Fakultas Ekonomi
KEBANKSENTRALAN
Prof. Dr. Miranda S. Goeltom
Credibility of Policy
bias?
Policy Efectiveness
Credibility
problems?
Solusi Penguatan
Kelembagaan Inflation Targeting
- Independesi
- Akuntabilitas
Framework
- Transparansi
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
5
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
Inflation Targeting semakin banyak diterapkan sebagai kerangka kebijakan
moneter di berbagai bank sentral, spt di Selandia Baru (1991), Kanada (1991),
Israel (1991), Inggris (1992), Swedia (1993), Finlandia (1993), Australia (1993),
dan Spanyol (1994). Di negara-negara emerging economies, Inflation
Targeting telah diterapkan di Amerika Latin (a.l. Chili, Meksiko, Brazil), di Eropa
Timur (a.l. Polandia, Check Replublik), dan di Asia (Korea Selatan, Thailand,
Philipina dan Indonesia).
Rationale for Inflation Targeting
Penekanan tujuan utama kebijakan moneter jangka panjang pada kestabilan
harga yang dianut dalam Inflation Targeting framework didasarkan pada
pertimbangan sbb:
1. Dlm jangka panjang, inflasi merupakan satu-satunya variabel
makroekonomi yang dpt dipengaruhi kebijakan moneter. Efektivitas
kebijakan moneter dalam memepngaruhi fluktuasi jangka pendek dalam
ekonomi, apalagi yang disebabkan oleh perubahan struktural yang
drastis dan mendasar, semakin diragukan.
2. Adanya konsensus bhw inflasi yang moderatpun merugikan thd efisiensi
dan pertumbuhan ekonomi, dan bahwa pemeliharaan inflasi yang rendah
dan stabil sangat penting dan menjadi prasyarat bagi pencapaian sasaran
makroekonomi lainnya.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
6
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
3. Penetapan kestabilan harga sbg tujuan utama jangka panjang dr
kebijakan moneter memberikan elemen konseptual yang mendasar bagi
perumusan kebijakan. Bhw kerangka IT memperjelas tugas dan
kewenangan, independensi dan akuntabilitas, serta komunikasi dan
transparansi yang harus dilakukan bank sentral dlm melaksanakan
kebijakan moneter tsb. ITF sbg “nominal anchor”.
Inflation Targeting bukan merupakan “rule” kebijakan moneter.
1. Dalam penetapan sasaran inflasi jangka memengah panjang, selalu
dipertimbangkan sasaran yang optimal berdasarkan social welfare loss
function implikasi dari tradeoff antara price dan output.
2. IT tidak memberikan instruksi (rule) yang mekanistis dan simple bagi
bank sentral. Bahkan, IT mengharuskan bank sentral menggunakan
model struktural dan judgment ekonomi, sesuai data dan informasi yang
diakumulasikan, utk mencapai tujuan kestabilan harga.
3. IT memberikan ruang gerak untuk diskresi bank sentral, dalam koridor
pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang, untuk
merespons kondisi pengangguran, fluktuasi nilai tukar, dan fenomena
ekonomi jangka pendek lainnya.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
8
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
Persyaratan Institusional
Penerapan Inflation Targeting Framework memerlukan bbrp persyaratan
institusiinal sbb:
1. Mandat dlm UU bagi bank sentral untuk tujuan akhir price stability. Dlm
hal UU menyatakan currency stability (inflasi dan nilai tukar), tujuan akhir
inflasi lebih diutamakan.
2. Pengumuman target inflasi yang akan dicapai bank sentral. Target dpt
ditetapkan pemerintah (goal dependence) dg koordinasi dg bank sentral
atau oleh bank sentral sendiri (goal independence).
3. Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya
(instrumen independence).
4. Tidak ada fiscal dominance, yaitu adanya larangan atau batasan yang
ketat atas pembiayaan defisit anggaran oleh bank sentral.
Penetapan Target Inflasi
Indikator yang digunakan: dapat berupa CPI index (headline inflation) atau
inflasi yang dpt dikendalikan kebijakan moneter (core inflation).
1. CPI index lebih mudah dipahami masyarakat, akan tetapi terdapat
komponen yang tidak dapat dipengaruhi kebijakan moneter, spt supply
shocks dan administered prices. Apabila digunakan, perlu ada rumusan
yang jelas mengenai asumsi dan caveats.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
2. Inflasi inti lebih terkait dan dapat dipengaruhi kebijakan moneter. Cara
pengukurannya dapat dg metode trimmed atau exclusion. Tapi lebih sulit
dipahami masyarakat. Apabila digunakan, perlu ada pihak lain yang
menghitung (biro statistik).
Besarnya target inflasi; Ditentukan berdasar assesment thd loss function utk
menghitung optimal target, agar mempertimbangkan short-run trade off
antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akan dipengaruhi oleh:
1. Tingginya inflasi saat ini relatif thd optimal target. Apabila deviasinya
besar, penurunan inflasi lebih baik secara gradual.
2. Preferensi publik dan pemerintah thd inflasi, khususnya mengenai short-
run tradeoff antara inflasi dan output.
3. Tidak bisa terlalu rendah, karena akan berdampak negatif thd
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat dalam jangka
pendek.
Point atau range? Target dlm bentuk kisaran memungkinkan bank sentral
merespons fluktuasi ekonomi jangka pendek. Tapi tidak boleh terlalu lebar,
krn disamping memperlonggar akuntabilitas, juga meningkatkan risiko
kebijakan moneter tidak mampu mencapai target yang ditetapkan.
Time horizon: Umumnya jangka menengah-panjang (antara 3-5 tahun),
karena adanya lag effects kebijakan moneter ke inflasi.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
12
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
Intermediate target
Tidak ada intermediate target scr khusus sbg “explicit rule”. Umumnya lebih
menggunakan berbagai variabel ekonomi keuangan sbg monetary policy
indicators.
1. Yang paling utama adalah bgmn bank sentral bisa mendeteksi
pencapaian inflasi ke depan sesuai target yang ditetapkan.
2. Tiga indikator yang paling penting adalah: (a) inflation forecast, (b)
inflation expectation, dan (c) output gap. Indikator ekonomi dan
keuangan lain tetap terus dipantau dan dipertimbangkan.
3. Perlu dukungan pemodelan untuk proyeksi inflasi dan variabel
makroekonomi lain.
Pada setiap board meeting dibahas dan dikaji berbagai indikator tsb.
Tujuannya adalah untuk menilai bgmn kemungkinan pencapaian target inflasi
yang ditetapkan dng membandingkan proyeksi inflasi dg targetnya. Penilaian
ini akan menentukan besarnya operarting target yg dicapai operasi moneter.
ITF mulai diterapkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2000, dengan
berlakunya UU 23/1999. Namun krn masih berada dlm program IMF, operating
target yang digunakan masih dengan base money. Krnnya disebut “Inflation
Targeting Lite Country”. Baru mulai tahun 2005 (Juli) Bank Indonesia beralih
menjadi “Full-pledged inflation targeting” dengan menggunakan suku bunga
sebagai operating target.
Pengaturan institusional
Dlm UU 23/1999 yang kemudian diamandemen dg UU 3/2004 terdapat
landasan yang kuat bagi penerapan inflation targeting framework di Indonesia
1. Tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai uang (inflasi
dan nilai tukar). Tetapi krn sistem nilai tukar flexisbel, maka ini berarti
inflasi merupakan tujuan yang diutamakan. BI tetap menjaga stabilitas
nilai tukar dalam konteks untuk meminimalkan pass-through effect-nya
ke inflasi. Tidak ada target nilai tukar.
2. Sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah dengan berkoordinasi dengan
BI (UU 3/2004). Sebelumnya, dlm UU 23/1999, sasaran inflasi ditetapkan
sendiri oleh BI (goal independence).
3. Sasaran inflasi ditetapkan pada awal tahun dengan mempertimbangkan
perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi
Target inflasi
Sasaran inflasi jangka menengah, yaitu inflasi IHK sebesar 6% (dengan deviasi
+/- 1%) pada tahun 2007 dan 5 % +/- 1% pada tahun 2008. Strategi
penurunan inflasi secara gradual untuk meminimalkan dampak negatif thd
pertumbuhan ekonomi.
Penggunaan sasaran inflasi IHK didasarkan pd pertimbangan untuk
memudahkan pemahaman masyarakat. Utk keperluan perumusan kebijakan
moneter, dimonitor inflasi inti yang diukur dg metode exclusion, yaitu dg
mengeluarkan komponen administered prices dan volatile food prices dari IHK
Koordinasi BI dan Pemerintah dalam penetapan asumsi makro utk APBN
8 8
40 1.1
6 6
30
1
4 4 20
2 2 10
0.9
0 0 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1998 1999 2000 20 01
-2 -2 -10 0.8
2000 2001 2002 2003
1 1 0 ,0 0 0 1 0 ,0 0 0 8 0
H e a d lin e In fla t io n
7 0 U n d e r ly in g In f la t io n
1 0 0 ,0 0 0 5 ,0 0 0
6 0
9 0 ,0 0 0 0 5 0
4 0
8 0 ,0 0 0 -5 ,0 0 0
3 0
7 0 ,0 0 0 G D P - 1 0 ,0 0 0 2 0
P o t e n t ia l
O u tp u t G a p 1 0
6 0 ,0 0 0 - 1 5 ,0 0 0
I I I II I IV I II III IV I II II I IV I II III IV I II III IV I II III IV I I I I II I V I II II I I V I I I III I V 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 111 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
-1 0 1 9 9 7 1 9 9 8 19 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1
23
Inflation Targeting Framework: Indonesia
Penggunaan model dalam forecast inflasi dan makroekonomi:
1. MODBI: large-scale structural macroeconomic model.
2. SOFIE: medium-scale strcutural macroeconomic model (ECM).
3. GEMBI: dynamic general equilibirum macroecnomic model.
4. SSM: small-scale structural macroeconomic model.
5. BEER: behavioural equilibirum exchange rate model.
6. Indicator models: reduced forms, VAR for specific issues.
Operating target and instruments
Selama dalam program IMF, operating target menggunakan base money.
Misalnya, utk tahun 2003 sasaran pertumbuhan uang primer sebesar 13%,
didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 3,5-4%, nilai tukar Rp8800-
9200, dan sasaran inflasi 9% (+/- 1%).
Mulai tahun 2005, operating target dialihkan ke suku bunga jangka pendek (BI
Rate) dengan suatu kisaran tertentu (upper limit dan lower limit).
Instrumen moneter yang dipergunakan: (a) OMO melalui lelang SBI mingguan,
(b) SBI repo, (c) fasilitas BI untuk absorpsi harian, (d) sterilisasi valas, dan (e)
fasilitas pendanaan jangka pendek dg jaminan sekuritas berkualitas tinggi.
Inflation Targeting and the Challenges
24
Inflation Targeting and the Challenges
The role of the exchange rate:
• The Central Bank should not have any objective in mind with
regards to the level of exchange rate , but it might interfere
against the volatility in so far as it affects the stability of price
- Expanded Taylor Rule (2000) argued that an exchange rate
policy rule can legitimately be embedded in a Taylor rule
that is consistent with the broad objective of targeted
inflation rate and output gap.
- Schmidt-Hebbel and Werner (2002) studied the
econometrics of expanded Taylor Rule for Brazil, Chile and
Mexico
- A robust finding is that the effect of exchange rate
depreciations on real interest rates fails to be
significant; that is, there is no evidence that central
banks have consistently reacted to exchange rate
movements above and beyond their effects on inflation.
- Evidence that theses countries had not disclosed any
‘fear of floating’ and that their monetary rules had in
fact been on the conformist IT track
25
Inflation Targeting and the Challenges
Inflation Persistence
Central bank behavior and agents' learning play a pivotal role
in reducing inflation persistence
- Output gap behavior is one source of inflation persistence,
i.e. extrinsic persistence
In the case of countries with high inflation persistence,
monetary policy should respond more aggressively to cost-
push shocks and real interest rate shocks in the presence of
uncertainty surrounding inflation inertia
- For the case of Indonesia, Alamsyah (2008) argues that
monetary policy should also consider a proportional
weight on output gap
12 10.9 Headline Inflation (%)
8.0 Core Inflation 2000-2007 (average, %)
% (yoy)
7.0
7.0
10 9.4
8.7 6.0
7.8 7.7
8 4.9
5.0
6 5.0 4.0
4.4
3.7 3.0
4
2.6 2.7 2.5
2.0 2.0
2 1.1
1.0
0
Indonesia Malaysia Philipina Thailand 0.0
28