Anda di halaman 1dari 33

MORPOLOGI SUNGAI

(MATA KULIAH: REKAYASA SUNGAI DAN IRIGASI)

Dr. Ir. Suardi Natasaputra, M.Eng


2

SUNGAI
IDIAL

SUNGAI CODE
BAGIAN ATAS-
SISTEM EKOLOGI -
Reformasi SDA, Agus Maryono HIDRAULIK
DEGRADASI DAN AGRADASI

• Akibat konstruksi Dam.  apabila dibangun Dam di lembah sungai, maka terjadi
genangan air/reservoir diatas dam, maka beberapa permasalahan akan muncul,
diantaranya:
• Terjadi sedimentasi di reservoir
• Mulut/muara sungai masuk direservoir, terjadi agradasi dasar sungai dihulu.
• Sedimentasi dimulai di titk A, kemudian menjorok masuk sampai titik B
• Bed-material load akan mengendap di muara sungai, sedimen makin kehilir
masuk direservoar makin halus.

• Dihilir dam, terjadi gerusan dasar


Sungai sehingga terjadi degradasi
DAMPAK BANGUNAN SILL /BENDUNG
KECIL DI SUNGAI

• Jika kedalaman air diatas mercu bendung, relative sama dengan


kedalaman normal sungai, maka profil aliran seperti pd gambar
1.
• Jika kedalaman air diatas mercu lebih tinggi dari kedalaman
normal sungai, akan terjadi backwater dan terjadi sedimentasi
Gambar 1 diatas bendung. Kondisi seimbang akan seperti gambar 2.
• Jika kedalaman air diatas mercu lebih rendah dari kedalaman
normal sungai, akan terjadi draw-down. Kondisi seimbang
seperti pada gambar 3.

Gambar 2

Gambar 3
AKIBAT ADANYA PEMBENDUNGAN DI
SUNGAI

• Bendung relative kecil didasar sungai, dampaknya relative kecil,


dapat diabaikan (gambar 1)
• Bendung lebih tinggi, menimbulkan backwater kehulu, akan
terjadi agradasi dihulu/diudik bendung dan terjadi degradasi dihilir
bendung. Awal proses seperti pada gambar 2, dan akhir proses seperti
gambar 3.
PENGAMBILAN 1. Untuk Irigasi
2. Untuk air baku air minum
AIR SUNGAI

DAMPAK TERHADAP MORPOLOGI SUNGAI:

Dasar sungai asli ABC, missal dititik B ada


pengambilan air untuk irigasi, maka apa yang akan
terjadi?

1. Pada tahap awal, terjadi endapan sedimen di


sekitar bangunan pengambilan air, karena debit
sungai kehilir berkurang, padahal sedimen dari
hulu tetap.

2. Proses tsb berjalan terus, sehingga lama kelamaan, dasar sungai dihulu titik B akan naik, dan dihilir titk B slope dasar
sungai akan naik [curam] untuk mengangkut sedimen oleh debit yang lebih kecil. Lihat gambar, dasar sungai semula
ABC, naik menjadi DEFG. Local draw-down effect di ruas EF.
DREDGING OF 1. Misal ada pengambilan pasir
BED MATERIAL
DAMPAK TERHADAP MORPOLOGI SUNGAI:

Dasar sungai asli ABC, missal dititik B ada


Dredging utk pengambilan pasir, maka apa yang akan
terjadi?

1. Akibat pengambilan sedimen di B, maka di


hilir B, akan terjadi scoring untuk nambah
angkutan sedimen oleh debit Q yang tetap.
Terjadi draw down dihulu B.

2. Proses tsb berjalan terus, sehingga lama kelamaan, dasar sungai dihulu titik B akan turun tergerus aliran, dan dihilir titk B
slope dasar sungai akan turun [tambah landai] untuk keseimbangan T yg berkurang oleh debit yang tetap. Lihat gambar,
dasar sungai semula ABC, turun menjadi DEFG. Local back water effect di ruas EF. Titik G sedikit lebih rendah dari C,
karena peningkatan normal depth.
SHORTENING OF A
RIVER
DAMPAK TERHADAP MORPOLOGI SUNGAI:

Dasar sungai asli ABCD, missal dititik C sungai


Dipotong, sehingga jadi EFGH

1. Pada awal proses, terjadi draw down di FG,


terjadi degradasi diruas EF, dan agradasi diruas
GH.

2. Proses tsb berjalan terus, sehingga lama kelamaan, dasar sungai dihulu titik E akan turun tergerus aliran, dan dihilir titk G
slope dasar sungai akan naik [tambah landai] untuk keseimbangan T yg bertambah (ada gerusan diatsa G) pada debit yang
tetap. Lihat gambar, dasar sungai semula EFGH, turun menjadi OP.
EXTENSION OF A 1. Misal pengurugan pantai
RIVER
DAMPAK TERHADAP MORPOLOGI SUNGAI:

Dasar sungai asli AB, missal dari dititik B ada


urugan pantai  sungai tambah Panjang BC, maka
apa yang akan terjadi?

1. Akibat penambahan Panjang sungai, slope


dasar sungai tambah landai, kecepatan aliran
turun, terjadi sedimentasi (agradasi dasar sungai)

2. Proses tsb berjalan terus, sehingga lama kelamaan, dasar sungai naik jadi DEF.
FORMULASI ANGKUTAN SEDIMEN
DI SUNGAI
No Klass Sedimen Ukuran [mm] Ukuran [Feet]
1 Boulders > 256 -
2 Cobbles 64 - 256 -
3 Very Coarse Gravel [VCG] 32 - 64
4 Coarce Gravel [CG] 16 - 32
5 Medium Gravel [MG] 8 - 16
6 Fine Gravel [FG] 4-8
7 Very Fine Gravel [VFG] 2-4
8 Very Cosrce Sand [VCS] 1–2
9 Coarce Sand [CS] 0.5 – 1.0
10
11
Medium Sand [MS]
Fine Sand [FS]
0.25 – 0.50
0.125 – 0.25
KLASIFIKASI UKURAN
12 Very Fine Sand [VFS] 0.0625 – 0.125 PARTIKEL SEDIMEN
13 Coarce Silt 0.031 – 0.0625 (USACE, 1991)
14 Medium Silt 0.016 - 0.031
15 Fine Silt 0.008 – 0.016
16 Very Fine Silt 0.004 – 0.008
17 Coarce Clay 0.002 – 0.004
18 Medium Clay 0.001 – 0.002
19 Fine Clay 0.0005 – 0.001
20 Very Fine Clay 0.00024 – 0.0005
21 Colloids < 0.00024
BED LOAD FORMULAS

DuBoys Formula (1879): gs =  o [ o - c]

o =  d S
Keterangan:
gs = sediment discharge, [lb/sec-ft
y = koefisien tergantung dari ukuran butir sedimen
o = bed shear stress (tegangan geser dasar sungai, lb/ft 2)
C = tegangan geser kritis [lb/ft2]
g = specific weight of water [lb/ft3]
d = kedalaman air, [ft]
S = kemiringan dasar sungai
CONTOH DATA SEDIMEN SUNGAI COLORADO
(HASIL PENGUKURAN DITEMPAT TERTENTU)
Tabel 1.
No. Parameters yang diukur Sediment Properties Satuan
1 Kisaran kedalaman air, [d ] 4 – 12 ft
2 Kisaran debit / satuan lebar sungai, [q] 8 – 35 cps/ft
3 Lebar sungai, [w] 350 ft
4 Kemiringan dasar sungai slope, [S] 0.000217 Ft/ft
5 Temperatur, F 60 F
6 Ukuran geometri sedimen rata-rata, [Dg] 0.320 mm
7 Standar Deviasi Geometri 1.44
8 D35 0.287 Mm
9 D50 0.330 Mm
10 D65 0.378 Mm
11 D90 0.530 Mm
12 Ukuran rata-rata, Dm 0.396 mm
(Sumber: Mays. Larry. W, 2011)
Tabel 3: Sieve Analisis Bukaan Saringan [mm] % lolos saringan
0.062 0.22
0.074
0.125 1.33
Tabel 2: Ukuran fraksi sedimen
untuk perhitungan 0.175

% by weight (ib) 0.246


Items 20.8 69.6 96
0.250 21.4
0.351
Mean size : Dsi [mm] 0.177 0.354 0.707
0.495
Mean size, Dsi [ft] 0.00058 0.00116 0.00232
0.500 88.7
0.701
Settling velocity: Wi 0.991
Dalam [cm/sec] 1.9 4.8 9.6 1.000 98.0
Dalam [ft/sec] 0.063 0.158 0.314 1.400
1.980
2.000 99.0
3.960
4.000 99.5
CONTOH SOAL
• Hitung debit sedimen per satuan lebar sungai, dengan menggunakan persamaan DuBoys
jika:
(i) kedalaman aliran, d = 10 ft;
(ii) debit satuan lebar q = 40 cfs/ft,
• Kemiringan dasar sungai S = 0.000217 (lihat table 1)
• Data hasil pengukuran pd sungai Colorado seperti table. 1; Tabel 2; dan Tabel 3.
• Langkah perhitungan:
• Tentukan nilai koefisien  dan tegangan geser kritis c dari grafik DuBoys
• Hitung tegangan geser dasar sungai dengan rumus: o = .d.S
• Substitusi hasil hasil parameter diatas ke dalam rumus:

gs =  o [ o - c]
Dari Tabel 1:
Ds = Dm = 0.396; maka dari
Grafik DuBoys didapat:

y = 57 ft3/lbs-sec ; dan

c = 0.02 lbs/ft2

o = 62.4(10)(0.000217) lb/ft2
= 0.135 lb/ft2

gs =  o [ o - c]

Gs = 57(0.135)[0.135 – 0.02)
Gs = 0.890 lb/sec/ft
MEYER- PETER AND MULLER FORMULA [1948]

[ ]
3/2

( )
1 /6 3 /2
𝑄𝑠 𝐷 90
𝑔 𝑠 = 0.368 𝑑 . 𝑆 −0.0698 𝐷 𝑚 Persamaan [2.1]
𝑄 𝑛𝑠

Keterangan:
gs = sediment discharge, [lb/sec-ft]
Q = total water discharge [ft3/s]
QS = Sebagian debit air di dasar sungai, ft3/s)
D90 = partikel size 90% lebih kecil [mm]
Dm = diameter efektif bed material [mm]
ns = koefisien kekasaran Manning dasar sungai
d = kedalaman air, [ft]
S = kemiringan dasar sungai [ft/ft]
MEYER- PETER AND MULLER FORMULA [1948]
2/3 1/ 2
1.486 𝑑 𝑆
Untuk sungai lebar dan kekasarannya halus, Qs/Q = 1 ; dan : 𝑛 𝑠=
𝑉

V = kecepatan aliran rata-rata, [ft/sec]

Apabila kekasaran tebing sungai diperhitungkan, maka berlaku persamaan sbb:


Untuk bentuk saluran persegi:

𝑄𝑠 1
=

( )
2/3
𝑄 2 𝑑 𝑛𝑤
1+
𝑇 𝑤 𝑛𝑠
MEYER- PETER AND MULLER FORMULA [1948]

Untuk bentuk saluran Trapesium:

Keterangan:
ns = koefisien kekasaran Manning 𝑄𝑠 1
nw = kekasaran tebing sungai
=

( )
𝑄 2 1/ 2
2 𝑑 ( 1+ 𝑧 ) 𝑛𝑤 2/ 3

nm = kekasaran saluran total 1+


𝐵 𝑛𝑠
Tw = lebar muka air [top width] dalam [ft]
B = lebar dasar sungai [ft]
Z = side slope [hor/vert] 𝑛
Dm = main grain diameter
Ib = fraksi berat
𝐷𝑚 =∑ 𝐷 𝑠𝑖 𝑖𝑏
n = jumlah fraksi sedimen 𝑖=1
d = kedalaman aliran rata-rata [ft]
CONTOH PERHITUNGAN
• Hitung debit sedimen per satuan lebar sungai, untuk kedalaman aliran d = 10 ft
• Flow rate q = 40 ft3/s/ft.
• Pakai rumus Meyer-Peter and Muller.
𝑛
• Langkah-Langkah:
• Hitung diameter efektif sedimen dasar-campuran [mm] dg rumus: 𝐷𝑚 =∑ 𝐷 𝑠𝑖 𝑖𝑏
• Lihat table 2: Dm = 0.208*(0.177) + 0.696*(0.345) + 0.096*(0.707) mm 𝑖=1
• Dm = 0.351 mm 2/3 1/ 2
1.486 𝑑 𝑆
• Hitung koef kekasaran Manning ns: 𝑛 𝑠=
𝑉

• V = 40/10 ft/s = 4.0 ft/s ; d = 10 ft; S = 0.000217 didapat ns = 0.0254

• Sungai lebar, maka: Qs/Q = 1 ; pakai data : D90 = 0.530 mm;

[ ]
3/2

( )
1 /6 3 /2
𝑄𝑠 𝐷 90
𝑔 𝑠 = 0.368 𝑑 . 𝑆 −0.0698 𝐷 𝑚 Didapat gs = 0.0545 lb/sec-ft
𝑄 𝑛𝑠
SCHOKLITSCH FORMULA
• Unigranular material [D50]:
Keterangan: 86.7 3 /2
𝐺𝑠= 𝑆 (𝑄 − 𝑇 𝑤 𝑞0 )
• D =D0 [main grain diameter, (in)] √𝐷
• Gs = bedload discharge, [lb/s]
𝑑
• S = energi gradient [ft/ft] 𝑞 0=0.00532 4 /3
𝑆
• Q = discharge, [ft3/s]
• Tw = the width, [ft]
• qc = critical discharge [ft3/s/ft width]
SCHOKLITSCH FORMULA

• Mixture of difference size [Dsi]:


Keterangan: 𝐷 𝑠𝑖
𝑞 0=0.0638 4/3
• n = jumlah fraksi sedimen 𝑆
• gs = Gs/Tw = bedload discharge, [lb/s-ft]
• S = energi gradient [ft/ft]
• q = discharge per unit width, [ft3/s-ft]
• Tw = the width, [ft]
𝑛 𝑛
• ib = fraksi sedimen 25 3/ 2
𝑔 𝑠 =∑ 𝑔𝑠 ,𝑖 =∑ 𝑖𝑏 𝑆 ( 𝑞 −𝑞 0 )
𝑖=1 𝑖=1 √ 𝐷𝑠𝑖
CONTOH PERHITUNGAN

• Soalnya sama seperti contoh-contoh diatas, hitung pakai rumus Schoklitsch


(1) Dari table 2: untuk Dst = 0.177 mm = 0.000581 ft, maka:
𝑛 𝑛
𝐷 𝑠𝑖 25 3/ 2
𝑞 0=0.0638 𝑔 𝑠 =∑ 𝑔𝑠 ,𝑖 =∑ 𝑖𝑏 𝑆 ( 𝑞 −𝑞 0 )
√ 𝐷𝑠𝑖
4/3
𝑆 𝑖=1 𝑖=1

• qo = 0.0638* 0.000581/(0.000217)^4/3 = 2.84 cfs/ft


• gsi = 0.208*25/(0.000581)^0.5 *(0.000217)^3/2* (40 – 2.84) = 0.0256 lb/s-ft
(2) Dsi = 0.354 mm = 0.00116 ft
• qo = 0.0638* 0.00116/(0.000217)^4/3 = 5.675 cfs/ft
• gsi = 0.696*25/(0.00116)^0.5 *(0.000217)^3/2* (40 – 5.675) = 0.0561 lb/s-ft
(3) Dsi = 0.707 mm = 0.00232 ft
• qo = 0.0638* 0.00232/(0.000217)^4/3 = 11.351 cfs/ft
• gsi = 0.096*25/(0.00232)^0.5 *(0.000217)^3/2* (40 – 11.351) = 0.00456 lb/s-ft
𝑛
𝑔 𝑠 =∑ 𝑔𝑠 ,𝑖
𝑖=1

(4) gs = 0.0256+0.0561+0.00456 = 0.0862 lb/sec-ft

Kesimpulan dari 3 formula:


• DuBoys Formula : gs = 0.8907 lb/sec-ft
• Meyer-Peter and Muller formula: gs = 0.0545 lb/sec-ft
• Schoklitsch formula : gs = 0.0862 lb/sec-ft
REKAYASA DAN
PENGELOLAAN
INFRASTRUKTUR IRIGASI

Dr. Ir. Suardi Natasaputra, M.Eng


SPINTAS PERKEMBANGAN IRIGASI DI INDONESIA

• Sejak jaman kerajaan, Irigasi merupakan keperluan dasar (basic needs) bagi
pertanian rakyat.  tanpa diperintah petani membangun sendiri prasarananya.
• Pada tingkat yg paling sederhana, irigasi hanya terdiri dari bangunan sederhana
di sungai untuk membelokan aliran air langsung ke areal pertanian (flooding
system)  pengelola lebih bersifat individu.
• Pada areal yg lebih luas dibuat saluran pembawa sehingga air dapat dibagi
secara proporsional ke petak2 sawah.
• Sekelompok petani bergabung sbg pengelola.  petani membangun dan
memelihara jaringan2 irigasi melalui kerjasama antar petani.  Pada
umumnya irigasi skala kecil.
• Petani memiliki kewenangan mutlak  dibentuk lembaga perkumpulan
petani, timbul nilai-nilai tradisional, secara gotong royong petani mengelola
jaringan sehingga lebih efektif.
MEMASUKI ABAD 19
• Pemerintah penjajah mulai membangun irigasi skala besar, terutama untuk tebu. 
termasuk didalamnya irigasi2 kecil punya petani.
• Secara teknis terjadi pengembangan, jaringan irigasi mulai dilengkapi dengan bangunan
kontrol, seperti pintu yg dpt dibuka dan ditutup (on/off gates) dan bangunan ukur debit
sehingga penggunaan air dpt lebih efisien.  diperlukan suatu organisasi pengelola yg
memahami teknis.
• Dibentuk Lembaga Pengelola Dinas-dinas Pengairan (instansi pemerintah yg mengelola
irigasi).
• Dibuat peraturan tentang pembagian tugas/tanggungjawab pengelolaan irigasi antara
petani dg pemerintah (dinas). Pemerintah pd umumnya jaringan utama, petani jaringan
tersier.
• Dilain pihak masih ada irigasi kecil yg sepenuhnya dikelola petani.  Timbul implikasi
terhadap existensi nilai-nilai tradisional yang menjadi landasan kerjasama diantara petani.
MASA REVOLUSI KEMERDEKAAN
• Terutama masa penjajahan Jepang, pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi tidak
banyak dilakukan,  kondisi fisik irigasi semakin rusak.
• Petani tidak mau memelihara jaringan yg menjadi tanggung jawab pemerintah, akibatnya
jaringan tersier yg dikelola petani menjadi tidak berfungsi.
• Semua itu berimplikasi terhadap produktivitas petani dan pd ujungnya berimplikasi pada
produksi pangan nasional.  dikenal sebagai masa hilangnya generasi irigasi (the loss of
generation of irrigation).
PEMERINTAH ORDE BARU
• Mulai pelita I, pemerintah mulai membangun dan merehab semua
jaringan irigasi yg sudah ada dengan sasaran swasembada pangan.
swasembada pangan tercapai tahun 1984.
• Dengan alasan utk efisiensi waktu, semua pembangunan irigasi
dilakukan pemerintah secara sentralistik. Akibatnya:
• Terjadi degradasi peran masy dlm pengelolaan irigasi,
• Posisi daerah dan otonomi masyarakat semakin lemah
• Kelembagaan masyarakat semakin terpuruk.
• Dilain pihak semakin berat beban yg harus dipikul pemerintah pusat. 
Lahirlan Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi.
PEMBAHARUAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
IRIGASI (PKPI)
• Tujuan Utama: Mengembalikan tugas & tanggung jawab pengelolaan
Jaringan Irigasi sepenuhnya kepada Masyarakat Petani.
• PKPI tidak sepenuhnya berhasil, terutama disebabkan:
• Secara ekonomis pertanian tidak menguntungkan bagi sebagian besar
petani terutama di Jawa. Urbanisasi bukan semata-mata karena
tekanan penduduk mencari ruang hidup, melainkan lebih disebabkan
karena kelangkaan sumber daya di pedesaan yang dapat diusahakan
secara ekonomis.
• Dalam dunia bisnis, masyarakat petani tidak memiliki posisi tawar
yang tinggi,  selalu menjadi pihak yg dirugikan.
IRIGASI & DRAINASE: LANGKAH AWAL STRATEGIS
DLM MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
• Irigasi & drainase merupakan syarat utama usaha pertanian. Tanpa pengairan yg baik mustahil dapat
memantapkan produksi pertanian. Tidak diragukan bahwa pembangunan dan perbaikan infrastruktur
irigasi dan drainase menjadi tulang punggung produksivitas pertanian.
• Pertanian tropika merupakan keunggulan komparatif dan kompetitif bila diupayakan dengan sungguh-
sungguh melalui kebijakan pemerintah yang mumpuni yang ditunjang oleh teknologi, rekayasa dan ilmu
pengetahuan yang kreatif- innovatif.
• Sumber daya lahan yang terbatas dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan masukan budidaya
berteknologi tinggi dengan syarat ramah lingkungan sehingga peningkatan produksi per satuan luas
dapat mengimbangi pertumbuhan penduduk.
• Air adalah sumberdaya terbarukan dan karena itu merupakan andalan bagi keberlanjutan
produktivitas budidaya pertanian.
• Pembangunan infrastruktur irigasi dan drainase membuka peluang pekerjaan yang cukup luas,
menyerap tenaga kerja intensif dan ekstensif. sangat dibutuhkan sekarang ini di mana angka
pengangguran sangat tinggi.
KONTEKNYA DG SUMBER DAYA AIR
• Irigasi merupakan pengguna air terbesar saat ini, tetapi dengan nilai
ekonomi di bawah nilai ekonomi tenaga listrik dan industri per m 3
pasokan air. Perlu upaya penghematan air irigasi terutama utk pertanian
lahan basah sehingga sisanya dpt dialihkan ke sector lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
• Kerusakan hutan dan pertanian lahan darat dalam usaha pertanian skala
besar telah merubah ecosystem perairan karena praktek pengolahan
lahan yang tidak sesuai teknik konservasi, serta teknologi pertanian
yang menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan yang tidak kena
sasaran dan bocor ke perairan alami.
TERIMA KASIH

Wass

Anda mungkin juga menyukai