Anda di halaman 1dari 28

Universitas Indonesia

Fakultas Ekonomi

KEBANKSENTRALAN
Prof. Dr. Miranda S. Goeltom

Kredibilitas Kebijakan dan


Inflation Targeting Framework
 Kredibilitas, Efektivitas Kebijakan,
dan Aspek Kelembagaan
 Inflation Targeting: A Framework, Not A Rule
 Rezim Inflation Targeting di Sejumlah Negara
 Inflation Targeting dan Kinerja Ekonomi
 Inflation Targeting in Indonesia
 Beberapa Tantangan dalam ITF
 Kesimpulan
Kredibilitas, Efektivitas Kebijakan dan Aspek Kelembagaan
 Semakin berperannya peran ekspektasi dalam mempengaruhi perilaku variabel
ekonomi dan kebijakan
 Pentingnya peningkatan kredibilitas untuk mendukung efektivitas kebijakan
 Dengan ekspektasi publik yang rasional, kebijakan yang kredibel akan dapat
mengurangi bias inflasi

Credibility of Policy
 bias?

Policy Efectiveness

Rational Expectation ”achievements of price stability


with less harm on growth”

Credibility
problems?

Sources : (i) Internal inconsistency, (ii) time inconsistency,


(iii) asymmetric info, (iv) stochastic shocks, (v)political uncertainty
Solusi atas permasalahan kredibilitas:
(i)Penggunaan rule, (ii) Pembangunan reputasi,
(iii) Pendelegasian wewenang, (iv) Penetapan contract,
(v) political support/law

 Permasalahan kredibilitas menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan


moneter harus memperhitungkan penerapan prinsip good governance dlm
bank sentral.
 Kredibilitas kebijakan moneter merupakan outcomes dari penetapan target
inflasi yang optimal (credible announcement), konsistensi kebijakan, dan
tercapainya target yang ditetapkan (delivery)
 Secara implisit memberikan justifikasi atas penerapan ITF. Di dalam ITF
terdapat substansi yang memperkuat aspek kelembagaan bank sentral.

Solusi Penguatan
Kelembagaan Inflation Targeting
- Independesi
- Akuntabilitas
Framework
- Transparansi
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

ITF di antara Monetary Policy Regimes 4

 Beberapa rezim berkembang dalam teori ekonomi moneter dengan


mendasarkan pada berbagai channels dlm transmisi moneter yang diyakini
dominan di dalam ekonomi ybs:
1. Exchange rate targeting: menggunakan teori PPP dan uncovered interest
parity. Tergantung pd strategi konkrit yang dianut, dpt dipakai sbg
intermediate target rule atau sbg operating target rule.
2. Monetary targeting: memberikan rule untuk operating dan intermediate
target, dg berdasar pada money channel.
3. Inflation targeting. Memberikan rule untuk final target (inflasi). Untuk
intermediate targetnya menggunakan inflation forecast, yang
mendasarkan pada semua channel transmisi moneter. Biasanya
dikombinasikan dengan Taylor (interest rate) rule untuk penentuan
operating targetnya.
4. Nominal income targeting: Memberikan rule untuk final target (price vs
output), dan sering dianggap sbg pengganti dari monetary targeting.
Variasi terkini dikenal dg McCallum rule.
5. No anchor: Tidak menetapkan sasaran akhir dan intermediate tertentu.
Untuk operating target biasanya menggunakan suku bunga.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

