Anda di halaman 1dari 20

Prosedur Pembuatan Laporan

Visum et Repertum dan Rekam Medis

Ekky Nabhania M. Cipta Wardhana


Joshua Paul James Sarah Shabrina
Ottorino Farhan Nadya Devindra W.
Puti Anggitta Chairani Nur’aini Jamilatul B.
Fadiya Nadhilah S. Azizah Nuraini H.

Perseptor: Fitri Agustina Huspa, dr., Sp F


Hak Untuk Membuat Visum
• Berdasarkan KUHAP 133 ayat 1
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan
menangani seorang korban baik luka,keracunan ataupun
mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan
atau ahli lainnya
Pejabat yang Berhak Meminta Visum
• Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia tertentu
yang sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi
(P.P.R.I. No.27 Th 1983)
• Dalam hal di suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka Komandan
Sektor Kepolisian yang berpangkat Bintara di bawah Pembantu
Letnan Dua Polisi, karena jabatannya adalah penyidik
• Penyidik Pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik
Indonesia tertentu sekurang kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi 
• Dalam perkara perdata, hakim perdata dapat minta sendiri
• Dalam perkara agama, hakim agama dapat minta sendiri (undang-
undang No.1 Th 1970 pasal 10)
• Dalam hal orang yang luka atau mayat itu seorang anggota ABRI
maka untuk meminta Visum Et Repertum hendaknya menghubungi
polisi militer setempat dari kesatuan si korban (instruksi
Kapolri No.Pol:Ins/P/20/IX/74
Bentuk dan isi visum et repertum ( Idries, 1997)
1. Pro justisia
pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti
materai.
2. Visum et repertum
menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti
3. Pendahuluan
memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et
repertum,identitas peminta visum et repertum, saat dan tempat
dilakukannya pemeriksaan dan identitas barang bukti (manusia),
sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan
visum et repertum dari pihak penyidik dan label atau segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan
memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan pada barang
bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan
lanjutan (pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu,
sesuai dengan kasus dan ada tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan
memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil
pemeriksaan, yang disertai dengan pendapat dokter yang
bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman
yang dimilikinya
6. Penutup
yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum
tersebut dibuat atas sumpah dokter dan menurut pengetahuan
yang sebaik-baiknya dan sebenar- benarnya
Tahapan Pembuatan VeR
• Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik
• Penerimaan surat permintaan keterangan ahli
• Pemeriksaan korban secara medis
• Pengetikan surat keterangan ahli
• Penandatanganan surat keterangan ahli
• Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
• Penyerahan surat keterangan ahli
Tata Cara Permintaan VeR
• Permintaan harus secara tertulis, menggunakan formulir
permintaan yang sesuai dengan kasus yang ditangani
• Tidak dibenarkan meminta VeR tentang kejadian yang sudah
lampau, sebab merupakan rahasia jabatan kedokteran
• Pada permintaan harus ditulis mengapa korban dibawa ke
dokter (memudahkan pemeriksaan), identitas dari korban dan
peminta VeR, tanggal permintaan VeR juga harus dicatat
saat/tanggal surat permintaan VeR diterima oleh dokter
• Surat permintaan ditandatangani oleh petugas penyidik yang
berhak, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
• Ditujukan ke dokter. Prioritaskan dokter pemerintah di
tempat dinasnya
• Di tempat yang ada fasilitas rumah sakit
umum/fakultas kedokteran, permintaan ditujukan pada
bagian yang sesuai yaitu
Korban hidup : terluka dan kecelakaan lalu lintas
(bagian bedah), kejahatan susila/pemerkosaan (ke
bagian kebidanan)
Korban mati : bagian kedokteran kehakiman
• Di tempat yang tidak memiliki fasilitas tersebut,
permintaan ditujukan ke dokter pemerintah
(puskesmas, dokter ABRI khususnya polri). Bila tidak
memungkinkan baru ke dokter swasta
• Korban baik hidup atau mati harus diantar sendiri oleh
petugas Polri, disertai surat permintaannya. Barang
bukti dikirimkan bersama dengan surat permintaan VeR,
dengan cara diantar oleh petugas (polisi). Dalam hal
barang bukti adalah jenazah, korban harus diberi label
yang memuat identitas jenazah, dilakukan dengan cap
jabatan yang diletakkan pada ibu jari kaki atau bagian
dari jenazah, sesuai dengan apa yang diatur dalam
KUHAP Pasal 133 ayat 3
Rekam Medis
• Berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. (Pasal
46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran)
• Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan. (Permenkes: 749a/Menkes/Per/XII/1989)
Isi Rekam Medis
a. Catatan : uraian tentang identitas pasien, pemeriksaan
pasien, diagnosis, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
baik dilakukan oleh dokter dan dokter gigi maupun tenaga
kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.
b. Dokumen : kelengkapan dari catatan tersebut, antara
lain foto rontgen, hasil laboratorium dan keterangan lain
sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
TATA CARA PENYELENGGARAAN
REKAM MEDIS
• Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran menegaskan
bahwa dokter dan dokter gigi wajib membuat rekam
medis dalam menjalankan praktik kedokteran. Setelah
memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada
pasien, dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam
medis dengan mengisi atau menulis semua pelayanan
praktik kedokteran yang telah dilakukannya.
• Setiap catatan dalam RM harus dibubuhi nama, waktu, dan
tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan. Bila menggunakan teknologi elektronik, kewajiban
membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan
menggunakan nomor identitas pribadi/personal identification
number (PIN).
• Bila terjadi kesalahan saat pencatatan pada rekam
medis,catatan dan berkas tidak boleh dihilangkan atau
dihapus dengan cara apapun. Perubahan hanya dapat
dilakukan dengan pencoretan dan kemudian dibubuhi paraf
petugas yang bersangkutan.
Kepemilikan Rekam Medis
• Sesuai UU Praktik Kedokteran, berkas RM menjadi milik
dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan,
sedangkan isi RM dan lampiran dokumen menjadi milik
pasien.
Penyimpanan Rekam Medis
• Rekam medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh
dokter, dokter gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas
waktu lama penyimpanan menurut Peraturan Menteri
Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis
paling sedikit 25 tahun.
• Pengorganisasian rekam medis sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989
tentang Rekam Medis
Pembinaan, Pengendalian,
Pengawasan
Dilakukan oleh pemerintah pusat, Konsil Kedokteran
Indonesia, pemerintah daerah, organisasi profesi.
Kerahasiaan Rekam Medis
• Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan kerahasiaan yang menyangkut
riwayat penyakit pasien yang tertuang dalam rekam medis.
Rahasia kedokteran tersebut dapat dibuka hanya untuk
kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat penegak
hukum (hakim majelis), permintaan pasien sendiri atau
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
• Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, rahasia
kedokteran (isi rekam medis) baru dapat dibuka bila diminta oleh
hakim majelis di hadapan sidang majelis. Dokter dan dokter gigi
bertanggung jawab atas kerahasiaan rekam medis sedangkan
kepala sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab
menyimpan rekam medis.
Sanksi Hukum
• Dalam Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa
setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat
rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah).
• Dapat dikenakan hukum perdata karena tidak melakukan yang
semestinya dilakukan.
• Sanksi Disiplin dan Etik :
Dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor
16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin
MKDKI dan MKDKIP, ada tiga alternatif sanksi disiplin yaitu :
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai