1. Raja SN, Carr DB, Cohen M, Finnerup NB, Flor H, Gibson S, et al. The revised international association for the study of pain definition of
pain: concepts, challenges, and compromises. Pain. 2020;161(9):1976-82.
Definisi
International Association for The Study of Pain (IASP)
• Nyeri pengalaman sensoris dan emosional yang tidak nyaman, atau yang
menyerupainya, yang berkaitan dengan potensi atau kerusakan jaringan yang
sesungguhnya
• Catatan: nyeri adalah suatu pengalaman subjektif individu, selain berasal dari proses
fisiologis, juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis termasuk emosi, kognitif
dan motivasi. Faktor psikologis itu sendiri juga dapat dipengaruhi dengan faktor sosial
seperti etnik, kultur, dan situasi sosio-ekonomi pasien
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009. p. 37-
74.
2. Portenoy RK, Ahmed E. Cancer pain syndromes. Hematol Oncol Clin. North Am. 2018;32(3): 371-86.
Epidemiologi
1. Russo MM, Sundaramurthi T. An overview of cancer pain: epidemiology and pathophysiology Semin Oncol.
Nurs. 2019;35(3): 223-8.
Patofisiologi Nyeri
Sesuai dengan definisi nyeri yang dibuat oleh IASP, mekanisme dasar nyeri perlu dibedakan
dengan rangsang nosiseptif
Nosisepsi mengacu pada deteksi adanya stimulus berbahaya (noxius stimuli) oleh nosiseptor,
dilanjutkan dengan mekanisme transduksi dan transmisi stimulus saraf sensorik dari perifer ke
otak.
Sedangkan nyeri mengacu pada hasil apresiasi/persepsi dari proses di otak yang lebih
kompleks, yang melipatkan pengalaman emosional dan sensorik yang pernah dialami
sebelumnya
Oleh karena itu rasa nyeri bukan hanya persepsi langsung dari nosiseptif, melainkan juga
melibatkan interaksi dengan banyak input (atensi, afektif, variabel otonom, variabel imun dan
sebagainya)
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University
Press; 2009. p. 37-74.
2. Portenoy RK, Ahmed E. Cancer pain syndromes. Hematol Oncol Clin. North Am. 2018;32(3): 371-86.
Patofisiologi Nyeri
Nyeri Nosiseptif
Nyeri Neuropatik
Nyeri nosiseptif secara garis besar terjadi
melalui 4 proses. Proses pertama yaitu proses
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Ketika stimulus kimia, mekanik, atau termal Nyeri neuropatik didefinisikan oleh IASP
mencapai ambang batas intensitas yang sebagai nyeri yang disebabkan oleh lesi atau
berbahaya (noxious), stimulus tersebut akan penyakit pada sistem saraf somatosensorik.
dideteksi oleh nosiseptor yang terdapat pada Sistem somatosensorik berfungsi sebagai
serabut perifer di kulit, sendi, organ visera, sensor persepsi sentuhan, tekanan, nyeri,
tulang dan otot. Jaringan yang rusak akan temperatur, propiosepsi, dan vibrasi.
melepas berbagai faktor mediasi yang
menstimulus kanal transduksi, menyebabkan
inisiasi aksi potensial serabut saraf
1. Russo MM, Sundaramurthi T. An overview of cancer pain: epidemiology and pathophysiology Semin Oncol.
Nurs. 2019;35(3): 223-8.
• Pengkajian sangat penting untuk:
1. Identifikasi mekanisme penyebab nyeri
2. Tatalaksana nyeri yang tepat
1. Fitzgibbon DR, Loser JD. Cancer pain: assessment, diagnosis, and management: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
Pengkajian Nyeri
• Visual Analogue Score
(VAS)
Pengkajian Nyeri
Numerical Rating Scale (dimodifikasi)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak Sangat
Nyeri Nyeri
Nyeri ringan 3
Nyeri sedang 4
Nyeri sekali 5
• Situasi klinis yaitu pemeriksaan fisik dan penunjang (laboratorium dan radiologi)
• Dampak nyeri pada aktivitas sehari-hari, pekerjaan, kehidupan sosial, pola tidur, makan, fungsi seksual, suasana hati dan
kesejahteraan pasien
• Dampak nyeri, penyakit dan terapi pada kondisi fisik, psikologis dan sosial
• Perlunya pengasuh, status psikologis, tingkat pengetahuan dari penyakit yang diderita, kecemasan, depresi dan adanya
keinginan bunuh diri, lingkungan sosial pasien, kualitas hidup, kebutuhan spiritual, masalah dalam komunikasi, gangguan
kepribadian
• Adanya dan intensitas dari tanda dan gejala fisik dan/atau emosi terkait dengan sindrom nyeri kanker.
• Adanya komorbiditas (contoh: diabetes, gagal ginjal atau hati, dsb)
• Status fungsional
• Adanya opiofobia atau miskonsepsi terkait terapi nyeri
• Penyalahgunaan alkohol atau narkoba
1. Fallon M, Giusti R, Aielli F, Hoskin P, Rolke R, Sharma M, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO clinical practice guidelines. Ann
Oncol. 2018;29:iv166-iv91.
