 19, sehingga banyak berita viral di social media yang
mempengaruhi perilaku masyarakat untuk selalu mencoba sesuatu
yang baru, termasuk penggunaan minyak kayu putih dapat
mencegah gejala covid 19.
BEBERAPA TREN DAN ISU YANG
MENJADI FOKUS PERHATIAN
DALAM KEPERAWATAN JIWA
DALAM BEBERAPA TAHUN
TERAKHIR, ANTARA LAIN:
1.PENINGKATAN MASALAH PSIKOSOSIAL
AKIBAT PANDEMI COVID-19

• Kecemasan dalam menggunakan layanan Rumah Sakit


• Stres akibat perubahan status ekonomi
• Stres akibat perubahan aktivitas sosial
2. PENINGKATAN
PENGGUNAAN NAPZA
• Data pengguna NAPZA merupakan salah satu data penting terhadap
besarnya masalah kesehatan jiwa. Hal ini disebabkan
penyalahgunaan obat-obatan dapat memicu timbulnya gangguan
kesehatan mental seperti depresi hingga melakukan tindakan agresif
baik melukai orang lain atau diri sendiri (Townsend, 2018).
3. AKSES MEDIA SOSIAL
SECARA BERLEBIHAN
• Pengguna platform media sosial seperti facebook di Indonesia mencapai 130 juta jiwa,
instagram 62 juta jiwa dan twitter mencapai 6 juta jiwa. Sementara rata-rata waktu yang
digunakan oleh penduduk Indonesia dalam mengakses media sosial setiap harinya adalah 3 jam
26 menit (Kemp, 2019).
• Meski penggunaan media sosial telah terintegrasi dalam kehidupan masyarakat modern, namun
penggunaan media sosial ternyata dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental penggunanya.
Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan sebagai akibat dari penggunaan media sosial secara
berlebihan, antara lain:
1) KONDISI FEAR OF MISSING OUT

• Penggunaan media sosial dapat menimbulkan sebuah kondisi


bernama fear of missing out (FoMo), yaitu kondisi dimana
seseorang terdorong untuk selalu mengetahui apa yang dilakukan
orang lain melalui platform media sosial (Franchina, dkk, 2018).
Hal ini kemudian akan memicu orang tersebut untuk menggunakan
media sosial dalam jangka waktu yang panjang (Dempsey, dkk,
2019).
2) PERUBAHAN STANDAR CITRA
TUBUH
• Dampak kedua pada pengguna media sosial adalah bergesernya
penilaian mereka terhadap konsep citra tubuh seperti penilaian
bahwa wanita kurus tampak lebih atraktif (Wiederhold, 2019). Hal
ini kemudian akan membuat pengguna media sosial mulai
membandingkan bentuk fisiknya dengan fisik orang lain di dalam
media sosial dan akan memicu timbulnya citra tubuh yang negatif
(Dumas & Desroches, 2019).
3) KEMUDAHAN DALAM MENGAKSES
KONTEN NEGATIF
• Dampak ketiga yang menjadi permasalahan dalam penggunaan
sosial media adalah kemudahan dalam mengakses gambar eksplisit
melukai diri sendiri atau bentuk kekerasan lainnya (The Lancet,
2019). Pemaparan terhadap perilaku kekerasan dalam media sosial
terbukti memiliki korelasi yang signifikan terhadap peningkatan
perilaku agresif seperti menyakiti diri sendiri hingga bunuh diri
(Bushman & Anderson, 2015).
4. BERKEMBANGAN PELAYANAN
KEPERAWATAN JIWA BERBASIS
KOMUNITAS

RUMAH
PUSKESMAS
SAKIT JIWA
5. PERAWATAN TIDAK HANYA BERFOKUS PADA KESEHATAN
MENTAL.

• Fokus penanganan Keperawatan jiwa yang sedang dikembangkan


saat ini adalah perawatan secara menyeluruh (holistik) dengan
menggunakan pendekatan biopsikososial dan spiritual. Hal ini
bertujuan agar pasien yang datang dengan masalah gangguan mental
atau gangguan psikologis tidak mengalami gangguan fisik karena
banyak teori yang menyatakan kesehatan jiwa sangat berhubungan
dengan kesehatan fisik
6. STIGMA TERHADAP ODGJ

• Permasalahan yang masih menjadi isu yang paling sulit diatasi sampai dengan
saat ini adalah stigma terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Stigma
didefinisikan sebagai sebagai tanda aib yang digunakan untuk mengidentifikasi
dan memisahkan individu yang dilihat oleh masyarakat sebagai individu yang
menyimpang, berdosa, atau berbahaya (Stuart, 2013). Stigma mulai terjadi
ketika masyarakat mengidentifikasi perbedaan dan kemudian memberi label
perbedaan antara mereka dan kelompok yang distigmatisasi (Sheehan,
Nieweglowski & Corrigan, 2017). Beberapa Stigma yang terus berkembang
sampai dengan saat ini, antara lain:
1) ODGJ ADALAH ORANG YANG
BERBAHAYA
• Stigma yang menyatakan ODGJ adalah orang yang
berbahaya tidak sepenuhnya benar karena tidak semua
ODGJ memiliki gejala agresivitas. Gejala agresivitas pada
ODGJ seringkali terjadi untuk melukai diri sendiri. Isu
yang perlu diperhatikan adalah saat ini ODGJ banyak yang
menjadi korban kekerasan.
2) ODGJ TIDAK DAPAT DISEMBUHKAN

• Stigma bahwa ODGJ tidak dapat disembuhkan tidaklah benar karena pada
pasien skizofrenia sekitar 25% penderita hanya mengalami 1 serangan dan
pulih seperti semula, 50% mengalami perbaikan dengan resiko kambuh, dan
25% tetap tergantung dengan obat bisa seumur hidup. Oleh karena itu obat
antipsikotik sangat diperlukan bagi penderita ODGJ agar gejala psikotik seperti
halusinasi, waham, berbicara tidak teratur, dan berperilaku aneh tidak
ditunjukan oleh ODGJ.
PERAN PERAWAT
JIWA
PERAN PERAWAT DALAM
PREVENSI PRIMER
a. Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa.
b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan, tingkat kemiskinan dan pendidikan.
c. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal, pertumbuhan dan perkembangan dan
pendidikan seks.
d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.
e. Membantu pasien di Rumah Sakit Umum untuk menghindari masalah psikiatri.
f. Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk meningkatkan fungsi
kelompok.
g. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengankesehatan jiwa.
2. PERAN PERAWAT DALAM PREVENSI SEKUNDER

• Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.


• Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah
• Memberi pelayanan kedaruratan psikiatri
• Menciptakan lingkunagn terapeutik.
• Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
• Memberi pelayanan pencegahan bunuh diri
• Memberikan konsultasi
• Melaksanankan intervensi krisis
• Memberikan psikoterapi individu, keluarga, dan kelompok pada berbagai tingkat usia.
• Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yang telah teridentifikasi masalah yang dialaminya.
PERAN PERAWAT DALAM
PREVENSI TERSIER
• Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi
• Mengorganisasi “after care” untuk klien yang telah pulang dari
fasilitas kesehatan jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit
ke komunitas.
• Memberikan pilihan “partial hospitalization” (perawatan rawat
siang) pada klien.
PRINSIP LEGAL
ETIK DALAM
KEPERAWATAN
JIWA
PRINSIP LEGAL ETIK KEP.
JIWA
1. OTONOMI (MENGHORMATI HAK PASIEN)
2. NON MALFICIENCE (TIDAK MERUGIKAN PASIEN)
3. BENEFICIENCE (MELAKUKAN YANG TERBAIK BAGI
PASIEN),
4. JUSTICE (BERSIKAP ADIL KEPADA SEMUA PASIEN)
5. VERACITY (JUJUR KEPADA PASIEN DAN KELUARGA)
6. FIDELITY (SELALU MENEPATI JANJI KEPADA PASIEN
DAN KELUARGA)
7. CONFIDENTIALITY (MAMPU MENJAGA RAHASIA
PASIEN)
ASPEK SOSIOKULTURAL
DALAM KEPERAWATAN
JIWA
ASPEK SOSIAL KULTURAL

1. Usia 6. posisi social


2. Gender 7. latar belakang budaya
8. keyakinan beragama
3. Pendidikan 9. afiliasi politik
4. Penghasilan 10. pengalaman
5. Pekerjaan sosialisasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai