Referensi ODGJ di Indonesia belum mendapat perlakuan yang layak Referensi Pemasungan tindakan yang melanggar hak asasi tidak diperkenankan dengan alasan apapun
UU nomor 36 pasal 148 ayat (1) tahun 2009 ODGJ seharusnya
mendapat pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
UU nomor 18 tahun 2014 upaya pengobatan ODGJ,baik itu
preventif, kuratif, dan rehabilitatif harus berdasarkan atas hak asasi pemasungan yang jelas melanggar hak asasi harus ditertibkan Pendahuluan Latarbelakang pemasungan: Pendahuluan perilaku agresif , keamanan pasien terutama pada pasien yang memiliki perilaku keluyuran, ketidakmampuan pelaku rawat untuk merawat pasien, jauh dari pusat pelayanan psikiatri, ketidaktahuan mengenai gangguan jiwa, kemiskinan.
Apabila alasan pemasungan ini tidak diintervensi, maka
pembebasan pasung merupakan hal yang sia-sia.
Pasien akan mengalami kesulitan, penerimaan masyarakat
buruk, stigma, dan bahkan mengalami pemasungan kembali dengan alasan sama yang menyebabkan ia dipasung Ilustrasi Kasus Sebelum dipasung, pernah dibawa berobat ke Rumah Sakit Jiwa Menur, Ilustrasi Kasus dirawat inap selama 2 bulan dan pulang dengan perbaikan.
Pasien kontrol setiap bulannya dan obat dikelola oleh pasien
sendiri. Keluarga tidak mengetahui bahwa pasien tidak meminum obatnya secara teratur ,pasien tidak merasa sakit.
Keluarga juga tidak mengetahui bahwa gangguan jiwa yang diderita pasien memerlukan pengobatan teratur dalam waktu lama.
Akibat ketidakpatuhan pengobatan, gangguan jiwa yang dialami pasien
kambuh kembali. Perilaku pasien semakin agresif melempari rumah tetangga dan jalan raya dengan batu. Ilustrasi Kasus Keluarga seringkali harus mengganti kerusakan rumah ataupun mobil yang disebabkan oleh pasien dan bahkan dipanggil ke balai desa karena perilaku pasien yang mengganggu dan membahayakan lingkungan. Keluarga kemudian meminta pertimbangan perangkat desa (lurah, kepala desa, dan ketua RT/RW) karena merasa tidak mampu menghadapi pasien sehingga diambillah keputusan bahwa pasien harus dipasung. Pada saat pemasungan, keluarga dibantu oleh perangkat desa dan pihak puskesmas setempat untuk mensedasi pasien. Pasien dipasung di gubug kayu yang terpisah sekitar 4 meter dari rumah Ilustrasi Kasus utama. Dua tahun pertama menggunakan rantai, pasien mengikir rantainya dengan sendok, garpu, dan piring sehingga-> rantai terlepas. Pasien kemudian dipasung menggunakan balok kayu selama 8 tahun, pasien tidak bisa berdiri dan berjalan. Selama dipasung, pasien masih bicara melantur, marah-marah, berteriak-teriak dan kadang menghancurkan dinding tempat pasien dipasung. Setelah dinding diperbaiki dihancurkan lagi. Keluarga tidak segera membenahi pasien kadang kehujanan. Keluarga menganggap itu sebagai hukuman. Setiap minggu pasien dimandikan dengan cara disiram dengan ember besar berisi air. Bagian bawah pondok dilubangi dan ditaruh ember plastik besar untuk keperluan BAB dan BAK. Untuk makan sehari-hari keluarga memberikan makanan 2 kali per hari, tetapi kadang dilemparkan oleh pasien, apabila makanan dilemparkan, keluarga tidak memberikan makanan lagi. • Gangguan Skizofrenia bersifat kronik, menimbulkan disabilitas yang tinggi • Memerlukan pengobatan jangka panjang • Pasien dan keluarga perlu diajak memahami dan menerima kondisi penyakitnya bersama waktu dengan psikoedukasi yang terus menerus • Pemilihan obat yang tepat untuk pasien dengan melihat kondisi pasien (personalized medicine) dan mendiskusikannya dengan keluarga dan pasien (shared decision making) dapat membantu kepatuhan berobat serta penanganan non-obat yang tepat • Follow up yang terus menerus bersama pasien dan keluarga meningkatkan insight dan mencapai penerimaan (acceptance) untuk mengembalikan pasien kepada fungsi personal (personal recovery) dan meningkatkan kualitas hidup pasien (QoL) • Memperhatikan beliefs, kultur dan agama pasien dan keluarga menjadi fokus yang penting dalam pemberian psikoedukasi dan psikoterapi bersamaan dengan medikasi • Akhirnya menghayati gangguan psikiatri khususnya gangguan skizofrenia dan gangguan bipolar dapat menjadi berkat/hikmah dalam kehidupan pasien Efek samping obat-obatan antipsikotik : Tipikal Extrapiramidal Syndrome
Insulin, dll Mengapa khawatir tentang Efek Samping?
Quality of Life Functionality
Cognitive impairment, Sedation, Weight gain, EPS,
Hyperprolactinemia, Cardiovascular
Non – compliance Relapse , Suicide risk,
Cognitive deterioration Poor outcome Mengapa Ketidakpatuhan menjadi yang Utama? • Denial of illness (anosognosia) • Cognitive impairment – Memory functions – Executive functions • Negative symptoms – Lack of initiative – Lack of motivation
Side effects of medications
• Stigma • Chaotic lifestyle with substance abuse • Complicated drug regimen • Doctor-patient’s alliance • Partial compliance is HUMAN NATURE! (even in people with chronic pain!) Faktor yang penting untuk memastikan Pengobatan yang Kontinu
1. dosis obat oral yang simpel
2. Injeksi long acting 3. Edukasi ke pasien dan keluarga tentang perlunya pengobatan dan memberikan info tentenag kemungkinan efek samping obat dan penanganannya 4. Good Therapeutic Alliance 5. Adherence therapy Penutup Kondisi dan psikodinamika setiap pasien dan keluarga sangat bervariasi Menangani gangguan jiwa berat seperti gangguan skizofrenia memerlukan pengambilan keputusan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien dan keluarga Psikiter sebagai pusat rujukan dari layanan primer diharapkan dapat memberikan penanganan yang lebih komprehensif, lebih personanlized dan terintegrasi Untuk itu diperlukan kerjasama dari semua yang terlibat, pasien- keluarga-klinisi-tenaga kesehatan lain: pemegang program keswa, psikolog klinis, paramedis, terapis okupasi, pekerja sosial, terapis lainnya bila diperlukan, dll