Anda di halaman 1dari 41

KEBIJAKAN MONETER II

PUSAT PENDIDIKAN DAN STUDI


KEBANKSENTRALAN

TRAINING FOR TRAINERS KEBANKSENTRALAN


Tinjauan Instruksional Khusus

• Mampu menjelaskan kebijakan nilai tukar dan devisa

• Menguasai kebijakan sasaran inflasi (inflation targetting)

2
Pokok Bahasan

I. Kebijakan Moneter dgn sasaran kestabilan harga: menuju inflation targeting


 Kerangka Dasar Inflation Targeting
 Menuju Penerapan Inflation Targeting di Indonesia
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka
 Kebijakan Moneter dan Kebijakan ekonomi makro lainnya
 Perekonomian terbuka dan Kebijakan Moneter
III. Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa
 Kebijakan Nilai Tukar
 Kebijakan Devisa

3
Inflation Targeting Framework: Key Elements

Latar belakang :
 Beberapa studi BI menyimpulkan strategi keb.moneter a/d
pengendalian uang beredar semakin sulit diandalkan ->
merenggangnya hub.bes.moneter dengan var.ekonomi riil.
 Berlakunya UU No.23 th.1999 ttg Bank Sentral - Tujuan BI :
fokus pada pencapaian & pemeliharaan kestabilan Rp.
 Semakin banyak diterapkan sebagai kerangka kebijakan moneter di
berbagai bank sentral.
 Negara maju: Kanada (1991), Israel (1991), Inggris (1992), Swedia (1993),
Finlandia (1993), Australia (1993), Spanyol (1994).
 Emerging economies: Amerika Latin (a.l. Chili, Meksiko, Brazil), Eropa
Timur (a.l. Polandia, Check Republik), Asia (Korea Selatan, Thailand,
Philipina dan Indonesia).

4
Inflation Targeting Framework: Key Elements

Karakteristik

 Bukan merupakan rule, tetapi lebih sebagai framework.


 Secara umum mempunyai ciri-ciri khusus sbb:
1. Pernyataan resmi (dan dikuatkan dlm UU) bhw tujuan akhir kebijakan
moneter adalah inflasi yang rendah dan stabil.
2. Penetapan dan pengumuman target inflasi dalam jangka menengah-
panjang.
3. Adanya elemen independensi, komitmen, komunikasi, disiplin dan
mekanisme akuntabilitas kebijakan moneter.

5
Inflation Targeting Framework: Key Elements

 Secara rinci karakteristik Inflation Targeting Framework sbb:

Kriteria Bernanke et.al. Svensson


(1999) (2000)
1 Kestabilan harga sbg tujuan akhir kebijakan moneter
Ya Ya
Pengumuman target inflasi
2 Ya Ya
Target inflasi jangka menengah
3 Tidak jelas Ya
Komunikasi intensip dg publik
4 Ya Ya
Penggunaan monetary policy rule secara spesifik
5 Tidak jelas Penargetan prakiraan
Publikasi prakiraan inflasi dan output inflasi
6 Target ditetapkan pemerintah (goal dependence) Tidak perlu Ya
7 Penggunaan instrumen scr independen (instrument Ya Tidak perlu
independent)

8 Ya Ya, ttp tidak disebutkan


scr jelas

6
Apa itu Inflation Targeting (IT)….?

 Kerangka kebijakan moneter yang ditandai oleh pemberitahuan kepada


masyarakat mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam kurun
waktu tertentu, dimana laju inflasi yang rendah dan stabil dijadikan
sasaran utama jangka panjang

Ciri Inflation targeting:


- Target inflasi diumumkan eksplisit
- Kebijakan moneter dilakukan secara “forward-looking”
- Transparansi dan akuntabilitas

7
Apa itu Inflation Targeting (IT)….?

Bank sentral secara eksplisit memiliki target inflasi dan berjanji


untuk mencapai target tsb pada suatu periode waktu tertentu (time
horizon).
BS melakukan forecast inflasi dng semua informasi yang ada.
BS menggunakan instrumen kebijakan moneter untuk mencapai target
inflasi tersebut.
Jika forecast inflasi berbeda dng target inflasi BS melakukan
perubahan ‘stance’ kebijakan moneter (umumnya menggunakan
Taylor’s type rule):
r = rt-1 + (-*) + (y-y*); ,  >0
• Jika gagal mencapai target, harus menjelaskan ke publik.
• BS memberikan laporan secara regular kpd publik mengenai
outlook inflasi dan kebijakan yang diambil.
8
Mengapa Inflation Targeting …?

 Mengapa bukan framework lain (exchange rate atau monetary targeting)?


- Terkait dng pilihan regim nilai tukar.
- Karena flexible exchange rate, pilihannya antara monetary targeting vs inflation targeting.

 IT fokus pada kestabilan harga (sehingga dapat digunakan sbg ‘anchor’ ekspektasi inflasi bagi
masyarakat).

 IT meningkatkan transparansi keb. Moneter.

 IT memberikan ukuran keberhasilan bank sentral (kejelasan akuntabilitas).

 IT bersifat forward looking dan memperhitungkan lag kebijakan moneter.

 IT tidak memerlukan asumsi stabilitas hubungan uang beredar, output dan harga.

 Pengalaman negara-negara lain yang menerapkan IT menunjukkan dengan inflasi yang rendah
dan stabil, pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang lebih sustainable.

9
Faktor – faktor lain yang terkait dengan ITF

 Inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan moneter


 Kebijakan pemerintah di bidang harga dapat berdampak terhadap inflasi :
perubahan harga BBM, Upah minimum, tarif listrik, gangguan produksi dan
distribusi barang
 Sistem keuangan yang sehat

10
Konsep Dasar Kebijakan Moneter dg Kerangka ITF

• Sasaran Inflasi
 Penetapan sasaran inflasi oleh Pemerintah/Bank Sentral dengan
mempertimbangkan trade off dengan pertumbuhan ekonomi, penyerapan
tenaga kerja
 Target inflasi ditetapkan jangka menengah dan panjang (time horizon)

11
Konsep Dasar Kebijakan Moneter dg Kerangka ITF

• Kebijakan moneter mengarah ke depan


 Bersifat antisipatif ke depan karena adanya tenggang waktu dari
pengaruh kebijakan moneter terhadap inflasi
 Memperkirakan pergerakan inflasi ke depan vs sasaran yg
ditetapkan
 Mengetahui transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi
inflasi dan perekonomian

12
Konsep Dasar Kebijakan Moneter dg Kerangka IT

• Transparansi
 Untuk menunjukkan komitmen bank sentral dalam mengatasi inflasi dan
 Masyarakat/pelaku ekonomi memahami arah dan kebijakan moneter
ke depan

• Akuntabilitas dan kredibilitas

 Akuntabilitas bank sentral akan mempengaruhi kredibilitas


 Butuh SDM yang handal
 Koordinasi dengan pemerintah dan instansi terkait perlu karena sumber inflasi
bermacam-macam

13
Syarat implementasi IT

 Bank sentral yang independen (minimal “instrument independence”).


 Komitmen untuk mencapai kestabilan harga.
 Tidak ada dominansi fiskal, sistem keuangan yang kuat.
 Transparansi dan akuntabilitas.
 Tidak ada ‘anchor’ yang lain (exchange rate harus fleksibel/floating).
 Kebijakan Moneter yang bersifat “forward looking”
 Kemampuan Operasional:
 Kemampuan dalam forecast inflasi
 Pemahaman transmisi kebijakan moneter
 Prosedur operasional kebijakan moneter

14
Kerangka Kerja Baru:
Empat Langkah Penguatan Kebijakan Moneter Melalui ITF

 Empat elemen mendasar dalam langkah-langkah penguatan kerangka kerja


kebijakan moneter yang baru mulai Juli 2005 agar konsisten dengan penerapan ITF:
1. Penggunaan suku bunga (disebut BI Rate) Rate sebagai reference rate dalam
pengendalian moneter, sebagai pengganti sasaran operasional uang primer.
2. Penguatan proses perumusan kebijakan moneter dengan strategi antisipatif
(forward looking strategy) dalam mengarahkan respon kebijakan moneter saat ini
untuk pencapaian sasaran inflasi ke depan.
3. Strategi komunikasi yang lebih transparan untuk memperkuat sinyal kebijakan
moneter kepada pasar dan upaya pembentukan ekspektasi inflasi.
4. Penguatan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk meminimalkan
tekanan inflasi dari kenaikan administered prices dan volatile foods maupun
untuk sinergi kebijakan ekonomi secara keseluruhan.

15
Inflation Targeting:
“A Framework, Not A Rule”

OPERASI RESPON INDIKATOR SASARAN


MONETER KEBIJAKAN KEBIJAKAN AKHIR

INSTRUMEN PRAKIRAAN SASARAN


BI RATE
MONETER INFLASI INFLASI

• Manajemen + PERTUMBUHAN OUTPUT


• Kesejahteraan Masy.
Likuiditas • Stabilisasi nilai tukar • Trade off yg optimal
• Koridor suku bunga • Kebijakan moneter lain antara Inflasi dan
• Determinan inflasi
• Struktur suku bunga • Kebijakan perbankan Output
• Keterkaitan antar • Pengaruh ekspektasi
+ variabel ekonomi
• Transmisi moneter
Koordinasi Pemerintah
Model, riset, statistik,
expert opinion,
judgement KREDIBILITAS
KOMUNIKASI KEBIJAKAN KEBIJAKAN
• Komitmen & Konsistensi
• Pembentukan ekspektasi 16
Penerapan ITF di Indonesia

Independensi dan tujuan keb moneter


 UU No 3/2004 sebagai perubahan atas UU No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia memberikan landasan legal bagi independensi Bank Indonesia:
 Inflasi merupakan satu-satunya tujuan keb moneter.
 Bank Indonesia memiliki independensi dalam cara mencapai inflasi
(instrument moneter), dan institutional (tidak ada campur tangan,
intervensi dan anggaran). Sementara sasaran inflasi akan diumumkan
oleh pemerintah dengan berkerjasama dengan bank Indonesia.
 Pelarangan pemberian kredit kepada pemerintah (tidak ada fiscal
dominance).

17
Penerapan ITF di Indonesia

• Sasaran inflasi
 Pemerintah setelah berkoordinasi dengan BI menetapkan sasaran
inflasi
 Sasaran inflasi ditetapkan dalam jangka menengah – jangka panjang ( 3 - 5 th)
 Untuk saat ini ditetapkan 6 % pada tahun 2006
 Inflasi yang digunakan Indeks harga Konsumen (IHK)
 Untuk perumusan kebijakan moneter ke dalam, BI dan BPS bekerjasama
menghitung inflasi inti (Core inflation), yaitu inflasi yang dapat dikendalikan oleh
kebijakan moneter

18
Penerapan ITF di Indonesia

• Kebijakan moneter mengarah ke depan (Forward looking)

 Setiap awal tahun pemerintah tetapkan sasaran inflasi


 Pada setiap triwulan diadakan RDG triwulanan (April, Juli, Oktober, Januari)
untuk tetapkan arah dan sasaran kebijakan moneter triwulanan
 Setiap bulanan dilakukan RDG untuk evaluasi dan tetapkan sasaran dan operasi
moneter bulanan

19
Penerapan ITF di Indonesia

 Operasi mingguan (RDG) menetapkan operasi moneter pada


minggu ybs
 Dua set indicator dibutuhkan :
(1) Leading indicators sebagai early warning system dan
(2) policy indicators
 Disamping evaluasi data statistik ekonomi, moneter dan
perbankan, pasar uang rupiah dan valas, juga dilakukan survey prospek
kedepan (consumer confidence, business confidence),

20
Penerapan ITF di Indonesia

 BI menggunakan model dalam forecast inflasi dan makro ekonomi:

(1) MODBI ; Large – scale structural macroekonomic model


(2) SOFIE : Medium scale structural macroeconomic model (ECM)
(3) GEMBI : Dinamic General Equilibrium macro economic model
(4) SSM : Small-scale structural macroeconomic model
(5) BEER : Behavioral Equilibrium exchange rate model
(6) Indicator models : reduced forms, VAR for specific issues

21
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka
MUNDELL-FLEMING MODEL

Zero capital Mobility High capital Mobility


BP
IS IS

BP
idn = iln idn = iln

LM
LM

output output
22
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka
KAITAN ANTAR SEKTOR EKONOMI MAKRO Revenue
DALAM EKONOMI TERBUKA Tax, etc
Grant
EXTERNAL SECTOR (2) Expenditure
Balance of Payment Current
Current Account Capital
Export of Goods and NF Services. Overall Balance
Import of Goods and NF Services. Financing
(6)
Transfer (Net) Domestic Financing (Net)
- Official (7)
- Banking System
(1) - Private (MA and DMBs)
Capital Account
Official
(3) - Non-Banking
Private External Financing
- Direct Investment MONETARY SECTOR
- Medium/Long-Term Capital
(Net)
- Short-Term Capital (Net) Monetary Authority (MA) (4) Deposit Money Banks
Overall Balance (5) Net Foreign Asset (NFA) (DMBs)
Change in NFA Net Domestic Asset NFA
(8)
REAL SECTOR - Net Claim on Central Gov’t Banks’ Reserve
National Account - Liquidity Support Gov’t Bonds Net Claim on Gov’t
C : Private Consumption - Net Open Market Operation Securities (SBI)
I : Private Investment (SBI & Fasbi) (9) Credit to Private Sector
G : General Govt. Investment - Liquidity Credit to DMBs Net Other Items
and Consumption
X : Export of Goods and NF Service - Net Other Items (10)
M : Import of Goods and NF Service Liabilities to MA
Reserve Money Private Sector Deposits

23
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka
PURCHASING POWER PARITY (PPP)

 Output domestik = International  Trade Account dalam BOP =


Trade X(Y*, P, e) – Q(Y, P*, e)
Y = C+ I + G + X – Q
DD(QP*)

Exchange rate
SS(XP/e)
Domestic Prices (P): Foreign Prices (P*):
 Traded goods  Traded goods
 Non-traded goods  Non-traded goods
Foreign exchange
Exchange rate (e)

Law of One Prices


Asumsi:
 Homogeneous traded goods and flexibel
non-traded good prices  Absolute PPP:
 No international trade barriers P = e P*
 Small transportation costs  Relative PPP:
 Comparable inflation measurement π= π* + Δe/e
24
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka

INTEREST RATE PARITY (IRP)

Capital Account dlm BOP:


 Domestik Money Market= International
 Inflow: I(Y, r, e)
MS = MD(Y, P, e, r) Capital Mobility
 Outflow: O(Y*, r, e)

Exchange rate
Foreign money market
DD[O(1+r*)]
SS[I(1+r/e)]  M*S = M*D(Y*,P*,e,r*)
Domestic Interest rate (r)
Domestic foreign exchange
market: Foreign interest rate (r*)
Foreign exchange
Spot
Exchange rate:
Forward spot (e) or forward (f)

Arbritrage mechanisms
Asumsi:
 Homogeneous financial assets  Covered IRP:
 Efficient foreign exchange market r = r* + (f-e)/e
 No capital control or perfect capital  Uncovered IRP:
mobility
r= r* + Δe/e
 Small risks
25
II. Kebijakan Moneter dan Perekonomian Terbuka
TEMA POKOK: IMPOSSIBLE TRINITY (TRILEMA) KEBIJAKAN
DALAM EKONOMI TERBUKA

 Tiga tujuan dalam ekonomi terbuka: (1) Stabilitas nilai tukar, (2) Kebebasan
arus modal antarnegara, dan (3) Efektivitas kebijakan (moneter) untuk
tujuan ekonomi domestik (inflasi dan pertumbuhan ekonomi).
 Impossible Trinity: Hanya dua tujuan yang bisa dicapai.

