Anda di halaman 1dari 37

Tatalaksana Nyeri Kanker

dr. Radinal Mauludi


1806262146

Program Studi Ilmu Penyakit Dalam


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUD Kabupaten Tangerang
2022
• Nyeri kanker sering ditemukan dalam praktik
sehari-hari
• Pada pasien yang pertama kali datang
berobat, sekitar 30% pasien kanker disertai
PENDAHULU dengan keluhan nyeri
AN • Nyeri yang muncul dapat berasal dari kanker
itu sendiri, atau akibat penekanan sraf,
tulang, maupun organ lain

1. Raja SN, Carr DB, Cohen M, Finnerup NB, Flor H, Gibson S, et al. The revised international association for the study of pain definition of
pain: concepts, challenges, and compromises. Pain. 2020;161(9):1976-82.
Definisi
International Association for The Study of Pain (IASP)
• Nyeri  pengalaman sensoris dan emosional yang tidak nyaman, atau yang
menyerupainya, yang berkaitan dengan potensi atau kerusakan jaringan yang
sesungguhnya

• Catatan: nyeri adalah suatu pengalaman subjektif individu, selain berasal dari proses
fisiologis, juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis termasuk emosi, kognitif
dan motivasi. Faktor psikologis itu sendiri juga dapat dipengaruhi dengan faktor sosial
seperti etnik, kultur, dan situasi sosio-ekonomi pasien

1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009. p. 37-
74.
2. Portenoy RK, Ahmed E. Cancer pain syndromes. Hematol Oncol Clin. North Am. 2018;32(3): 371-86.
Epidemiologi

Higginson dkk: pada 2006-


2011 menumakan prevalensi
Nyeri sangat sering dijumpai Prevalensi nyeri pada kanker
nyeri saat pertama kali
pada pasien kanker, terutama berkisar 33%-50%, pada
terdiagnosis kanker adalah
stadium lanjut stadium lanjut > 70%
35%, dengan rata2 prevalensi
nyeri sedang-berat 46%.

1. Russo MM, Sundaramurthi T. An overview of cancer pain: epidemiology and pathophysiology Semin Oncol.
Nurs. 2019;35(3): 223-8.
Patofisiologi Nyeri
Sesuai dengan definisi nyeri yang dibuat oleh IASP, mekanisme dasar nyeri perlu dibedakan
dengan rangsang nosiseptif

Nosisepsi mengacu pada deteksi adanya stimulus berbahaya (noxius stimuli) oleh nosiseptor,
dilanjutkan dengan mekanisme transduksi dan transmisi stimulus saraf sensorik dari perifer ke
otak.
Sedangkan nyeri mengacu pada hasil apresiasi/persepsi dari proses di otak yang lebih
kompleks, yang melipatkan pengalaman emosional dan sensorik yang pernah dialami
sebelumnya
Oleh karena itu rasa nyeri bukan hanya persepsi langsung dari nosiseptif, melainkan juga
melibatkan interaksi dengan banyak input (atensi, afektif, variabel otonom, variabel imun dan
sebagainya)
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University
Press; 2009. p. 37-74.
2. Portenoy RK, Ahmed E. Cancer pain syndromes. Hematol Oncol Clin. North Am. 2018;32(3): 371-86.
Patofisiologi Nyeri
Nyeri Nosiseptif
Nyeri Neuropatik
Nyeri nosiseptif secara garis besar terjadi
melalui 4 proses. Proses pertama yaitu proses
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Ketika stimulus kimia, mekanik, atau termal Nyeri neuropatik didefinisikan oleh IASP
mencapai ambang batas intensitas yang sebagai nyeri yang disebabkan oleh lesi atau
berbahaya (noxious), stimulus tersebut akan penyakit pada sistem saraf somatosensorik.
dideteksi oleh nosiseptor yang terdapat pada Sistem somatosensorik berfungsi sebagai
serabut perifer di kulit, sendi, organ visera, sensor persepsi sentuhan, tekanan, nyeri,
tulang dan otot. Jaringan yang rusak akan temperatur, propiosepsi, dan vibrasi.
melepas berbagai faktor mediasi yang
menstimulus kanal transduksi, menyebabkan
inisiasi aksi potensial serabut saraf

