HUKUM TATA NEGARA

(CONSTITUTIONAL LAW)

OLEH:
PROF. Dr. I DEWA GEDE ATMADJA, S.H., M.S.
FAKULTAS HUKUM
UNWAR
2018
 BAB IV TEORI-TEORI DASAR DALAM HTN

1. TEORI CITANEGARA (STAATS IDEA THEORIE)

KONSEP CITA NEGARA ADALAH HAKEKAT YANG PALING DALAM BAGI SUATU NEGARA UNTUK
MENENTUKAN BENTUK NEGARA.
SOEPOMO (dalam pidatonya di depan Sidang BPUPKI, 31 Mei 1945) MENYATAKAN 3 TEORI CITA NEGARA,Yaitu:
(1) TEORI INDIVIDUALITIS MENJELASKAN BAHWA NEGARA ITU DIBENTUK ATAS DASAR
PERJANJIAN/KOTRAK ANTAR INDIVIDU-INDIVIDU DALAM MASYARAKAT. SUSUNAN NEGARA
INDIVIDUALISME TERDAPAI di AS & EROPAH BARAT.
(2) TEORI GOLONGAN/ KLASS MENJELASKAN BAHWA NEGARA DIBENTUK OLEH KLASS/ GOLONGAN
YANG KUAT (KUM BORJUIS/KAPITALIS) UNTUK MENINDAS KLASS YANG LEMAH EKONOMINYA (KAUM
BURUH=PROLETAR). DIAJARKAN OLEH KARL MARX & FREDERICH ENGGEL BAPAK AJARAN
KOMUNISME.
(3) TEORI INTEGRALISTIK MENJELASKAN BAHWA NEGARA DIBENTUK UNTUK
MENJAMIN SEGALA GOLONGAN, SEGALA BAGIAN SEMUA ANGGOTA MASYAKAT BERHUBUNGAN ERAT
SATU SAMA LAIN DAN MERUPAKAN PERSATUAN MASYARAKAT YANG ORGANIS. DIAJARKAN OLEH SPINOZA &
FREDERICH HEGEL.
SOEPOMO MENGUSULKAN AGAR INDONESIA DALAM MENDIRIKAN NEGARA MENGANUT “TEORI CITA NEGARA
INTEGRALISTIK. TETAPI TERNYATA INDONESIA MENURUT UUD 1945 MENGANUT CITA NEGARA/IDE NEGARA
KEDAULATAN RAKYAT BERDASARKAN PANCASILA.
 CATATAN: TENTANG TERJADINYA/LAHIRNYA CITA/IDE NEGARA DIKEMUKAKAN OLEH BIEREN DE HAAN (AHLI
SOSIOLOGI) BAHWA NEGARA ITU LEMBAGA MASYARAKAT. CITA/IDE YANG HIDUP DALAM MASYARAKAT
YANG MENG-ORGANISASIKAN DIRI KE DALAM NEGARA ITULAH MENJELMA MENJADI CITA NEGARA

MENURUT SCHEPER MERINCI CITA NEGARA DALAM 8 JENIS, SBB:

1. NEGARA KEKUASAAN (MAACHTSTAAT), TOKOHNYA MACHIAVELLI.
2. NEGARA HUKUM (RECHTSSTAAT), TOKOHNYA Prof. KRABE.
3. NEGARA KERAKYATAN (VOLKSSTAAT) TOKOHNYA J.J. ROUSSEAU.
4. NEGARA KLAS (KLASSSTAAT), TOKOHNYA KARL MARX.
5. NEGARA LIBERAL (LIBERALE STAAT), TOKOHNYA JOHN STUART MILL.
6. NEGARA TOTALITER KANAN (TOTALITAIRE STAAT VAN RECHTS), TOKONYA HITLER (JERMAN
& MUSOLLINI (ITLIA).
7. NEGARA TOTALITER KIRI (TOTALITAIRE STAAT VAN LINKS), TOKOHNYA LENIN.
8. NEGARA KESEJAHTERAAN (WELVAARSTAAT). LAHIR SESUDAH PD II. (ABAD XX).
 2. TEORI KEDAULATAN

