Anda di halaman 1dari 33

DERMATITIS KONTAK ALERGI AKIBAT PAPARAN SEMEN

PADA PEKERJA BANGUNAN


 
 
(Manuskrip Penyakit Akibat Kerja)
 
Oleh:
Nikom Sonia Purohita, S.Ked
1818012045
 

 
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Pendahuluan
Penyakit kulit akibat kerja
merupakan salah satu penyakit Dermatitis kontak dikelompokkan
akibat kerja (occupational disease) Penyakit kulit akibat kerja menjadi dua. DKI disebabkan oleh
yang banyak terjadi pada yang paling umum terjadi zat bersifat iritan dan DKA
masyarakat dan merupakan adalah dermatitis kontak, disebabkan oleh alergen yang
penyakit akibat kerja kedua menimbulkan reaksi
terbanyak di Eropa setelah cidera yaitu sebanyak 70-90%. hipersensitivitas tipe IV.
musculoskeletal.1

Prevalensi DKAK pada proyek Laporan kasus ini disusun


Angka kejadian dermatitis konstruksi dan bangunan di Indonesia untuk mendapatkan
sulit didapat karena pada umumnya
kontak di Indonesia penderita DKAK dengan keluhan
gambaran kasus dermatitis
sangat bervariasi dan ringan tidak datang berobat atau kontak alergi pada pekerja
paling banyak diderita bahkan tidak mengeluh. Walaupun bangunan yang terpapar oleh
penyakit ini jarang membahayakan semen sesuai 7 langkah
oleh pekerja jiwa, namun dapat mempengaruhi
penegakan diagnosis penyakit
kualitas hidup penderita
akibat kerja.  
ILUSTRASI KASUS
• Tuan R, lelaki usia 53 tahun datang ke Puskesmas Karang Anyar dengan keluhan rasa gatal yang
dirasakan di bagian tangan terutama telapak, punggung tangan, pergelangan tangan, dan lengan
bawah sejak 3 hari. Keluhan gatal dirasakan terus menerus tidak dipengaruhi waktu. Di bagian
yang gatal timbul bintil-bintil merah.
• Dari anamnesis didapatkan bahwa keluhan serupa sudah muncul beberapa kali sejak kurang
lebih 1 tahun lalu namun hilang timbul. Awalnya pasien mengira bahwa pasien memiliki alergi
makanan. Namun, pasien mulai menyadari bahwa keluhan seringkali timbul ketika pasien pulang
dari bekerja.
• Pasien bekerja sebagai pekerja bangunan dan pasien mulai menyadari bahwa keluhannyan
sering kali muncul setelah pasien melakukan pekerjaan yang berkontak dengan semen. Sejak
keluhan muncul, pasien belum pernah mencari pengobatan ke dokter karena merasa keluhannya
masih bisa ditahan. Pasien hanya pernah membeli bedak untuk dioleskan di bagian yang gatal
dan mengkompres dengan air hangat. Biasanya, setelah dioleskan bedak, keluhan berkurang
sedikit namun tidak hilang.
• Saat ini keluhan dirasakan semakin gatal dan mengganggu pekerjaannya sehingga pasien
memutuskan datang ke Puskesmas.
ILUSTRASI KASUS
• Pasien mengatakan keluhan akan hilang dengan sendirinya ketika pasien berhenti berkontak
dengan semen dan memburuk jika pasien harus berkontak dengan semen dalam waktu yang
lama. Keluhan berupa rasa terbakar atau perih disangkal pasien.
• Dari riwayat penyakit dahulu didapatkan riwayat gatal dan bintil serupa seperti saat ini yang
timbul setelah pasien berkontak dengan semen.
• Untuk riwayat alergi makanan atau obat pasien mengaku tidak mengetahui. Riwayat penggunaan
losion, aksesoris, baju baru, atau benda lain di area yang gatal disangkal. Riwayat terkena bahan
kimia, detergen, atau bahan lain selain dari lingkungan pekerjaan juga disangkal. Riwayat
asma/sesak, sering bersin di pagi hari, biduran, dan penyakit kulit lain sebelumnya disangkal.
• Riwayat penyakit lain seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan yang lainnya tidak ada. Riwayat
keluhan serupa di keluarga disangkal. Riwayat alergi, asma, atau bersin-bersin di keluarga
disangkal namun pasien mengatakan ibu pasien dahulu sering biduran.
• Pasien mengatakan tidak ada keluhan serupa yang dialami oleh rekan kerja pasien. Beberapa
pekerja bangunan lainnya melakukan bagian kerja yang sama yang mengharuskan nuntuk
berkontak dengan semen namun tidak mengalami keluhan seperti pasien.
ANAMNESIS OKUPASI
• Pekerja bangunan. Proyek yang dikerjakan berupa
pembangunan rumah pribadi atau bangunan lain sektor
informal. Dalam setiap pengerjaan proyek bangunan, jumlah
Jenis Pekerjaan
DISCUSSION
pekerja berkisar 6-10 orang. Jarak tempuh dari rumah hingga
ke tempat kerja berkisar 1-8 km tergantung lokasi proyek.
Penghasilan pasien bervariasi tergantung dari proyek yang
sedang dikerjakan namun berkisar antara Rp.2.500.000 -
4.000.000/bulan.