Rezim Floa
ting
N
Nilai Tukar ilai tu
kar f
Fixed luktu
N asi
ilai tu Otonomi
kar s Uang Beredar Sasaran:
Kontrol  Caital

tabil (independensi)
immobility, Nilai
absorpsi capital
Bebas  Nilai
tukar fluktuasi,

Kredit • Inflasi
free mobility

Kebijakan
tukar stabil

r
Be reda Suku Bunga • Pertumbuhan
 Uang kurs Moneter ekonomi
s ka ik a Nilai tukar
Bebaendali (ji ktuasi (j Domestik
terk ting), flu
floa tetap) e r edar
kur s B
Rezim  Uang
ro l Alternatif solusi untuk otonomi kebijakan
Devisa Kontendali
terk moneter:
•Rezim nilai tukar tetap dan kontrol devisa
•Rezim nilai tukar floating dan devisa bebas
26
III. Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa

Sistem Nilai Tukar


• Fixed exchange rate (sistem nilai tukar tetap)
- Pegged to a currency
- Pegged to a basket of currency
- Currency board

• Managed floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang terkendali)

• Floating exchange rate (sistem nilai tukar mengambang)

27
SISTEM NILAI TUKAR

Rp Rp BIASA
Fixed
1200

1000
Revaluasi

800

1000 Depresiasi
0
W

0
Rp Free
W
Rp
Apresiasi

Manage
1200
1000
1000 Depresiasi
800
pelebaran
band

0
W 0 28
III. Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa
SISTEM DAN KEBIJAKAN NILAI TUKAR

FIXED MANAGED FLOATING


 Kurs tetap pada tingkat  Penetapan pita intervensi,  Kurs ditentukan sesuai
tertentu, spt: peg, currency dengan batas atas dan batas mekanisme permintaan
SISTEM
board, dll. bawah. dan penawaran valas di
 Kewajiban bank sentral  Kurs dijaga bergerak pasar valas.
untuk selalu siap melayani mengambang di dalam pita
permintaan dan intervensi sesuai mekanisme
penawaran devisa pasar.

 Devaluasi jika nilai tukar  Intervensi otomatis bank  Intervensi bank sentral
fundamental lebih rendah sentral untuk menjaga pita untuk menjaga agar kurs
KEBIJAKAN
dari kurs yang ditetapkan intervensi. pasar tidak terlalu
(undervalued)  Bank sentral jual valas jika bergejolak.
 Apresiasi jika overvalued kurs bergerak mendekati  Intervensi tidak untuk
batas atas. mengarahkan atau
 Beli valas jika kurs mencapai target kurs pada
mendekati batas bawah. tingkat atau kisaran
tertentu.

Nilai tukar: dinyatakan dalam nilai mata uang domestik


per mata uang asing, misalnya Rp9.000 per dolar AS 29
III. Kebijakan Nilai Tukar dan Devisa

SISTEM DAN KEBIJAKAN DEVISA

KONTROL SEMI BEBAS BEBAS

 Seluruh devisa milik negara, dan  Devisa jenis tertentu boleh dimiliki  Seluruh devisa boleh
SISTEM karenanya harus diserahkan dan dipergunakan secara bebas. dimiliki dan dipergunakan
kepada negara (mis, melalui bank  Contoh: Indonesia 1974-1982: secara bebas.
sentral). devisa hasil ekspor bebas,  Contoh: Indonesia sejak
 Contoh: Indonesia periode 1960- sementara devisa umum wajib 1982.
1974 diserahkan.  Perlu didukung oleh
 Perlu didukung oleh administrasi  Perlu monitoring seluruh devisa monitoring dan pelaporan
dan pengawasan devisa yang ketat. dan pengawasan ketat devisa yang lalu lintas devisa.
dikontrol.

 Setiap perolehan devisa ekspor dll  Untuk devisa yang bebas:  Pelaporan devisa ke bank
KEBIJAKAN wajib diserahkan ke bank sentral. pelaporan ke bank sentral sentral
 Setiap permintaan valas untuk  Untuk devisa yang dikontrol:  Ketentuan kehati-hatian
impor dll harus izin dan diperoleh wajib diserahkan dan dilayani untuk stabilitas nilai tukar
dari bank sentral. bank sentral. dan devisa.
 Kemungkinan pasar gelap.  Kemungkinan pasar gelap dan
multiple exchange rate.

30
Faktor-Faktor Mempengaruhi Nilai Tukar

Permintaan Valuta Asing : Penawaran Valuta Asing :

FUNDAMENTAL
FUNDAMENTAL

1. Pembayaran Impor Barang 1. Penerimaan Ekspor Barang


dan Jasa dan Jasa
2. Aliran Modal Masuk
2. Aliran Modal Keluar 2. Aliran Modal Masuk
a. Penerimaan Hutang Luar
a. Pembayaran Hutang Luar a. Penerimaan
Negeri Hutangdan
Pemerintah Luar
Negeri Pemerintah dan Negeri Pemerintah dan
Swasta
Swasta Nilai Swasta
b. Penanaman Modal Asing
b. Penarikan Kembali Modal Tukar b. Penanaman Modal Asing
USD/NT - Jangka Pendek
Asing
Domestik -- Jangka
Jangka Panjang
Pendek
c. Penempatan Modal
3. - Jangkasi Panjang
Interven atau Penjualan
Penduduk DN ke LN

NON FUND.
Cadangan Devisa Bank
3. Sentral
Intervensi atau Penjualan
3. Kegiatan Spekulasi
NON FUND.

Cadangan Devisa Bank


a. Domestik 4. Kegiatan Spekulasi
Sentral
b. Internasional
4. Intervensi Valas
31
Sejarah Sistem Nilai Tukar di Indonesia

Sistem Nilai Tukar Tetap


Bank Sentral menetapkan nilai tukar terhadap
(1971 – Maret 1983) mata uang tertentu sebagai “anchor”. Dalam
sistem ini, excess demand dan supply akan
dipenuhi/ diserap oleh Bank Indonesia melalui
intervensi.
Sistem Nilai Tukar Mengambang
Terkendali scr ketat
(April 1983 – Sep 1986)

Sistem Nilai Tukar Mengambang Nilai tukar ditentukan tidak hanya pada
Fleksible mekanisme pasar, tetapi juga dipengaruhi oleh
unsur “managed” dari bank Sentral melalui
(Sep. 1986 – Agt. 1997) intervensi.

Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas


Nilai tukar dibiarkan bebas, tergantung pada
(14 Agustus 1997) mekanisme pasar.

32
Devaluasi dalam berbagai sistem nilai tukar

1. Periode Nilai Tukar mengambang Ketat


– Nopember 1978 dari Rp425 per dolar menjadi Rp625 per dolar
– Maret 1983 dari Rp625 per dolar menjadi Rp825 per dolar
– September 1986 dari Rp1134 per dolar menjadi Rp1644 per dolar

2. Periode Nilai Tukar mengambang Flexible


Bank Indonesia melakukan 8 x pelebaran pita intervensi yaitu
– September 1992 dari Rp6 (0,25%) menjadi Rp10(0,50%)
– Januari 1994 dari Rp10 (0,50%) menjadi Rp20 (1%)
– September 1994 dari Rp20 (1%) menjadi Rp30 (1,5%)
– Mei 1995 dari Rp30 (1,5%) menjadi Rp44 (2%)
– Desember 1995 dari Rp44 (2%) menjadi Rp66 (3%)
– Juni 1996 dari Rp66 (3%) menjadi Rp118 (5%)
– September 1996 dari Rp118 (5%) menjadi Rp192 (8%)
– Juli 1997 dari Rp192 (8%) menjadi Rp304 (12%)

3. Periode nilai tukar mengambang flexible ini Bank Indonesia


• Sejak 14 Agustus 1997, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas, yaitu nilai
tukar ditentukan oleh pasar

33
Hals penting menurut UU No. 24/1999

Pasal 2
 Ayat (1), Setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa.
 Ayat (2), Penggunaan Devisa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk keperluan
transaksi di dalam negeri, wajib memperhatikan ketentuan mengenai alat pembayaran yang
sah sebagaimana diatur dalam UU tentang Bank Indonesia.

Pasal 3
 Ayat (1), BI berwenang meminta keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas
Devisa yang dilakukan oleh penduduk.
 Ayat (2), Setiap penduduk wajib memberikan keterangan dan data mengenai kegiatan
Lalu Lintas Devisa yang dilakukannya, secara langsung atau melalui pihak lain yang
ditetapkan oleh BI.

