Anda di halaman 1dari 42

Bab 9

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA


KEHIDUPAN BERMASYARAKAT,
BERBANGSA, DAN BERNEGARA
A. Karakter Kebangsaan Indonesia
1. Pengertian Karakter Bangsa

Menurut Sigmund Freud, karakter adalah sekumpulan tata nilai yang


mewujud dalam suatu sistem daya juang yang melandasi pemikiran, sikap
dan perilaku. Perbaikan karakter bangsa merupakan satu kunci terpenting
agar bangsa yang besar jumlah penduduknya ini bisa keluar dari krisis dan
menyongsong nasibnya yang baru. Bangsa Indonesia yang dahulu dikenal
sebagai “het zachste volk ter aarde” dalam pergaulan antarbangsa, kini
sedang mengalami tidak hanya krisis identitas, melainkan krisis dalam
berbagai dimensi kehidupan yang melahirkan instabilitas yang
berkepanjangan semnejak reformasi yang digulirkan pada tahun 1998
Krisis moneter yang kemudian disusul krisis ekonomi dan politik yang
akar-akarnya tertanam dalam krisis moral dan menjalar ke dalam krisis
budaya, menjadikan masyarakat kita kehilangan orientasi nilai, hancur
dan kasar, gersang dalam kemiskinan budaya dan kekeringan spiritual.
Kehalusan budi, sopan santun dalam sikap dan perbuatan, kerukunan,
toleransi dan solidaritas social, idealisme dan sebagainya telah hilang
hanyut dilanda oleh derasnya arus modernisasi dan globalisasi yang
penuh paradoks. Krisis multidimensi dapat saja setiap saat melanda
masyarakat kita, menyadarkan kita semua bahwa pelestarian budaya
sebagai upaya untuk mengembangkan identitas nasional.
2. Penanaman Nilai Identitas Nasional sebagai
Karakter Bangsa
Penanaman nilai-nilai identitas nasional sebagai karakter bangsa harus
diimplementasikan dalam berbagai kehidupan, diantaranya sebagai berikut:
a. Pada diri sendiri
Membangun karakter adalah proses yang tidak mengenal akhir
(never ending process) yang dapat dimulai dalam usia kapan pun. Semakin
usia dini, membangun karakter semakin hasilnya lebih baik. Membangun
jati diri sebagai suatu karakter harus diawali dengan usaha menjadi orang
jujur, terbuka, berani mengambil risiko dan bertanggung jawab, memegang
komitmen dan mampu berbagi (sharing). Kelima sikap itu adalah nilai
universal yang diakui kebenarannya serta diterima oleh semua pihak dan
agama.
b. Membangun ketahanan keluarga

Membangun karakter dalam keluarga diawali dengan komunikasi yang


baik dalam berbagai kesempatan, seperti pertemuan harian dalam keluarga
yang meliputi makan bersama, berdo’a/sembahyang bersama dan rekreasi
bersama sehingga terjalinnya hubungan batiniah sesama anggota keluarga.
Mengugah kesadaran kaum ibu khususnya untuk kembali menangani
pembangunan karakter anak-anaknya sejak usia dini, mengingat semakin
bnayak kaum ibu-ibu bekerja di luar rumah sehingga pendidikan karakter
anak diserahkan kepada pengasuh atau pembantu rumah tangga. Apabila
ketahanan keluarga telah tercapai melalui sosialisasi karakter, tentu akan
membawa pengaruh positif kepada kehidupan lingkungan dan juga kepada
masyarakat sekolah.
c. Pembangunan Karakter dalam Masyarakat

Sebagian waktu kehidupan anak-anak atau pelajar banyak dihabiskan dalam


masyarakat, maka peranan institusi masyarakat, seperti rukun tetangga /
rukun warga sangat penting, disamping itu tempat-tempat bermainnya anak-
anak atau remaja perlu juga dikontrol oleh pejabat yang berwenang agar
dapat ikut serta menanamkan nilai-nilai positif kepada remaja, seperti
pengelola warnet, tempat olah raga dan tempat hiburan yang selalu
dikunjungi anak-anak remaja.
d. Dalam Dunia Pendidikan

Pendidikan mempunyai tugas utama membina watak atau karakter, sebagaimana


dinyatakan oleh filsuf Herbert Spencer dari Inggris, bahwa sasaran pendidikan
adalah membangun karakter. Tujuan pendidikan dinyatakan oleh UU No. 20
Tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Berbudi pekerti luhur (akhlak mulia)
3. Memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani
4. Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri
5. Memiliki tanggung jawab dalam bermasyarakat, beragama, berbangsa, dan
bernegara.
Era globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia. Era globalisasi telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah
ada. Ini semua merupakan ancaman, tantangan dan sekaligus sebagai
peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi di segala
aspek kehidupan.
Di era globalisasi, pergaulan dan persaingan antarbangsa semakin ketat,
batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi
penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu akan
terjadi proses akulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara
budaya masing-masing.
Lunturnya tata nilai jati diri bangsa Indonesia
ditandai oleh 2 (dua) faktor yaitu:

• Semakin menonjol sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan


pribadi di atas kepentingan umum, hal ini bertentangan dengan azas
gotong-royong.
• Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat
kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam
memperoleh kekayaan. Ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya
menjadi tidak dipersoalkan lagi. Bila hal ini terjadi, berarti etika dan
moral telah dikesampingkan.
3. Iman dan Takwa terhadap Tuhan YME sebagai
karakter bangsa
Hubungan manusia dengan Tuhan, sebagaimana tersirat dalam Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa menggambarkan suatu karakter bangsa Indonesia
adalah bangsa yang religius baik dalam konteks hubungan Khalik (pencipta
hidup) dan makhluk (penikmat hidup).
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti bahwa manusia itu pasti
beragama sekaligus berkarakter religius sesuai dengan agama masing-
masing yang dianutnya. Manusia Indonesia selalu memposisikan
agama/Tuhan sebagai pendamping dalam pengabdiannya. Kesadaran untuk
selalu ingat dalam pengawasan Tuhan, bimbingan Tuhan sehingga
melahirkan sikap rendah hati, jujur, bertakwa, taat pada prinsip-prinsip yang
benar.
4. Gotong Royong sebagai Karakter Bangsa