Pengkajian Nyeri
3. Kaji dan kaji ulang kemampuan tim medis dalam berkomunikasi dengan pasien dan
keluarga
• Luangkan waktu bersama dengan pasien dan keluarga untuk memahami kebutuhan
pasien
1. Fallon M, Giusti R, Aielli F, Hoskin P, Rolke R, Sharma M, et al. Management of cancer pain in adult patients: ESMO clinical practice guidelines. Ann Oncol. 2018;29:iv166-
iv91.
Pengkajian Nyeri
Lokasi
- Kanker dapat berdampak pada seluruh jaringan tubuh, termasuk
organ visera, tulang, jaringan lunak, dan saraf.
- Berdasarkan lokasi kanker yang diderita oleh pasien, lokasi nyeri
dapat biasanya menunjukkan apakah nyeri berkaitan dengan kanker
primer yang diderita atau merupakan suatu metastasis
Onset dan Variasi Durasi
- Nyeri akut biasanya terjadi selama dan setelah prosedur diagnostik tertentu
dan/atau berbagai terapi anti kanker, terutama nyeri pasca operasi setelah
intervensi bedah, nyeri selama kemoterapi, atau terapi radiasi
- penilaian pasien dengan nyeri kronis cenderung jauh lebih sulit dan kompleks.
Episode nyeri kronik pada pasien sering tidak jelas, faktor pencetusnya kurang
jelas, dan perjalanan penyakitnya memanjang dan bervariasi
• Sindrom Nyeri Akut terkait
Kanker atau Kelainan terkait Nyeri akut disebabkan langsung oleh kanker
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
• Sindrom Nyeri Kronik terkait Nyeri kronik terkait kemoterapi
Terapi Anti Kanker Nyeri neuropati perifer
Sindrom Raynaud’s
Komplikasi tulang dari steroid jangka panjang
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
Tujuan akhir dari tatalaksana nyeri kanker menurut
NCCN dapat diukur dengan 5 “A”
1. Analgesia
Tatalaksana 2. Activities
3. Adverse effect
4. Aberrant drug taking
5. Affect.
1. Bruera ED, Portenoy RK. Cancer pain syndromes. In: Koh M, Portenoy RK, editors. Cancer pain: assessment and management: Cambridge University Press; 2009.
p. 37-74.
Terapi Non Farmakologis
Dukungan Psikososial
- Menginfokan ke pasien dan keluarga reaksi emosional terhadap nyeri adalah suatu hal yang lumrah dan akan
dievaluasi dan ditangani sebagai bagian dari pengelolaan nyeri
- Melakukan dukungan emosional pada pasien dan keluarga/pengasuh untuk memahami bahwa nyeri adalah masalah
yang perlu ditangani
- Membantu pasien dalam mengakses pengobatan jika diperlukan
- Nyatakan pada pasien bahwa tim medis akan berkerjasama dengan pasien untuk mengobatai masalah nyeri.
- Jelaskan dan diskusikan rencana terapi yang disetujui oleh pasien dan kemungkinan hasil yang didapat
- Kaji dampak pada keluarga atau orang penting bagi pasien lainnya
Dukungan Spiritual
- Sediakan konsultasi spiritual dan masalah eksistensial
Pelatihan
- Ajarkan keterampilan coping (untuk digunakan bersama dan bukan sebagai terapi pengganti analgesia yang adekuat) untuk meredakan
nyeri, meningkatkan kontrol diri, dan optimaliasai kualitas hidup.
Intervensi terintegrasi
- Modalitas kognitif : Imagery, hypnosis, biofeedback, Teknik penerimaan, Teknik pengalihan, Teknik relaksasi, CBT
- Modalitas nutrisi: konsultasi, rekomendasi diet, suplemen makanan
- Modalitas fisik: alat bantu tidur, mandi, berjalan. Teknik mengatur posisi, olahraga, masase, terapi dingin atau hangat, akupuntur
Terapi berdasarkan Intensitas Nyeri
• Nyeri ringan (skala 1-3 NCCN/1-2 SEOM)
Pada nyeri ringan, terapi yang dapat diberikan adalah golongan non-opioid dan adjuvan, kecuali terdapat
kontraindikasi akibat efek samping atau interaksi antar-obat. Pada pasien opioid toleran, kaji ulang kebutuhan opioid
dan turunkan dosis sesuai indikasi
Setelah pemberian obat, pengkajian nyeri dilakukan kembali setelah obat mencapai
puncak dosis (peroral 60 menit, SC 30 menit, IV 15 menit). Jika nyeri membaik maka terapi
dapat dilanjutkan seperlunya dalam 24 jam berikutnya; jika tidak membaik maka dapat
ditingkatkan dosisnya menjadi 50%-100%; jika nyeri membaik namun masih belum adekuat
maka dapat diulang pemberian dosis yang sama
Three-steps analgesic ladder
Breakthrough pain (BTP)
Breakthrough pain adalah episode peningkatan intensitas atau eksaserbasi nyeri pada nyeri kronis stabil
yang sudah tertangani dengan analgesik opioid rutin
BTP dapat muncul akibat akhir dosis opioid LA (end-of-dose failure pain), akibat aktivitas atau kejadian
tertentu, atau akibat proses penyakit.
Tatalaksana BTP mencakup pemberian “rescue dose” yaitu dosis tambahan opioid kerja singkat (opioid IR)
(10-20% dari total dosis opioid harian) yang dapat diberikan setiap 3-4 jam sesuai kebutuhan (as needed).
Rekomendasi: Fentanyk transmukosa (oral, bukal, sublingual, atau intranasal)
Golongan dan Contoh Terapi Farmakaologis Nyeri Kanker WHO
• sebagai lini pertama terapi nyeri kanker ringan yang mungkin tidak membutuhkan opioid.
• Parasetamol mencapai puncak konsentrasi dalam plasma dalam 30-60 menit dan batasan
dosis harian bergantung pada usia dan fungsi hati pasien.
• Lembaga Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA) menyarankan dosis
maksimal parasetamol adalah 4 gram dan pada penggunaan secara berkelanjutan, NCCN
menyarankan dosis maksimal harian 3 gram atau kurang, untuk menghindari toksisitas
hati
Terapi
NSAID
• Contoh NSAID yang umum diberikan adalah ibuprofen dengan dosis 4 x 400 mg sehari
(dosis maksimal 3,2 gram sehari) atau naproxen 2-3 × 220-500 mg (dosis maksimum 1500
mg), atau ketorolac 15-30 mg setiap 6 iam secara intravena.
Terapi
• Opioid
• Sedangkan jika pasien tidak tergolong toleran opioid maka pasien dapat disebut sebagai
"opioid naif”
Terapi Opioid
• Setelah pemberian dosis inisiasi atau perubahan dosis yang signifikan, perlu dilakukan
evaluasi efektivitas dan efek samping dalam waktu 24 jam, sehingga titrasi dapat segera
dilakukan jika terdapat efek samping atau tidak optimal. Eskalasi dosis dapat dilakukan
berdasarkan intensitas nyeri, efek onset dan durasi analgesik yang diharapkan
• Jika efek analgesik masih belum adekuat dan/atau dosis obat tidak dapat dititasi naik lagi
akibat efek samping obat, maka rotasi opioid lain dapat dipertimbangkan
Terapi Opioid
Rotasi Opioid dan konversi dosis
Jika efek analgesik masih belum adekuat dan/atau dosis obat tidak dapat dititrasi naik lagi
akibat efek samping obat, maka rotasi opioid lain dapat dipertimbangkan. Indikasi untuk
rotasi opioid lainnya yaitu biaya obat, keterbatasan pembiayaan asuransi, perubahan fungsi
ginjal/hati, disfagia
Opioid Dosis Parenteral Dosis Oral Dosis Ekuivalen (Morfim PO 30 mg) Faktor IV ke PO Durasi Terapeutik (jam)
Morfin 10 30 1 3 3-6
Hidromorfon 1,5 7,5 4-5 2,5-5 2-5
Fentanyl (transdermal) 0,1 100-150 72
Metadon 8-12
Oksikodon 15-20 1,5-2 3-5
Hidrokodon 30-45 2/3 3-8
Oxymorhpone 1 10 3 10 3-6
Kodein/dihidrokodein 200 1/10 3-6
Tramadol 100 300 1/10 3 6
Tapentadol 75-100 1/3 4-6
Petidin 1/8 2-4
Buprenorphine (SL) 80 6-8
Terapi
Efek Samping Opioid
- Dapat dipertimbangkan khususnya pada pasien yang telah mendapat terapi farmakologis
maksimal namun tidak mencapai efek analgesik yang diinginkan, terbatas akibat efek
sampingnobat, ataupun preferensi pasien
- Terapi ini umumnya mencakup memodifikasi konduksi saraf baik secara reversibel
(menggunakan agen reversibel melalui injeksi atau pemasangan kateter) atau secara
ireversibel (prosedur neurodestruktif), dan terapi radiasi.
Kesimpulan
1. Nyeri sebagai pengalaman yang dialami secara subjektif oleh fisiologis hingga faktor
psikologis.
2. Terkait dampak negatif yang timbul dari nyeri kanker ini, penting untuk kita dapat
memaham: terkait klasifikasi, etiologi, mekanisme, pola durasi, hingga jenis tumor dan
sindrom kanker lain yang berkaitan dengan nyeri kanker yang dialami oleh pasien.
3. Tatalaksana yang adekuat dapat menjadi solusi untuk menangani nyeri kanker yang
dialami pasien agar dapat membantu dalam peningkatan kualitas hidup pasien sampai
penurunan dalam aspek biaya medis yang ditimbulkan oleh nyeri kanker tersebut.
4. Tatalaksana nyeri yang diberikan kepada pasien diharapkan dapat mencapai efek
seminimal mungkin nyeri yang dirasakan oleh pasien
TERIMA KASIH