 KONSEP KEDAULATAN DI BIDANG HTN PERTAMA DIKEMUKAKAN OLEH JEAN BODIN

DALAM BUKUNYA “Six livres de la Republique” bahwa KEDAULATAN diartikan KEKUASAAN
TERTINGGI. SELANJUTNYA DINYATAKAN KARAKTER KEDAULATAN ITU SBB:
(1) TIDAK DIPECAH-PECAH KARENA PADA SUATU NEGARA HANYA TERDAPAT SATU
KEKUASAAN TERTINGGI;
(2) ASLI KARENA KEKUASAAN TERTINGGI TIDAK BERASAL DARI KEKUASAAN YANG
LEBIH TINGGI;
(3) SEMPURNA DAN TIDAK TERBATAS KARENA TIDAK ADA KEKUASAAN YANG LEBIH
TINGGI YANG DAPAT MEMBATASI KEKUASAAN ITU.
KONSEP KEDAULATAN SEBAGAI KEKUASAAN TERTINGGI (SUPREMUS atau
SUPERIOR) dari JEAN BODIN PERNAH TERWUJUD DIMASA MONARKHI ABSOLUT DI
PRANCIS PADA ABAD PERTENGAHAN. (lihat KUSNARDI & HARMAILY IBRAHIM,
PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA INDONESIA, Pusat Studi HTN, FH. UI, JAKARTA, CV. “Sinar
Bakti”, 1983, hal> 123).
 KONSEP KEDAULATAN sebagai KEKUASAAN TERTINGGI (SOVEREIGN POWER)
dalam suatu NEGARA DIKEMUKAKAN PULA OLEH JACK H. NAGEL.
MENURUT JACK H. NAGEL dalam KONSEP KEDAULATAN TERKAIT DUA HAL PENTING yaitu:
(1) LINGKUP KEKUASAAN ( SCOPE OF POWER) yang dibahas (analisis) PROSES
PENGAMBILAN KEPUTUSAN dan KEKUATAN KEPUTUSAN yang DITETAPKAN BAIK OLEH
LEGISLATIF MAUPUN OLEH EKSEKUTIF.
(2) JANGKAUAN KEDAULATAN (DOMAIN OF SOVREDIGNTY), dibahas atau dikaji mencakup:
a. SIAPA YANG MEMEGANG KEKUASAAN TERTINGGI DALAM NEGARA, DISEBUT JUGA
LETAK KEDAULATAN DALAM SUATU NEGARA (LOCUS OF SOVEREIGNTY).
b. APA YANG DIKUASAI OLEH PEMEGANG KEDAULATAN/KEKUASAAN TERTINGGI.
(lihat JIMLY ASSHIDDHIQIE, GAGAGASAN KEDAULATAN RAKYAT DALAM KONSTITUSI DAN
PELAKSANAANNYA DI INDONESIA, PT. Ichtisar Baru VAN HOEVE, JAKARTA, 1994, hal. 9).
PEMBAHASAN angka 2 huruf yang terkait dengan “TEORI KEDAULATAN”, DIRAIKAN DI BAWAH
INI.
 DALAM ILMU HUKUM ADA 5 TEORI KEDAULATAN BERKENAAN
SIAPA YANG BERDAULAT ATAU LOKUS KEDAULATAN, SBB:

(1) TEORI KEDAULATAN TUHAN INTINYA MENJELASKAN ATAU MEMBERIKAN

PENGERTIAN BAHWA KEKUASAAN TERTINGGI DALAM NEGARA BERADA DI TANGAN TUHAN
ATAU TUHAN LAH YANG MEMEGANG KEDAULATAN.
PRAKTEKNYA, KEDAULATAN TUHAN DAPAT MENJELMA DALAM BENTUK HUKUM YANG
HARUS DIPATUHI ATAU DAPAT PULA KEKUASAAN RAJA SEBAGAI KEPALA NEGARA
YANG MENGKLAIM BERWENANG MENETAPKAN HUKUM ATAS NAMA TUHAN.

(2) TEORI KEDAULATAN RAJA, intinya TEORI INI MENJELASKAN ATAU MEMAHAMI BAHWA
KEKUASAAN TERTINGGI DALAM NEGARA BERADA DI TANG RAJA. LOCUS KEDULATAN
SEBAGAI KONSEP KEKUASAAN TERTNGGI TERLETAK PADA RAJA. MENURUT CATATAN
SEJARAH PANDANGAN KEDAULATAN BERADA PADA RAJA, MUNCUL SETELAN PERIODE
SEKULARISASI NEGARA & HUKUM DI EROPAH.

CATATAN SEKULARISASI = PANDANGAN BAHWA NEGARA DAN HUKUM BUKAN CIPTAAN

TUHAN TETAPI DIBENTUK OLEH MANUSIA.
(3) TEORI KEDAULATAN NEGARA
TEORI INI MENJELASKAN BAHWA LOKUS KEDAULATAN SEBAGAI KONSEP
KELUASAAN TERTINGI TERLETAK PADA NEGARA. MENURUT AJARAN
KEDAULATAN NEGARA MENGAJARKAN NEGARA ITU MEMILIKI
KEKUASAAN YANG BERIFAT ASLI KETIKA NEGARA TERSEBUT
TERBENTUK/SEJAK KELAHIRANNYA.
MENURUT SEJARAH MUNCULNYA AJARAN KEDAULATAN RAJA BERSAMAAN
DENGAN TIMBULNYA KONSEP NEGARA BANGSA . DIMANA MASING-MASING
KERAJAAN MELEPASKAN DIRI DARI IKATAN NEGARA DUNIA YANG
DIPERINTAH OLE RAJA & SEKALIGUS MENJADI KEPALA GEREJA.

(4) TEORI KEDAULATAN HUKUM

TEORI KEDAULATAN HUKUM INI MERUPAKAN REAKSI TERHADAP TEORI
KEDAULATAN NEGARA. KARENA MENURUT AJARAN KEDAULATAN HUKUM
BAHWA YANG BERDAULAT ITU BUKAN NEGARA TETAPI KEDAULATAN
SEBAGAI KONSEP KEKUASAAN TERTINGGI BERSUMBER PADA HUKUM.
OLEH KARENA ITU SETIAP KEPALA NEGARA/ PENGUASA & RAKYAT SAMA-
SAMA HARUS TUNDUK PADA HUKUM.
(5) TEORI KEDAULATAN RAKYAT

MENURUT TEORI ATAU AJARAN KEDAULATAN RAKYAT BAHWA KEDAULATA

SEBAGAI KONSEP KEKUASAAN TERTINGGI BERADA DI TANGAN RAKYAT, DAN
KEKUASAAN PEMERINTAHAN BERUMBER KEPADA KEHENDAK RAKYAT. TEORI
ATAU AJARAN KEDAULATAN RAKYAT INILAH MERUPAKAN PRINSIP DASAR
DEMOKRASI.
JIMLY ASSHIDDIQIE yang mengutip pendapat Martin Ostwald dalam bukunya “ From
Popular Sovereignty to the Sovereignty of Law in Fith Century”, AJARAN NEGARA
HUKUM DAN NEGARA KERAKYATAN/DEMOKRASI SUDAH BERLANGSUNG DARI
ZAMAN YUNANI & ROMAWI KUNO. SEJARAH MENCATAT BAHWA AKAR
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN MENGENAI GAGASAN/IDE KEDAULATAN
RAKYAT TUMBUH DARI TARDISI ROMAWI, SEDANGKAN GAGASAN
KEDAULATAN HUKUM TUMBUH DARI TRADISI YUNANI KUNO. ( JIMLY
ASSHIDDHIQIE, ibid., hal. 11).

Secara teoritis dapat dikatakan UUD NRI 1945 menganut simulta Teori Kedaulatan Tuhan,
teori Kedaulatan Rakyat dan Teori Kedaulatan Hukum. (Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) dilandasi
oleh sila pertama Ketuhanan YME, Pancasila Dasar Negara, Sumber Segala Sumber Hukum
Negara).
 3. TEORI PEMISAHAN KEKUASAAN (SEPARATION OF POWER)
ATAU TEORI PEMBAGIAN KEKUASAAN (DISTRIBUTION OF
POWER)
HILAIRE BARNET dalam BUKUNYA “Constitutional and Administrative Law” menyatakan ada 3
karakter/sifat khas Separation of Power yaitu:
a) No Separation of Power yakni Negara yang tidak mengenal Pemisahan Kekuasaan = Negara
yang menganut paham Absolutime artinya kekuasaan mutlak di tangan satu orang penguasa.
Contoh kekuasaan Raja Luis XIV, Prancis abad ke-!8; Pemerintahan Hitler di Jerman abad ke-20
& Mousolini di Italia, Sekutunya Hitler dalam PD II.

b) Weak Separation of Power yakni Negara yang tidak secara tegas memishkan
kekuasaan terutama antara Fungsi Eksekutif dengan Fungsi Legislatif. dan Yudisial Contoh
Negara Kerajaan Inggris (UNITED KINGDOM). Dalam bahasa Indonesia Weak Sepration of Power
diartikan “Pembagian Kekuasaan” = Distribution of Power.

c) Strong Separation of Power yakni Negara yang secara tegas memisahkan antara
Kekuasaan Legislatif, Kekuasaan Eksekutif, dan Kekuasaan Yudisial. Contoh AMERIKA
SERIKAT (USA = UNITED STATERS OF AMERICA).
MOH. KUSNARDI & HARMAILY IBRAHIM MENGEMUKAKAN
TEORI-TEORI PEMISAHAN/PEMBAGIAN KEKUASAAN, SBB:

(1) TEORI JOHN LOCKE (Inggris) dalam bukunya Two Tretise On Civil Government, menulis
kekuasaan (power) dalam suatu Negara dipisahkan menjadi Tiga Cabang:

a) LEGISLATIVE POWER (KEKUASAAN LEGISLATIF) MEMBENTUK UU;

b) EXECUTIVE POWER (KEKUASAAN EKSEKUTIF) MENJALANKAN UU.

c) FEDERATIVE POWER (KEKUASAAN FEDERATIVE) MELAKSANAKAN

HUBUNGAN LUAR NEGERI, PERANG & PERDAMAIN, PERSEKUTUAN
(ALIANSI) ATAU KERJASAMA ANTAR NEGARA,

CATATAN: Sejarah HTN mencatat, JOHN LOCKE ahli Filsafat Inggris yang PERTAMA
mengemukan TEORI PEMISAHAN KEKUASAAN (SEPARATION OF POWER)
 (2) TEORI ATAU AJARAN TRIAS POLITICA oleh MONTESQUIEU dalam bukunya
L’ESPRIT des LOIS (Perancis), MENULIS KEKUASAAN dalam suatu Negara
dipisahkan menjadi Tiga Cabang, mencakup:
A) LEGISLATIVE POWER (KEKUASAAN LEGISLATIVE) MEMBENTUK UU;
B) EXECUTIVE POWER (KEKUASAAN EKSEKUTIF) MELAKANAKAN UU; dan
C) YUDICIAL POWER (KEKUASAAN YUDISIAL) MNGADILI PELANGGARAN UU.
CATATAN: Filsof Jerman Imanuel Kant yang memberi nama Teori Pemisahan Kekuasaan Negara
Ajaran MONTEQUIEU itu “TRIAS POLITICA”. TEORI TRIAS POLITICA dipandang SAMPAI SAAT
INI PALING TERKENAL MEMPENGARUHI PEMBAGIAN KEKUASAAN yang diatur dalam Konstitusi-
Konstitusi Modern di Dunia. KONSTITUSI yang dipandang Paling Konsekuen menganut TEORI TRIAS
POLITICA adalah KONSTITUSI AMERIKA SERIKAT (CONSTITUTION OF THE USA).
KONSTITUSI AS MEMISAHKAN TIGA CABANG KEKUASAAN yaitu : (i)CONGRESS MEMEGANG
KEKUASAAN LEGISLATIF; (ii) PRESIDENT MEMEGANG KEKUASAAN EKSEKUTIF; dan (iii)
SUPREME COURT = MA, MEMEGANG KEKUASAAN YUDISIAL.
NAMUN SESUNGGUHNYA TEORI TRIAS POLITICA SUDAH DIMODIFIKASI/ TIDAK MURNI LAGI
KARENA “DILENGKAPI” dengan “Check and Balances Principle”= ASAS SALING MENGAWASI &
MENGIMBANGI ARTINYA KETIGA LEMBAGA NEGARA di USA dalam melaksanakan kekuasaan
“SALING MENGAWASI” (POWER CONTROL TO POWER), SEHINGGA TIDAK AKAN TERJADI
KESEWENANG-WENANGAN & HAM MENJADI TERLINDUNGI SESUAI PAHAM LIBERTALISME
SERTA FEDERALISME YANG DIANUT oleh USA.
 (3) TEORI DONNER dalam bahasa Indonesia disebut TEORI DWI
PRAJA Pembagian Dua Cabang Kekuasaan
MENURUT DONNER (AHLI HUKUM ADMINISTRASI BELANDA) dalam bukunya Nederlands
Bestuursrecht (1953) bahwa untuk memahami semua kegiatan yang DILAKUKAN OLEH
PENGUASA NEGARA DAPAT DIBAGI MENJADI DUA BIDANG YANG BERBEDA, YAITU:
a) TAAKSTELLING, CABANG KEKUASAAN YANG BERTUGAS MENENTUKAN ATAU
MENETAPKAN KEBIJAKAN SEBAGAI ARAH UNTUK TUJUAN YANG AKAN
DICAPAI OLEH NEGARA. TAHAPAN INI DINAMAKAN TAHAP POLITIK.
b) TAAKSVERWERKING, CABANG KEKUASAAN YANG MEWUJUDKAN ATAU
PELAKSANAAN ATAS ARAH KEBIJAKAN YANG TELAH DITETAPKAN ITU.
TAHAPAN INI DINAMAKAN TAHAP TUGAS PEMERINTAHAN (BESTUUR).
(4) TEORI GOOD NOW (Inggris) SAMA DENGAN DONNER MEMBAGI DUA CABANG
KEKUASAAN YAITU:
a) POLICY MAKING, CABANG KEKUASAAN NEGARA YANG MENENTUKAN ATAU MEMBUAT
KEBIJAKAN (POLICY) DISEBUT TAHAP POLITIK.
b) POLICY EXECUTING, CABANG KEKUASAAN NEGARA YANG MENJALANKAN KEBIJAKAN
PEMERINTAHAN, DISEBUT TAHAP ADMINITRATION (ADMINISTRASI).
(lihat MOH KUSNARDI & HAMAILY IBRAHIM, op.cit. hal. 145-146).
(4) TEORI van VOLLENHOVEN, dalam bahasa Indonesia DINAMAKAN
TEORI CATUR PRAJA pada bukunya “Staatsrecht oversee”, menulis bahwa
Tugas Negara, Dibagi menjadi Empat Fungsi, mencakup:
a) REGELING  FUNGSI MEMBENTUK PERATURAN;

b). BESTUUR  FUNGSI PEMERINTAHAN ARTI SEMPIT ARTINYA TIDAK HANYA

MELAKSANAKAN UU, TETAPI MENJALANKAN SELURUH TUGAS NEGARA
DALAM MENYELENGGARAKAN KEPENTINGAN UMUM, KECUALI
MEMPERTAHANKAN/PENEGAKAN HUKUM PREVENTIF, MENGADILI & MEMBUAT
PERATURAN (REGELING).

c). RECHTSPRRAAK  FUNGSI MENGADILI YAKNI MENYELESAIKAN

PERSELISIHAN/SENGKETA (Perdata,TUN, Lingkungan)&
MENGADILI TINDAK PIDANA (KRIMINAL).
d). POLITIE  FUNGSI POLISI MENJAGA KEAMAN, KERTIBAN &
PENEGAKAN HUKUM PREVENTIF.
(lihat MOH KUSNARDI & HARMAILY IBRAHIM, op.cit. hal. 147).
 PERTANYAANNYA APAKAH UUD 1945 baik sebelum atau sesudah Perubahan,
menganut TEORI TRIAS POLITIKA dalam bahasa Indonesia disebut TEORI
TRIPRAJA (yang besar pengaruhnya kepda UUD/KONSTITUSI-KONSTITUSI
di Dunia?

TUGAS INDIVIDU.

MAHASISWA DIANJURKAN MEMBACA BUKU KARANGAN:

1. ISMAIL SUNY, JUDUL: “PERGESERAN KEKUASAAN EKSEKUTIF”,

2. MOH KUSNARDI dan HARMAILY IBRAHIM, JUDUL : “PENGANTAR HUKUM TATA NEGARA
INDONESIA.”
 KONSTITUSI INDONESIA TIDAK MENGANUT TEORI TRIAS
POLITICA
BAIK TEORI MAUPUN PRAKTIK UUD 1945 Sebelum Perubahan maupun Sesudah Perubahan TIDAK MENGANUT
TRIAS POLITIKA dari MONTESQUIEU. ARGUMENTASINYA:
Pertama, dari sisi TEORI TRIAS POLITIKA, MONTESQUIEU dalam SEPARATION of POWER MEMISAHKAN
SECARA KARAKTERISTIK dalam arti TIDAK ADA HUBUNGAN FUNGSIONAL ANTARA KEKUASAAN
EKSEKUTIF (MEMBENTUK UU), EKSEKUTIF (MEJALANKAN UU) & YUDISIAL (MENGADILI
PENYIMPANGAN UU).
UUD 1945 BAIK TEKSTUAL MAUPUN KONTEKSTUAL TIDAK PERNSAH MEMISAHKAN FUNGSI
PEMBENTUKAN UU, MESKIPUN MENURUT Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (sebelum Perubaha) KEKUASAAN
MEMBENTUK UU BERADA DITANGAN PRESIDEN, tetapi BAIK PRESIDEN MAUPUN DPR BERHAK
MENGAJUKAN RUU, dan RUU dibahas serta atas persetujuan bersama antara PRESIDEN dan DPR MENJADI UU.
BEGITU PULA SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945, KEWENANGAN MEMBENTUK UU BERADA DITANGAN
DPR, Pasal 20 ayat (1) UUD NRI 1945. NAMUN baik PRESIDEN maupun DPR BERHA MENGAJUKA RUU, bahkaN
DPD berhak MENGAJUKAN RUU di bidang OTONOMI DAERAH & PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
SERTA SUMBER DAYA EKONOMI LAINNYA (Pasal 22D ayat (1) UUD NRI).
AGAR RUU ITU MENJADI UU TETAP HARUS DI BAHAS BERSAMA dan SETELAH MENDAPAT PERSETUJUAN
BERSAMA DPR & PRESIDEN DITETAPKAN MENJADI UU dan KEMUDIAN DISAHKAN oleh PRESIDEN, serta
SUPAYA MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT diundangkan dalam LEMBARAN NEGARA oleh
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. JADI UU TIDAK PERNAH HANYA MERUPAKAN PRODUK
PEMEGANG KEKUASAAN LEGISLATIF, TETAPI PRODUK PERSETUJUAN BERSAMA PRESIDEN dan DPR.
 Kedua, dalam PRAKTIK KETATANEGARAAN setelah Perubahan KONSTITUSI/UUD
1945 INDONESIA MENJALANKAN ASAS CHECK and BALANCES.
 MEKNURUT ASAS CHECK AND BALANCES, KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA SEJAJAR & KEKUASAAN
ATAU KEWENANGANNYA SEIMBANG/SEDERAJAT dan SALING MENGAWASI/MENGONTROL DALAM
KEWENANGAN MEMBENTUK UU SALING MENGIMBANGI ANTARA KEWENANGAN DPR, DPD & PRESIDEN.
 DALAM HAL PENGAWASAN YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI (MK) MELAKSANAKAN KEWENANGAN
PENGUJIAN (YUDICIAL REVIEW) ATAS UU TERHADAP UUD. [Pasasl 24C ayat (1) UUD NRI 1945)].
 MAHKAMAH AGUNG MELAKSANAKAN KEWENANGAN MELAKUKAN PENGUJIAN ( YUDICIAL REVIEW)
ATAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAH UU TERHADAP UU.
 DALAM MENGIMBANGI KEKUASAAN/KEWENANGAN YUDISIAL, DPR BERHAK MELAKUKAN UJI
KEMAMPUAN & KEPATUTAN (FIT and PROPER TEST) TERHADAP CALON HAKIM AGUNG UNTUK MEMBERI
PERSETUJUAN DARI COLON HAKIM MA YANG DIUSULKAN OLEH KY (KOMISI YUDISIAL). CALON YANG
MENDAPAT PERSETUJAAN DPR DIANGKAT oleh PRESIDEN menjadi HAKIM AGUNG.
MENGENAI HAKIM KONSTITUSI, dari 9 Orang HAKIM KONSTITUSI BERTURUT-TURUT 3 Orang dicalonkan
oleh DPR, 3 ORANG oleh PRESIDEN , dan 3 Orang oleh MA setelah MELALUI FIT and PROPER TEST oleh DPR,
KEMUDIAN diangkat oleh PRESIDEN MENJADI HAKIM KONSTITUSI pada MK.
Ketiga, menurut MONTEQUIEU, HAKIM dalam melaksankan kekuasaan yudisial, berfungsi semata HANYLAH MULUT UU.
Hal itu dibantah oleh SUPOMO, KETUA PANITIA PERANCANG UUD, HAKIM INDONESIA TIDAK PERNAH menjadi
CORONG UU, HAKIM BEBAS & TERIKAT artinya hakim bebas menggali nilai-nilai keadilan dalam masyakat dan terikat
pada aturan hukum. (lihat BAB_BAB HUKUM ADAT).
 4. TEORI CARA MEMPEROLEH KEKUASAAN
TEORI INI MENJELASKAN SUMBER KEKUASAAN MENURUT HTN.
ADA DUA CARA MEMPEROLEH KEKUASAAN YAITU:
(1) ATRIBUSI YAKNI PEMBERIAN KEKUASAAN ATAU KEWENANGAN ASALI YANG BERSUMBER DARI
KONSTITUSI/UUD ATAU UU.
DIATUR DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN MENURUT PEMBAGIAN
KEKUASAAN SECARA HORIZONTALSEPERTI KEKUASAAN DPR, DPD, PRESIDEN, MA, MK & BPK ATAU SESUAI
DENGAN TEORI TRIAS POLITICA (TRIPRAJA), PEMBERIAN KEKUASAAN KEPADA LEGISLATIF, EKSEKUTIF &
YUDISIAL.
(2) DERIVASI YAKNI PENYERAHAN ATAU PELIMPAHAN KEKUASAAN, TERDIRI ATAS:
A. DELEGASI yakni PENYERAHAN KEKUASAAN ATAU KEWENANGAN OLEH LEMBAGA DAN/ATAU
PEJABAT YANG BERWENANG KEPADA LEMBAGA DAN/ATAU PEJABAT LAIN.
TANGGUNG JAWAB BERADA “BERGESER” PADA PIHAK PENERIMA DELEGASI (DELEGATARIS) dan
bukan lagi pada PEMBERI DELEGASI (DELEGAN).
PENYERAHAN KEWENANGAN PADA DELEGASI HARUS DENGAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN.
B. MANDAT PELIMPAHAN ATAU PENUGASAN OLEH YANG PEJABAT LEBIH TINGGI KEPADA
PEJABAT BAWAHAN, TANGGGUNG JAWAB TETAP PADA PEJABAT PEMBERI MANDAT (MANDATAN) dan
PENERIMA MANDAT (MANDATARIS) tidak BERTANGGUNG JAWAB.
PELIMPAHAN ATAU PENUGASAN DALAM PEMBERIAN MANDAT TIDAK PERLU DENGAN
PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN.
CATATAN Pertama,: HAN INDONESIA MENURUT UU No. 30 Tahun 2014 tentang
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MEMBERI “PENAFSIRAN”
OTENTIK MENGENAI KEWENANGAN ATRIBUSI, DELEGASI, DAN
MANDAT DALAM Pasal 1 SBB:

 Angka 22. Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Udang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang.

 Angka 23. Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi.

 Angka 24. Mandat adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat.
 CATATAN Kedua, UU No. 30 Tahun 2014 tentang ADMINISTRASI
PEMERINTAHAN JUGA MENGATUR PENGERTIAN WEWENANG &
KEWENANGAN, dalam Pasal 1 SBB:

Angka 5. Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan

dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara
lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.

Angka 6. Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya disebut

kewenangan atau kekuasaan adalah kekuasaan Badan
dan/atau Pejabat atau penyelenggara negara lainnya untuk
bertindak dalam ranah hukum publik.
 5. TEORI KELEMBAGAAN NEGARA MENJELASKAN SUSUNAN
PEMERINTAHAN (GOVERNMET STURCTURE) atau STRUKTUR
KETATANEGARAAN

Ada dua (2) teori yaitu:

(1) TEORI STRUKTURAL MEMAHAMI BAHWA STRUKTUR KETATANEGARAAN KEDUDUKAN
LEMBAGA NEGARA SUSUNANNYA MEMBAGI LEMBAGA NEGARA TERTINGGI DAN
LEMBAGA TINGGI NEGARA. TEORI STRUKTURAL DIANUT OLEH UUD 1945
SEBELUM PERUBAHAN.
SUSUNAN KEKUASAAN KELEMBAGAAN NEGARA dalam STRUKTUR KETATANEGARAN
Indonesia,sbb:
UUD NRI TAHUN 1945

MPR

DPR DPA PRESIDEN BPK MA

 (2) TEORI FUNGSIONAL MEMAHAMI BAHWA SUSUNAN KELEMBAGAAN
NEGARA DALAM STRUKTUR KETATANEGARAAN MENURUT FUNGSI-
FUNGSI SESUAI SESUAI KEWENANGAN YANG DIBERIKAN OLEH
KONSTITUSI UNTUK MENCAPAI TUJUAN NEGARA.

TEORI FUNGSIONAL dianut oleh UUD 1945 SESUDAH PERUBAHAN, DITENTUKAN DUA
PENGELOMPOKAN LEMBAGA NEGARA YAKNI:
Pertama, LEMBAGA NEGARA UTAMA (main state institusion) YANG KEWENGANNYA
DIBERIKAN OLEH UUD.
Kedua, LEMBAGA NEGARA PENUNJANG (auxiliary state institutution) YANG
KEWENANGANNYA DIATUR dalam PERETURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA.
LEMBAGA NEGARA PENUNJANG (auxiliary institution/agency) diantaranya: KY, BI (sebagai
BANK SETRAL), KEJAKSAAN, KEPOLISIAN NEGARA, TNI, OMBUDSMAN, KOMISI-
KOMISI NREGARA INDEPENDEN.

SUSUNAN KELEMBAGAAN NEGARA Indonesia menurut UUD NEGARA RI 1945, secara visual
digambarkan di bawah ini.
KELEMBAGAAN NEGARA MENURUT TEORI FUNGSIONAL SESUDAH
PERUBAHAN UUD 1945, BAGANNYA sbb:

State Auxialiry
UTAMA (Primare Agencies Bodies
State Institutions)
KY
LEMBAGA MPR Bank Indonesia Tujuan Negara
NEGARA PRESIDEN Ombudsman yang ingin dicapai
DPR TNI
DPD POLRI
MA Komisi-Komisi
MK Lainnya
BPK
 6. TEORI LEMBAGA PERWAKILAN

TEORI INI MENJELASKAN HUBUNGAN ANTARA RAKYAT PEMILIH (KONSTITUEN)

DENGAN PARLEMEN (LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT).
DALAM NEGARA-NEGARA DEMOKRASI ANGGOTA PARLEMEN MENURUT HTN
LAZIMNYA DIPILIH MELALUI PEMILIHAN UMUM (PEMILU).
BINTAN R. SARAGIH dalam bukunya LEMBAGA PERWAKILAN DAN PEMILIHAN
UMUM DI INDONESIA, MENYEBUTKAN ADA 4 Teori, 1 TIPE & 1Model Hubungan, yaitu:
(1) TEORI MANDAT;
(2) TEORI ORGAN;
(3) TEORI SOSIOLOGI RIEKER;
(4) TEORI HUKUM OBYEKTIF dari LEON DUGUIT; dan
(5) TIPDE GILBERT ABARCIAN; dan
(6) MODEL A. HOOGERWERF
(1) TEORI MANDAT, DIPELOPORI OLEH JEAN JACK ROUSEAU & PETION.
INTINYA MENURUT TEORI INI SI WAKIL RAKYAT DUDUK DI PARLEMEN KARENA
MANDAT DARI RAKYAT YANG DIWAKILINYA (KONSTITUEN). KARENA ITU PARLEMEN
DISEBUT MANDATARIS.
DALAM PERKEMBANGANNYA MUNCUL 3 JENIS AJARAN MANDAT YAITU:
a. MANDAT IMPERATIF, INI BERARTI BAHWA SI WAKIL DI PARLEMEN HARUS
BERTINDAK SESUAI DENGAN INSTRUKSI YANG DIBERIKAN OLEH
KONSTITUENNYA ATAU PEMILIHNYA. SI WAKIL TIDAK BOLEH BERTINDAK DI LURA
INSTRUKSI TERSEBUT DAN KALAU MENGHADAPI MASALAH BARU SI WAKIL
HARUS MENUNGGU INSTRUKSI BARU DARI KONSTITUEN.

b. MANDAT BEBAS, INI BERARTI SI WAKIL DAPAT BERTINDAK DI PARLEMEN

TANPA HARUS MENUNGGU INSTRUKSI DARI KONSTIITUEN, KARENA SI WAKIL
MERUPAKAN ORANG-ORANG TERPERCAYA.

c. MANDAT REPRESENTATIF, DI SINI SI WAKIL DIANGGAP TERGABUNG DI

DALAM LEMBAGA PERWAKILAN (PARLEMEN). KONSTITUEN DIANGGAP
MEMBERI MANDAT KEPADA PARLEMEN, BUKAN PADA INDIVIDU- INDIVIDU
ANGGOTA PARLEMEN. KARENA ITU TIDAK ADA HUBUNGAN LAGI ANTARA
KONSTITUEN DENGAN SI WAKIL RAKYAT YANG DIPILIHNYA.
(2) TEORI ORGAN, DIPELOPORI OLEH VON GIERKE (JERMAN)

TEORI INI INTINYA BAHWA NEGARA MERUPAKAN SUATU ORGANISME (MAHLUK

HIDUP) YANG MEMILIKI ALAT-ALAT PERLENGKAPANNYA SEPERTI EKSEKUTIF,
PARLEMEN, DAN MEMPUNYAI RAKYAT YANG KESEMUANYA MEMILIKI FUNGSI
SENDIRI-SENDIRI SERTA SALING TERGANTUNG SATU SAMALAINNYA.
KARENA ITU RAKYAT DALAM MEMILIH LEMBAGA PERWAKILAN (PARLEMEN),
RAKYAT TIDAK PERLU LAGI MENCAMPURI PARLEMEN.
BIARKAN PARLEMEN MENJALANKAN FUNGSINYA SESEUAI DENGAN
KEWENANGAN YANG DIBERIKAN OLEH UUD.
TEORI ORGAN ANTARA LAIN DIDUKUNG OLEH GEORGE JELINEK, IA
MENYATAKAN RAKYAT MERUPAKAN ORGAN PRIMER, AKAN TETAPI ORGAN INI
TIDAK DAPAT MENYAMPAIKAN KEHENDAKNYA, MAKA HARUS DIWAKILI OLEH
ORGAN SEKUNDER, YAITU PARLEMEN.
JADI MENURUT HUKUM TIDAK PERLU MEMPERSOALKAN HUBUNGAN ANTARA SI
WAKIL (PARLEMEMN) DENGAN YANG DIWAKILI (KONSTITUEN).
 (3) TEORI SOSIOLOGI RIEKER

INTI TEORI INI, MENURUT RIEKER BAHWA LEMBAGA PERWAKILAN (PARLEMEN) BUKANLAN
SUATU BANGUNAN POLITIS TETAPI MERUPAKAN BANGUNAN SOSIAL (MASYARAKAT).

SI PEMILIH (KONSTITUEN) AKAN MEMILIH WAKIL-WAKILNYA YANG BENAR-BENAR :

(a) AHLI DI BIDANG KENEGARAAN;
(b) MEMBELA KEPENTINGAN KONSTITUEN SEBAGAI PEMILIHNYA.
BERDASARKAN POLA PEMIKIRAN ITU TEBENTUKLAN PARELEMEN (LEMBAGA PERWAKILAN)
YANG MENCERMINKAN KEPENTINGAN-KEPENTINGAN YANG ADA DI DALAM MASYARAKAT.
KARENA ITU PARLEMEN DAPAT DIKATAKAN MERUPAKAN PENCERMINAN LAPISAN-LAPISAN
SOSIAL PADA SETIAP MASYARAKAT NEGARA MASING-MASING.
 (4) TEORI HUKUM OBYEKTIF dari LEON DUGUIT
MENURUT TEORI INI DASAR DARIPADA HUBUNGAN RAKYAT DAN PARLEMEN
ADALAH SOLIDARITAS dalam KEINGINAN UNTUK BERKELOMPOK. PARLEMEN
SEBAGAI WAKIL RAKYAT DAPAT MELAKSANAKAN TUGAS KENEGARAANNYA
HANYA ATAS NAMA RAKYAT.
KEINGINAN UNTUK BERKELOMPOK YANG DISEBUT SOLIDARITAS MERUPAKAN
DASAR DARIPADA HUKUM OBYEKTIF YANG TERBENTUK.
HUKUM OBYEKTIF INILAH YANG MEMBENTUK LEMBAGA PERWAKILAN
(PARLEMEN) ITU MENJADI BANGUNAN HUKUM, dan BUKAN HAK-HAK YANG
DIBERIKAN KEPADA MANDATARIS YANG MEMBENTUK PARLEMEN.
Dengan demikian Parlem sebagai Bangunan Hukum, akibatnya:
a. rakyat sebagai pemilih (konstituen) harus ikut dalam membentuk
Parlemen melalui Pemilu;
b. kedudukan konstituen dan Parlemen semata-mata berdasarkan hukum
obyektif.; dan
c. dalam melaksanakan tugasnya Parlemen harus menyesuaikan
tindakannya dengan kehendak pemilih (konstituen) bukan karena ada hubungan mandat,
tetapi kareana ada hukum obyektif yang didasarkan pada solidaritas sosial.
 (5) Tipe Gilbert Abarcarian dalam bukunya “Contemporary Political
System”, ada 4 tipe hubungan antara Si Wakil (di Parlemen) dengan yang di
Wakili (Konstituen), yaitu:
(1) Tipe Wali (Trustee), dalam hal ini si Wakil di Parlemen bebas
bertindak untuk mengambil keputusan (making decision) menurut pertimbanganya
sendiri tanpa perlu berkonsultasi dengan konstituen.

(2) Tipe Utusan (Delegate), dalam hal ini Si Wakil di Parlemen bertindak sebagai
utusan atau duta dari yang diwakilinya (konstituen). Si Wakil selalu mengikuti instruksi
dan petunjuk dari yang konstituen, ketika Parlemen melaksanakan tugas
kenegaraannya.

(3) Tipe Politico, di sini Si Wakili di Parlemen bertindsak bisa bertindak sebagai
Wali, kadang-kadang bertindak sebagai Utusan atau Delegasi, tergantung dari
issue (persoalan) materi yang dibahas.
(4) Tipe Partisan, di sini Si Wakil di Parlemen bertindak sesuai dengan
keinginan Partai (Organisasi) yang diwakilinya. Jadi lepas
hubungannya dengan konstituen (rakyat yang memilihnya), Si Wakil adalah petugas Partai
di Parlemen.
(6) Model A. Hoogerwerf, dalam bukunya “Politikologi”, menyebutkan ada 5
model hubungan antara Si Wakil dan yang Diwakili (di Parlemen), yaitu
a. Model Delegate (Utusan), di sini Si Wakil di Parlemen berindak sebagai orang yang diperintah
seorang kuasa usaha yang harus menjalankan perintah yang dari konstutuen yang diwakilinya.

b. Model Trustee (Wali), disini Wakil di Parlemen bertindak sebagai orang yang diberi kuasa,
yang memperoleh kuasa penuh dari yang Diwakili (konstituen), dan Si Wakil dapat
bertindak penuh di Parlemen sesuai dengan pendirian atau pendapatnya sendiri.

c. Model Politicos, di sini Si Wakil di Parlemen kadang-kadang bertindak sebagai

delegasi dan kadang kadang bertindak sebagai kuasa penuh

d. Model Kesatuan, di sini anggota Parlemen di lihat sebagai kesatuan wakil rakyat.

e. Model Diversifikasi (Penggolongan), di sini anggota Parlemen di lihat sebagai

wakil dari kelompok teritorial, sosial atau kelompok politik.