Gotong royong adalah sikap kebersamaan dalam berbuat dan berkarya, sikap
kebersamaan ini merupakan cerminan dari rasa senasib dan
sepenanggungan. Gotong royong sebagai karakter bangsa secara nasional
yang tumbuh dari bawah karena masyarakat desa di berbagai daerah di
Indonesia yang menyokong tumbuh kembangnya karakter. Oleh sebab itu,
mahasiswa sebagai generasi penerus dapat memperluas implementasinya
dalam bentuk pelibatan dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
5. Bhineka Tunggal Ika dan Merah Putih
sebagai Karakter Bangsa
Nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika dan identitas merah putih sudah menjadi
kultur bangsa yang sekaligus sebagai identitas nasional. Bhineka Tunggal
Ika menyatukan gugusan keberagaman dan tanah air yang kaya ke dalam
suatu wadah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Identitas
merah putih pada bendera nasional adalah cerminan persatuan yang
digariskan secara tegas oleh bahasa persatuan Indonesia.
Beragam adat istiadat, bahasa, suku dan warna kulit menjalin kebersamaan
hidup berbangsa. Penetapan bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan
memberikan kelebihan dalam menyatukan kesadaran persatuan sendiri yang
berbenih dalam rasa kebangsaan, terutama ketika teks Sumpah Pemuda yang
berbunyi “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”
6. Kebangsaan Indonesia sebagai Karakter
Bangsa
Identitas nasional pada awalnya merupakan ide dan semangat gerakan pemuda-
pemuda yang berhasil mendeklerasiknan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928.
Sejak itulah identitas nasional muncul secara tegas, kesadaran nasional semakin
meluas, identitas itu kemudian mengkrital menjadi satu asas dari falsafah negara,
yaitu Pancasila, khususnya Sila “Persatuan Indonesia”
Nilai-nilai budaya yang tercermin di dalam identitas nasional bukanlah barang
jadi yang sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan
sesuatu yang “terbuka” yang cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat
menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.
Konsekuensi dan implikasinya adalah bahwa identitas nasional adalah sesuatu
yang terbuka untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan
fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.
7. Membangun Karakter Bangsa
Karakter adalah hasil dari kebiasaan yang ditumbuh kembangkan. Untuk
membangun karakter adalah dengan membentuk kebiasaan (habits forming)
yang berartti harus menanamkan kebiasan-kebiasaan yang baik.
Pembangunan karakter sangat dipengaruhi oleh lingkungan, mulai dari
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat yang kemudian meluas dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karakter merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri melalui pendidikan,
pengalaman, pengorbanan dan pengaruh lingkungan yang dipadukan dengan
nilai-nilai dari dalam diri manusia sendiri kemudian terwujud dalam
pemikiran, sikap dan perilakunya. Oleh sebab itu, karakter tidak dating
dengan sendiri, tetapi dibentuk dan dibangun secara sadar dan sengaja.
Pengembangan karakter dalam kehidupan dapat dilakukan dalam beberapa
dimensi berikut:
a. Kepedulian sosial (social sensivity), yaitu orang yang berkarakter tidak hanya
sekedar peduli, tetapi juga mengulurkan tangan dan memiliki sensitivitas social.
Orang yang berkarakter selalu mengembangkan simpati dan empati
b. Pelindung dan jaga hubungan baik (naturance and care) adalah orang yang sosok
melindungi, menjaga, memberikan perlindungan dan menjaga hubungan dengan
orang lain.
c. Selalu mengembangkan sifat berbagi, bekerja sama dan adil (sharing, cooperation
and fairness)
d. Seorang individu yang jujur (honesty)
e. Mengedepankan moral dan etika (moral choice)
f. Selalu mengontrol dan instrospeksi diri (self control andself monitoring)
g. Pribadi yang suka menolong dan membantu orang lain (helping other)
h. Mampu menyelesaikan masalah dan konflik sosial (social problem solving and
conflict resolution)
Manusia berkarakter adalah manusia yang memiliki sifat-sifat manusiawi,
sebaliknya manusia yang tidak berkarakter adalah manusia yang memiliki sifat
kurang manusiawi , seperti senang berkonflik (tawuran antar pelajar), pemarah,
tidak peduli kepada orang lain, dan menghalalkan segala macam cara demi
mendapat keuntungan pribadinya.
Membangun karakter tidak bisa dilakukan dengan mudah dan santai. Menurut
Hellen Keller (1880-1968), membangun karakter dapat dilakukan melalui
pengalaman menghadapi percobaan dan pengorbanan.

Membangun karakter dapat menghasilkan:


• Jiwa yang kuat
• Visi yang jauh ke depan dan jernih
• Mendapat inspirasi dalam ambisi atau segenap udaha dan upaya kita sehingga
sukses sejati bisa diraih
8. Pelestarian nilai-nilai luhur perjuangan bangsa

Dengan kemampuan refleksinya manusia menjadikan rasio sebagai mitos,


sebagai sarana yang handal dalam bersikap dan bertindak dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Kesahihan
tradisi, juga nilai-nilai spiritual yang dianggap sakral kini dikritisi dan
dipertanyakan berdasarkan visi dan harapan tentang masa depan yang lebih
baik.
Nilai-nilai budaya yang diajarkan oleh nenek moyang tidak hanya sebagai
barang sudah “jadi” yang berhenti dalam kebekuan normative dan nostalgia,
melainkan harus diperjuangkan dan terus menerus harus ditumbuhkan dalam
dimensi ruang dan waktu yang terus berkembang dan berubah.
Nilai-nilai luhur yang harus kita perjuangkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yaitu:

• Nilai Ketakwaan • Nilai kesetiaan


• Nilai Toleransi • Nilai Tanggung jawab
• Nilai Ramah Tamah • Nilai Kesederhanaan
• Nilai Persatuan • Nilai kerja sama
• Nilai Keikhlasan dan • Nilai martabat dan harga diri
Kejujuran • Nilai musyawarah
• Kedisiplinan • Nilai Gotong royong
• Nilai saling menghormati
• Nilai Keserasian
Pancasila Paradigma Pembangunan
1. Pengertian Paradigma
Istilah paradigma menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdikbud 1990) memiliki
beberapa pengertian, yaitu:
• Daftar dari semua pembentukan dari sebuah kata yang memperlihatkan konjugasi dan
deklinasi kata tersebut
• Model dalam teori ilmu pengetahuan
• Kerangka berfikir
Secara terminologis tokoh yang mengembangkan istilah paradigma sebagai ilmu
pengetahuan terutama dalam kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan adalah Thomas
S Khun. Pengertian paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dan asumsi-asumsi teoritis
yang umum, sehingga merupakan sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan yang menentukan sifat, ciri, serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri
(Kaelan 2000)
Sifat ilmu pengetahuan yang dinamis menyebabkan semakin banyak hasil-
hasil penelitian, sehingga membuka kemungkinan ditemukan kelemahan-
kelemahan pada teori-teori yang digunakan. Berdasarkan hakikatnya
manusia dalam kenyataan objektif bersifat ganda. Berdasarkan kajian
paradigma ilmu pengetahuan social tersebut kemudian dikembangkan
metode baru , yaitu metode kualitatif.

Istilah ilmiah berkembang kepada bidang-bidang kehidupan lainnya,


sehingga menjadi terminologi dari suatu perkembanagan dan pembangunan
yang mengandung konotasi pengertian:
1. Kerangka berfikir
2. Sumber nilai
3. Orientasi Arah
Pancasila sebagai Paradigma IPTEK
Pada hakikatnya Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung
arti bahwa segala aspek pembangunan harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
Pembangunan nasional adlah untuk manusia Indonesia, dimana manusia secara
kodratnya memiliki kedudukan sebagai makhluk individu dan makhluk social.
Keberhasilan manusia mencapai tujuan dan hakikat hidupnya untuk mewujudkan
kesejahteraan lahir dan batin, maka manusia menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) sebagai usaha kreativitas manusia melalui proses akal dan
pikirannya.
Fungsi Iptek hanyalah sebagai pengolah kekayaan yang merupakan milik Tuhan
YMK itu untuk kepentingan kesejahteraan manusia, maka oleh karena itu usaha-
usaha IPTEK harus mengikuti nilai-nilai dan moral Ketuhanan dan kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan
sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan
Iptek. Sila demi sila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan Iptek
(Kaelan 2000), yaitu sebagai berikut:
• Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu
pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dengan irasional,
antara akal, rasa dan kehendak. Iptek tidak hanya memikirkan apa yang
ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga mempertimbangkan
maksud dan akibatnya kepada keuntungan dan kerugian manusia dan
sekitarnya.
• Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar-dasar
moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan iptek harus secara
beradab. Iptek adalah bagian dari proses budaya manusia yang beradab
• Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa
Indonesia bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat dari
sumbangan Iptek, dengan Iptek persatuan dan kesatuan bangsa dapat
terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan antar daerah di
berbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan Iptek
• Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijakan dalam
permusyawaratan/perwakilan, prinsip demokrasi sebagai jiwa sila
keempat ini dapat mendasari pemikiran manusia secara bebas untuk
mengkaji dan mengembangkan Iptek
• Sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, kemajuan Iptek
harus dapat menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan, yaitu keseimbangan hubungan antara manusia dan
sesamanya, hubungan antara manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya,
hubungan manusia dengan lingkungan dimana mereka berada.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional harus memperhatikan
konsep berikut:
a. Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai
bangsa. Pancasila harus diletakkan sebagai kerangka berfikir yang objektif
rasional dalam membangun kepribadian bangsa, perlu dikembangkan budaya
ilmu pengetahuan dalam memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Pancasila sebagai landasan pengembangan nasional, perubahan yang terjadi
dalam masyarakat dan bangsa akibat dari pembangunan harus semakin
menempatkan niali-nilai Pancasila yang dapat dirasakan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
c. Pancasila merupakan arah pembangunan nasional, proses pembangunan
nasional tidak terlepas dari kontrol nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu
kemana arah pembangunan melalui tahap-tahapnya tidak dapat dilepaskan dari
usaha mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, sehingga pembangunan
adalah pengamalan Pancasila
d. Pancasila merupakan etos pembangunan nasional, untuk mewujudkan visi
bangsa Indonesia masa depan diciptakan misi pengamalan Pancasila
secara konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Konsistensi antara teori dan kenyataan dan ucapan dengan
tindakan, merupakan paradigma baru dalam menjadikan Pancasila sebagai
etika pembangunan nasional.

e. Pancasila sebagai moral pembangunan, sebutan ini mengandung maksud


agar nilai-nilai luhur Pancasila (norma-norma Pancasila yang tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945) dijadikan tolak ukur dalam melaksanakan
pembangunan nasional, baik dalam perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengawasan, maupun dalam evaluasinya.
Pembangunan dalam perspektif Pancasila adalah pembangunan yang arah
nilai-nilai kemanusiaan sebagai core values. Dalam menghadapi era
globalisasi kita harus melihat dua karakteristik masyarakat untuk
pembangunan bangsa ( S.Budisantoso. 1998: 42-43). Pertama, kemajemukan
masyarakat dan keanekaragaman budaya, Kedua, dinamika masyarakat dan
keterbukaan budaya terhadap pembauran.

Masyarakat majemuk Indonesia yang sedang mengalami perkembangan


yang amat pesat karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan
globalisasi, memerlukan pedoman bersama (common frame of reference)
dalam menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa.
Pembangunan Nasional harus dapat memperhatikan prinsip-prinsip
berikut ini :

a. Hormat terhadap keyakinan religious setiap orang


b. Hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia
seutuhnya)
c. Kesatuan sebagai bangsa yang melayani segala bentuk sektarianisme. Ini
berarti komitmen kepada nilai kebersamaan seluruh bangsa dan komitmen
moral untuk mempertahankan eksistensi dan perkembangan seluruh bangsa
Indonesia
d. Nilai-nilai yang terkait dengan demokrasi konstitusional (persamaan politis,
hak-hak asasi, hak-hak, dan kewajiban kewarganegaraan)
e. Keadilan social yang mencakup persamaan (equality) dan pemerataan (equity)
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ideologi, politik,
ekonomi, social-budaya, pertahanan dan keamanan
(ipoleksosbudhankam)

a. Pengembangan Ideologi
Dalam pengembangan Pancasila sebagai ideologi harus memandang
sebagai ideologi yang dinamis yang dapat menangkap tanda-tanda
perkembangan dan perubahan zaman. Kita harus memperhatikan peranan
dan kedudukan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti:
• Pancasila sebagai ideology terbuka
• Wawasan kebangsaan (nasionalisme)
b. Perkembangan politik

Dalam usaha membangun kehidupan politik, maka beberapa unsur yang


perlu dikembangkan dan ditingkatkan adalah:
• Sistem politik nasional yang berkedaulatan rakyat, demokratis, dan
terbuka
• Kemandirian partai politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat
• Pendidikan politik kepada masyarakat untuk mengembangkan budaya
politik yang demokratis
• Pemilihan umum yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat yang
seluas-luasnya.
Tiga aspek demokrasi yang harus dikembangkan adalah:

• Demokrasi sebagai sistem pemerintahan


• Demokrasi sebagai kebudayaan politik
• Demokrasi sebagai struktur organisasi

Demokrasi sebagai sistem pemerintahan hanya akan berhasil jika di dukung


oleh demokrasi sebagai budaya politik yang rasional objektif. Hak asasi
manusia harus dilaksanakan secara konteksual sesuai dengan kebudayaan
Indonesia yang tercermin dalam kesetaraan dan keseimbangan peranan
lembaga-lembaga demokrasi.
C. Pengembangan Sosial Budaya

Pancasila dapat menjadi kerangka referensi identifikasi diri jika Pancasila


semakin credible, yaitu bahwa masyarakat mengalami secara nyata realisasi
dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila. Usaha yang dilakukan
melalui cara-cara:
• Dihormati martabatnya sebagai manusia
• Diperlakukan secara manusiawi
• Mengalami solidaritas sebagai bangsa karena semakin hilangnya
kesenjangan ekonomi dan budaya
• Memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik
• Merasakan kesejahteraan yang layak sebagai manusia
D. Pengembagan Ekonomi

Pengembangan dan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM) terdiri


atas beberapa kriteria kualitas SDM yang dibutuhkan adalah:
• Memiliki kemampuan dasar untuk berkembang
• Mampu menggunakan ilmu dan teknologi untuk mengolah sumber daya
alam secara efektif, efisien, lestari, dan berkesinambungan
• Memiliki etos professional; Tanggung jawab atas pengembangan
keahliannya, kejujuran dalam pelaksanaan tugas, ketelitian pelayanan
kepada masyarakat, penghargaan terhadap waktu dan ketepatan waktu.

Penciptaan kesejahteraan yang merata berakses pada sumber ekonomi, dunia


kerja, pendidikan, kesehatan, dan informasi.
E. Pengembangan Hankam

Ketahanan nasional, pembangunan nasional tak terlepas dari ketahanan


nasional, yaitu perwujudan cita-cita bangsa dalam tingkat ketahanan
nasional, yang terjabar sebagai berikut:
• Nilai-nilai fundamental yang menyangkut pribadi warga negara, yaitu
pengembangan pribadi dalam matra horizontal dan vertical, pertumbuhan
social ekonomi, keanekaragaman, dan persamaan derajat.
• Nilai-nilai fundamental yang menyangkut sistem/struktur kehidupan
masyarakat, yaitu pemerataan kesejahteraan, solidaritas masyarakat,
kemandirian, dan partisipasi seluruh masyarakat.
• Nilai-nilai fundamental yang menyangkut interaksi antara pribadi-pribadi
warga negara dan sistem/struktur kehidupan masyarakat, yaitu keadilan
social, keamanan/stabilitas, dan keseimbangan lingkungan.
D. Aktualisasi Pancasila dalam Kehidupan
1. Pemahaman Aktualisasi

Menurut KBBI (Depdikbud 1990) aktualisasi berasal dari kata “actual”


artinya betul betul ada, terjadi atau sesungguhnya. Aktualisasi adalah sesuatu
mengaktualkan. Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara memerlukan kondisi iklim yang
memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-
nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku yang sesungguhnya,
bukan hanya sekedar lip service untuk mencapai keinginan pribadi dengan
mengajak orang lain mengamalkan nilai-nilai Pancasila sedangkan perilaku
sendiri jauh dari nilai-nilai Pancasila yang sesungguhnya.
Merealisasikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara secara sesungguhnya dapat dilakukan melalui cara-cara:

• Aktualisasi Pancasila secara objektif, yaitu melaksanakan Pancasila dalam


setiap aspek penyelenggaraan negara, meliputi bidang legislatif, eksekutif,
yudikatif, dan dalam bidang kehidupan kenegaraan lainnya.
• Aktualisasi Pancasila secara subjektif, yaitu pelaksanaan Pancasila dalam
setiap pribadi, perseorangan, warga negara, dan penduduk.
Masyarakat Madani
Sistem politik madani adalah sistem politik berperadaban (civilized) dalam
pelaksanaannya adalah sistem politik demokratis berdasarkan saling
mengawasi dan mengimbangi kekuasaan (check and balance) antara negara
(state) dan masyarakat (society), berkeadilan dan bersandar pada kepetuhan
dan tunduk kepada hukum (law and order). Konsep masyarakat madani
dapat dipahami sebagai masyarakat beradab dan berbudaya.
1. Pengertian Masyarakat Madani
Istilah masyarakat madani (civil society) pertama kali digunakan oleh filsuf
Scotlandia yang bernama Adam Ferguson. Istilah ini digunakan untuk
menunjukkan masyarakat kota yang sudah tersentuh peradaban maju , yaitu
suatu masyarakat beradab yang membedakan dirinya dengan masyarakat
pedalaman yang belum tersentuh kemajuan.

Dalam perkembangan lebih lanjut, istilah civil society didefinisikan sebuah


masyarakat yang terdiri atas lembaga-lembaga otonom yang mampu
mengimbangi kekuasaan negara. Di Indonesia, istilah civil society
diterjemahkan menjadi masyarakat sipil, tetapi sering dikacaukan dengan
pembedaan sipil dan militer.
Gerakan-gerakan pro demokrasi merupakan salah satu prasyarat bagi
pembentukan masyarakat madani, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut Guiseppe Di Palma – kelompok atau gerakan pro demokrasi
menyatakan, bahwa masyarakat madani (sipil) adalah musuh alamiah dari
otokrasi, kediktatoran, dan bentuk-bentuk lain dari kekuasaan yang
sewenang-wenang. Demokrasi dianggap sebagai pemberdayaan masyarakat
dalam berbagai aspek kehidupan, bukan hanya politik, tetapi social,
budaya, pendidikan, ekonomi dsb.
b. Menurut John Keane, gerakan demokrasi bukanlah musuh bebuyutan
ataupun teman dekat kekuasaan negara. Demokrasi menghendaki
pemerintah untuk memerintah masyarakat sipil secara tidak berlebihan
ataupun terlalu sedikit.
c. A.R Norton menyatakan, bahwa pemerintah dan masyarakat sipil harus
berbentuk kerja sama, ketimbang konflik dan perebutan kekuasaan
Masyarakat Madani dan
Demokratisasi
Titik temu antara pemberdayaan masyarakat madani (civil society) dan
proses demokratisasi, terletak pada gagasan kewarganegaraan (citizenship),
yaitu perjuangan untuk pemenuhan hak-hak dasar. Khususnya hak-hak sipil,
hak politik, hak social ekonomi dan kultural. Status warga negara adalah
sama di muka hukum, namun harus diperjuangkan karena adanya kenyataan
social berupa kehidupan manusia yang berkelas-kelas, seperti kelas bawah
(rakyat kecil), kelas menengah dan kelas atas (golongan elite).
Menurut John Rawls, kewarganegaraan harus meliputi tiga
unsur dalam masyarakat madani, yaitu:

• Negara bersifat netral terhadap apa yang dimaksud dengan hidup yang
baik oleh warga negara
• Kehidupan warga negara dibimbing oleh suatu kepentingan keadilan
tertinggi
• Warga negara memisahkan dengan tegas kepentingan umum (public)
dengan kepentingan pribadi (privat).
Menurut Robert A. Dahl, terdapat delapan kondisi yang harus ada
dalam proses demokratisasi, sehingga terciptanya masyarakat madani,
yaitu:
• Kebebasan untuk mendirikan dan ikut dalam organisasi (termsuk partai politik)
• Kebebasan menyatakan pendapat
• Hak untuk memilih
• Hak untuk dipilih dalam jabatan public
• Hak pemimpin politik untuk dapat bersaing mendapatkan dukungan dan suara rakyat
• Hak untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber alternative
• Pemilihan umum yang teratur, jujur, dan adil
• Adanya lembaga-lembaga yang dapat membuat kebijakan pemerintah tergantung kepada
suara yang diperolehnya
8 hal tersebut diringkas menjadi 3 yaitu: kompetisi bersaing, partisipasi politik, dan
kebebasan sipil berpolitik
Proses demokratisasi menuju masyarakat madani, tercipta
melalui suatu kondisi masyarakat yang demokratis, yaitu:
• Identifikasi diri suatu gerakan social dengan menggunakan cara-cara demokrasi
• Konstitusi yang secara eksplisit yang menggambarkan dan membatasi otoritas
pemegang kekuasaan
• Partai-partai politik saling berkompetisi untuk memperoleh suara
• Tanggung jawab seluruh pemegang kekuasaan pada para pemilihnya, artinya semua
pemegang kekuasaan dipilih oleh rakyat, baik langsung ataupun tidak langsung
• Keterlibatan langsung atau tidak langsung warga negara di dalam proses
pengembalian keputusan politik
• Hak memilih dan dipilih bagi kaum perempuan secara proporsional dan professional
• Pemungutan suara dalam pemilihan umum dilakukan secara rahasia

Anda mungkin juga menyukai