. Bahan/material yang digunakan


• Semen, pasir, tanah, kerikil, besi beton,
batu bata, kayu, genteng/asbes, cat

Tempat Kerja
• Area pembangunan rumah atau
bangunan lain.
• Pasien sudah bekerja sebagai pekerja bangunan sejak kurang lebih 3
tahun. Status pasien sebagai buruh lepas. Pasien bekerja ±8 jam per

Lama Kerja hari, namun terkadang bisa hingga 9 jam. Dalam seminggu, pasien
bekerja 5-7 hari disesuaikan dengan proyek yang sedang dikerjakan.
Jam kerja antara jam 07.30.00-12.00 WIB kemudian istirahat pukul
12.00 – 13.00. Pekerjaan dimulai kembali pada pukul 13.00 – 16.30
WIB.

Uraian • Terdapat beberapa proses kerja yang harus dilalui dalam proses pembangunan
secara umum meliputi perancangan dan pembuatan pondasi dan kerangka
rumah, pembangunan dinding, pembangunan atap, pembuatan lantai,

Tugas
pembuatan plafon, pengecatan tembok, dan beberapa tahap lain yang terkait.
Secara keseluruhan pasien bekerja dalam posisi berdiri dan jongkok sesuai
bagian tugas yang sedang dikerjakan dan kontak bahan sesuai dengan yang
dibtuhkan saat itu.

Uraian •Pada semua proses kerja, pasien tidak menggunakan APD standar. Pasien hanya
menggunakan celana panjang, baju lengan panjang atau pendek, topi, sandal jepit
atau sepatu dan buff kain. Pada pengerjaan bangunan yang membutuhkan semen,

Tugas
alat yang digunakan berupa cangkul dan sekop. Bahan semen banyak menempel di
gagang cangkul dan sekop sehingga pasien berkontak di bagian tangan. Terkadang juga
menciprati bagian lengan pasien.
URAIAN TUGAS DAN PROSES KERJA

1 3

2 4

Pada proses pembangunan Pada proses


pondasi dan kerangka rumah, Pada proses pembuatan dinding atau pembangunan atap,
pasien dalam keadaan berdiri bagian lain yang membutuhkan adukan
semen dan pasir, maka pasien mengaduk
pasien berada di atap Pada proses pembuatan
dan membungkuk, bahan berdiri atau jongkok, lantai, pasien dalam keadaan
semen dengan pasir dalam keadaan berdiri
material yang digunakan dengan bahan yang
membungkuk, alat yang digunakan berupa jongkok dengan bahan yang
berupa kayu, paku, tanah, cangkul untuk mengaduk. Ketika digunakan berupa asbes,
pasir, batu kerikil, dan besi digunakan berupa adukan
penyusunan batu bata dilakukan, maka genteng, kayu atau
kerangka pondasi. perekat berupa adukan semen diambil kerangka atap lain. Tidak semen dan pasir serta
dengan menggunakan alat khusus sekop ada pengaman yang keramik.
untuk dioleskan ke batu bata.
digunakan
URAIAN TUGAS DAN PROSES KERJA

5 6

Pada proses kerja pembuatan Pada proses pengecatan,


plafon, pasien dalam posisi pasien dalam posisi berdiri
berdiri dan naik di tangga tanpa dengan alat yang digunakan
pengaman mekanik. Bahan yang berupa kuas, tangkai kuas
digunakan meliputi kayu/papan, cat, dan bahan cat. Tidak ada
lempengan plafon, atau bahan
pengaman atau APD
plafon lain.
tambahan yang digunakan.
IDENTIFIKASI BAHAYA POTENSIAL
Bahaya Potensia Masalah kesehatan Tempat kerja Lama Kerja
Fisika  Suhu Panas: miliaria, heat stroke, heat exhaustion, dehidrasi, Area pembangunan 8 jam
sinkope, heat cramps
 Radiasi UV: iritasi kulit, luka bakar, konjungtivitis, katarak
 Debu: gangguan pernapasan, alergi

Kimia  Cat: iritan dapat menyebabkan dermatitis kontak iritan Area pembangunan 8 jam
 Semen: Kromat pada semen dapat menyebabkan dermatitis
kontak alergi
 Logam berat pada besi: Gangguan dermatologis
 Debu
 Asbes : Asbestosis
Biologi  Jamur: Tinea, gatal-gatal, penyakit kulit lain
 Bakteri, virus : infeksi
Ergo-nomi  Posisi membungkuk: Low back pain Area pembangunan 8 jam
 Mengangkat beban dengan posisi tidak ergonomis : Low
back pain, gangguan muskuloskeletal lain.
 Lama kerja melebihi jam kerja standard: kelelahan dan stress
psikologis

Psikososial  Ketidakteraturan proyek kerja: stress psikologis Area pembangunan 8 jam


Hubungan pekerjaan dengan Penyakit yang
dialami Pasien

1. Pasien bekerja sebagai pekerja bangunan


2. Risiko berkontak dengan semen di terutama di daerah tangan
3. Semen mengandung khromat yang merupakan penyebab utama
dermatitis kontak alergi pada pekerja yang terpapar semen
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum dan TTV Status Generalis Status Lokalis

Keadaaan umum: Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorokan, mulut dalam Pada region palmar dan
Tampak sakit ringan, batas normal. Faring dan tonsil tidak ada kelainan. Tidak dorsum manus serta
tekanan darah: 126/70 ada pembesaran KGB leher. Pada thoraks, gerakan ekstensor antebrachii dektra
mmHg, frekuensi nadi: dinding dada dan fremitus taktil simetris, tidak et sinistra tampak vesikel dan
89x/menit, frekuensi didapatkan rhonki atau wheezing, kesan dalam batas papul multiper dengan dasar
nafas: 16 x/menit, normal. Jantung, ictus cordis tidak terlihat, pada palpasi
$30.99
eritematous tersebar diskret
suhu:36,9oC, berat teraba ictus cordis pada linea midclavicularis sinistra ICS
ukuran milier hingga
badan: 62 kg, tinggi V. Pada perkusi, batas jantung normal. Abdomen datar,
lentikuler dengan kesan
badan: 165 cm, IMT: tidak tampak lesi, tidak didapatkan organomegali
xerotik.
22.77 kg/m2 ataupun asites, kesan dalam batas normal. Ekstremitas
superior dan inferior, teraba hangat, tidak tampak
defomitas, tidak didapatkan edema.
DIAGNOSIS OKUPASI

• Dermatitis kontak alergi, dengan diagnosis banding: dermatitis kontak


alergi dan dermatitis kontak iritan

1. Diagnosa klinis
DIAGNOSIS OKUPASI

• Pajanan 8 jam perhari, 5-7 hari per minggu, selama 3 tahun terakhir. Namun, pajanan disesuaikan dengan
tahapan pembangunan dan bagian tugas. Pasien tidak terpajan semen setiap hari.

4. Besarnya pajanan
PENATALAKSANAAN
Umum

• Edukasi mengenai penyakit yang dialami pasien


dan hubungannya dengan pekerjaan pasien
• Menghindari atau meminimalisir paparan
terhadap alergen yaitu berupa semen Khusus: Medikamentosa
• Edukasi penggunaan APD yang sesuai berupa
helmet (pelindung kepala), sarung tangan, baju • Betamethasone valerate
lengan panjang, celana lengan panjang, sepatu
boot atau sepatu tertutup, ,pelindung mata, 0.1% applic part doll, 2 kali
masker, pengaman mekanik. sehari
• Melakukan pelaporan ke penyelenggara kerja • Cetirizine 1 x 10 mg sebagai
mengenai penyakit akibat kerja sehingga
diharapkan adanya kebijakan terkait kesehatan
terapi simtomatik
dan keselamatan kerja pada pasien dan
pegawai lain di sektor ini.
PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam


Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
TINJAUAN
PUSTAKA
Dermatitis kontak merupakan istilah
umum pada reaksi inflamasi akut atau
kronis dari suatu zat yang bersentuhan Banyak bahan kimia dapat
dengan kulit. Ada dua jenis dermatitis bertindak baik sebagai
kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan maupun alergen.
Sebanyak 80% dari
iritan (DKI) disebabkan oleh iritasi kimia
dermatitis kontak akibat
dan yang kedua dermatitis kontak kerja (Occupational
alergi (DKA) disebabkan oleh antigen Contact Dermatitis)
(alergen) dimana memunculkan reaksi adalah iritan dan 20%
hipersensitivitas tipe IV (cell-mediated alergi.
atau tipe lambat).
Ada banyak pekerjaan yang Dermatitis kontak alergi disebabkan
terpaparnya kulit dengan bahan yang
berhubungan dengan DKA
bersifat alergen. Pada yang kronis
dan hal itu berkaitan dengan terlihat kulit kering, berskuama, papul,
alergen yang sering terpapar likenifikasi dan mungkin juga fisur,
pada pekerjaan tertentu. batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit
dibedakan dengan dermatitis kontak
Ada pekerja industri tekstil,
iritan kronis karena mungkin
dokter gigi, pekerja penyebabnya juga campuran. Bila
konstruksi, elektronik dan dibandingkan dengan dermatitis
industri lukisan, rambut, kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit,
industri sektor makanan dan
karena hanya mengenai orang yang
logam, dan industri produk kulitnya sangat peka (hipersensitif).
pembersih
Penegakan Diagnosis
• Diagnosis DKA ditegakkan dengan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan uji
tempel.
• Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan,
hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan, pertanyaan personal
mengenai pakaian baru, sepatu lama, kosmetik, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi
lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
• Pemeriksaan fisik didapatkan eritema, edema dan papul dengan pembentukan vesikel
yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah.
• Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas, dan dapat meluas
ke daerah sekitarnya.
• Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas terhadap zat yang bersentuhan
dengan kulit sehingga alergen dapat ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil.
• Uji tempel dilakukan untuk konfirmasi dan diagnostik tetapi hanya dalam kerangka
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Menurut PERDOKI, penyakit akibat kerja dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

•Adalah penyakit yg mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan yg
. Penyakit Akibat Kerja sebab utama terdiri dari satu agen penyebab yg sudah diakui (evidance based). Sedangkan,
Penyakit Yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Related Disease) adalah penyakit yg
(Occupational Diseases) mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan penting
bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit

Penyakit diperberat oleh • Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja
pekerjaan atau Penyakit yang
tanpa adanya agen penyebab di tempat kerja, namun
mengenai Populasi Pekerja
(Disease affecting working dapat diperberat oleh kondisi lingkungan pekerjaan
population) yang buruk bagi kesehatan.

• Umumnya termasuk penyakit umum (yang ada


Penyakit bukan
pada masyarakat umum) dan pajanan tidak
Penyakit akibat kerja menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja.6
Secara umum Penyakit Akibat Kerja (PAK) mempunyai ciri-ciri yang harus diperhatikan yaitu

Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit yang diakibatkan.
Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi
Contoh adanya pajanan asbes secara evidence based akan mengakibatkan asbestosis,
daripada pada masyarakat umum
silika menyebabkan silikosis.
Penyakit Akibat Kerja dapat dicegah dengan melakukan tindakan preventif di tempat kerja. Dengan
melakukan diagnosis okupasi/ diagnosis penyakit akibat kerja, maka hal ini akan berkontribusi
terhadap:
Pengendalian pajanan berrisiko pada sumbernya

Identifikasi risiko pajanan baru secara dini

Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit dan/atau cedera

Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian penyakit atau kecelakaan

Perlindungan pekerja yang lain

Pemenuhan hak kompensasi pekerja

Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan penyakit


PEMBAHASAN
Ringkasan Kasus
Temuan yang mendukung diagnosis
dermatitis kontak
• keluhan gatal di telapak tangan, punggung tangan, • Keluhan gatal dan lesi kulit yang timbul 1-
pergelangan tangan, dan lengan bawah sejak 3 hari
2 hari setelah setelah pajanan semen
• Timbul bintil bintil merah di area yang gatal. • Timbulnya pada area terpajan yaitu
• Keluhan sudah sering timbul sejak kurang lebih 1
Penegakan tahun terakhir.
telapak, punggung, pergelangan tangan
dan lengan bawah
Diagnosis • Keluhan muncul 1-2 hari setelah pasien berkontak
Klinis dengan semen saat bekerja sebagai pekerja
Mendukung diagnosa DKA
bangunan. • Batas lesi yang tidak tegas.
• Tidak ada keluhan serupa pada pekerja lain yang • Gejala dominan yang dialami adalah
berkontak dengan semen.
berupa gatal, bukan perih atau rasa
• Tidak ditemui adanya paparan bahan lain seperti zat
terbakar.
kimia, detergen, losion, dan lainnya selain semen di • Onset 1-2 hari setelah terpapar
tempat kerja. • tidak adanya keluhan serupa pada
• Keluhan menghilang saat pasien berhenti berkontak
pekerja lain yang sama-sama berkontak
dengan semen.
dengan semen  Pada DKI, bahan iritan
• Status dermatologis: didapatkan pada regio palmar
penyebab dermatitis biasanya akan
dan dorsum manus serta ekstensor antebrachii
menimbulkan efek yang sama pada
dektra et sinistra tampak vesikel dan papul multiper
semua orang. Pada DKA, respon masing-
dengan dasar eritematous tersebar diskret ukuran
masing orang akan berbeda terhadap
milier hingga lentikuler dengan kesan xerotik.
paparan yang sama.
Pajanan yang Dialami
• Pasien bekerja sebagai buruh bangunan di area
pembangunan rumah atau bangunan lain.
• Selama proses kerja, pasien berkontak dengan
beberapa bahan bangunan seperti semen, pasir,
cat, tanah, kerikil, besi beton, batu bata, kayu,
genteng, dan asbes. • Pada dermatitis kontak, baik iritan maupun alergi,
• Keluhan muncul 1-2 hari setelah pasien berkontak keluhan akan secara khas muncul setelah terpapar
dengan semen dan terus berulang ketika pasien bahan penyebab dan berkurang atau menghilang
berkontak dengan semen. ketika paparan dihentikan.
• Ketika pasien berkontak dengan bahan lain, keluhan • Waktu munculnya keluhan tergantung dari bahan
tidak muncul. Keluhan akan berkurang dan yang terlibat dan reaksi yang terlibat.
menghilang ketika kontak dengan semen • Pada dermatitis kontak alergi melibatkan reaksi
dihentikan. hipersensitivitas tipe 4, keluhan pada fase akut akan
muncul pada 24-48 jam setelah terpapar bahan
lergen.
• Sedangkan pada DKI, gejala akan muncul lebih cepat
yaitu dalam hitungan menit-jam
Hubungan Pajanan dengan Diagnosa

•Berdasarkan evidence based, semen merupakan zat terpenting yang dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja (DKAK).

Berdasarkan
zat ter
dermati

•Dikromat adalah komponen alergi utama dalam semen. Semen juga mengandung nikel dan kobalt yang juga sangat bersifat alergen.

•Resin epoksi juga merupakan alergen penting lainnya dalam industri konstruksi. Kromium mengalami oksidasi pada level yang berbeda-beda dari 0-6.

• Hexavalent chromate (VI) memiliki potensi alergen tertinggi dan selalu menjadi
alergen pekerjaan penting dengan signifikansi klinis yang tinggi. Kromat inilah yang
berperan sebagai allergen yang menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe 4 dan
menyebabkan dermatitis kontak alergi
Faktor Individu yang
Besarnya Pajanan Berperan

• Pasien terpajan semen dengan intensitas


waktu yang berbeda-beda • Riwayat atopi di keluarga. Menurut literatur,
• Dalam sehari, waktu kerja selama 8 jam Dermatitis kontak alergi (DKA) tidak terkait dengan
atopi dan merupakan reaksi imunologi tipe IV yang
dengan hari kerja 5-7 hari seminggu dan
dimediasi terutama oleh limfosit yang sudah
sudah bekerja sebagai pekerja bangunan tersensitisasi sebelumnya. Sehingga, riwayat atopi
selama 3 tahun. tidak memiliki peran yang penting pada diagnosa
• Pada dermatitis kontak alergi, proses yang pasien.
terlibat adalah reaksi hipersensitivitas • Selama bekerja, pasien tidak menggunakan APD
tipe 4 (delayed hypersensitivity). sesuai. APD yang sesuai akan mengurangi paparan
• Pajanan akan melalui fase sensitasi terhadap bahan yang diduga sebagai alergen
maupun iritan.
sebelum akhirnya menyebabkan fase
• Tidak ada perlindungan khusus di daerah tangan
elitasi dan menimbulkan gejala.5 yang berkontak langsung dengan semen.
Diagnosis Penyakit Akibat
Pajanan di Luar Kerja
Pekerjaan
• Pada kasus ini, dermatitis kontak alergi yang
dialami oleh pasien memiliki satu penyebab
spesifik atau asosiasi kuat dengan pekerjaan yg
sebab utama terdiri dari satu agen penyebab yg
• Pajanan di luar pekerjaan tidak
ada.
sudah diakui (evidance based) yaitu kandungan
• Pasien tidak pernah berkontak kromat dalam semen.
dengan bahan-bahan lain yang • Atas dasar ini kemudian disimpulkan bahwa
berpotensi menjadi iritan atau pasien menderita penyakit akibat kerja
allergen di luar pekerjaan. dermatitis kontak alergi oleh karena paparan
semen
• ICD 10, L23. 5  Allergic contact dermatitis due to
other chemical products.13
Tatalaksana

