Anda di halaman 1dari 17

PROSES PATOFISIOLOGI GANGGUAN

SISTEM
IMUNITAS DAN PATOFISIOLOGI PROSES
DEGENERATIVE
Dibuat oleh Kelompok 2
• Arlinda Ratte Allo Leppang
• Asty Ananta Here Djawa
DEFINISI
IMUNOLOGI
Imunologi berasal dari Bahasa latin yaitu immunis yang berarti bebas
dari beban dan logos yang berarti ilmu. Para ahli mengartikan imunologi
sebagai ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan sistim
pertahanan tubuh. Imunologi adalah suatu cabangyang luas dari ilmu
biomedis yang mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun
(kekebalan) pada semua organisme.
Proses Pembentukan imun

saat antigen pertama kasli masuk dalam tubuh, terjadi respon imun primer yang ditandai dengan munculnya
IgM beberapa hari setelah pemaparan. Saat antara pemaparan antigen dan munculnya IgM disebut lag phase.
Kadar IgM mencapai puncaknya setelah kira-kira 7 hari. Enam sampai tujuh hari setelah pemaparan, dalam
serum mulai dapat dideteksi IgG, sedangkan IgM mulai berkurang setelah kadar IgG mencapai puncaknya yaitu
10-14 hari setelah pemaparan antigen. Kadar antibody kemudian berkurang dan umumnya hanya sedikit yang
dapat didteksi 4-5 minggu setelah pemaparan. Pada pemaparan antigen yang kedua kali, terjadi respon imun
sekunder yang sering juga disebut anamnestic atau booster. Baik IgM maupun IgG meningkat secara cepat
dengan lag phase yang pendek. Puncak kadar IgM pada respon sekunder ini umumnya tidak melebihi puncak
pada respon primer, sebaliknya kadar IgG meningkat jauh lebih tinggi dan berlangsung lebih lama. Perbedaan
respon tersebut karena adanya limfosit B dan Limfosit T memori akibat pemaparan pertama.
Pergantian kelas adalah proses yang menyebabkan perubahan isotipe Ig yang diproduksi sel. Pergantian
kelas melibatkan DNA sel tidak dapat Kembali memproduksi Ig seperti semula. Pergantian kelas terjadi
setelah aktivitas kelas B matang melalui molekul reseptor sel B untuk menghasilkan kelas antibodi yang
berbeda. Sel B naïve yang menghasilkan IgM dan IgD yang diaktivasi oleh antigen akan berproliferasi
dengan dimodulasi oleh Th akan menjalani pergantian kelas antibodi untuk menghasilkan antibodi IgG,
IgA atai IgE. Salama pergantian kelas, wilayah konstan rantai berat immunoglobulin berubah tetapi
wilyah variabel tidak berubah, dan karena itu spesifitas antigenik tetap sama. Hal ini memungkinkan sel
nak yang berbeda dari sel B teraktivasi yang sama untuk menghasilkan antibodi dari isotipe atau subtipe
yang berbeda misalnya IgG1 dan IgG2.
Pembentukan antibodi tidak berlangsung tanpa batas, ada mekanisme kontrol yang mengandilkan dan
menghentikan pembentukan antibodi berlebihan. Beberapa mekanisme diantara mekanisem kontrol
adalah berkuarngnya kadar antigen, pengaturan oleh idiotip dan penekanan oleh limfosit treg atau Ts
Jenis-jenis imunitas/antibodi tubuh
Berdasarkan jenis rantai berat yang dikodekan oleh gen pada kromosom 14 antibodi
diklasifikasikan menjadi IgG,IgA,IgM,IgD, dan IgE, sesuai urutan kadarnya serum.

• Imunoglobulin G (IgG)
Terdapat dalam darah, getah bening, saluran pencernaan, dalam bentuk
monomermer, merupakan imonogobulin yang paling dominan, dengan
presentase 75% dari seluruh imunglobulin. Salah satu fungsi IgG adalah
mengativasi komplemen baik melalui jalur alternatif maupun klasik. Bila
sistem komplemen aktif, akan pelepasan mediator inflmasi terjadi lisis sel.
satu-satunya antibodi isotipik yang mampu Melewati plasenta.
2. Imunoglobulin A (IgA)

Imunoglobulin A (IgA) adalah antobodi yang paling dominan pada cairan sekresi seperti air liur, air mata, air susu
ibu, darah, kelenjar getah bening dan mukus dari saluran mukosa genital Wanita. Terdapat 2 subkelas, Iga1 dan IgA2
memiliki rantai yang menghubungkan 2 molekul berbentuk Y dalam dimer dan komponen sekretori. Presentase kada
dalam serum 10-15 % dari seluruh antibodi. Fungsi IgA adalah sebagai perlindungan lokal dari permukaan mukosa,
memberikan kekebalan pada saluran pencernaan bayi, antara lain untuk menahan antigen agar tidak menempel
permukaan mukosa dan menetralisir virus. 1. . IgA menetralkan patogen dan menghalangi perletakan pada reseptor
eiptel dengan mengikaat ligan mereka pada patogen dan toksin. Molekul IgA juga dapat mengikat antigen polivalen
atau patogen, membentuk kompleks antigen-antobodi yang kemudian terperangkap gi lapisan lendir dan dibersihkan
melalui peristaltik.
3. Imunoglobulin M (IgM)

Merupakan imunglobulin terbesar dengan struktur pentameter. IgM berperan pada respon umun primer terhadap
antigen mikroba, karena merupakan antibodi pertama yang diproduksi selama infeksi. IgM beredar dalam darah,
getah bening, dan permukaan sel B ( dalam bentuk monomer). Persentase antibodi ini dalam serum adalah 5-10%.
Immunoglobulin M adalah antibodi yang predominan diproduksi oleh janin. Bayi yang baru dilahirkan hanya
mempunyai IgM 10% dari kadar IgM dewasa, karena IgM bila limfosit B nya dirangsang oleh infeksi intrauterin,
seperti sifilis kongenital, rubela, toksoplasmosis dan virus sitomegalo. Kadar IgM anak akan mencapai kadar IgM
dewasa pada satu tahun. Imunoglobulin M juga merupakan antibodi yang dapat mengaktifkan komplemen dengan
optimal.
4. Imunoglobulin D (IgD)

merupakan antibodi yang terdapat pada permukaan sel B


dalam bentuk monomer dan yang belum jelas fungsinya.
Hal ini disebabkan sulitnya mengisolasi antibodi ini dan
konsetrasinya dalam serum 0,2%. Lokasi:
permukan sel B, darah, dan getah bening.
5. Imunoglobulin E (IgE)

Imunoglubulin E (IgE) terutama ditemukan pda sel mast, terdapat dalam


konsentasi sangat rendah didalam serum dan cairan ekstrasel, yaitu kurang
dari 5000 ng/ml, dengan presentase antibodi serum: 0,02%. Namun level
ini akan naik dengan cepat pada hipersitivitas tipe I seperti penyakit atopi
dan reaksi anapilaksi. Imunoglobulin E berkaitan dengan sel sel mast dan
basofil diseluruh tubuh. Pada Tingkat rendah dalam darah dan cairan
ekstraseluler. Antibody ini memicu pelepasan histamin dari sel mast dan
basofil, dan merupakan bagian dari respons tubuh terhadap infeksi parasit.
Pemeriksaan imunitas tubuh
Pemeriksaan diagnosis imunitas dapat di lakukan dengan cara melakukan tes imunologi atau tes
antibodi anti nuklear. Terdapat beberapa metode yang dilakukan dalam pemeriksaan diagnosis
imunitas diantaranya :
· Tes darah : Pemeriksaan darah dapat melibatkan penilaian jumlah sel darah putih, s eperti limfosit,
neutrofil, dan monosit, serta pengukuran tingkat antibodi tertentu.
· Tes alergi : Untuk mengidentifikasi alergi spesifik, tes kulit atau tes darah dapat dilakukan. Tes ini
mengukur respons tubuh terhadap alergen tertentu.
· Tes fungsi imun : Tes seperti tes fungsi sel T, tes fungsi sel B, dan pengukuran tingkat imunoglobulin
(protein pembawa antibodi) dapat membantu mengevaluasi kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk
melawan infeksi.
· Tes autoimun : Untuk memeriksa adanya penyakit autoimun, tes tertentu dapat dilakukan untuk
mendeteksi antibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri.
· Biopsi : Dalam beberapa kasus, biopsi jaringan tertentu mungkin diperlukan untuk menilai peradangan
atau kerusakan jaringan yang disebabkan oleh gangguan imun.
Degeneratif
Degenarif merupakan proses berkurangnya fungsi sel saraf secara bertahap tanpa sebab yang
diketahui. Kondisi ini berakibat pada sel saraf yang sebelumnya berfungsi normal menjadi lebih
buruk sehingga tidak berfungsi sama sekali degenaratif menunjukan proses yang lebih cepat dari
kerusakan neuron, nyelin dan jaringan dengan akibat timbulnya produk-produk degeneratif dan
reaksi penghancuran sel yang hebat. enyakit degenarif merupakan gangguan dimana terjadinya
penurunan fungsi atau kerusakan struktur tubuh yang terjadi secara bertahap peneybab utama
peningkatan penyakit ini adalah perubahan gaya hidup. Pola makan yang kurang memperhatikan
keseimbangan antar asupan dan kebutuhan makan serta gaya hidup sedentary, disinyalir penyebab
utama Sebagian besar gangguan degenartif
jenis-jenis gangguan imunitas tubuh

Gangguan imunitas merupakan suatu masalah serius yang menjadi ganguan


terhadap sistem kekebalan tubuh dimana efeknya tejadi pada tubuh dan
mikroorganisme yang menginvasi, ganguan imunitas dapat menjadi masalah
temasuk saat kerja sistem imun yang keliru atau tidak diharapkan, contohnya :
alergi,diabetes melitus,artritis reumatoid, penolakan jaringan transplantasi,
AIDS ( Acquired Immune Delciency Syndrome ), dan tumor ganas limfoma.
Kelainan imunodefisiensi
penyakit defisiensi imun disebabkan menurunnya atau gagalnya fungsi salah satu atau lebih unsur sistem imun.
Imonodefisiensi spesifik dapat melibatkan kelainan pada limfosit T atau limfosit B yang merupakan komponen sisitem
imun spesifik sedangkan kelompok imunodefiensi yang lain adalah defisiensi imun non-spesifik yang melibatkan
komponen-komponen sistem imun yang terutama terdiri atas sistem fagosit dan komplemen. Gejala klinik yang paling
paling menonjol pada imunodefisiensi adalah infeksi berulang atau berkeadekuat terhadap terapi antimikroba. ksi
imunolgik pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun yang sangat kompleks.
Kelainan pada sistem fagosit, T dan limfosit B maupun kelainan pada sistem komplemen dapat menampilkan gejala
klinik yang sama sehingga sulit ditentukan mana komponen mana dari sistem imun yang mengalami gangguan.
Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya menunjukkan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa dan jamur
yang biasanya dapat diatasi dengan respons imun selular. Infeksi sistematik dengan mikroorganisme yang tidak lazim
yang biasanaya tidak virulen mengakibatkan gejala khas penyakit granulomatosoa kronik. Secara garis besar
imunodefiensi dibagi dalam dua golongan yaitu defisiensi imun primer dan defisiensi imun sekunder.
Infeksi pada autoimunitas

Penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang menyerang tubuh sendiri.
pada seseorang yang menderita penyakit autoimun, sistem kekebalan tubuhnya melihat sel tubuh
yang sehat sebagai organisme asing. Sehingga sistem kekebalan tubuh akan melepaskan protein yang
disebut autoantibodi untuk menyerang sel-sel tubuh yang sehat. Penyakit autoimun merupakan
bagian dari hipersensitivitas. Penyakit autoimun adalah penyakit dimana respon imun tubuh
mengenali dan bereaksi dengan protein tubuh (self antigen) sendiri. Oleh karena itu penyakit
autoimun akan bersifat kronis dikarenakan protein tubuh tidak akan hilang, namun menetap dalam
tubuh. Pada manusia autoimun ini belum diketahui secara jelas penyebabnya .
Infeksi pada autoimunitas
Penyakit autoimun spesifik terjadi karena dibentuknya antibodi terhadap autoantigen yang tersebar
luas di dalam tubuh, seperti DNA. Antibodi yang tumpang tindih ditemukan pula pada golongan
penyakit rheumatoid seperti arthritis rheumatoid dan lupus eritematosus sistemik. Juga sering
ditemukan gejala klinis yang sama pada kedua penyakit tersebut. Pada penyakit autoimun sistemik
sering juga dibentuk kompleks imun yang dapat diendapkan pada dinding pembuluh darah, kulit,
sendi, dan ginjal, serta menimbulkan kerusakan pada organ tersebut. Tempat endapan kompleks imun
didalam ginjal bergantung pada ukuran kompleks yang ada di dalam sirkulasi.
Terima Kasih
Semoga kamu bisa mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dari presentasi ini. Semoga beruntung
!

Anda mungkin juga menyukai