Anggota :
Nyoman Widia Purnama Sari (02)
Julyan Dewi Rizkiyanti (05)
Sakilla Kholifah (08)
Hendri Saputra (19)
A. Strategi Rantai Pasokan
Rantai nilai (value chain) dimulai dari pengembangan produk baru yang menciptakan spesifikasi produk.
Pelayanan
Pemasaran Operasi Distribusi
pelanggan
Menurut Chopra dan Meindl (2013), ada tiga langkah untuk mencapai
strageic fit yaitu:
(1) memahami pelanggan dan ketidakpastian dari rantai pasok;
(2) memahami kemampuan rantai pasok;
(3) pencapaian strategi yang tepat.
Strategi Rantai Pasokan
Secara umum, permintaan pelanggan dari setiap segmen bisa sangat bervariasi mencakup beberapa
hal sebagai berikut:
1. Jumlah produk yang dibutuhkan untuk setiap lot-nya.
2. Waktu respons yang bisa ditolerir oleh pelanggan.
3. Variasi produk yang dibutuhkan.
4. Tingkat pelayanan yang dibutuhkan.
5. Harga produk.
6. Kecepatan inovasi suatu produk.
Pengaruh Kebutuhan Pelanggan Terhadap Implied
Demand Uncertainty
Korelasi Antara Implied Demand
Uncertainty dan Atribut Lain
Strategi Rantai Pasokan
Langkah ketiga dan terakhir dalam pencapaian strategi yang tepat adalah untuk memastikan
bahwa apa yang telah dilakukan dalam rantai pasok konsisten dengan kebutuhan pelanggan
dan ketidakpastian dalam rantai pasok. Tingkat responsiveness dari rantai pasok harus
konsisten dengan implied uncertainty. Kombinasi antara responsiveness supply chain dan
implied uncertainty dapat dilihat pada gambar berikut:
Zone Strategic Fit
B. Strategi Lead-Time
Dalam pandangan pelanggan, yang dinamakan lead-time adalah waktu yang dibutuhkan
untuk menunggu antara pemberian order sampai barang dikirimkan (the order to delivery
cycle). Sedangkan dalam pandangan pemasok, lead-time adalah waktu yang dibutuhkan
untuk mengkonversi sebuah order kedalam bentuk kas atau dalam bahasa sederhananya
adalah total waktu dalam hal modal kerja di mana sejak material pertama kali dibeli
sampai dengan pembayaran dari pelanggan diterima (the cash to cash cycle).
Strategi Lead-Time
Perhatian paling mendasar dalam cash to cash cycle adalah: berapa waktu yang dibutuhkan
untuk mengkonversi dari order menjadi dalam bentuk kas. Di dalam realitas, hal ini tidak hanya
menyangkut masalah berapa waktu yang dibutuhkan untuk membuat process order, mencetak
invoice dan menerima pembayaran. Hal ini juga menyangkut berapa lama produk dikeluarkan
sejak dari pengadaan bahan baku sampai dengan barang jadi, karena di seluruh proses tersebut
sejumlah sumber daya dipakai dan modal kerja dibutuhkan untuk pembiayaan. Waktu yang
dibutuhkan dihitung berdasarkan days of inventory atau seberapa banyak modal kerja dalam
bentuk persediaan untuk penjualan dalam bentuk harian.
Strategi Lead-Time
Goldratt mengemukakan pandangannya yang terkenal yaitu Optimized Production Technology (OPT) bahwa seluruh
aktivitas yang terkait dalam rantai logistik bisa dikategorikan sebagai bottleneck dan non-bottleneck. Bottleneck adalah
aktivitas yang paling lambat dalam keseluruhan rantai proses, bisa terjadi pada mesin atau pada aliran informasi seperti
order processing. Pada rantai bottleneck inilah yang bisa dilakukan perbaikan, sedangkan untuk yang non-bottleneck tidak
perlu dilakukan perbaikan karena tidak akan berpengaruh terhadap keseluruhan aktivitas.
OPT dilakukan untuk rekayasa pada sistem logistik yang mempunyai sasaran meningkatkan waktu secara keseluruhan
sementara pada saat yang bersamaan akan menurunkan persediaan di dalam sistem. Tujuannya adalah untuk menangani
seluruh proses bottleneck yang berdampak pada jumlah yang besar dan sedikit pengaturan pada sejumlah titik krusial,
sedangkan yang non-bottleneck harus diminimalkan jumlahnya meskipun lebih banyak membutuhkan pengaturan. Efek
dari keduanya akan menaikkan kecepatan aliran kerja sehingga akan menurunkan logistic lead time.
Strategi Lead-Time
Pengukuran kinerja diperlukan untuk mengatur strategi rantai pasok dan sesuai dengan tujuan prosesnya.
Dalam memastikan bahwa proses berpengaruh pada strategi rantai pasok, kinerja ditingkatkan secara
kontinyu menggunakan serangkaian matriks yang dirancang untuk setiap proses.
Pengukuran performansi untuk proses manajemen hubungan dengan konsumen akan dibutuhkan
untuk perancangan setiap area fungsional perusahaan. Tindakan dari perancangan pengukuran ini dapat
juga dengan melakukan pengembangan untuk setiap area fungsional. Apabila fokus perusahaan adalah
pada biaya, maka pengukuran kinerja harus dapat menggambarkan hal itu dengan baik.
Menilai dan Memperbaiki Proses Integrasi Eksternal
dan Kinerja Rantai Pasok
Perusahaan dapat mengeliminasi pemasok dengan kinerja yang tidak baik dan mencoba untuk
konsentrasi pada pengembangan hubungan yang dapat saling menguntungkan antara pemasok
dan juga konsumen. Pembangunan, perbaikan dan penguatan hubungan tersebut dilakukan
dengan melakukan proses integrasi eksternal. Proses integrasi dilakukan untuk memperbaiki
hubungan diantara partner rantai pasok serta untuk meningkatkan kinerja rantai pasok. Ketika
perusahaan sudah mencapai proses integrasi internal yang layak, perusahaan siap untuk
melakukan integrasi eksternal pada proses utama rantai pasok.
Memperluas Proses Integrasi pada Partner Rantai Pasok
Tingkatan kedua (second-tier)
Adanya hubungan rantai pasok yang semakin dipercaya dan matang serta software rantai
pasok yang digunakan untuk menghubungkan aplikasi ERP pada partner rantai pasok
menimbulkan kecenderungan untuk melakukan proses integrasi rantai pasok pada
tingkatan kedua dan diluarnya. Saat ini, software yang digunakan pemasok dalam rantai
pasok merupakan sistem yang berkembang yang dapat lebih mudah mengintegrasikan
dengan aplikasi lain, membantu partner dagang bertukar informasi dalam peramalan,
penjualan, pembelian dan penyimpanan.
Hambatan Proses Integrasi dalam Rantai Pasok
A. Collaborative Planning, Forecasting and
Replenishment (CPFR)
Peramalan Dengan Pendekatan Cpfr Untuk Manajemen Persediaan
CPFR pada dasarnya adalah proses peramalan yang berevolusi menjadi perangkat berbasis web yang
bertujuan untuk bertukar informasi secara internal dalam ‘shared web’ antar sesama partner dalam suatu
rantai pasok. Pertukaran informasi secara terbuka ini akan memberikan wawasan terhadap permintaan
yang lebih akurat dan berjangka panjang kepada seluruh anggota rantai pasok. Hambatan terbesar yang
umum dihadapi dalam penerapan sistem ini adalah adanya kekurangpercayaan antar partner sehingga
kolaborasi tidak berlangsung optimal.
Ada tiga (3) elemen penting dalam CPFR yaitu : collaborative demand planning, joint
capacity planning and synchronized order fulfillment.
B. Bullwhip Effect
Peningkatan variabilitas di dalam rantai persediaan ini dikenal sebagai bullwhip efect.
Untuk memahami dampak dari meningkatnya variabilitas pada rantai persediaan
sehingga mampu menentukan jumlah pesanan, pedagang besar harus mampu
meramalkan permintaan pedagang eceran.
Bullwhip Effect
Kurangnya kordinasi muncul karena setiap tingkatan yang berbeda dalam rantai pasok mempunyai tujuan
yang saling bertentangan atau kerena perpindahan informasi antar tahapan tertunda atau berubah. Setiap
tingkatan yang berbeda dalam rantai pasok mungkin memiliki tujuan yang bertentangan apabila setiap
tingkatan mempunyai pemilik yang berbeda. Hasilnya, masing-masing tingkatan berusaha memaksimalkan
keuntungannya, sehingga melakukan kegiatan yang dapat mengurangi profit total rantai pasok. Informasi
dapat berubah sepanjang perpindahan dalam rantai pasok karena informasi lengkap tidak disampaikan antara
tingkatan. Distorsi informasi ini semakin besar karena saat ini rantai pasok memproduksi beberapa jenis
produk dalam jumlah besar.
Bullwhip Effect