Sifat Komponen Penyusun Emulsi
Sifat Komponen Penyusun Emulsi
PENYUSUN EMULSI
(2 : AIR, MINYAK)
1. MINYAK
• Minyak larut dalam pelarut organik, tidak larut atau hanya sedikit
sekali larut dalam air
• Minyak yang digunakan akan mempengaruhi : nutrisi, sensoris
dan sifat fisikokimia dari emulsi
• Nutrisi : energi, vitamin larut dalam minyak, Asam lemak ω-3 dan
tidak jenuh lainnya (baik), kolesterol, asam lemak jenuh dan asam
lemak trans (kurang baik)
• Kenampakan : keruh/opaque karena sinar yang melalui emulsi
dipencarkan/dihamburkan, dipengaruhi konsentrasi droplet
• Viskositas : Penigkatan konsentrasi droplet akan meningkatkan
viskositas
• Tekstur : Minyak dapat mengkristal, membentuk jaringan 3
dimensi, minyak akan memberikan kekakuan mekanis
1.1 Struktur Molekul Minyak
X
• Proses kristalisasi lemak dibagi menjadi tiga tahap:
Supercooling, Nukleasi dan Pembentukan kristal
1.3.1 Supercooling
• Kristalisasi lemak/minyak hanya dapat terjadi setelah fase
cair didinginkan di bawah titik leleh termodinamika
• Meskipun demikian, suatu bahan dapat bertahan sebagai
cairan di bawah titik lelehnya untuk waktu yang cukup
lama sebelum kristalisasi terjadi
• Hal ini karena ada energi aktivasi yang harus diatasi
sebelum terjadi transisi fase cair ke fase padat (Gambar
4.4).
• FIGURE 4.4 When there is a sufficiently high activation energy between
the solid and liquid states, a liquid oil can persist in a metastable state
below the melting point of a fat.
• GAMBAR 4.4 Ketika ada energi aktivasi yang cukup tinggi antara keadaan
padat dan cair, minyak (cair) dapat bertahan dalam keadaan metastabil di
bawah titik leleh lemak.
• Derajat supercooling suatu zat cair didefinisikan
sebagai ΔT = Tmp – T
T = suhu dan Tmp = titik leleh.
• Nilai ΔT di mana kristalisasi pertama kali
tergantung pada struktur kimia minyak, keberadaan
bahan kontaminasi, laju pendinginan, struktur mikro
(misalnya, minyak curah versus minyak teremulsi),
dan penerapan gaya eksternal
• Minyak murni yang tidak mengandung kotoran
seringkali dapat didinginkan lebih dari 10° C
sebelum kristalisasi terjadi
1.3.2 Nukleasi
• Pertumbuhan kristal hanya dapat terjadi setelah inti yang
stabil telah terbentuk dalam cairan
• Energi bebas keseluruhan memiliki nilai maksimum pada
radius kritis inti tertentu (r *)
• Radius kritis inti (r *) yang harus dicapai agar kristalisasi
terjadi :
• FIGURE 4.8 The polymorphic state that is initially formed when an oil crystallizes
depends on the relative magnitude of the activation energies associated with nuclei
formation.
• GAMBAR 4.8 Keadaan polimorfik yang awalnya terbentuk ketika minyak mengkristal
bergantung pada besarnya energi aktivasi relatif yang terkait dengan pembentukan inti.
1.3.6 Kristalisasi lemak/minyak edible
• FIGURE 4.9 Comparison of the melting profile of a pure triacylglycerol and a typical
edible fat. The edible fat melts over a much wider range of temperatures because it consists
of a mixture of many different pure triacylglycerol molecules each with different melting
points.
• GAMBAR 4.9 Perbandingan profil leleh triasilgliserol murni dan lemak yang dapat
dimakan. Lemak yang dapat dimakan meleleh pada rentang suhu yang jauh lebih luas
karena terdiri dari campuran berbagai molekul triasilgliserol murni yang masing-masing
• Setelah lemak mengkristal, kristal individu berkumpul
untuk membentuk jaringan tiga dimensi yang
memerangkap minyak cair melalui gaya kapiler
• Setelah agregasi terjadi, kristal lemak mungkin sebagian
!! bergabung bersama yang memperkuat jaringan kristal
• Sistem ini juga dapat berubah seiring waktu karena
pertumbuhan kristal yang lebih besar dengan
mengorbankan kristal yang lebih kecil, yaitu pematangan
Ostwald.
1.3.7 Kristalisasi lemak dalam
emulsi
• Stabilitas karakteristik dan sifat reologi emulsi air dalam minyak,
(mis :mentega dan margarin), ditentukan oleh adanya jaringan kristal
lemak yang teragregasi dalam fase kontinu (minyak)
• Jaringan kristal lemak bertanggung jawab untuk mencegah droplet air
mengendap karena gravitasi, serta menentukan daya oles/spreadability
produk
• Kristal lemak terlalu banyak : produk terlalu keras dan sulit untuk
dioleskan
• Kristal terlalu sedikit : produk menjadi lunak dan runtuh/collapses karena
beratnya sendiri.
• Profil leleh lemak alami dapat dioptimalkan untuk aplikasi spesifik
dengan berbagai metode fisik atau kimia, termasuk pencampuran,
interesterifikasi, fraksinasi, dan hidrogenasi
• Ketika droplet lemak sebagian berbentuk kristal, kristal
dari satu droplet dapat menembus ke droplet lain selama
tabrakan yang menyebabkan kedua droplet saling
menempel
• Fenomena tsb dikenal sebagai penggabungan parsial dan
menyebabkan peningkatan dramatis dalam viskositas
emulsi, serta penurunan stabilitas pembentukan krim
• Penggabungan parsial yang banyak pada akhirnya dapat
menyebabkan inversi fase, yaitu konversi emulsi minyak
dalam air menjadi emulsi air dalam minyak
• Penggabungan parsial ini penting dalam produk mentega,
margarin, selai, es krim dan krim kocok
1.4 Pemilihan Lemak/Minyak Untuk
Emulsi
Perlu memperhatikan :
• Nutritional Profile
• Flavor Profile
• Crystallization Behavior
• Oxidative Stability
• Bulk Physicochemical Properties
• Oil Quality
Perilaku Kristalisasi (1)
• Dalam beberapa emulsi, diharapkan agar lemak tidak
mengkristal selama masa pakai produk karena hal ini
akan menyebabkan ketidakstabilan melalui penggabungan
parsial.
• Misalnya, minyak yang digunakan untuk membuat saus
salad tidak mengkristal (“cloud”) saat terkena suhu lemari
es.
• Hal ini dapat dicapai baik dengan menggunakan sumber
minyak yang secara alami memiliki titik leleh rendah,
dengan menghilangkan fraksi leleh tinggi dengan kristalisasi
selektif ("winterisasi"), atau dengan menambahkan
komponen yang menghambat pembentukan kristal, seperti
• Perilaku Kristalisasi (2)
• Dalam emulsi makanan lainnya, kristalisasi fase
lipid merupakan bagian integral dari
produksinya dan menentukan atribut fisikokimia
dan sensorik yang diinginkan, misalnya margarin,
mentega, krim kocok, dan es krim.
• Dalam produk tersebut penting untuk memilih
minyak yang memiliki profil suhu vs. SFC tertentu,
dan yang membentuk kristal dengan ukuran, bentuk,
dan bentuk polimorfik yang sesuai.
2. AIR
2.1 Struktur dan organisasi molekuler
• Molekul air terdiri dari dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen ke atom oksigen
• Atom oksigen sangat elektronegatif dan menarik elektron atom
!! hidrogen ke arahnya
• Hal ini meninggalkan muatan positif parsial (δ +) pada setiap atom
hidrogen, dan muatan negatif parsial (δ−) pada setiap pasangan
elektron bebas pada atom oksigen.
• Susunan tetrahedral dari muatan parsial pada molekul air individu
berarti bahwa ia dapat membentuk ikatan hidrogen dengan empat
tetangga terdekatnya (Gambar 4.10).
FIGURE 4.10 Molecular structure and tetrahedral organization of water
molecules
2.2 Sifat Fisikokimia Air Dalam
Bentuk Curah
• Air memiliki konstanta dielektrik yang tinggi karena distribusi
muatan parsial yang tidak merata pada molekul yang berarti
mudah terpolarisasi oleh medan listrik
!!• Kristal es dalam fase air dari emulsi minyak dalam air, seperti es
krim, berkontribusi pada karakteristik mouthfeel dan tekstur
produk
• Jika kristal es ini tumbuh terlalu besar, produk dianggap
"berbutir" atau "berpasir", yang biasanya dialami saat es krim
meleleh dan kemudian dibekukan kembali.
• Banyak makanan berbasis emulsi dirancang untuk stabil
pada pembekuan-pencairan, artinya, kualitasnya tidak
boleh terpengaruh buruk setelah produk dibekukan dan
kemudian dicairkan
• Prinsip dasar kristalisasi es mirip dengan yang dijelaskan
untuk lemak dan minyak
• Namun demikian, air menunjukkan beberapa perilaku
anomali karena sifat molekulnya yang unik, misalnya,
mengembang saat mengkristal, sedangkan sebagian besar
zat lainnya menyusut
2.3 Pengaruh Zat Terlarut Pada Organisasi
Molekul Air
• Fase air dari kebanyakan emulsi makanan mengandung
berbagai unsur yang larut dalam air, termasuk mineral,
asam, basa, perasa, pengawet, vitamin, gula, surfaktan,
protein, dan polisakarida.
• Kelarutan, partisi, konformasi, interaksi, dan reaktivitas
kimiawi dari banyak bahan makanan ini ditentukan oleh
interaksinya dengan air.
• Oleh karena itu, penting bagi ilmuwan makanan untuk
memahami sifat interaksi zat terlarut-air dan pengaruhnya
terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik dari emulsi
makanan.
2. 3.1 Interaksi air dengan larutan ionik
• Interaksi air dengan larutan ionik lebih besar/kuat
daripada interaksi air-air (tabel 4.3)
i. Pada konsentrasi yang relatif rendah (<10 mM), ion
multivalen dapat mengikat permukaan droplet emulsi
yang bermuatan berlawanan
Ion-ion ini dapat membentuk jembatan garam antara
tetesan minyak bermuatan dalam air, dengan demikian
mendorong terjadinya flokulasi
ii. Pada konsentrasi menengah (<250 mM), zat terlarut ionik
menyaring interaksi elektrostatis dan menyaring kontribusi
frekuensi-nol ke interaksi van der Waals, sehingga
mengubah besarnya dan jangkauan interaksi gaya
tolak dan gaya tarik antara droplet.
iii. Pada konsentrasi yang relatif tinggi (> 500 mM), zat terlarut
ionik (dan lainnya) meningkatkan daya tarik antara
droplet emulsi (dan jenis partikel koloid lainnya) karena efek
eksklusi sterik. Ion terhidrasi lebih besar dari molekul air.
iv. Pada konsentrasi yang relatif tinggi (> 500 mM), zat terlarut
ionik mengubah struktur struktur air yang mempengaruhi
kekuatan interaksi hidrofobik.
v. Larutan ionik dapat menyebabkan perubahan konformasi
molekul biopolimer yang teradsorpsi ke permukaan droplet
emulsi atau terdispersi dalam fase kontinu, yang akan
mengubah kekuatan interaksi sterik dan deplesi antara droplet.
vi. Pengikatan ion terhidrasi ke permukaan droplet emulsi dapat
meningkatkan gaya tolak hidrasi antara droplet.
2.3.2 Interaksi air dengan zat
terlarut polar