5
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
 Inflation Targeting semakin banyak diterapkan sebagai kerangka kebijakan
moneter di berbagai bank sentral, spt di Selandia Baru (1991), Kanada (1991),
Israel (1991), Inggris (1992), Swedia (1993), Finlandia (1993), Australia (1993),
dan Spanyol (1994). Di negara-negara emerging economies, Inflation
Targeting telah diterapkan di Amerika Latin (a.l. Chili, Meksiko, Brazil), di Eropa
Timur (a.l. Polandia, Check Replublik), dan di Asia (Korea Selatan, Thailand,
Philipina dan Indonesia).
Rationale for Inflation Targeting
 Penekanan tujuan utama kebijakan moneter jangka panjang pada kestabilan
harga yang dianut dalam Inflation Targeting framework didasarkan pada
pertimbangan sbb:
1. Dlm jangka panjang, inflasi merupakan satu-satunya variabel
makroekonomi yang dpt dipengaruhi kebijakan moneter. Efektivitas
kebijakan moneter dalam memepngaruhi fluktuasi jangka pendek dalam
ekonomi, apalagi yang disebabkan oleh perubahan struktural yang
drastis dan mendasar, semakin diragukan.
2. Adanya konsensus bhw inflasi yang moderatpun merugikan thd efisiensi
dan pertumbuhan ekonomi, dan bahwa pemeliharaan inflasi yang rendah
dan stabil sangat penting dan menjadi prasyarat bagi pencapaian sasaran
makroekonomi lainnya.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

6
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
3. Penetapan kestabilan harga sbg tujuan utama jangka panjang dr
kebijakan moneter memberikan elemen konseptual yang mendasar bagi
perumusan kebijakan. Bhw kerangka IT memperjelas tugas dan
kewenangan, independensi dan akuntabilitas, serta komunikasi dan
transparansi yang harus dilakukan bank sentral dlm melaksanakan
kebijakan moneter tsb. ITF sbg “nominal anchor”.
 Inflation Targeting bukan merupakan “rule” kebijakan moneter.
1. Dalam penetapan sasaran inflasi jangka memengah panjang, selalu
dipertimbangkan sasaran yang optimal berdasarkan social welfare loss
function implikasi dari tradeoff antara price dan output.
2. IT tidak memberikan instruksi (rule) yang mekanistis dan simple bagi
bank sentral. Bahkan, IT mengharuskan bank sentral menggunakan
model struktural dan judgment ekonomi, sesuai data dan informasi yang
diakumulasikan, utk mencapai tujuan kestabilan harga.
3. IT memberikan ruang gerak untuk diskresi bank sentral, dalam koridor
pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang, untuk
merespons kondisi pengangguran, fluktuasi nilai tukar, dan fenomena
ekonomi jangka pendek lainnya.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: A Closer Look 7

 Inflation Targeting lebih tepat disebut kerangka kebijakan moneter dengan


“constrained discretion”, dan berungsi sbg:
1. Nominal anchor dengan sasaran inflasi, yaitu bank sentral
mengumumkan target inflasi sbg jangkar ekonomi dlm jangka
menengah-panjang, dan memungkinkan untuk merespons fluktuasi
ekonomi dlm jangka pendek.
2. Meningkatkan komunikasi antara otoritas sbg perumus kebijakan dengan
publik (ingat principle-agent relations dalam agency theory).
3. Meningkatkan disiplin dan akuntabilitas dalam perumusan kebijakan
moneter.
Karakteristik Inflation Targeting Framework
 Sbg kerangka kerja kebijakan moneter, Inflation Targeting secara umum
mempunyai ciri-ciri khusus sbb:
1. Pernyataan resmi (dan dikuatkan dlm UU) dari bank sentral kpd publik
bhw tujuan akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara
inflasi yang rendah dan stabil berupa target inflasi yang ingin dicapai
dalam jangka menengah-panjang.
2. Adanya komitmen, komunikasi, displin dan mekanisme pertanggung-
jawaban kpd publik bhw kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai
sasaran inflasi tsb.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

8
Inflation Targeting Framework: A Closer Look

Kriteria Bernanke et.al. Svensson


(1999) (2000)
1 Kestabilan harga sbg tujuan akhir
kebijakan moneter Ya Ya
2 Pengumuman target inflasi Ya Ya
3 Target inflasi jangka menengah Tidak jelas Ya
4 Komunikasi intensip dg publik Ya Ya
5 Penggunaan monetary policy rule Tidak jelas Penargetan
secara spesifik prakiraan inflasi
6 Publikasi prakiraan inflasi dan output Tidak perlu Ya
7 Target ditetapkan pemerintah (goal Ya Tidak perlu
dependence)

8 Penggunaan instrumen scr Ya Ya, ttp tidak


independen (instrument independent) disebutkan scr
jelas
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: A Closer Look 9

 Beberapa prasyarat (teoritis) dari keberhasilan penerapan ITF:


1. Independensi kebijakan moneter
2. Tidak adanya dominasi kebijakan fiskal
3. Nilai tukar yang fleksibel
4. Shocks struktural (sisi penawaran) yang relatif kecil
5. Sistem keuangan yang cukup sehat
6. Kemampuan teknis/modeling inflasi
- pengembangan model proyeksi
- pengembangan prompt indicators

Bagaimana dengan perekonomian Indonesia?


Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: A Closer Look 10

Persyaratan Institusional
 Penerapan Inflation Targeting Framework memerlukan bbrp persyaratan
institusiinal sbb:
1. Mandat dlm UU bagi bank sentral untuk tujuan akhir price stability. Dlm
hal UU menyatakan currency stability (inflasi dan nilai tukar), tujuan akhir
inflasi lebih diutamakan.
2. Pengumuman target inflasi yang akan dicapai bank sentral. Target dpt
ditetapkan pemerintah (goal dependence) dg koordinasi dg bank sentral
atau oleh bank sentral sendiri (goal independence).
3. Independensi bank sentral dalam melaksanakan kebijakan moneternya
(instrumen independence).
4. Tidak ada fiscal dominance, yaitu adanya larangan atau batasan yang
ketat atas pembiayaan defisit anggaran oleh bank sentral.
Penetapan Target Inflasi
 Indikator yang digunakan: dapat berupa CPI index (headline inflation) atau
inflasi yang dpt dikendalikan kebijakan moneter (core inflation).
1. CPI index lebih mudah dipahami masyarakat, akan tetapi terdapat
komponen yang tidak dapat dipengaruhi kebijakan moneter, spt supply
shocks dan administered prices. Apabila digunakan, perlu ada rumusan
yang jelas mengenai asumsi dan caveats.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: A Closer Look 11

2. Inflasi inti lebih terkait dan dapat dipengaruhi kebijakan moneter. Cara
pengukurannya dapat dg metode trimmed atau exclusion. Tapi lebih sulit
dipahami masyarakat. Apabila digunakan, perlu ada pihak lain yang
menghitung (biro statistik).
 Besarnya target inflasi; Ditentukan berdasar assesment thd loss function utk
menghitung optimal target, agar mempertimbangkan short-run trade off
antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Akan dipengaruhi oleh:
1. Tingginya inflasi saat ini relatif thd optimal target. Apabila deviasinya
besar, penurunan inflasi lebih baik secara gradual.
2. Preferensi publik dan pemerintah thd inflasi, khususnya mengenai short-
run tradeoff antara inflasi dan output.
3. Tidak bisa terlalu rendah, karena akan berdampak negatif thd
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat dalam jangka
pendek.
 Point atau range? Target dlm bentuk kisaran memungkinkan bank sentral
merespons fluktuasi ekonomi jangka pendek. Tapi tidak boleh terlalu lebar,
krn disamping memperlonggar akuntabilitas, juga meningkatkan risiko
kebijakan moneter tidak mampu mencapai target yang ditetapkan.
 Time horizon: Umumnya jangka menengah-panjang (antara 3-5 tahun),
karena adanya lag effects kebijakan moneter ke inflasi.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

12
Inflation Targeting Framework: A Closer Look
Intermediate target
 Tidak ada intermediate target scr khusus sbg “explicit rule”. Umumnya lebih
menggunakan berbagai variabel ekonomi keuangan sbg monetary policy
indicators.
1. Yang paling utama adalah bgmn bank sentral bisa mendeteksi
pencapaian inflasi ke depan sesuai target yang ditetapkan.
2. Tiga indikator yang paling penting adalah: (a) inflation forecast, (b)
inflation expectation, dan (c) output gap. Indikator ekonomi dan
keuangan lain tetap terus dipantau dan dipertimbangkan.
3. Perlu dukungan pemodelan untuk proyeksi inflasi dan variabel
makroekonomi lain.
 Pada setiap board meeting dibahas dan dikaji berbagai indikator tsb.
Tujuannya adalah untuk menilai bgmn kemungkinan pencapaian target inflasi
yang ditetapkan dng membandingkan proyeksi inflasi dg targetnya. Penilaian
ini akan menentukan besarnya operarting target yg dicapai operasi moneter.

Operating target and instrumen


 Dlm inflation targeting umumnya menggunakan suku bunga jangka pendek
sbg operating target.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: A Closer Look 13


1. Suku bunga pasar uang dengan tenor terpendek dan mudah
ditransmisikan ke berbagai suku bunga, mislnya OUAB o/n.
2. Ditetapkan upper limit facilitas (utk refinanciing facilites) dan lower limit
(utk absorption or deposit facilities).
 OMO scr outrights dan repos tetap dilaksanakan. Tetapi arahnya adalah untuk
menjaga agar suku bunga di pasar berada pada kisaran upper dan lower limit
tsb. Perlu didukung dengan analisis dan prediksi kondisi likuiditas pasar uang
yang tepat.
 Penentuan operating target suku bunga dpt dilakukan dengan Taylor type yang
diarahkan pada deviasi antara perkiraan inflasi pada periode T ke depan (πft+T |
t-1) dg target inflasi yang ditetapkan (forecast-based rule).
rt – rt-1 = λ (πft+T |t-1 – π*) dengan λ>0
 Tapi rule ini tidak memberikan kejelasan mengenai : (a) berapa besar suku
bunga harus disesuaikan jika perkiraan inflasi dari targetnya, dan (b) apakah
deviasi dari target tsb telah mengharuskan penyesuaian suku bunga yang
tergantung pula pada macroeconomic shocks. Alternatifnya adalah dengan
menggunakan “neutral” interest rate (r*):
rt – r* = λ (πt+T |t-1 – π*)
 Dalam praktek, Taylor type rule tsb biasanya dimasukkan dalam model
makroekonomi bank sentral, shg dapat diperoleh secara simultan perkiraan
inflasi dan penyesuaian suku bunga yang diperlukan. Ini memerlukan
pemodelan yang lebih kompleks.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework di Sejumlah Negara 14


 Diperkirakan ITF telah diterapkan di 42 negara baik negara maju maupun
emerging economies (Carare and Stone, 2003). Umumnya:
 Menerapkan sistem nilai tukar fleksibel
 Penargetan uang beredar diniali kurang efektif
 Review penerapan ITF dapat dilihat dari: (i) pengaturan institusional, (ii) Target
inflasi, (iii) Kerangka operasional, (iv) Rezim ITF yang diterapkan.
Pengaturan Dalam Undang-undang Bank Sentral
Pengaturan Dalam UU Negara
Tujuan kebijakan moneter
 Kestabilan nilai uang  Finlandia, Czech Rep, Indonesia
 Kestabilan harga  Selandia Baru, Polandia, Spanyol, Swedia, Inggris
 Kestabilan nilai uang dan  Australia, Kanada, Israel, Brazil, Chili, Afrika Selatan
tujuan lain
 Selandia Baru, Australia, Kanada, Inggris, Polandia,
Independensi instrumen Spanyol, Swedia, Israel, Finlandia, Czech Rep, Brazil,
Chili, Afrika Selatan, Indonesia
Pembiayaan defisit fiskal
 Pembatasan  Kanada, Czech Rep, Afrika Selatan
 Larangan  Brasil, Chili, Finlandia, Israel, Polandia, Spanyol,
Swedia, Indonesia
Sumber: Schaechter et al (2000), hal. 7.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Indeks Harga Yang Digunakan Sbg Target Inflasi 15


Indeks Harga Negara
Indeks Harga Konsumen (IHK)  Australia, Selandia Baru, Brasil, Chili, Israel,
Polandia, Spanyol, Swedia, Indonesia
Inflasi Inti  Kanada, Inggris, Finlandia, Czech Rep, Afrika
Selatan.
Jangka Waktu Sasaran Inflasi
Jangka Waktu Negara
 Target tahunan  Israel, Polandia, Afrika Selatan
 Target tahunan, tetapi diumumkan  Brasil, Czech Rep, Spanyol, Indonesia
beberapa tahun sebelumnya
 Target jangka menengah-panjang  Australia, Kanada, Chili, Finlandia, Selandia
atau tidak disebutkan Baru, Swedia, Inggris
Pengumuman Sasaran Inflasi
Sasaran Inflasi diumumkan oleh Negara
 Pemerintah  Brasil, Israel, Inggris
 Bank Sentral  Chili, Finlandia, Polandia, Spanyol, Swedia.
 Pemerintah bersama bank  Australia, Kanada, Czech Rep, Selandia Baru,
sentral Afrika Selatan, Indonesia
Sumber: Schaechter et al (2000)
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework di Sejumlah Negara 16


Rezim Inflation Targeting
 Carare dan Stone (2003) mengklasifikasikan rezim ITF dengan mendasarkan pada
kejelasan dan kredibilitas dari komitmen bank sentral terhadap sasaran inflasi.
 Kejelasan tercermin pada pengumuman sasaran inflasi kepada publik dan
pengaturan kelembagaan untuk akuntabilitas pencapaian sasaran.
 Kredibilitas diukur dari pencapaian realisasi inflasi dan dari peringkat utang
domestik pemerintahnya.
 Tiga rezim ITF tsb adalah sbb:
1. Rezim Full-fledged Inflation Targeting (FFIT) apabila mempunyai tingkat
kredibilitas menengah ke tinggi, komitmen secara jelas terhadap target
inflasi, dan melembagakan komitmen ini dalam bentuk kerangka kerja
kebijakan moneter yang transparan untuk mendukung akuntabilitas bank
sentral terhadap pencapaian target inflasi. Penerapan FFIT mampu
memberdayakan bank sentral dalam menjaga konsistensi kebijakan moneter
dalam pengendalian inflasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi tertentu.
2. Rezim Eclectic Inflation Targeting (EIT) mempunyai kredibilitas kebijakan
moneter yang begitu tinggi sehingga mampu menjaga tingkat inflasi yang
rendah dan stabil tanpa harus memaksakan transparansi dan akuntabilitas
secara penuh pada suatu target inflasi tertentu. Kinerja inflasi yang rendah
dan stabil serta kestabilan sistem keuangan yang dicapainya memungkinkan
bank sentral untuk dapat mengupayakan tujuan stabilisasi output dan
stabilisasi harga sekaligus.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework di Sejumlah Negara 17


3. Rezim Inflation Targeting Lite (ITL) mengumumkan tujuan inflasi tetapi
karena kredibilitas yang masih rendah tidak mampu menjaga inflasi sebagai
tujuan yang diutamakan. Kredibilitas yang relatif rendah menunjukkan
kerentanannya terhadap kejutan ekonomi dan ketidakstabilan keuangan
maupun kerangka kerja kelembagaan yang masih lemah. ITL dapat
dipandang sebagai rezim transisi dimana otoritasnya sedang melakungan
reformasi struktural untuk penerapan secara kredibel sasaran inflasi.

Full-fledged Inflation Eclectic Inflation Targeting Inflation Targeting Lite


Targeting (FFIT) (ETL) (ITL)
Negara Maju Negara Maju Emerging economies
Australia, Kanada, Selandia 1.Amerika Serikat Peru, Venzuela, Uruguay,
Baru, Inggris, Iceland, 2.Bank Sentral Eropa Guatemala, Jamaica, Rep.
Norwegia, Swedia 3.Jepang Dominika, Honduras,
4.Swiss Rusia, Korasia, Slovenia,
Emerging economies 5.Singapura Rep Slovakia, Albania,
Brazil, Chile, Kolumbia, Kazakhstan, Rumania,
Meksiko, Republik Czech, Philipina, Indonesia, Sri
Hongaria, Polandia, Israel, Lanka, Mauritius, Algeria
Afrika Selatan, Korea
Selatan, Thailand
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: Manfaat Dan Keberhasilan 18

 Mishkin & Schmidt-Hebel (2001): Penerapan ITF terbukti merupakan kerangka


kebijakan moneter yang berhasil. Dari bukti empiris penerapan ITF memberikan
manfaat a.l. sbb:
1. ITF telah berhasil membantu negara-negara yang menerapkannya dalam
menurunkan inflasi, meskipun tidak di bawah negara-negara maju yang tidak
menerapkan ITF.
2. ITF telah teruji mampu menghadapi kejutan ekonomi yang merugikan.
3. ITF telah membantu menurunkan sacrifice ratio dan volatilitas output di
negara-negara yang menerapkannya ke tingkat yang mendekati kinerja
negara-negara maju yang tidak menerapkannya.
4. ITF dapat membantu menurunkan dan mengarahkan ekspektasi inflasi serta
dalam menghadapi kejutan-kejutan inflasi.
5. Kebijakan moneter dengan ITF cukup fleksibel dalam merespon secara
simetris kejutan-kejutan inflasi dan dalam mengakomodasi kejutan-kejutan
inflasi temporer yang tidak berpengaruh pada pencapaian target dalam
jangka menengah.
6. Kebijakan moneter lebih secara jelas terfokus pada inflasi dan dapat lebih
ketat dengan penerapan ITF.
7. Independensi bank sentral dapat diperkuat dengan penerapan ITF.
8. Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas bank sentral diperkuat dengan
penerapan ITF.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: Indonesia 19

 ITF mulai diterapkan oleh Bank Indonesia sejak tahun 2000, dengan
berlakunya UU 23/1999. Namun krn masih berada dlm program IMF, operating
target yang digunakan masih dengan base money. Krnnya disebut “Inflation
Targeting Lite Country”. Baru mulai tahun 2005 (Juli) Bank Indonesia beralih
menjadi “Full-pledged inflation targeting” dengan menggunakan suku bunga
sebagai operating target.

Pengaturan institusional
 Dlm UU 23/1999 yang kemudian diamandemen dg UU 3/2004 terdapat
landasan yang kuat bagi penerapan inflation targeting framework di Indonesia
1. Tujuan BI adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai uang (inflasi
dan nilai tukar). Tetapi krn sistem nilai tukar flexisbel, maka ini berarti
inflasi merupakan tujuan yang diutamakan. BI tetap menjaga stabilitas
nilai tukar dalam konteks untuk meminimalkan pass-through effect-nya
ke inflasi. Tidak ada target nilai tukar.
2. Sasaran inflasi ditetapkan oleh Pemerintah dengan berkoordinasi dengan
BI (UU 3/2004). Sebelumnya, dlm UU 23/1999, sasaran inflasi ditetapkan
sendiri oleh BI (goal independence).
3. Sasaran inflasi ditetapkan pada awal tahun dengan mempertimbangkan
perkembangan dan prospek ekonomi dan keuangan.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: Indonesia 20

4. BI diberikan kewenangan penuh dlm menetapkan dan melaksanakan


kebijakan moneter untuk mencapai inflasi (instrument independence).
5. BI dilarang untuk memberikan pinjaman kepada pemerintah, termasuk
membeli surat utang negara pada pasar primer (no fiscal dominance).
Kecuali pembelian pd pasar primer untuk pemupukan stock instrumen
moneter dan pembelian di pasar sekunder dlm rangka OMO.

Proses perumusan kebijakan moneter


 Pada setiap awal tahun (minggu I Januari) dilakukan Rapat Dewan Gubernur
(RDG) untuk:
1. Evaluasi kebijakan moneter pada tahun sebelumnya
2. Penentuan sasaran inflasi serta arah kebijakan dan sasaran kebijakan
moneter pada tahun yang akan datang.
 Pada setiap triwulan diadakan RDG triwulanan (awal April, Juli, Oktober,
Januari) untuk menetapkan arah dan sasaran kebijakan moneter triwulanan.
 Pada setiap bulanan diadakah RDG bulanan untuk menetapkan sasaran
kebijakan dan pedoman operasi moneter bulan ybs.
 Pada setiap minggu diadakan RDG mingguan untuk menetapkan operasi
moneter pada minggu ybs.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: Indonesia 21

Target inflasi
 Sasaran inflasi jangka menengah, yaitu inflasi IHK sebesar 6% (dengan deviasi
+/- 1%) pada tahun 2007 dan 5 % +/- 1% pada tahun 2008. Strategi
penurunan inflasi secara gradual untuk meminimalkan dampak negatif thd
pertumbuhan ekonomi.
 Penggunaan sasaran inflasi IHK didasarkan pd pertimbangan untuk
memudahkan pemahaman masyarakat. Utk keperluan perumusan kebijakan
moneter, dimonitor inflasi inti yang diukur dg metode exclusion, yaitu dg
mengeluarkan komponen administered prices dan volatile food prices dari IHK
 Koordinasi BI dan Pemerintah dalam penetapan asumsi makro utk APBN

Monetary Policy Indicators


 Pada setiap RDG dianalisis perkembangan dan prospek berbagai variabel
makro-ekonomi dan keuangan, untuk menentukan arah pergerakan ekonomi
dan perkiraan inflasi ke depan. Bbrp indikator penting: (a) inflation forecast, (b)
headline vs core inflation, (c) leading inflation indicator, (c) output gap.
 Di samping data statistik ekonomi, data moneter dan perbankan, pasar uang
rupiah dan valas, juga dilakukan berbagai survei utk assesment prospek ke
depan (consumers confidence, business confidences, etc).
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

Inflation Targeting Framework: Indonesia 22

Fanchart inflation forecast Leading inflation indicator


18 18
(YoY %)
90 1.4
16 16
80
Inflasi (y-o-y)
14 14 1.3
LII + 8 bln
70
12 12
60
1.2
10 10
50

8 8
40 1.1

6 6
30
1
4 4 20

2 2 10
0.9
0 0 0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1998 1999 2000 20 01
-2 -2 -10 0.8
2000 2001 2002 2003

Output gap Headline vs Core inflation


p e rc e n ta g e
1 2 0 ,0 0 0 1 5 ,0 0 0 y -o -y
9 0

1 1 0 ,0 0 0 1 0 ,0 0 0 8 0
H e a d lin e In fla t io n
7 0 U n d e r ly in g In f la t io n
1 0 0 ,0 0 0 5 ,0 0 0
6 0

9 0 ,0 0 0 0 5 0

4 0
8 0 ,0 0 0 -5 ,0 0 0
3 0

7 0 ,0 0 0 G D P - 1 0 ,0 0 0 2 0
P o t e n t ia l
O u tp u t G a p 1 0
6 0 ,0 0 0 - 1 5 ,0 0 0
I I I II I IV I II III IV I II II I IV I II III IV I II III IV I II III IV I I I I II I V I II II I I V I I I III I V 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 111 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001
-1 0 1 9 9 7 1 9 9 8 19 9 9 2 0 0 0 2 0 0 1

 Berdasarkan assesment perkembangan dan prospek makroekonomi, moneter,


dan perbankan, ditentukan perkiraan pencapaian sasaran inflasi ke depan
sebagai dasar penentuan arah dan sasaran kebijakan moneter ke depan
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

23
Inflation Targeting Framework: Indonesia
 Penggunaan model dalam forecast inflasi dan makroekonomi:
1. MODBI: large-scale structural macroeconomic model.
2. SOFIE: medium-scale strcutural macroeconomic model (ECM).
3. GEMBI: dynamic general equilibirum macroecnomic model.
4. SSM: small-scale structural macroeconomic model.
5. BEER: behavioural equilibirum exchange rate model.
6. Indicator models: reduced forms, VAR for specific issues.
Operating target and instruments
 Selama dalam program IMF, operating target menggunakan base money.
Misalnya, utk tahun 2003 sasaran pertumbuhan uang primer sebesar 13%,
didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 3,5-4%, nilai tukar Rp8800-
9200, dan sasaran inflasi 9% (+/- 1%).
 Mulai tahun 2005, operating target dialihkan ke suku bunga jangka pendek (BI
Rate) dengan suatu kisaran tertentu (upper limit dan lower limit).
 Instrumen moneter yang dipergunakan: (a) OMO melalui lelang SBI mingguan,
(b) SBI repo, (c) fasilitas BI untuk absorpsi harian, (d) sterilisasi valas, dan (e)
fasilitas pendanaan jangka pendek dg jaminan sekuritas berkualitas tinggi.
Inflation Targeting and the Challenges

 Role of financial stability


 Stabilizing inflation does not guarantee stability of the financial
system (Axel Leijonhufvud [2007], “Monetary and Financial
Stability”, Policy Insight, CEPR, No.14, October)
 Historically, the major stages in the development of
financial markets and institutions have created novel
sources of instability
 Lesson from current turbulence in the global financial market
environment implies monetary policy should also consider
financial stability
 Monetary policy stance will not only be reflected in
inflation, but also in the financial markets. A constant
inflation rate does not imply that the monetary policy
stance is appropriate because an expansionary monetary
policy, for example, might cause asset price inflation

24
Inflation Targeting and the Challenges
 The role of the exchange rate:
• The Central Bank should not have any objective in mind with
regards to the level of exchange rate , but it might interfere
against the volatility in so far as it affects the stability of price
- Expanded Taylor Rule (2000) argued that an exchange rate
policy rule can legitimately be embedded in a Taylor rule
that is consistent with the broad objective of targeted
inflation rate and output gap.
- Schmidt-Hebbel and Werner (2002) studied the
econometrics of expanded Taylor Rule for Brazil, Chile and
Mexico
- A robust finding is that the effect of exchange rate
depreciations on real interest rates fails to be
significant; that is, there is no evidence that central
banks have consistently reacted to exchange rate
movements above and beyond their effects on inflation.
- Evidence that theses countries had not disclosed any
‘fear of floating’ and that their monetary rules had in
fact been on the conformist IT track
25
Inflation Targeting and the Challenges
 Inflation Persistence
 Central bank behavior and agents' learning play a pivotal role
in reducing inflation persistence
- Output gap behavior is one source of inflation persistence,
i.e. extrinsic persistence
 In the case of countries with high inflation persistence,
monetary policy should respond more aggressively to cost-
push shocks and real interest rate shocks in the presence of
uncertainty surrounding inflation inertia
- For the case of Indonesia, Alamsyah (2008) argues that
monetary policy should also consider a proportional
weight on output gap
12 10.9 Headline Inflation (%)
8.0 Core Inflation 2000-2007 (average, %)
% (yoy)
7.0
7.0
10 9.4
8.7 6.0
7.8 7.7
8 4.9
5.0
6 5.0 4.0
4.4
3.7 3.0
4
2.6 2.7 2.5
2.0 2.0
2 1.1
1.0
0
Indonesia Malaysia Philipina Thailand 0.0

1985 - 2005 1985 - 1997 2000 - 2007 Indonesia Filipina Thailand


26
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 27

 Kesimpulan: Inflation Targeting sebagai framework kebijakan moneter


mempunayi landasaran teoritis dan praktek yang semakin luas di banyak negara.
Dari bukti empiris penerapan ITF memberikan manfaat a.l. sbb:
 ITF berhasil membantu negara-negara yang menerapkannya dalam
menurunkan inflasi, mengarahkan ekspektasi inflasi, serta dalam menghadapi
kejutan-kejutan inflasi.
 ITF telah membantu menurunkan sacrifice ratio dan volatilitas output di
negara-negara yang menerapkannya ke tingkat yang mendekati kinerja
negara-negara maju yang tidak menerapkannya.
 ITF dapat membantu menurunkan dan Kebijakan moneter dengan ITF cukup
fleksibel dalam merespon secara simetris kejutan-kejutan inflasi dan dalam
mengakomodasi kejutan-kejutan inflasi temporer yang tidak berpengaruh
pada pencapaian target dalam jangka menengah.
 Independensi, Komunikasi, transparansi, dan akuntabilitas bank sentral
diperkuat dengan penerapan ITF.
 Implikasi Kebijakan dan penelitian: Perlunya penguatan penerapan ITF di
Indonesia termasuk penggunaan suku bunga sbg operating target a.l.:
 Kemampuan proyeksi inflasi dan pembentukan ekspektasi inflasi masyarakat.
 Peningkatan konsistensi dan kredibilitas kebijakan moneter dalam mencapai
sasaran inflasi yang ditetapkan.
 Penelitian untuk penguatan ITF di Indonesia masih banyak diperlukan.
Universitas Indonesia
Fakultas Ekonomi

28

Questions and Answers

Anda mungkin juga menyukai