Pasal 4
 Ayat (1), Dalam rangka penerapan prinsip kehati-hatian, Bank Indonesia menetapkan
ketentuan atas berbagai jenis transaksi devisa yang dilakukan oleh Bank.
 Ayat (2), Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bank Indonesia.
34
Lebih Jauh tentang wewenang BI atas Cadangan Devisa

Pengelolaan Cadangan Devisa :


 Pengelolaan dilakukan dengan diversifikasi menurut jenis valuta dan jenis penempatan.
 Pengelolaan dilakukan berdasarkan prinsip keamanan dan kesiagaan untuk memenuhi
kewajiban segera tanpa mengabaikan prinsip pendapatan yang optimal.

Pengembangan Pasar Valuta Asing


Melalui penyempurnaan berbagai ketentuan di bidang transaksi
devisa, yaitu :
• Menetapkan ketentuan transaksi de visa yang dilakukan oleh bank dalam rangka
menetapkan prinsip kehati- hatian :
a. Ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto Bank-bank
b. Ketentuan mengenai Transaksi Derivatif
c. Pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valas

Pengelolaan Nilai Tukar


 Sterilisasi/Intervensi di pasar valuta asing.
 Penentuan Kurs Jual / beli yang terdiri dari;
 Kurs Transaksi
 Kura Uang Kertas Asing.
35
Kebijakan BI terhadap Nilai Tukar

 Menjaga kondisi fundamental makro ekonomi yuang sehat.

 Melakukan intervensi ke pasar valas.

 Pengawasan langsung pada bank pelaku terbesar.

 Pemantauan rekening vostro.

 Non-internasionalisasi Rupiah, dengan membatasi akses non residen terhadap


rupiah untuk menekan tindakan spekulasi

36
Kebijakan BI terhadap Nilai Tukar

Pembatasan Internatinalisasi Rupiah (PBI No.3/3/2001):

pertama pelarangan transfer rupiah oleh perbankan Indonesia kepada


nonresiden, khususnya untuk transfer rupiah tanpa didasari transaksi riil yang
mendukung kegiatan ekonomi Indonesia;
kedua pembatasan terhadap transaksi derivatif yang tidak didasari oleh
kegiatan ekonomi riil atau non-underlying transaction, yakni dengan
menurunkan batas maksimum transaksi derivatif penjualan valuta asing dari
bank domestik kepada nonresiden dari $5 juta menjadi $3 juta.

37
Kebijakan Devisa

Tujuan Kebijakan Devisa


• Mendukung kesinambungan pelaksanaan pembangunan
• Mendukung efektifitas pelaksanaan kebijakan moneter

Wewenang BI atas Cadangan Devisa


• Pengelolaan Cadangan Devisa
• Pengembangan Pasar Valuta Asing
• Pengelolaan Nilai Tukar

Sistem Nilai Tukar dan Lalu Lintas Devisa diatur dalam UU No. 24 tahun
1999 – tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

38
SEQUENCING CAPITAL ACCOUNT
LIBERALIZATION

Untuk memaksimumkan keuntungan dari capital account liberalization dan


meminimumkan risiko-risiko yang muncul, sequencing perlu dilakukan, yaitu:

1. Conventional view  sebelum dilakukan perlu


• Sound macroeconomic stability
• Developing domestic financial institutions
• Developing domestic financial markets
• Mempunyai banyak instruments (risk management capabilities, hedging, dll)
2. Early capital account liberalization sebagai katalisator economic reform yang
menyeluruh
3. Capital account liberalization harus menjadi bagian dari pendekatan menyeluruh
atas macroeconomic dan structural reform

39
Sejarah Sistem Devisa

Sistem Devisa Kontrol, Eksportir wajib menyerahkan devisa hasil


ekspor kepada Bank Indonesia. Devisa
dibagi ke dalam DHE dan DU.
UU No. 32/1964

Eksportir wajib menyerahkan devisa hasil


Sistem Devisa Semi Kontrol, ekspor kepada Bank Indonesia, sementara
DU bebas digunakan dan dipergunakan.
PP No. 64/1970

Sistem Devisa Bebas,

PP No. 1/1982

Penegasan Sistem Devisa Bebas,


UU No. 24/1999

40
Questions and Answers

41

Anda mungkin juga menyukai