Anda di halaman 1dari 16

RESUME MATA KULIAH IMUNOLOGI

IMUNOGLOBULIN DAN HIPERSENSITIVITAS

Frizilya Erga Octaviani


2015302018
DOSEN : IBU WAHYUNI, S. ST, M. Biomed
KELAS : REGULER 3 SEMESTER 5

PRODI KEBIDANAN PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS FORT DE KOCK

BUKITTINGGI

2022-2023
RESUME

A. IMUNOGLOBULIN
Imunoglobulin merupakan substansi molekul dalam serum yang menetralakan dan
menghancurkan antigen atau mikroorganisme penyebab infeksi. Molekul ini dibentuk oleh
sel B dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai reseptor permukan untuk antigen dan
sebagai antibody yang di sekresikan ke dalam cairan ekstaseluler. Imunoglobin memiliki
banyak persamaan dalam hal struktur dan sifat biologiknya, berbeda dalam susunanya asam
amino yang membentuk molekulnya. Antibody yang di bentuk sebagai reaksi terhadap salah
satu jenis antigen mempunyai susunan asam amino yanag berbeda dengan antibody yang
dibentuk terhadap antigen lain dan masing-masing hanya dapat berkaitan dengan antigen
yang relavan dan antibody berfungsi sebagai adaptor yang mengikat antigen melalui binding
sitenya yang spesifik.

1. Struktrur dasar imunoglobulin terdiri dari 4 rantai polipeptida yang dirangkai menjadi
satu ikatan disulfida. Peptida dibagi menjadi 2 yaitu peptida yang kecil disebut juga rantai
ringan atau rantai L dan peptida yang besar disebut juga rantai besar atau rantai H. satu
molekul yang ada di imunoglobulin terdiri dari 2 rantai L dan 2 rantai H. rantai H
terdapak 5 kelas yaitu igA, igD, igE, igM dan igG dan terdapat beberapa sub kelas yaitu
igA1, igA2, igG1, igG2, igG3 dan igG4.
2. Imunoglobulin dipecahkan menjadi fragme dengan enzim proteololitik menjadi papain
dan pepsin. Papain dipecah menjadi fragme Fab dan Fc. Fab terdiri dari raitai L dan H
karena mampu mengikat antibodi (monovalen) dan Fc fragme yang mampu mengkristal.
Pepsin dipecahkan menjadi F(ab’)2 yang merupakan terdiri dari 2 fragme Fab ditambah
satu atau dua ikatan disulfida antar rantai (bivalen).
3. Fungsi imunoglobulin adalah:
a) Imunoglobulin A : - antibodi yang paling dominan pada cairan sekresi seperti ludah,
cairan usus, air mata, ASI, cairan hidung dan cairan vagina
- Didalam serum hanya 15% dari seluruh antibodi
- Fungsinya agara antigen tidak menempal pada permukaan
mukosa dan menetralisir virus.
b) Imunoglobulin D : - sebagai molekul penanda bagi stadium meturasibmaupun
aktivitas sel B
c) Imunoglobulin E : - konsentasi didalam serum sangat rendah namun akan naik
cepat pada kondisi infeksi karena parasit, jamur, mikrobakteri
dan virus.
- Antibidi ini fungsinya berhubungan dengan penyakit alergi.
d) Imunoglobulin G : - paling dominan didalam serum yaitu 75%
- Kemampuannya ialah mengativasi komplemen lewat jalur
alernatif maupun klasik
- Fungsinya yaitu sebagai antibodi satu-satunya isotipik yang
mampu melewati plasenta
e) Imunoglobulin M : - Imunoglobulin terbesar dan dibentuk paling dahulu
- Antibodi dalam respon imun primer terhadap kebanyakan
antigen
- Dibentuk paling dahulu pada respon imun primer sehingga
kadarnya tinggi dalam darah umbilikus dan merupakan
petunjuk adanya infeksi dini.
- Fungsinya antibodi yang dapat mengaktifkan komplemen
dengan kuat
4. Tempat sintesis dan pematangan anfinitas
5. Respon imun primer : antigen pertama kali masuk tubuh sehingga igM beberapa hari
setelah pemaparan. Disaat pemaparan antigen dan munculnya igM disebut lag phase.
Kadar igM mencapai puncak setelah 7 hari. Namun setelah 6-7 hari pemaparan baru
terdeteksi igG, sehingga igM mulai berkurang sebelum igG mencapai puncak sekitar 10-
14 hari. Setelah pemaparan antigen kadar antibodi berkurang dan umumnya hanya sedikit
yang dapat dideteksi 4-5 minggu pemaparan.
6. Respon imun sekunder : pada pemaparan kedua kalinya disebut respon sekunder,
sehingga igM dan igG cepat meningkat. Kadar igM tidak melebihi puncak namun kadar
igG meningkat jauh lebih tinggi dari respon primer dan berlanhgsung lama. Perbedaan
respon disebabkan oleh sel B dan sel T.

B. HIPERSENSITIFITAS
1. Hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi
hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan- bahan yang umumnya non
imunogenik. Dimana tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-
bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Reaksi alergi terjadi ketika tubuh salah
mengartikan zat yang masuk sebagai zat yang berbahaya. Contohnya seperti, alergi
makanan merupakan reaksi sistem kekebalan yang terjadi segera setelah mengonsumsi
makanan tertentu.
2. Tipe-tipe reaksi hipersensitifitas
a) Hipersensitifitas tipe I (langsung atau anafilaktik)
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala
yang beragam, mulai dari ketidak nyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi
berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat
mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai
oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit
atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan
eosinofil. Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total
dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi)
yang di curigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya
alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen.
Peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi
cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi
hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir
reseptorhistamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization
(imunoterapi ataudesensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
b) Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG)
dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstra seluler. Reaksi hipersensitivitas tipe II terjadi karena dibentuknya IgG dan
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi ini dapat
disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atau reaksi sitolitik. Reaksi ini terdiri dari 3
jenis mekanisme, yaitu reaksi yang bergantung pada komplemen, reaksi yang
bergantung pada ADCC dan disfungsi sel yang diperantarai oleh antibodi.
Mekanisme singkat dari reaksi tipe II ini sebagai berikut : IgG dan IgM berikatan
dengan antigen di permukaan sel. Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh
komplemen, ADCC dan atau antibody. Pengeluaran mediator kimiawi. Timbul
manifestasi
berupa anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, sindrom Good Pasture,
atau pemvigus vulgaris. Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada
permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada
sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada
umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan
bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.

C). Hipersensitivitas Tipe III


Reaksi hipersensitivitas tipe 3 terjadi karena pengendapan kompleks imun (antigen-
antibodi) yang susah difagosit sehingga akan mengaktivasi komplemen dan
mengakumulasi leukosit polimorfonuklear di jaringan. Reaksi ini juga dapat disebut
reaksi yang diperantarai kompleks imun. Reaksi ini terdiri dari 2 bentuk reaksi, yaitu :
reaksi Kompleks Imun Sistemik (Serum Sickness) dan reaksi Sistem Imun Lokal
(Arthus). Mekanisme reaksi ini secara umum sebagai berikut : Terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang sulit difagosit. Mengaktifkan komplemen. Menarik
perhatian Neutrofil. Pelepasan enzim lisosom. Pengeluaran mediator kimiawi. Timbul
manifestasi berupa reaksi Arthus, serum sickness, LES, AR, glomerulonefritis, dan
pneumonitis.
Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit
ke hati, limpa dan disana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati,
limfa dan paru tanpa bantuan komplemen. Gangguan yang sering terjadi pada reaksi
hipersensitivitas III, menurut Baratawidjaja., dkk (2012) adalah :1). Kompleks imun
mengendap di dinding pembuluh darah. Kompleks imun yang terdiri atas antigen
dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3 (dapat juga IgA) diendapkan di membran basal
vaskular dan membran basal ginjal yang menimbulkan reaksi inflamasi lokal dan
luas. Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregasi trombosit, aktivasi
makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast, prodksi dan pelepasan
mediator inflamasi dan bahan kemotaktik serta influx neutrofil. Bahan toksik yang
dilepas neutrofil dapat menimbulkan kerusakan jaringan setempat. 2). Kompleks
imun mengendap di jaringan. Hal yang memungkinkan terjadinya pengendapan
kompleks imun di jaringan ialah ukuran kompleks imun yang kecil dan permeabilitas
vaskular yang meningkat, antara lain arena histamine yang dilepas sel mast.
Bentuk reaksi dari Hipersensitivitas tipe III terdiri dari 2 bentuk, yaitu : 1). Reaksi
lokal atau fenomen arthus. Arthus yang menyuntikkan serum kuda ke dalam kelinci
intradermal berulangkali di tempat yang sama menemukan reaksi yang makin
menghebat di tempat suntikan. Reaksi Tipe Arthus dapat terjadi intrapulmoner yang
diinduksi kuman, spora jamur atau protein fekal kering yang dapat menimbulkan
pneumonitis atau alveolitis atau Farmer’s lung. C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
terbentuk pada aktivasi komplemen, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah
yang dapat menimbulkan edem. C3a dan C5a berfungsi juga sebagai faktor
kemotaktik,. Neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan di tempat reaksi dan
menimbullkan statis dan obstruksi total aliran darah. Sasaran anafilatoksin adalah
pembuluh darah kecil, sel mast, otot polos, dan leukosit perifer yang menimbulkan
kontraksi otot polos, degranulasi sel mast, peningkatan permeabilitas vaskular dan
respons tripel terhadap kulit. Neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan
bersama dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai bahan seperti
protease, olagenase dan bahan vasoaktif. Akhirnya terjadi perdarahan yang disertai
nekrosis jaringan setempat.
d). Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi ini dapat disebut juga reaksi imun seluler lambat karena diperantarai oleh sel
T CD4+ dan CD8+. Reaksi ini dibedakan menjadi beberapa reaksi, seperti reaksi
Tuberkulin, reaksi Inflamasi Granulosa, dan reaksi penolakan transplant. Mekanisme
reaksi ini secara umum sebagai berikut : Limfosit T tersensitasi. Pelepasan sitokin
dan mediator lainnya atau sitotoksik yang diperantarai oleh sel T langsung. Timbul
manifestasi berupa tuberkulosis, dermatitis kontak dan reaksi penolakan transplant.
Hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) atau yang dipengaruhi oleh sel merupakan
salah satu aspek imunitas yang dipengaruhi oleh sel. Antigen akan mengaktifkan
makrofag yang khas dan membuat limfosit T menjadi peka sehingga mengakibatkan
terjadinya pengeluaran limfokin. Reaksi lokal ditandai dengan infiltrasi sel-sel berinti
tunggal. Ciri-ciri reaksi hipersensitivitas tipe IV menurut Gupte (1990) adalah : 1).
Perlu rangsangan antigen. 2). Pada penderita yang peka reaksi terjadi pada pemaparan
terhadap antigen yang khas misalnya reaksi tuberculin. 3). Masa inkubaasi
berlangsung selama 7 sampai 10 hari. 4). Hipersensitivitas tipe lambat dapat
dipindahkan melalui sel-sel jaringan limfoid, eksudat peritoneum dan limfosit darah.
Gejala-gejala dari reaksi hipersensitivitas tipe IV, yaitu :
1). Toksemia umum: 0,1 ml tuberkulin pada penderita tuberculosis menyebabkan
reaksi hebat yang terlihat berupa kelesuan, batuk, sesak nafas, nyeri tungkai, muntah,
kekakuan dan limfopenia.
2) . Reaksi fokal: jika sejumlah besar antigen dimasukkan pada jaringan segar yang
peka, akan timbul reaksi alergi disertai nekrosis jaringan, misalnya pada
bronkopneumonia tuberculosis.
3) Reaksi lokal: merupakan reson kulit yang khas.

Reaksi hipersensitivitas tipe IV terdiri dari 2 jenis, yaitu :


1) . Reaksi granulomatosa. Ditandai dengan pembentukan granuloma yang terdiri
dari sel-sel berinti tunggal yang telah berubah, histiosit, sel-sel epiteloid dan sel-sel
dari benda asing.
2) Reaksi tuberculin. Hipersensitivitas tuberkulin adalah bentuk alergi bakterial
spesifik terhadap produk filtrate biakan yang bila disuntikkan ke kulit, akan
menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Sel limfosit T CD4+ berperan
dalam reaksi ini.. Setelah suntikan intrakutan ekstrak tuberkulin atau derivate protein
yang dimurnikan (PPD), daerah kemerahan dan indurasi timbul di tempat suntikan
dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. Tuberkulosis, kulit
bengkak terjadi pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi dapat dipindahkan melalui
sel T (Baratawidjaja., dkk, 2012).

C. AUTOIMUN
Autoimun merupakan suatu kondisi di mana sistem imun atau kekebalan tubuh tidak dapat
berfungsi secara optimal. Sistem imun sangat penting untuk melawan bakteri, infeksi virus, dan
benda asing lainnya yang hendak menyerang tubuh. Bayangkan jika imun Anda tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan normal. Tubuh Anda pastinya akan rentan terkena serangan
berbagai penyakit.

Secara normal, respon imun akan bereaksi terhadap antigen atau patogen. Pada penyakit
autoimun, respon imun penderita akan mengenali dan bereaksi terhadap protein tubuh (self
antigen). Pada manusia, autoimunitas terjadi secara spontan, belum di ketahui secara jelas apa
yang menyebabkan penyakit autoimun bisa bersifat kronis, karena self antigen ditubuh hilang

beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena penyakit autoimun, antara lain:

 Keluarga memiliki riwayat penyakit autoimun.


 Kebiasan merokok.
 Terpapar bahan kimia berbahaya dan sinar UVA dan UVB matahari.
 Berjenis kelamin perempuan.
 Pengguna obat-obatan yang berdampak pada sistem kekebalan tubuh seperti antibiotik
dan obat yang dikonsumsi untuk menurunkan kadar kolesterol jahat (simvastatin).
 Terkena infeksi virus atau bakteri seperti infeksi virus Epstein Barr.
 Berat badan berlebih atau obesitas.
 Perubahan hormon.
Penggolonga penyakit autoimun
Digolongkan menjadi 2:
 Organ – spesifik
Penyakit autoimun terjadi/terinfeksi pada organ tertentu missal Hashimoto’s tiroyiditis
dan grave’s disease
 Sistemik : penyakit autoimun berdampak pada keseluruhan jarimgan didalam tubuh
misalnya rheumatoid arthritis

Mekaniemse autoimun menyebabkan keruskan sel


1. Antibody dan limfosit mengenali “self antigen”
2. Aktifitas antibody dan limfosit
3. Inflamasi pada tempat tertentu
4. Perbanyakakan antibody terhadap “self antigen”

Macam-macam penyakit autoimun


• Autoimun Hepatitis: penyakit autoimun ini menyerang sel-sel hati dan sistem
kekebalan tubuh yang bisa mengakibatkan hati mengeras dan gagal hati.
• Celiac Dease: jenis penyakit autoimun ini menyebabkan penderitanya tidak mampu
menerima gluten dan zat yang terkandung dalam gandum.
• Antibody Syndrome atau Antiphospholipid (APS): jenis penyakit autoimun ini bekerja
dengan menyerang lapisan dalam pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya
pembekuan darah pada saluran darah, baik saluran vena maupun arteri.
• Hemolytic Anemia: penyakit autoimun ini bekerja dengan menghancurkan sel darah
merah yang terdapat dalam tubuh.
• Guillain-Barre Syndrome (GBS): penyakit autoimun ini menyerang saraf yang
menghubungkan otak dan tulang belakang dengan seluruh. Akibatnya otak mengalami
kesulitan untuk memberikan perintah pada saraf otot, hingga menimbulkan kelumpuhan.
• Ideophathic Thrombosythopenic Purpura (ITP): merupakan salah satu penyakit
autoimun yang banyak menyerang wanita dan menyebabkan pecahnya jaringan
pembuluh darah.
• Lupus Eritematosus Sistemik: penderita yang mengalami serangan penyakit autoimun
ini ditandai dengan tanda merah di bagian wajah seperti sepasang sayap kupu-kupu.
• Multiple Sclerosis: penyakit autoimun ini menyerang lapisan pelindung di sekitar
syaraf, hingga menyebabkan terganggunya kerja otak dan syaraf tulang belakang.
• Psoriasis: penyakit autoimun ini ditandai dengan penumpukan sel kulit yang terjadi
akibat sel- kulit yang tumbuh di dalam kulit tumbuh cepat dan segera naik ke permukaan
hingga kulit menebal dan menumpuk di permukaaan kulit.
• Diabetes: jenis penyakit autoimun ini menyerang sel-sel insulin, sehingga tubuh tidak
bisa memenuhi kebutuhan insulin. Hal ini tentu saja menyebabkan terlalu banyak gula
beredar dalam darah.

Imunitas terhadap virus


• Mekanisme penyebaran virus dalam jaringan
o Setempat, virus menginfeksi terbatas pada selaput lender organ
tertentu saja., misalnya rhinovirus pada epitel saluran napas.
o Hematogen primer, virus diinokultasikan secara langsung dalam peredarana darah
yang akan diikuti penyebaran dalam organ. Contohnya hepatitis virus
o Hematogen sekunder, awalnya infeksi virus dan pengembangbiakannya
berlangsung pada permukaan selaput lendir yang kemudian diikuti penyebarannya
melalui darah untuk mencapai organ target. Contoh virus poliomyelitis
o Penyebaran melalui saraf, virus tertentu yang diinokulasi didaerah perifer akan
menyebar melalui sistem saraf . contoj virus rabies dan simplex herpes.
• Siklus virus
o Virion diabsorbsi sel pejamu melalui reseptor
o Virus menembus sel dan melepaskan mantelnya
o Infeksi terjadi melalui beberapa fase yang bergantung pada jenis virus.
o Berbagai komponen virus dibentuk di dalam sitoplasma dan atau nucleus sel.
Selanjutnya komponen –komponen tersebut menyatukan diri sehingga terbentuk virus
yang matang
o Perakitan terjadi di Retikulum endoplasma
o Virus mengalami pematangan di badan golgi dan siap dilepaskan
o Virus dilepaskan dan dapat menyerang sel lain.
• Infeksi virus dimulai dengan invasi setempat pada permukaan epitel. Kemudian
virus akan ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan fase viraemi dan kemudian virus
mengadakan invasi sampai di sel alat sasaran seperti kulit, susunan saraf. Tubuh
memerangi virus yang mempunyai berbagai fase infeksi melalui bermacam-macam cara.
• Antibody dapat merusak partikel virus secara langsung melalui aktivasi jalur klasik sistem
komplemen atau agregasa virus sehingga akan mempercepat fagositosis oleh makrofag
• Mekanisme yang berperan pada pertahanan berbagai fase infeksi virus adalah :
o Interferon dan IgA merupakan pertahanan pertama pada epitel permukaan
o Beberapa virus berkembang dalam sel eptel permukaan. Ada virus yang mempunyai
lebih dari satu masa viraemi dan selama ada dalam darah, virus tersebut rentan
terhadap antibodi.
o Virus di dalam sel yang diserang berbagai sistem imun humoral dan seluler dan atau
antibodi melalui ADCC (aromatic L-amino acid decarboxylase)
o Pada umumnya penghancuran virus di dalam sel menguntungkan tubuh , tetapi
rekasi imun yang terjadi dapat menimbulkan pula kerusakan jaringan tubuh yang
disebut imunopatologik.
• Mekanisme respon imun humoral dan seluler
Jenis respon Molekul / sel efektor Aktivitas
Humoral Antibodi ( IgA sekretori) Menghambat ikatan virus
pada sel pejamu, sehingga
mencegah infeksi
Antibody IgG, IgM, dan IgA Menghambat fusi envelop
virus dengan membrane sel
plasma pejamu
Antibody IgG dan IgM Memacu fagositosis partikel
virus (Opsonisasi)
Antibody IgM Aglutinasi partikel virus
Seluler IFN –γ yang disekresi Th Aktivitas antiviral direk
atau Tc
CTL Memusnahkan sel sel yang
terinfeksi virus
Sel NK Dan Makrofag Memusnahkan sel terinfeksi
melalui ADCC
• Pada umumnya sesudah terjadi infeksi virus secara alami, antibody maupun limfosit T
sitotoksik sbg efektor akanterjadi perlindungan seumur hiodup terhadap virus yang
bersangkutan.
• Sebaliknya penyuntikan virus influenza yg telah dimatikan terlebih dahulu
hanya akan mmbangkitkan antibody saja tanpa limosit T sitotoksik sehingga
perlindungannya hanya berlangsung dalam waktu singkat.
• Antibodi yg menyelubungi sel inang terinfeksi tidak cukup jumlahnya tidaka akan terjadi
kerusakan sel
• Sebaliknya antuigen virus dengan antibody yang membentuk kompleks imun ajan
dilepaskan dari permukaan seknya.
• Dengan terlepasnya kompleks imun yg mengandung antigen virus akan mengakibatkan
sel yang masih mengandung virus tsb tidak memiliki antigen virus pada permukaan selnya,
shg akan luput dari pengindraan sistem imun.
• Dengan demikian, respon imun thdp virus dapat menyebabkan keruskaan pada sel inang
melalui pembentukan kompleks imiun pada permukaan sel atau secara lagusng terjadi
kerusakan oada sel yang terinfeksi.

Imunitas terhadap bakteri


• Diperantarai oleh kedua jenis efektor baik humoral maupun seluler
• Bakteri mengekspresikan banyak macam antigen permukaan dan melepaskan berbagai
jenis factor virulensi yang akan memicu respon imun
• 3 jenis imunitas terhdap bakteri
o Infeksi bakteri dengan toksin
o Infeksi bakteri berkapsul
o Infeksi bakteri intraseluler
• Mekanisme pertahanan dalam infeksi
o Berkaitan dengan sifat dan kemampuan mikroorganisme bersangkutan dan pada
penyakit yang diakibatkan.
o Epitel permukaan yang mempunyai fungsi proteksi, akan membatasi masuknya
bakteri ke dalam tubuh. Bila bakteri berhasil masuk ke dalam jaringan tubuh,
patogenitasnya akan ditentukan oleh kemampuan tubuh untuk menghancurkan
dinding selnya
o Bakteri mencoba menghindari fagositosi dengan selubung kemudian melepaskan
eksotoksin yang membunuh fagosit atau mengahmbat rx peradangan kemudian
membelokkan komolemen ke tempat yang tidak diperlukan atau membentuk koloni
ditempat yang tak dapat dijangkau
o Antibody dalam menghadapi upaya tsb dgn cara menetralisir toksin, memfasilitasi
kerusakan oermukaan bakteri bersama komolemen dan mengatasi sifta kapsul yg
melindungi darifagositosis dg cara opsonisasi bakteri dg bantuan IgE dan C3b
o Imunitas bakteri ekstraseluler
▪ Hidup dan berkembang biak di luar sel pejamu misalnya dalam sirkulasi,
jaringan ikat dan rongga jaringan seperti lumen usus dan saluran cerna.
▪ Beberapa diantaranya adalah bakteri patogen.
▪ Penyakit yang ditimbulkan bakteri ekstraselueler dapat berupa inflamasi dan
yang menimbulkan destruksi jaringan di tempat infeksi dengan membentuk
nanah
▪ Respon imun non spesifik utama adalah komplemen, fagositosis dan respon
inflamasi.
▪ Respon imun spesifik berupa antibodi merupakan komponen imun protektif
utama terhadap bakteri ekstrasseluler yang berfungsi untuk menyingkirkan
mikroba dan menentralkan toksin melalui berbagai mekanisme. Sel T helper
(Th2) memproduksi sitokin yang merangsang sel B, aktivasi makrofag dan
inflamasi)
• Imunitas bakteri intraseluler
▪ Ciri utamanya adalah kemampuannya untuk hidup bahkan berkembangbiak
dalam fagosit. Mikroba tersebut mendapat tempat tersembunyi yang tidak dapat
ditemukan oleh antibodi dalam sirkulasi sehingga untuk eliminasinya
memerlukan mekanisme imun seluler.
▪ Efektor imun nonspesifik utama terhadap bakteri intrasel. Fagosit menelan dan
mencoba menghancurkan mikroba tersebut , namun mikroba resisten terhadap
efek degradasi fagosit.
▪ Sel NK memproduksi IFN-γ yang mengaktifkan makrofag dan meningkatkan
daya fagositosis. Sehingga sel NK memberikan respons dini , dan terjadi
interaksi antara sel NK dan makrofag. Proteksi respons imun spesifik terhadap
bakteri intraseluler berupa imunitas seluler

Imunitas terhadap jamur


• Jamur adalah organisme eukariotik, tidak mengandung klorofil.
• Kebanyakan jamur tidak berbahaya, namun sebagian kecil spesies jamur dapat
menimbulkan penyakit pada manusia yang disebut mikosis.
• Infeksi jamur terberat adalah infeksi sistemik seperti histoplasmosis, kriptokokosis, dan
koksidiomikosis yang biasanya bermula dari infeksi paru dan diperoleh melalui inhalasi
spora dari jamur yang hidup bebas
• Klasifikasi penyakit jamur
Daerah infeksi Superfisial Epidermis, tidak ada
inflamasi
Kutan Kulit, rambut dan kuku
Subkutan Luka, biasanya ada inflamasi
Sistemik Paru, visera abdomen,
tulang, SSP
Rute infeksi Eksogen Lingkungan, udara, sentuhan
kutan dan perkutan
Endogen Reaktivasi laten, organisme
komersial
Virulensi Primer Menginfeksi pejamu sehat
Oportunisktik Virulensi rendah,
menginfeksi subjek
imunokompromais
• Respon imun terhadap jamur diperankan oleh neutrofil dan makrofag alveolar sebagai sel
pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup
• Infeksi jamur pada manusia dikelompokkan menjadi 4 kategori besar, diantaranya
o Mycosis superfisialis. Infeksi oleh dermatophyta biasanya terbatas pada bagian
keratin sehingga parasite bisa hidup dari kulit, rambut dan kuku
o Mycosis subcutanea. Infeksi jamur saprofit yang berlangsung di bawah kulit dapat
menyebabkan benjolang pada jaringan bawah kulit,. Biasanya terjadi sesudah trauma
o Mycosis respiratoirus. Infeksi saprofit yang berasal dari tanah dapat
membangkitkan gejala akut dalam paru
o Infeksi pada kulit atau selaput lender yang disebabkan oleh candida albicans

Imunitas terhadap protozoa dan cacing


• Merangsang lebih dari satu mekanisme pertahanan imunologik yakni humoral dan selular
• Parasite protozoa yg meneyrang manusia hidup dalam tubuh dengan menempati berbagai
jaringan atau sel yang khas, misalnya:
o Amoeba dalam usus
o Trypanozoma, bebas dalam darah, otot dan makrofag
o Plasmodium dalam eritosit
• Parasite Cacing yang menginfeksi mausia meliputi:
o Trematoda / schistosoma
o Cestoda / cacing pita
o Nematode (ascaris, filarial, ankylostoma)
• Beberapa jenis parasite hidup melalui vector
• Infeksi parasite berifat kronis
• Infeksi yang kronik akan meninggikan kadar immunoglobulin dalam sirkulasi,
menimbulkan rangsangan antigen yang persisten dan pembentukan kompleks imun.
• Parasit dapat menimbulkan imunosupresi dan efek imunopatologik pada pejamu
• Respons imun seluler lebih efektif terhadap protozoa intraseluler, sedang antibodi lebih
efektif terhadap parasit ekstraseluler dalam darah dan cairan jaringan.
• Sel Tc dapat menghancurkan parasit intraseluler. Limfokin yang dilepas oleh sel T yang
disensitisisasi dapat mengaktifkan makrofag untuk lebih banyak membentuk reseptor
untuk Fc dan C3, berbagai enzim dan faktor lain yang dapat meninggikan sitotoksis
• Mekanisme imunitas terhadap parasit
o Parasite/cacing masuk menembus kulit shingga terbentuk respon imun humoral.
IgG mengikat permukaan cacing. IgE membungkus mastosit mengikat permukaan
cacing
o Adanay ikatan IgG dengan Antigen cacing, mengaktifkan komplemen
o Adanya mastosit yang berikatan dengan IgE yg terkait dengan antigen cacing,
maka terjadi degranulasi shg beberpa mediator mastosit lepas
o Mediator mastosit menarik sel eusinofil dan meningkatkan jumlah reseptor utk
komplemen
o Kematian cacing atau parasite disebbakan lisis karena aktivasi komplemen dan
mediator yang dilepaskan oleh eusinofil

Respon imun pada penyakit degenerative


• Penyakit degeneratif adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan jaringan atau organ
memburuk dari waktu ke waktu
• Penuaan adalah salah satu faktor risiko umum untuk banyak penyakit degenerative
• Pada tingkat sel, sel menua ketika kehilangan kemampuannya untuk membelah dan tetap
aktif secara metabolik.
• Pada tingkat jaringan dan organ, struktur biologis yang menua adalah struktur yang pada
akhirnya akan hilang.
• Beberapa jenis penyakit degeneratif paling umum adalah kanker, diabetes, Parkinson,
Alzheimer, rheumatoid arthritis, dan osteoporosis
• Penyakit degeneratif diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, yakni
o Kardiovaskular
▪ Hipertensi
Hipertensi adalah penyakit di mana tekanan darah arteri tinggi secara tidak
normal, selama sistol atau selama diastol. Kondisi ini harus didiagnosis dan
diobati, karena menyebabkan cedera permanen pada arteri dan, kemudian,
menyebabkan penyakit parah lainnya pada organ seperti jantung, otak, ginjal,
retina, dll.
▪ Penyakit coroner
Penyakit koroner adalah adanya obstruksi total atau sebagian dari satu atau lebih
arteri yang mendarahi otot-otot jantung, yaitu obstruksi arteri koroner. Penyakit
ini terbentuk oleh pembentukan plak ateroma yang lambat dan bertahap di
dalam arteri koroner. Plak lemak tumbuh dan menghalangi aliran darah, suatu
proses yang dikenal sebagai aterosklerosis.
▪ Infark miokard
Infark miokard akut merupakan kejadian nekrosis miokard yang disebabkan
oleh sindrom iskemik tak stabil. Infark miokard akut (IMA) disebabkan
kerusakan ireversibel pada otot jantung akibat pasokan oksigen yang
kurang. Keberadaan infark miokard dapat mengganggu fungsi sistolik maupun
diastolik, dan meningkatkan risiko aritmia pada pasien.
o Sistem saraf.
▪ Parkinson
Parkinson adalah penyakit degeneratif yang mengakibatkan hilangnya kontrol
otot karena neuron tidak dapat berfungsi dengan normal. Tapi abnormalitas
pada fungsi neuron sendiri belum dapat dipastikan penyebabnya.
▪ Alzheimer
Alzheimer juga termasuk ke dalam penyakit degeneratif umum yang
mengakibatkan penurunan fungsi intelektual.
▪ Sklerosis lateral amiotrofik
Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) adalah penyakit yang disebabkan oleh
kematian neuron yang mengontrol otot-otot sukarela. Awalnya, ada
melemahnya lengan atau kaki. Akhirnya, pengidap ALS akan kehilangan
kemampuan untuk menggunakan tangan dan kaki, berbicara, dan menelan.
▪ Sklerosis ganda
Multiple sclerosis adalah penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan
akumulasi bertahap plak fokal demielinasi, terutama di daerah periventrikular
otak.
o Osteoartritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi degeneratif non-inflamasi yang terjadi terutama
pada orang tua. Hal ini ditandai dengan degenerasi tulang rawan artikular, hipertrofi
tulang di tepi, dan perubahan pada membran sinovial. Hal ini disertai dengan rasa
sakit dan kekakuan, terutama setelah aktivitas berkepanjangan.Obat antiinflamasi
diberikan untuk menghilangkan rasa sakit.
o Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif yang melibatkan tulang. Kondisi ini
ditandai dengan tulang yang sangat keropos. Dengan demikian, seorang individu
dengan osteoporosis memiliki peningkatan risiko patah tulang. Ini biasanya
mempengaruhi wanita lanjut usia dan menyebabkan punggung melengkung karena
fraktur kompresi tulang punggung.

DAFTAR PUSTAKA
Srikandi Mulyo, d. B. (2014). Penyakit-penyakit Auto Imun Tidak Menular Tapi Bisa Mematikan.

Anda mungkin juga menyukai