1. Russo MM, Sundaramurthi T. An overview of cancer pain: epidemiology and pathophysiology Semin Oncol.
Nurs. 2019;35(3): 223-8.
• Pengkajian sangat penting untuk:
1. Identifikasi mekanisme penyebab nyeri
2. Tatalaksana nyeri yang tepat

Langkah awal: melalui autoanamnesis dan self


Pengkajian report mengenai nyeri yang dialami oleh
Nyeri pasien

Etiologi dan patofisiologi nyeri juga perlu


diketahui termaasuk: riwayat medis, faktor
psikososial, pemeriksaan fisik, radiologi, dan
laboratorium
Intensitas Nyeri
• Standar baku dari pengkajian nyeri, membantu
dalam proses evaluasi dan memilih terapi

• Alat pengkajian terstandar yang sering dipakai:


1. Visual analogue scale (VAS)
2. Verbal rating scale (VRS)
3. Numerical rating scale (NRS)

1. Fitzgibbon DR, Loser JD. Cancer pain: assessment, diagnosis, and management: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
Pengkajian Nyeri
• Visual Analogue Score
(VAS)
Pengkajian Nyeri
Numerical Rating Scale (dimodifikasi)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak                   Sangat
Nyeri Nyeri

Verbal Rating Scale (dimodifikasi)


Tidak nyeri 1

Nyeri sangat ringan 2

Nyeri ringan 3

Nyeri sedang 4

Nyeri sekali 5

Sangat nyeri sekali 6


• Beberapa studi telah menggunakan kategori tingkat
intensitas yaitu:

- nyeri ringan (skala 1-3)

Intensitas - nyeri sedang (4-7)

Nyeri - nyeri berat (8-10).

• Namun penggunaan kategori ini perlu dipertimbangkan


juga aspek usia, fungsi kognitif dan psikologis pasien
Pengkajian Nyeri
Panduan Pengkajian Komprehensif Pasien dengan Nyeri Kanker (ESMO
2018)

1. Kaji dan kaji ulang nyeri


• Penyebab, onset, tipe, lokasi, ada/tidaknya penjalaran nyeri, durasi, intensitas, jumlah
breaktrhrough cancer pain (BTP), sindroma nyeri, mekanisme patofisiologi, nyeri saat
istirahat/bergerak
• Adanya faktor pencetus dan tanda serta gejala yang berkaitan dengan nyeri
• Adanya faktor yang meringankan nyeri
• Penggunaan analgesik dan toleransi serta efektivitasnya
• Deskripsi kualitas nyeri: terkait nyeri somatik visera, atau nyeri neuropatik
1. Fallon M, Giusti R, Aielli F, Hoskin P, Rolke R, Sharma M, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO clinical practice
guidelines. Ann Oncol. 2018;29:iv166-iv91.
Pengkajian Nyeri
2. Kaji dan kaji ulang pasien

• Situasi klinis yaitu pemeriksaan fisik dan penunjang (laboratorium dan radiologi)
• Dampak nyeri pada aktivitas sehari-hari, pekerjaan, kehidupan sosial, pola tidur, makan, fungsi seksual, suasana hati dan
kesejahteraan pasien
• Dampak nyeri, penyakit dan terapi pada kondisi fisik, psikologis dan sosial
• Perlunya pengasuh, status psikologis, tingkat pengetahuan dari penyakit yang diderita, kecemasan, depresi dan adanya
keinginan bunuh diri, lingkungan sosial pasien, kualitas hidup, kebutuhan spiritual, masalah dalam komunikasi, gangguan
kepribadian
• Adanya dan intensitas dari tanda dan gejala fisik dan/atau emosi terkait dengan sindrom nyeri kanker.
• Adanya komorbiditas (contoh: diabetes, gagal ginjal atau hati, dsb)
• Status fungsional
• Adanya opiofobia atau miskonsepsi terkait terapi nyeri
• Penyalahgunaan alkohol atau narkoba

1. Fallon M, Giusti R, Aielli F, Hoskin P, Rolke R, Sharma M, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO clinical practice guidelines. Ann
Oncol. 2018;29:iv166-iv91.
Pengkajian Nyeri
3. Kaji dan kaji ulang kemampuan tim medis dalam berkomunikasi dengan pasien dan
keluarga

• Luangkan waktu bersama dengan pasien dan keluarga untuk memahami kebutuhan
pasien

1. Fallon M, Giusti R, Aielli F, Hoskin P, Rolke R, Sharma M, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO clinical practice guidelines. Ann Oncol. 2018;29:iv166-
iv91.
Pengkajian Nyeri
Lokasi
- Kanker dapat berdampak pada seluruh jaringan tubuh, termasuk
organ visera, tulang, jaringan lunak, dan saraf.
- Berdasarkan lokasi kanker yang diderita oleh pasien, lokasi nyeri
dapat biasanya menunjukkan apakah nyeri berkaitan dengan kanker
primer yang diderita atau merupakan suatu metastasis
Onset dan Variasi Durasi

- Nyeri akut biasanya terjadi selama dan setelah prosedur diagnostik tertentu
dan/atau berbagai terapi anti kanker, terutama nyeri pasca operasi setelah
intervensi bedah, nyeri selama kemoterapi, atau terapi radiasi
- penilaian pasien dengan nyeri kronis cenderung jauh lebih sulit dan kompleks.
Episode nyeri kronik pada pasien sering tidak jelas, faktor pencetusnya kurang
jelas, dan perjalanan penyakitnya memanjang dan bervariasi
• Sindrom Nyeri Akut terkait
Kanker atau Kelainan terkait Nyeri akut disebabkan langsung oleh kanker

Kanker Ruptur dari karsinoma sel hepar


Fraktur patologis dari metastasis (vertebrae atau tulang panjang)
Perforasi hollow viscus atau obstruksi akut
intestinal/bilier/uretra
Nyeri akut terkait infeksi
Herpes zoster dan neuralgia paska herpes

Nyeri akut terkait kejadian thrombosis


Deep vein thrombosis (DVT)-ekstremitas atas dan bawah
Obstruksi vena cava superior

1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
• Sindrom Nyeri Kronik terkait Nyeri kronik terkait kemoterapi
Terapi Anti Kanker Nyeri neuropati perifer
Sindrom Raynaud’s
Komplikasi tulang dari steroid jangka panjang

Nyeri kronik terkait terapi hormonal


Ginekomastia kronik
Fraktur kompresi osteoporotik

Nyeri akut terkait pembedahan


Sindrom pasca mastektomi
Nyeri pasca diseksi radikal leher
Nyeri pasca torakotomi
Frozen shoulder pasca torakotomi

1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
Tujuan akhir dari tatalaksana nyeri kanker menurut
NCCN dapat diukur dengan 5 “A”
1. Analgesia
Tatalaksana 2. Activities
3. Adverse effect
4. Aberrant drug taking
5. Affect.

1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
Terapi Non Farmakologis
Dukungan Psikososial
- Menginfokan ke pasien dan keluarga reaksi emosional terhadap nyeri adalah suatu hal yang lumrah dan akan
dievaluasi dan ditangani sebagai bagian dari pengelolaan nyeri
- Melakukan dukungan emosional pada pasien dan keluarga/pengasuh untuk memahami bahwa nyeri adalah masalah
yang perlu ditangani
- Membantu pasien dalam mengakses pengobatan jika diperlukan
- Nyatakan pada pasien bahwa tim medis akan berkerjasama dengan pasien untuk mengobatai masalah nyeri.
- Jelaskan dan diskusikan rencana terapi yang disetujui oleh pasien dan kemungkinan hasil yang didapat
- Kaji dampak pada keluarga atau orang penting bagi pasien lainnya

Dukungan Spiritual
- Sediakan konsultasi spiritual dan masalah eksistensial

Pelatihan
- Ajarkan keterampilan coping (untuk digunakan bersama dan bukan sebagai terapi pengganti analgesia yang adekuat) untuk meredakan
nyeri, meningkatkan kontrol diri, dan optimaliasai kualitas hidup.

Intervensi terintegrasi
- Modalitas kognitif : Imagery, hypnosis, biofeedback, Teknik penerimaan, Teknik pengalihan, Teknik relaksasi, CBT
- Modalitas nutrisi: konsultasi, rekomendasi diet, suplemen makanan
- Modalitas fisik: alat bantu tidur, mandi, berjalan. Teknik mengatur posisi, olahraga, masase, terapi dingin atau hangat, akupuntur
Terapi berdasarkan Intensitas Nyeri
• Nyeri ringan (skala 1-3 NCCN/1-2 SEOM)
Pada nyeri ringan, terapi yang dapat diberikan adalah golongan non-opioid dan adjuvan, kecuali terdapat
kontraindikasi akibat efek samping atau interaksi antar-obat. Pada pasien opioid toleran, kaji ulang kebutuhan opioid
dan turunkan dosis sesuai indikasi

• Nyeri sedang (skala 4-7 NCCN/3-6 SEOM)


Pada nyeri sedang, terapi non opioid dan adjuvan dapat tetap diberikan sesuai dengan indikasi ditambah dengan opioid
kerja singkat saat dibutuhkan as needed / pro re nata (prn). Dosis opioid dititrasi setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan.
Pilihan terapi opioid awal adalah oxycodone immediate release (IR) 1,5-5 mg, atau hydroxycodone 5 mg, atau
hydromorphone 2 mg, atau morfin sirup 5 mg, atau morfin tablet IR 7,5 mg (setengah tablet).
Jika penggunaan opioid kerja singkat lebih dari 4 kali dalam sehari, dapat dipertimbangkan penambahan opioid jangka
Panjang (long acting) sesuai kebutuhan dosis opioid harian; atau, pada opioid toleran, peningkatan dosis opioid LA.
Terapi berdasarkan Intensitas Nyeri
• Nyeri berat (skala  7 NCCN/ 8 SEOM)
Tatalaksana analgesik utama pada nyeri berat adalah opioid. Opioid dapat diberikan secara
oral, subkutan, maupun intravena. Pada pasien opioid naif, dosis opioid yang diberikan
adalah dosis inisial, contoh 5-15 mg morfin sulfat oral kerja cepat atau yang ekuivalen,
sedangkan pada opioid toleran dapat diberikan dosis 10%-20% dari total dosis opioid
dalam 24 jam sebelumnya.

Setelah pemberian obat, pengkajian nyeri dilakukan kembali setelah obat mencapai
puncak dosis (peroral 60 menit, SC 30 menit, IV 15 menit). Jika nyeri membaik maka terapi
dapat dilanjutkan seperlunya dalam 24 jam berikutnya; jika tidak membaik maka dapat
ditingkatkan dosisnya menjadi 50%-100%; jika nyeri membaik namun masih belum adekuat
maka dapat diulang pemberian dosis yang sama
Three-steps analgesic ladder
Breakthrough pain (BTP)

Breakthrough pain adalah episode peningkatan intensitas atau eksaserbasi nyeri pada nyeri kronis stabil
yang sudah tertangani dengan analgesik opioid rutin

BTP dapat muncul akibat akhir dosis opioid LA (end-of-dose failure pain), akibat aktivitas atau kejadian
tertentu, atau akibat proses penyakit.

Tatalaksana BTP mencakup pemberian “rescue dose” yaitu dosis tambahan opioid kerja singkat (opioid IR)
(10-20% dari total dosis opioid harian) yang dapat diberikan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan (as needed).
Rekomendasi: Fentanyk transmukosa (oral, bukal, sublingual, atau intranasal)
Golongan dan Contoh Terapi Farmakaologis Nyeri Kanker WHO

Golongan Obat Kelas Obat Contoh Obat


Parasetamol Parasetamol tablet orak dan sirup, rektal supositoria, injeksi IV
- Ibuprofen tablet oral dan sirup
Non Opioid - Ketorolac tablet oral dan injeksi IV
OAINS
- Aspirin tablet oral dan supositoria rektal
Opioid lemah Kodein tablet oral, sirup, dan injeksi
- Morfin tablet oral, sirup, dan injeksi
- Hydromorphone tablet oral dan sirup, injeksi, Oxycodone
Opioid tablet oral dan sirup
Opioid kuat Fentanyl injeksi, transdermal patch
-
- Metadon tabket oral, sirup, dan injeksi

- Dexamethasone tablet oral dan injeksi


Steroid - Metilprednisolon tablet oral dan injeksi
- Prednisolon tablet oral

Adjuvan - Amitriptilin tablet oral


Andidepresan - Venlafaksin tablet oral
Antikonvulsan Karbamazepin table oral dan injeksi
Bifosfonat Zaledronat injeksi
Terapi
Paracetamol

• sebagai lini pertama terapi nyeri kanker ringan yang mungkin tidak membutuhkan opioid.
• Parasetamol mencapai puncak konsentrasi dalam plasma dalam 30-60 menit dan batasan
dosis harian bergantung pada usia dan fungsi hati pasien.
• Lembaga Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) menyarankan dosis
maksimal parasetamol adalah 4 gram dan pada penggunaan secara berkelanjutan, NCCN
menyarankan dosis maksimal harian 3 gram atau kurang, untuk menghindari toksisitas
hati
Terapi
NSAID

• NSAID memiliki sifat analgesik dengan menghambat biosintesis prostaglandin dan


mediator inflamasi yang menginisiasi, mengidintensifikasi, dan yang menyebabkan nyeri
berkelanjutan

• Contoh NSAID yang umum diberikan adalah ibuprofen dengan dosis 4 x 400 mg sehari
(dosis maksimal 3,2 gram sehari) atau naproxen 2-3 × 220-500 mg (dosis maksimum 1500
mg), atau ketorolac 15-30 mg setiap 6 iam secara intravena.
Terapi
• Opioid

Kebanyakan opioid tersedia dalam bentuk immediate


release (IR) dan extended release (ER). Umumnya obat
opioid oral IR (terkecuali metadon) mencapai puncak
analgesik dalam 60-90 menit dan dapat memberikan
efek analgesik selama 4 jam pada pasien dengan fungsi
ginjal dan hati yang normal
Terapi
• Opioid tolerant : jika pernah mendapatkan morfin oral 60 mg per hari, fentanyl 25 mcg
per jam secara transdermal, oxycodone oral 30 mg per hari, hydromorphone oral 8 mg
per hari, oxymorphone oral 25 mg per hari, atau opioid lainnya dengan dosis analgesik
yang setara, selama 1 minggu atau lebih.

• Sedangkan jika pasien tidak tergolong toleran opioid maka pasien dapat disebut sebagai
"opioid naif”
Terapi Opioid
• Setelah pemberian dosis inisiasi atau perubahan dosis yang signifikan, perlu dilakukan
evaluasi efektivitas dan efek samping dalam waktu 24 jam, sehingga titrasi dapat segera
dilakukan jika terdapat efek samping atau tidak optimal. Eskalasi dosis dapat dilakukan
berdasarkan intensitas nyeri, efek onset dan durasi analgesik yang diharapkan

• Jika efek analgesik masih belum adekuat dan/atau dosis obat tidak dapat dititasi naik lagi
akibat efek samping obat, maka rotasi opioid lain dapat dipertimbangkan
Terapi Opioid
Rotasi Opioid dan konversi dosis
Jika efek analgesik masih belum adekuat dan/atau dosis obat tidak dapat dititrasi naik lagi
akibat efek samping obat, maka rotasi opioid lain dapat dipertimbangkan. Indikasi untuk
rotasi opioid lainnya yaitu biaya obat, keterbatasan pembiayaan asuransi, perubahan fungsi
ginjal/hati, disfagia

Untuk memulai penggantian/rotasi opioid, setelah menentukan dosis ekuianalgesik, jika


nyeri sudah terkontrol baik, maka dosis opioid pengganti dapat diturunkan 25-50% dari
dosis ekuivalen opioid sebelumnya. Jika rotasi opioid dilakukan pada nyeri yang tidak
terkontrol dengan baik, maka dosis opioid pengganti dapat langsung diberikan dengan
100% dosis ekuianalgesik.
Kisaran rasio dosis ekuivalen opioid terhadap morfin oral 30 mg IR berdasarkan WHO dan NCCN

Opioid Dosis Parenteral Dosis Oral Dosis Ekuivalen (Morfim PO 30 mg) Faktor IV ke PO Durasi Terapeutik (jam)

Morfin 10 30 1 3 3-6
Hidromorfon 1,5 7,5 4-5 2,5-5 2-5
Fentanyl (transdermal) 0,1 100-150 72

Metadon 8-12
Oksikodon 15-20 1,5-2 3-5
Hidrokodon 30-45 2/3 3-8
Oxymorhpone 1 10 3 10 3-6
Kodein/dihidrokodein 200 1/10 3-6
Tramadol 100 300 1/10 3 6
Tapentadol 75-100 1/3 4-6
Petidin 1/8 2-4
Buprenorphine (SL) 80 6-8
Terapi
Efek Samping Opioid

Efek samping dari opioid dapat dibagi menjadi 2 kategori:


1. Yang wajar, terantisipasi, dan dapat dicegah atau diobati
2. Yang tidak diantisipasi dan mungkin memerlukan perubahan dalam regimen opioid
Mual ringan, konstipasi, dan kantuk saat memulai dosis awal sering terjadi dan dapat
diantisipasi.
Menetapkan ekspektasi pasien terhadap efek samping yang wajar saat memberikan opioid
pertama kali dapat mencegah pasien menjadi frustasi dengan efek samping awal dan
menghentikan pengobatan sendiri
Obat Penggunaan klinis
Antidepressan Nyeri neuropatik

Terapi (amitriptilin, nortriptilin, imipramine, desipramin)

Antikonvulsan Nyeri neuropatik

• Terapi Adjuvan (pregabalin, karbamazepin, fenitoin)

NMDA resptor antagonis Nyeri resiten terhadap opioid

Benzodiasepin (diazepam) Spasme otot

Bifosfonat (zoledronate, pamidronate) Nyeri metastasis tulang

Anestesi lokal (lidokain) Nyeri neuropatik lokal

Relaksan otot (baclofen) Nyeri neuropatik

Kortikosteroid Kompresi saraf spinal, mual, anoreksia, astenia, nyeri


(deksametason, prednisone) dengan komponen inflamasi
Terapi
• Intervensi Invasif

- Dapat dipertimbangkan khususnya pada pasien yang telah mendapat terapi farmakologis
maksimal namun tidak mencapai efek analgesik yang diinginkan, terbatas akibat efek
sampingnobat, ataupun preferensi pasien
- Terapi ini umumnya mencakup memodifikasi konduksi saraf baik secara reversibel
(menggunakan agen reversibel melalui injeksi atau pemasangan kateter) atau secara
ireversibel (prosedur neurodestruktif), dan terapi radiasi.
Kesimpulan
1. Nyeri sebagai pengalaman yang dialami secara subjektif oleh fisiologis hingga faktor
psikologis.
2. Terkait dampak negatif yang timbul dari nyeri kanker ini, penting untuk kita dapat
memaham: terkait klasifikasi, etiologi, mekanisme, pola durasi, hingga jenis tumor dan
sindrom kanker lain yang berkaitan dengan nyeri kanker yang dialami oleh pasien.
3. Tatalaksana yang adekuat dapat menjadi solusi untuk menangani nyeri kanker yang
dialami pasien agar dapat membantu dalam peningkatan kualitas hidup pasien sampai
penurunan dalam aspek biaya medis yang ditimbulkan oleh nyeri kanker tersebut.
4. Tatalaksana nyeri yang diberikan kepada pasien diharapkan dapat mencapai efek
seminimal mungkin nyeri yang dirasakan oleh pasien
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai