MULIA ANANDA R.
I 11106040
DEFINISI
• Infertilitas : kegagalan pasangan (pada usia
reproduksi) untuk hamil setelah setidaknya 1
tahun melakukan koitus teratur tanpa
menggunakan kontrasepsi.
• Infertilitas primer : jika wanita tersebut tidak
pernah hamil.
• Infertilitas sekunder : jika wanita mempunyai
riwayat satu kali / lebih kehamilan, yang mungkin
berakhir dengan livebirth, stillbirth, keguguran
atau kehamilan ektopik
DEFINISI
• Fertilitas : kemampuan untuk menghasilkan
atau berada dalam keadaan subur.
• Fekunditas : kemungkinan untuk menjadi hamil
dalam satu siklus menstruasi tiap bulannya
Untuk pasangan normal + 25 % kemungkinan.
EPIDEMIOLOGI TERJADINYA
KEHAMILAN SETELAH PERKAWINAN
1 Bulan 25 %
6 Bulan 63%
9 Bulan 75%
12 Bulan 80%
18 Bulan 90%
ETIOLOGI
Sebab Negara Negara berkembang
Infertilitas Maju
Afrika Asia (%) Amerika latin Timur tengah
(%)
(%) (%) (%)
Faktor pria 22 8 13 22 19
Faktor
wanita 31 37 34 25 25
Pria &
wanita 21 35 24 30 38
Tak jelas 14 5 13 10 3
Menjadi
12 15 16 13 15
Hamil
ETIOLOGI
Reproduksi memerlukan berbagai interaksi:
1. Apakah Sperma jumlahnya cukup secara kwantitas dan
kwalitas ?
2. Apakah terjadi ovulasi pada wanita ?
3. Apakah terjadi fertilisasi ?
4. Apakah terjadi nidasi/implantasi ?
ETIOLOGI
ETIOLOGI unexplained infertility
• Pasangan dengan etiologi yang tidak diketahui
disebut juga pasangan infertil normal,
mengindikasikan bahwa semua temuan normal.
• Hal ini mungkin disebabkan:
▫ Disfungsi interaksi antara sperma dan oosit
▫ Kualitas embrio yang buruk
▫ Terganggunya implantasi
ETIOLOGI unexplained infertility
• Faktor gaya hidup juga dapat berhubungan
dengan peningkatan resiko infertilitas termasuk
lingkungan dan pekerjaan, latihan yang
berlebihan, tidak adekuatnya gizi dan
peningkatan usia.
ETIOLOGI laki-laki
Dapat dibagi menjadi:
1. Pretestikuler
2. Testikuler
3. posttestikuler
ETIOLOGI laki-laki
Faktor pretestikuler
• Penyakit kongenital atau didapat pada
hipotalamus, hipofisis atau organ perifer.
• Contoh kelainan;
▫ Idiopatik hipogonadotropik hipogonadisme
▫ Prolaktinoma
▫ Defisiensi gonadotropin
▫ Sindrom Cushing
ETIOLOGI laki-laki
Faktor testikuler
• Dapat berupa genetik atau nongenetik.
• Sindrom kleinefelter merupakan penyebab terbanyak
infertilitas.
• Etiologi nongenetik termasuk obat, radiasi, infeksi,
trauma dan varikokel.
• Usia tua juga dapat mempengaruhi, karena penurunan
kadar testosteron, peningkatan kadar gonadotropin,
perubahan konsentrasi sperma dan penurunan libido.
• Walaupun demikian, faktor ini tidak terlalu
berpengaruh.
ETIOLOGI laki-laki
Faktor postestikuler
• Menyebabkan gangguan transport sperma
melalui sistem duktus, misal tidak adanya vas
deferens, infeksi, prosedur operasi dan trauma.
ETIOLOGI Wanita
• Beberapa faktor yang mempengaruhi:
▫ Serviks
▫ Uterus
▫ Ovarium
▫ Umur lanjut
▫ Tuba Falopii
▫ Peritoneum
Serviks
• Dapat disebabkan oleh stenosis atau
abnormalitas interaksi mukus-sperma.
• Produksi mukus serviks ini tergantung dari
estrogen selama fase folikuler.
• Awal siklus menstruasi, mukus serviks sedikit,
kental dan sangat seluler. Mukus ini membentuk
jaring yang menghambat lewatnya sperma.
Sekresi meningkat selama fase folikuler dan
puncak pada 24-48 jam sebelum ovulasi.
Serviks
• Kemudian konsentrasi garam dan air meningkat.
Mukus menjadi tipis, berair, basa, aseluler dan
elastik.
• Pada keadaan ini, mukus membentuk
mikrocanel sehingga sperma dapat lewat.
• Stenosis serviks dapat berupa kongenital atau
didapat dari prosedur operasi sebelumnya,
infeksi, hiperstrogenisme dan radiasi.
Uterus
• Kongenital
▫ Abnormalitas duktus mullerian
• Didapat
▫ Endometritis
▫ Instrumentasi
Gangguan implantasi, keguguran, prematur.
Ovarium
• Amenorea primer
• Amenorea sekunder
• oligoamenorea
Usia lanjut
• Prevalensi meningkat sejalan dengan
peningkatan usia.
• Penelitian menyebutkan:
▫ Sampai usia 36 tahun stabil
▫ Menurun sampai usia 40 tahun
▫ Penurunan tajam setelah 42 tahun.
Tuba Falopii
• Berperan penting dalam reproduksi
• Abnormalitas atau kerusakan tuba falopii akan
mengganggu kesuburan dan menyebabkan
terjadinya implantasi abnormal (kehamilan
ektopik) atau bisa juga terjadi hidrosalpinx.
• Salpingektomi dan ligasi tuba
Peritoneum
• PID (pelvic inflammatory disease)
▫ Berhubungan dengan infeksi gonorea, kerusakan tuba
falopii.
▫ PID dapat didiagnosa secara klinis dan dikonfirmasi
dengan kultur servik dan antibodi serologik untuk
gonorea dan klamidia.
• Endometriosis
▫ Insidens meningkat sejalan dengan umur dan paritas
yang rendah.
▫ Tampaknya ada hubunagn genetik pada riwayat
keluarga.
INVESTIGASI
• Keberhasilan reproduksi bergantung pada struktur dan fungsi
keseluruhan sistem reproduksi, termasuk hipotalamus, hipofisis,
ovarium, tuba falopii, uterus, serviks dan vagina.
• Ada 8 elemen penting:
▫ Anamnesis dan pemeriksaan fisik
▫ Analisis semen
▫ Interaksi mukus serviks-sperma (postcoital testing)
▫ Tes ovulasi dan Penilaian ovarium
▫ Evaluasi patensi tuba
▫ Deteksi abnormalitas uterus
▫ Penentuan abnormalitas peritoneum.
• Walaupun semua penyebab infertilitas tersebut telah diidentifikasi
masih mungkin ditemukan abnormalitas sekitar 10-15% pasangan,
keadaan ini disebut Unexplained fertility.
Anamnesis
• Umum
▫ Kedua pasangan hadir
▫ Umur
▫ Kehamilan sebelumnya
▫ Lama waktu tidak hamil
▫ Riwayat hubungan seksual
Frekuensi dan waktu
Impotensi, anorgasme, dispareunia
Penggunaan kontrasepsi
Anamnesis
• Laki-laki
▫ Riwayat infeksi panggul
▫ Radiasi
▫ Luka/operasi testis
▫ Pajanan panas berlebihan
Anamnesis
• Perempuan
▫ Keadaan menstruasi.
▫ Stress
▫ Berat berlebihan
▫ Latihan yang berat
▫ Operasi rahim atau serviks.
Anamnesis
• Kondisi dimana tidak perlu dilanjutkan
investigasi:
▫ Tidak aktif melakukan hubungan seksual
▫ Pasien berada dalam hubungan jarak jauh
▫ Pasien menolak pengobatan saat ini
▫ Pasangan tidak memenuhi definisi pasangan
infertil.
Pemeriksaan Fisik
• Laki-laki
▫ BMI
▫ Ukuran testis
▫ Desensus testis
▫ Varikokel
▫ Abnormalitas aliran (hipospadia)
Pemeriksaan Fisik
• Perempuan
▫ BMI
▫ Lihat adanya infeksi pada organ genital
▫ Papanicolaou tes dan kultur untuk gonorea,
klamidia, ureaplasma urealyticum dan
mycoplasma hominis
▫ Pemeriksaan bimanual : arah serviks, posisi
uterus, mencari adanya nodul pelvik.
Analisis Semen
• Sampel di ambil di laboratorium. Jika sampel di
ambil di rumah, harus di simpan dalam konatiner
plastik steril dan diantar dalam suhu ruangan dan
tidak lebih dari 30 menit setelah ejakulasi.
• Jika tidak diperoleh sampel melalui masturbasi,
dapat melalui hubungan seksual menggunakan
kondom non-spermisidal.
• Agar hasil yang diperoleh optimal, semen
diperoleh setelah setidaknya 3 hari tidak
berhubungan seksual.
Analisis Semen
• Nilai normal analisis semen (WHO);
▫ Volume - 2-5 mL
▫ pH level - 7.2-7.8
▫ Sperm concentration - 20 million or greater
▫ Motility - 50%, forward progression
▫ Morphology - Normal sperm (>4%)
▫ White blood cells - Fewer than 1 million cells/µL
Analisis Semen
• Morfologi menjadi parameter penting dalam
evaluasi sperma dan kemampuan fertilisasi.
• Menggunakan kriteria Kruger, morfologi sperma
harus > 14% normal. Jika < 4% menunjukkan
infertilitas berat dan indikasi untuk ICSI
(Intracytoplasmic sperm injection)
Analisis Semen
• Selain analisis semen:
▫ Biokimia
fruktosa dari vesika seminalis, seng dan asam fosfat
dari kelenjar prostat dan alfa glukosidase serta
karnitine dari epididimis.
▫ Aglutinasi sperma
Melihat adanya antibodi
IgA atau IgG mungkin ditemukan.
IgA dapat mengganggu interaksi aperma-oosit.
IgG dapat mengganggu motilitas sperma.
Antibodi dapat spesifik untuk kepala atau ekor.
Post Coital Testing
• Sims-Huhner test
• Menilai kemampuan sperma penetrasi mukus
serviks.
• Diambil mukus serviks 9-24 jam setelah
berhubungan pada pertengahan siklus.
• Ditemukannya > 20% sperma motil/LPB (400X)
menunjukkan hasil +.
• Dapat digunakan artificial mucus dari asam
hialuronat.
Penilaian Ovarium
• Tes Ovulasi
▫ Gejala dan Tanda
Tidak ada tanda dan gejala khas untuk ovulasi.
Ovulasi terjadi biasanya pada wanita yang
memiliki sikklus menstruasi teratur.
▫ Temperatur basal tubuh (BBT)
Sekresi progesteron oleh korpus luteum
menginduksi peningkatan sekitar 0,5oC BBT.
Penilaian Ovarium
• Tes untuk konfirmasi adanya ovulasi:
▫ Tes hormon
progesteron dihasilkan pada fase luteal. Kadar
serum > 10 nmol/l menunjukkan adanya ovulasi.
Kadar puncak progesteron pada fase mid luteal (7
hari setelah menstruasi)
Penilaian Ovarium
▫ Monitoring urin
konsentrasi 40 mIU/ml menunjukkan korelasi
dengan peningkatan serum LH yang memicu
ovulasi. Namun tidak boleh terlalu percaya
dengan tes ini dikarenakan danya false positif.
Penilaian Ovarium
▫ Biopsi Endometrium
Adanya sekresi endometrium menunjukkan
adanya ovulasi. Dibawah pengaruh progesteron,
kelenjar endometrium berdilatasi dan vakuola
sekretori dapat diamati pada fase luteal.
OOPLASMA