• Prinsip tatalaksana non-medikamentosa DKA adalah menghindari alergen. Penghindaran ini


dilakukan dengan menggunakan APD dan menyesuaikan penugasan agar meminimalisir
kontak dengan semen.
• Perlu dilakukan juga pelaporan ke penyelenggara kerja dengan tujuan dibuatnya kebijakan
baik terhadap pasien maupun tehadap pekerja yang lain demi terciptanya kesehatan dan
keselamatan kerja di sector informal ini.
• Tatalaksana medikamentosa berupa pemberian kortikosteroid topiKal. Efek utama dari
pemberian Kortikosteroid topical pada epidermis adalah efek vasokonstriksi, efek
antiinflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek antiinflamasi akan mengan efektif
terhadap dermatoses yang disdasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis.
• Pemberian cetirizine sebagai antipruritus golongan antihistamin H1 bertujuan untuk
mengurangi keluhan gatal pada pasien.15
KESIMPULAN
•Diagnosa klinis pasien pada kasus ini adalah dermatitis kontak alergI

•Dari tujuh langkah diagnosis penyakit akibat kerja, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami penyakit akibat kerja dermatitis kontak aergi akibat paparan kromat pada semen di tepat kerja.

•Penatalaksanaan yang diberikan meliputi medikamentosa dan non-medikamentosa


SARAN
Bagi Pekerja Bagi Penyelenggara Kerja

1. Menghindari atau 1. Melaksanakan kesehatan dan


meminimalisir paparan keselamatan kerja bagi pekerja sesuai
dengan alergen yaitu semen standar untuk menghindarin penyakit
dengan cara menggunakan akibat kerja atau kecelakaan kerja.
APD yang sesuai saat bekerja 2. Memberikan bantuan kepada pasien
2. Segera mencari pengobatan karena keluhan pasien merupakan
jika memiliki keluhan ke penyakit kaibat kerja sehingga
fasilitas pelayanan kesehatan terdapat tanggung jawab dari
serta melakukan pelaporan ke penyelenggara kerja dalam proses
penyelenggara kerja. pengobatan Maupun penentuan
kebijakan kerja selanjutnya.
Daftar Pustaka
1. Witasari D, Sukanto H. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penelitian Retrospektif. BIKKK - Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin - Periodical of
Dermatology and Venereology. 26(3): 161-7.
 
2. Wardani HK, Mashoejono, Bustaman N. 2018. Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Pekerja Proyek Bandara. 3The
Indonesian Journal Of Occupational Safety And Health. 7(2):249-259
 
3. Soemarko DS. 2012. Penyakit Akibat Kerja. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
 
4. Djuanda A., Hamzah M, Aisah S, 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Irwin M, Arthur ZE, Klauss WK. Frank A, Lowel Ag, Stephen K. 2013. Fitzpatrick Dermatolofy In General Medicine. New York: Mc Graw Hillsprofessional.
6. Sulistyaningrum SK, Widaty S. Triestianawati W, Daili ES. 2011. Dermatitis Kontak Iritan Dan Alergik Pada Geriatri. Mdvi. 38(1):29-40.
 
7. Tersinanda TY, Rusyanti LM. 2015. Dermatitis Kontak Alergi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Denpasar.
 
8. Wirata G. 2017. Dermatitis Kontak Alergi. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana: Denpasar.
9. Sarma N. 2009. Occupational Allergic Contact Dermatitis Among Construction Workers In India. Indian Journal Of Dermatology. 54(2):137-41.
10.Wang BJ, Jyun DW, Shiann CS, Tung SS. 2011. Occupational Hand Dermatitis Among Cement Workers In Taiwan.
Journal Of The Formosan Medical Association. 110(12):775-9
11.Murphy PB, Hooten JN, Atwater AR, Mueller M. 2020. Allergic Contact Dermatitis. Statpearls Publishing; 2020 Jan-. Available From:
Https://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Books/Nbk532866. Diakese Pada 9 Oktober 2020.
 
12. Raymond W. 2001. Insiden Dan Pola Penyebab Dermatitis Kontak Alergi Akibat Kerja Pada Pekerja Konstruksu Bangunan Di Kodya Semarang. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang
 
13. WHO. 2015. International Stastitical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revision (ICD 10). WHO: Geneva.
 
14. Ardhie AM. 2004. Dermatitis dan Peran Steroid dalam Penanggulangannya. Dexa Media. 4(17):157-163.
 
15. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC:Jakarta.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai