Anda di halaman 1dari 8

REZA SAPUTRA

2113010093
LEARNING OBJECTIF
• Definisi Euthanasia
• Euthanasia berdasarkan kodeki,hukum,agama
• Pro kontra Euthanasia disetiap negara
• Kenapa dokter harus menyarankan suami pasien kepada kemenkes dalam kasus di scenario
tersebut
DEFINISI EUTHANASIA

• Istilah Euthanasia secara etimologis, berasal dari kata Yunani yaitu eu


dan thanatos yang berarti “mati yang baik” atau “mati dalam keadaan tenang atau senang”. Dalam bahasa
inggris sering disebut Marc Killing, sedangkan menurut “Encyclopedia American mencantumkan Euthanasia ISSN
the practice of ending life in other to give release from incurable sufferering”.
• menurut kamus Kedokteran Dorland Euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang
mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati,pengakhiran kehidupan seseorang yang
menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja
(Etika & Hukum Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2014)
EUTHANASIA BERDASARKAN KODEKI,HUKUM,AGAMA

HUKUM
pada Pasal 344 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun
Pasal 388 KUHP dinyatakan: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati,
dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun
Pasal 340 KUHP dinyatakan, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain
diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama duapuluh tahun
Pasal 345KUHP yang berbunyi “dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun
Pasal 359 KUHP, yang dinyatakan “Barangsiapa yang karena salahnya telah menyebabkan meninggalnya orang lain.
Dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, atau dengan hukuman kurungan selam- lamanya satu
tahun (Rospita A. Siregar Jurnal Hukum tô-râ, Vol. 1 No. 3, Desember 2015 )
ISLAM
Kehidupan dan kematian hanyalah Allah yang berhak menentukan. Penderitaan yang dialami manusia apapun
bentuknya, tidak dibenarkan seorangpun merenggut kehidupan orang yang menderita tersebut khususnya melalui
praktek euthanasia. Islam menganjurkan untuk selalu bersabar dan berprasangka baik serta mendekatkan diri kepada
Allah SWT dalam menghadapi ujian kehidupan termasuk penyakit. Nabi SAW bersabda “Jika seseorang dicintai Allah
maka ia akan dihadapkan kepada cobaan yang beragam”. Jika manusia berputus asa dalam menghadapi penderitaan,
maka Allah menjanjikan jalan keluarnya dalam QS Az Zumar ayat 53 : “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari ramat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-
dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(Indrie Prihastuti, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 1 No 2 2018 )
KODEKI
Berdasarkan kaidah dasar moral tersebut, praktek euthanasia jelas melanggar kaidah tersebut terutama kaidah nomor
2. Pasal 11 dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 menyebutkan, "Setiap dokter wajib senantiasa
mengingat kewajiban dirinya melindungi hidup makhluk insani". Poin kedua cakupan pasal 11 menyebutkan bahwa
seorang dokter dilarang terlibat atau melibatkan diri ke dalam abortus, eutanasia, maupun hukuman mati yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan moralitasnya. Selain itu dalam etika kedokteran, seorang dokter tidak diperbolehkan
menggugurkan kandungan dan mengakhiri hidup seorang penderita yang menurut ilmu dan pengalamannya tidak
mungkin akan sembuh lagi
(Indrie Prihastuti, Jurnal Filsafat Indonesia, Vol 1 No 2 2018 )
PRO KONTRA EUTHANASIA DISETIAP NEGARA

PRO
erdapat beberapa argumen yang mendukung terjadinya euthanasia. Pertama, kelompok pro-euthanasia beranggapan bahwa
setiap individu memiliki hak untuk menentukan masa depan kehidupannya. Terlebih jika individu tersebut dalam keadaan
sakit berat yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya sendiri. Argumen lain menyatakan bahwa dengan melegalkan
euthanasia terhadap pasien dengan keadaan yang tidak dapat disembuhkan, tenaga dan perawatan kesehatan dapat
dialihkan untuk pasien yang memiliki harapan sembuh lebih besar dan memerlukan perawatan intensif.
KONTRA
elompok kontra euthanasia beranggapan bahwa tindakan ini menyalahi kehendak yang maha kuasa. Kehidupan adalah
suatu hal yang suci dan kematian bukan berada di tangan manusia, namun berada pada tangan sang Pencipta. Selain itu,
setiap orang, baik yang mengalami sakit berat atau sehat memiliki hak yang sama untuk hidup, jadi keputusan untuk
mengakhiri hidup dengan alasan sakit keras tidak dibenarkan. Permasalahan lainnya adalah mengenai siapa pihak yang
memiliki otoritas untuk menentukan seorang pantas melakukan euthanasia, apakah dokter atau keluarga?
(KEMENKES )
KENAPA DOKTER HARUS MENYARANKAN SUAMI PASIEN KEPADA KEMENKES DALAM KASUS DI SCENARIO TERSEBUT

sebagai anggota suatu ogansisasi profesi, dalam melaksanakan tugasnya dokter terikat oleh etika kedokteran, dan
sebagai anggota masyarakarat dokter juga terikat pada aturan-aturan hukum yang ada. Jadi dalam menjalankan tugas
profesinya, selain terikat oleh etika kedokteran seorang dokter juga terikat oleh aturan-aturan hukum secara umum.
Setiap tindakan dokter harus dapat dipertanggungjawabkan.Dokter memiliki kewajiaban moral sekalipun pasien
sudah mau untuk mengambil resiko, karena muncul tidaknya resiko masih bergantung pula pada tindakan medik
yang dilakukan oleh dokter itu, apakah dilakukan sesuai dengan standar profesi atau tidak. Hal ini sangat wajar
karena tindakan dokter yang tidak sesuai dengan standar profesi apapun bentuk dan alasannya tetap dapat dimintai
pertanggungjawaban.(V Nabila, 2019)

Anda mungkin juga menyukai