Anda di halaman 1dari 20

SARI KEPUSTAKAAN

Hypersensitivity Reaction Cause


Acute Kidney Injury

• Pembimbing : dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD, K-AI


• Presentator: dr. Martina M. Silalahi
PENDAHULUAN
Ginjal dan sistem kekebalan tubuh saling terkait erat. Melalui ekspresi
berbagai hormon dan sel imun residen, ginjal berperan dalam pemeliharaan
dari homeostatis imun.

Selain itu, ginjal membantu pembersihan sitokin inflamasi dan lipopolisakarida


bakteri, bersamaan dengan pemeliharaan toleransi periferal terhadap antigen
yang bersirkulasi seperti protein makanan dan hormon.

Sistem kekebalan dapat menyebabkan perkembangan penyakit ginjal akut


hingga kronis, termasuk gagal ginjal.
DEFINISI AKI
AKI didefinisikan sebagai salah satu dari:
(1) peningkatan kreatinin serum (SCr) sebesar ≥0,3 mg/dl (≥26,5 mol/l) atau
>50% dari awal dalam 48 jam,
(2) peningkatan SCr menjadi ≥1,5 kali baseline yang diketahui atau
diperkirakan terjadi dalam 7 hari sebelumnya,
(3) volume urin < 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam.

AKI diklasifikasikan sebagai pre-renal, post-renal atau parenkim (juga dikenal


sebagai intrinsik) tergantung pada tempat cedera primernya.
DEFINISI HIPERSENSITIVITAS

Hipersensitivitas : keadaan
peningkatan reaktivitas
terhadap agen asing yang
biasanya diperoleh melalui
paparan sebelumnya terhadap
hal yang sama atau zat yang
berhubungan secara kimia.
KLASIFIKASI REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Tipe Hipersensitivitas
HIPERSENSITIVITAS DAN GANGGUAN GINJAL
HIPERSENSITIVITAS TIPE I

Anafilaksis
• Anafilaksis dapat menyebabkan syok distributif  iskemia otot rangka
menyebabkan pengurangan cepat sumber energi miosit dan kaskade reaksi
inflamasi yang menyebabkan cedera dan kematian miosit.
• Lisis miosit atau rhabdomyolysis melepaskan isi seluler ke dalam sirkulasi.
• Di India dilaporkan kasus seorang pria berusia 21 tahun tanpa diketahui
penyakit penyerta yang mengalami syok anafilaktik setelah mengkonsumsi
satu tablet paracetamol+ibuprofen dan ditemukan mengalami cedera ginjal
akut terkait rhabdomyolysis, yang membutuhkan hemodialisis.
HIPERSENSITIVITAS TIPE II
Anti-glomerular basement membrane (anti-GBM) = sindrom Goodpasture adalah penyakit
yang mewakili kerusakan vaskular parah yang disebabkan oleh autoantibodi  kopresentasi
dengan glomerulonefritis dan perdarahan paru karena penyebab apa pun. Pada penyakit anti-
GBM, pasien mengembangkan autoantibodi terhadap domain 1 nonkolagen (NC) dari rantai
α3orα5 dari kolagen tipe IV. Autoantigen baru juga telah diidentifikasi dalam anti- penyakit GBM.

Cedera Podosit akibat antibodi Anti-Podosit: Reseptor Phospholipase A2 (PLA2R), terdeteksi


pada 70% hingga 80% pasien sebagai antigen target pada podosit pasien dengan nefropati
membranosa (MN). Semua pasien dengan MN dan proteinuria harus menerima perawatan
suportif (yaitu, penghambat RAAS dan statin).Terapi imunosupresif dapat dimulai jika ada
setidaknya 1 faktor risiko untuk penyakit progresif atau dengan komplikasi serius SN.

Pemphigus vulgaris (PV) : penyakit autoimun bulosa yang menyerang kulit dan mukosa,
ditandai dengan akantolisis yang menghasilkan pembentukan lesi bulosa intraepitel. Penampakan
awal PV, diikuti sindrom nefrotik, menunjukkan kemungkinan efek PV dalam patogenesis
amiloidosis ginjal. Sayangnya, tidak ada data yang mengenai masalah ini: jumlah kecil kasus dan
tidak ada studi prospektif.
HIPERSENSITIVITAS TIPE III
Vaskulitis IgA = Henoch-Schönlein purpura: vaskulitis kompleks imun yang terutama menyerang
pembuluh darah kecil  purpura kulit, arthralgia dan atau arthritis, enteritis akut dan
glomerulonephritis. Jarang terjadi: 0,1 sampai 1,8 per 100.000 individu. Hematuria mikroskopis :
gejala awal yang paling sensitif dan sugestif nefropati, dan berhubungan dengan ekskresi protein
urin. Pada orang dewasa, gagal ginjal saat diagnosis sekitar 30%.

SLE: Pasien SLE memiliki varian genetik yang mengganggu toleransi imun terhadap autoantigen
inti, menyebabkan pembentukan kompleks imun. Agen terapeutik lini pertama pada nefritis lupus
tetap imunosupresan nonselektif seperti steroid, siklofosfamid, mikofenolat mofetil, dan azatioprin,
tetapi telah terjadi perkembangan pesat agen baru yang menargetkan tipe sel tertentu.

GN kompleks imun yang diinduksi Panitumumab, antibodi reseptor faktor pertumbuhan anti-
epidermal monoclonal IgG2 rekombinan untuk kanker kolorektal metastatis. Dilaporkan kasus GN
kompleks imun dengan pengobatan panitumumab. Biopsi ginjal : glomeruli membesar dengan
mesangium sedikit menebal, trombus di lumen kapiler, dan dinding kapiler dan endapan
mesangial dari IgA, IgG, dan C1q.
HIPERSENSITIVITAS TIPE IV
• Sindrom DRESS ( drug rash with eosinophilia
Drug-Induced Acute Interstisial Nephritis (DI-AIN) and systemic symptoms)
• Penyebab paling umum AIN : drug-induced, terkait • Onset tertunda, 2-8 minggu setelah memulai obat
infeksi, penyakit autoimun dan bentuk idiopatik. penyebab. Insiden 1 dalam 1.000 - 1 dalam
10.000, dengan mortalitas 10%. Rasio laki-
• DI-AIN: penyebab paling umum AKI yang ke-3 pada laki:perempuan = 0,8:1,0
pasien rawat inap. • Selain manifestasi kulit, juga ada keterlibatan
• Diagnosis DI-AIN didasarkan pada manifestasi organ internal
klinis dan laboratorium, gambaran morfologis ginjal • Sistem ginjal jarang terlibat. Efek pada ginjal 
yang khas pada biopsi, dan identifikasi agen hematuria, proteinuria dan ↑ BUN dan kreatinin.
penyebab. Dalam praktiknya, memenuhi ketiga • Pada suatu kasus dilaporkan pasien dengan
kriteria itu memiliki keterbatasan, terutama pada kekambuhan sindrom DRESS dan gangguan
pasien yang terpapar beberapa obat yang fungsi ginjal setelah penggunaan berulang PPI.
berpotensi memberatkan. Pasien mengalami gagal ginjal yang
membutuhkan terapi pengganti ginjal. Dalam
kasus ini, pasien kambuh 1 tahun setelah episode
awal DRESS karena pemberian ulang PPI, sampai
saat ini masih belum dapat dijelaskan.
Mekanisme kekebalan bawaan pada inflamasi ginjal
Mekanisme DI-AIN
Manifestasi Klinis DI-AIN
• Biasanya dimulai 7-10 hari setelah paparan obat dan risikonya tidak terkait dosis.
• Deposisi antibodi tidak terdeteksi dalam biopsi ginjal, dan respon imun dimediasi sel
T tipe tertunda umumnya terlibat.
• Oligosimptomatik.
• Kecurigaan klinis AIN pada pasien AKI biasanya bergantung pada adanya gejala umum
(malaise, anoreksia, artralgia), manifestasi hipersensitivitas (demam ringan, ruam kulit,
eosinofilia) dan temuan urinalisis khas AIN: mikrohematuria (jarang makroskopis atau
disertai dengan gips eritrosit), proteinuria non-nefrotik dan leukosituria.
• Piuria steril dan casts leukosit  petunjuk penting diagnostik AIN pada pasien AKI.
• Biopsi ginjal  mengkonfirmasi diagnosis AIN.
• Eosinofiluria telah lama dianggap sebagai tes diagnostik yang berguna untuk AIN yang
diinduksi obat. Namun, sebuah penelitian penting baru-baru ini telah sangat merusak
kepercayaan ini. Eosinofiluria ditemukan pada berbagai diagnosis.
Diagnosis Diferensial DI-AIN
Manajemen DI-AIN

Langkah terpenting: membuat diagnosis dan menghentikan obat penyebab.

Mengingat kurangnya data yang dipublikasikan, pengobatan dengan prednison (1


mg/kg/hari hingga 60 mg) selama 2-3 minggu, diikuti dengan penurunan dosis
selama 1-3 bulan  protokol pengobatan yang sering digunakan.

Dua studi memberikan bukti bahwa inisiasi dini terapi kortikosteroid berhubungan
dengan pemulihan fungsi ginjal yang lebih baik.
Algoritme
Manajemen AIN
Kesimpulan

Ginjal dan sistem kekebalan tubuh saling terkait erat. Sistem


kekebalan dapat menyebabkan perkembangan penyakit
ginjal akut hingga kronis, termasuk gagal ginjal.

Reaksi hipersensitivitas terbagi menjadi 4 tipe, dan masing-


masing tipe dapat berhubungan dengan gangguan di ginjal.

Manajemen cedera ginjal akibat hipersensitivitas dapat


berupa terapi simtomatik, pemberian steroid,
imunosupresan, terapi suportif hingga terapi pengganti ginjal.

Anda mungkin juga menyukai