BUKITTINGGI
2022-2023
RESUME
A. IMUNOGLOBULIN
Imunoglobulin merupakan substansi molekul dalam serum yang menetralakan dan
menghancurkan antigen atau mikroorganisme penyebab infeksi. Molekul ini dibentuk oleh
sel B dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai reseptor permukan untuk antigen dan
sebagai antibody yang di sekresikan ke dalam cairan ekstaseluler. Imunoglobin memiliki
banyak persamaan dalam hal struktur dan sifat biologiknya, berbeda dalam susunanya asam
amino yang membentuk molekulnya. Antibody yang di bentuk sebagai reaksi terhadap salah
satu jenis antigen mempunyai susunan asam amino yanag berbeda dengan antibody yang
dibentuk terhadap antigen lain dan masing-masing hanya dapat berkaitan dengan antigen
yang relavan dan antibody berfungsi sebagai adaptor yang mengikat antigen melalui binding
sitenya yang spesifik.
1. Struktrur dasar imunoglobulin terdiri dari 4 rantai polipeptida yang dirangkai menjadi
satu ikatan disulfida. Peptida dibagi menjadi 2 yaitu peptida yang kecil disebut juga rantai
ringan atau rantai L dan peptida yang besar disebut juga rantai besar atau rantai H. satu
molekul yang ada di imunoglobulin terdiri dari 2 rantai L dan 2 rantai H. rantai H
terdapak 5 kelas yaitu igA, igD, igE, igM dan igG dan terdapat beberapa sub kelas yaitu
igA1, igA2, igG1, igG2, igG3 dan igG4.
2. Imunoglobulin dipecahkan menjadi fragme dengan enzim proteololitik menjadi papain
dan pepsin. Papain dipecah menjadi fragme Fab dan Fc. Fab terdiri dari raitai L dan H
karena mampu mengikat antibodi (monovalen) dan Fc fragme yang mampu mengkristal.
Pepsin dipecahkan menjadi F(ab’)2 yang merupakan terdiri dari 2 fragme Fab ditambah
satu atau dua ikatan disulfida antar rantai (bivalen).
3. Fungsi imunoglobulin adalah:
a) Imunoglobulin A : - antibodi yang paling dominan pada cairan sekresi seperti ludah,
cairan usus, air mata, ASI, cairan hidung dan cairan vagina
- Didalam serum hanya 15% dari seluruh antibodi
- Fungsinya agara antigen tidak menempal pada permukaan
mukosa dan menetralisir virus.
b) Imunoglobulin D : - sebagai molekul penanda bagi stadium meturasibmaupun
aktivitas sel B
c) Imunoglobulin E : - konsentasi didalam serum sangat rendah namun akan naik
cepat pada kondisi infeksi karena parasit, jamur, mikrobakteri
dan virus.
- Antibidi ini fungsinya berhubungan dengan penyakit alergi.
d) Imunoglobulin G : - paling dominan didalam serum yaitu 75%
- Kemampuannya ialah mengativasi komplemen lewat jalur
alernatif maupun klasik
- Fungsinya yaitu sebagai antibodi satu-satunya isotipik yang
mampu melewati plasenta
e) Imunoglobulin M : - Imunoglobulin terbesar dan dibentuk paling dahulu
- Antibodi dalam respon imun primer terhadap kebanyakan
antigen
- Dibentuk paling dahulu pada respon imun primer sehingga
kadarnya tinggi dalam darah umbilikus dan merupakan
petunjuk adanya infeksi dini.
- Fungsinya antibodi yang dapat mengaktifkan komplemen
dengan kuat
4. Tempat sintesis dan pematangan anfinitas
5. Respon imun primer : antigen pertama kali masuk tubuh sehingga igM beberapa hari
setelah pemaparan. Disaat pemaparan antigen dan munculnya igM disebut lag phase.
Kadar igM mencapai puncak setelah 7 hari. Namun setelah 6-7 hari pemaparan baru
terdeteksi igG, sehingga igM mulai berkurang sebelum igG mencapai puncak sekitar 10-
14 hari. Setelah pemaparan antigen kadar antibodi berkurang dan umumnya hanya sedikit
yang dapat dideteksi 4-5 minggu pemaparan.
6. Respon imun sekunder : pada pemaparan kedua kalinya disebut respon sekunder,
sehingga igM dan igG cepat meningkat. Kadar igM tidak melebihi puncak namun kadar
igG meningkat jauh lebih tinggi dari respon primer dan berlanhgsung lama. Perbedaan
respon disebabkan oleh sel B dan sel T.
B. HIPERSENSITIFITAS
1. Hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi
hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan- bahan yang umumnya non
imunogenik. Dimana tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-
bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan
hipersensitivitas tersebut disebut alergen. Reaksi alergi terjadi ketika tubuh salah
mengartikan zat yang masuk sebagai zat yang berbahaya. Contohnya seperti, alergi
makanan merupakan reaksi sistem kekebalan yang terjadi segera setelah mengonsumsi
makanan tertentu.
2. Tipe-tipe reaksi hipersensitifitas
a) Hipersensitifitas tipe I (langsung atau anafilaktik)
Reaksi ini berhubungan dengan kulit, mata, nasofaring, jaringan
bronkopulmonari, dan saluran gastrointestinal. Reaksi ini dapat mengakibatkan gejala
yang beragam, mulai dari ketidak nyamanan kecil hingga kematian. Waktu reaksi
berkisar antara 15-30 menit setelah terpapar antigen, namun terkadang juga dapat
mengalami keterlambatan awal hingga 10-12 jam. Hipersensitivitas tipe I diperantarai
oleh imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini adalah mastosit
atau basofil. Reaksi ini diperkuat dan dipengaruhi oleh keping darah, neutrofil, dan
eosinofil. Uji diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
tipe I adalah tes kulit (tusukan dan intradermal) dan ELISA untuk mengukur IgE total
dan antibodi IgE spesifik untuk melawan alergen (antigen tertentu penyebab alergi)
yang di curigai. Peningkatan kadar IgE merupakan salah satu penanda terjadinya
alergi akibat hipersensitivitas pada bagian yang tidak terpapar langsung oleh alergen.
Peningkatan IgE juga dapat dikarenakan beberapa penyakit non-atopik seperti infeksi
cacing, mieloma, dll. Pengobatan yang dapat ditempuh untuk mengatasi
hipersensitivitas tipe I adalah menggunakan anti-histamin untuk memblokir
reseptorhistamin, penggunaan Imunoglobulin G (IgG), hyposensitization
(imunoterapi ataudesensitization) untuk beberapa alergi tertentu.
b) Hipersensitifitas tipe II
Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa imunoglobulin G (IgG)
dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada permukaan sel dan matriks
ekstra seluler. Reaksi hipersensitivitas tipe II terjadi karena dibentuknya IgG dan
IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi ini dapat
disebut juga sebagai reaksi sitotoksik atau reaksi sitolitik. Reaksi ini terdiri dari 3
jenis mekanisme, yaitu reaksi yang bergantung pada komplemen, reaksi yang
bergantung pada ADCC dan disfungsi sel yang diperantarai oleh antibodi.
Mekanisme singkat dari reaksi tipe II ini sebagai berikut : IgG dan IgM berikatan
dengan antigen di permukaan sel. Fagositosis sel target atau lisis sel target oleh
komplemen, ADCC dan atau antibody. Pengeluaran mediator kimiawi. Timbul
manifestasi
berupa anemia hemolitik autoimun, eritroblastosis fetalis, sindrom Good Pasture,
atau pemvigus vulgaris. Hipersensitivitas tipe II diakibatkan oleh antibodi berupa
imunoglobulin G (IgG) dan imunoglobulin E (IgE) untuk melawan antigen pada
permukaan sel dan matriks ekstraseluler. Kerusakan akan terbatas atau spesifik pada
sel atau jaringan yang secara langsung berhubungan dengan antigen tersebut. Pada
umumnya, antibodi yang langsung berinteraksi dengan antigen permukaan sel akan
bersifat patogenik dan menimbulkan kerusakan pada target sel.
C. AUTOIMUN
Autoimun merupakan suatu kondisi di mana sistem imun atau kekebalan tubuh tidak dapat
berfungsi secara optimal. Sistem imun sangat penting untuk melawan bakteri, infeksi virus, dan
benda asing lainnya yang hendak menyerang tubuh. Bayangkan jika imun Anda tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan normal. Tubuh Anda pastinya akan rentan terkena serangan
berbagai penyakit.
Secara normal, respon imun akan bereaksi terhadap antigen atau patogen. Pada penyakit
autoimun, respon imun penderita akan mengenali dan bereaksi terhadap protein tubuh (self
antigen). Pada manusia, autoimunitas terjadi secara spontan, belum di ketahui secara jelas apa
yang menyebabkan penyakit autoimun bisa bersifat kronis, karena self antigen ditubuh hilang
beberapa faktor dapat meningkatkan risiko terkena penyakit autoimun, antara lain:
DAFTAR PUSTAKA
Srikandi Mulyo, d. B. (2014). Penyakit-penyakit Auto Imun Tidak Menular Tapi Bisa Mematikan.