Anda di halaman 1dari 6

TUGAS HIV – AIDS

OLEH :
VERONIKA SRIYANTI RATULOLI
NIM : 191112024

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2020
SOAL
1. Silahkan dibuat salah satu patofisiologi atau patway (mekanisme sistem imun) dari

perjalanan suatu penyakit yang berkaitan dengan sistem imunitas..

2. Uraikan dan jelaskan mekanisme kerja dari ke 5 Imunoglobulin ? setiap orang

mohon dikerjakan dengan melampirkan literaturnya..

Jawaban
1. Mekanisme kerja sistem imun yang berkaitan dengan penyakit Asma Bronkial
Respon imun secara garis besar dibagi menjadi 2 jalut Yaitu TH1 dan TH2. TH1
respon terhadap virus, bakteri, parasit,intrasel yang ditandai dengan pembentukan
sitokin- sitokin, seperti interferon gama, tumor netroizing factor (TNF) dan
interleukin (IL) 2, yang akan menagktifkan makrofag dan sel T sitotoksik (TC). TH 2
berhubungan dengan respon terhadap parasit metazoan besar dan reaksi – reaksi alergi
aktifasi sel mast dan pembentukan IgE analfilaktik dan kemotaksis eusinofil seperti
yang terjadi pada asma. Polutan udara yang bisa berasal dari 2 sumber indoor dan out
dor, partikel kecil yang mempunyai diameter 0,1 samapi 100 mikron yang dapat
mempengaruhi pengendapan dinasofaring maupun di saluran napas distal. Polutan
udara lainnya seperti asap rokok dapat memicu pembentukan IgE terhadap banyak
Occupational allergen. Aeroallergen antara lain serbuk sari dan rumput, HDM
(allergen Dosmetic pets) spora jamur juga dapat memicu terbentuknya IgE (Widura,
2019). IgE depent realese of mediators dari sel mast Tryptase leukotrien dan
prostalglandin yang dapat mengakibatkan kontraksi otot polos saluran napas
sehingga pasien akan mengalami bronkokontriksi. Sedangkan pengaruh virus seperti
Rhinovirus dan corona virus yang dapat menyebabkan infeksi saluran napas virus
akan merusak sel epitel sehingga paparan aeroallergen yang dialami lebih intensif
(Widura, 2019).
Asma adalah penyakit inflamasi saluran napas. Meskipun ada berbagai cara untuk
menimbulkan suatu respons inflamasi, baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik,
tetapi karakteristik inflamasi pada asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi
eosinofil dan 23 limfosit serta terjadi pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas
dan dan peningkatan permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga
pada penderita asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma ,
secara histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein
dan eksudat protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial
yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan
subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran
napas, dan trakea samapi ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-
kelenjar sel goblet yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang kemudian turut
menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi, mediator
inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang turut
berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah sel mast,
limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat dalam asma
adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa sitokin yaitu :
interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari meningkatnya
responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari luar, yang disebut
alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan berbagai senyawa
endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi, yaitu histamin, leukotrien,
dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien merupakan
bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil bekerja
menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil 24 menuju tempat terjadinya peradangan
yaitu di bronkus (Zullies, 2016).
Mediator inflamasi tersebut akan mengakibatakan konsekuensi penarikan leukosit
kesaluran napas, regulasi tonus, dan sekresi saluran napas yang dapat menyebabkan
edema saluran napas dan sumbatan lumen bronkus oleh mukus dan hyperplasia sel
globet (Resti Yudhawati,2017)

2. Mekanisme kerja dari 5 imunoglobulin

a. Imuno globulin G (IgG) Imunoglobulin G adalah divalen antigen.


Antibodi ini adalah imunoglobulin yang paling sering/banyak ditemukan
dalam sumsum tulang belakang, darah, lymfe dan cairan peritoneal. Adalah
reaksi imun yang diproduksi terbanyak sebagai antibodi utama dalam proses
sekunder dan merupakan pertahanan inang yang penting terhadap bakteri yang
terbungkus dan virus. Mampu menyebar dengan mudah ke dalam celah
ekstravaskuler dan mempunyai peranan penting menetralisir toksin kuman,
serta  melekat pada kuman sebagai persiapan fagositosis.
Ia mempunyai waktu paroh biologik selama 23 hari dan merupakan imunitas
yang baik (sebagai serum transfer). Ia dapat mengaglutinasi 12 antigen yang
tidak larut. IgG adalah satu-satunya imunoglobulin yang dapat melewati
plasenta Merupakan proteksi utama pada bayi terhadap infeksi selama
beberapa minggu pertama setelah lahir, dikarenakan mampu menembus
jaringan plasenta. IgG yang dikeluarkan melalui cairan kolostrum dapat
menembus mukosa usus bayi dan menambah daya kekebalan IgG merupakan
pertahanan utama terhadap mikroorganisme dan toksin. IgM adalah antibodi
pertama yang disekresikan untuk merespons rangsangan antigen
Imunoglobulin, sangat efisien untuk reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik,
pengikatan komplemen, reaksi antibodi-antigen yang lain dan karena
timbulnya cepat setelah terjadi infeksi dan tetap tinggal dalam darah, maka
IgM merupakan daya tahan tubuh yang penting untuk  bakteremia dan virus.
Antibodi ini dapat diproduksi oleh janin yang terinfeksi.
b. Imuno globulin A (IgA)
Imunoglobulin A adalah antibodi sekretori, ditemukan dalam saliva, keringat,
air mata, cairan mukosa, susu, cairan lambung dan sebagainya. IgA juga
merupakan antibodi utama dalam saliva, berfungsi menghalangi perlekatan
bakteri ke epitel mulut, faring, dan gastrointestinal. Yang aktif adalah bentuk
dimer (yy), sedangkan yang monomer (y) tidak aktif. Jaringan yang
mensekresi bentuk bentuk dimer ini ialah sel epithel yang bertindak sebagai
reseptor IgA, yang kemudian sel tersebut bersama IgA masuk kedalam lumen.
Fungsi dari IgA ini ialah:
1. Mencegah kuman patogen menyerang permukaan sel mukosa
2. Tidak efektif dalam mengikat komplemen
3. Bersifat bakterisida dengan kondisinya sebagai lysozim yang ada
dalam cairan sekretori yang mengandung IgA
4. Bersifat antiviral dan glutinin yang efektif
c. Imunoglobulin M (igM)
Imunoglobulin M ditemukan pada permukaan sel B yang matang. IgM
mempunyai waktu paroh biologi 5 hari, mempunyai bentuk pentamer dengan
lima valensi. Imunoglobulin ini hanya dibentuk oleh faetus. Peningkatan
jumlah IgM mencerminkan adanya infeksi baru atau adanya antigen
(imunisasi/vaksinasi). IgM adalah merupakan aglutinin yang efisien dan
merupakan isohem- aglutinin alamiah. IgM sangat efisien dalam mengaktifkan
komplemen. IgM dibentuk setelah terbentuk T-independen antigen, dan
setelah imunisasi dengan T-dependent antigen.
d. Imuno globulin D (IgD)
IgD, berperan sebagai reseptor antigen di permukaan limfosit. Imunoglobulin
D ini berjumlah sedikit dalam serum. IgD adalah penanda permukaan pada sel
B yang matang. IgD dibentuk bersama dengan IgM oleh sel B 13 normal. Sel
B membentuk IgD dan IgM karena untuk membedakan unit dari RNA.
e. Imuno globulin E (IgE)
Imunoglobulin E ditemukan sedikit dalam serum, terutama kalau berikatan
dengan mast sel dan basophil secara efektif, tetapi kurang efektif dengan
eosinpphil. IgE berikatan pada reseptor Fc pada sel-sel tersebut. Dengan
adanya antigen yang spesifik untuk IgE, imunoglobulin ini menjadi bereaksi
silang untuk memacu degranulasi dan membebaskan histamin dan komponen
lainnya sehingga menyebabkan reaksi anaphylaksis. IgE sangat berguna untuk
melawan parasit. IgE ditemukan dengan berpartisipasi dalam reaksi
hipersensitivitas tipe I. terikat IgE yang ini berlaku sebagai reseptor yang
merangsang produksinya dan kompleks antigen-antibodi yang dihasilkan
memicu respon alergi  Anafilaktik melalui pelepasan zat perantara. Pada orang
dengan hipersensitivitas alergi berperantara antibodi, konsentrasi IgE akan
meningkat dan dapat muncul pada sekresi luar. IgE serum secara khas juga
meningkat selama infeksi parasit cacing.
Daftar Pustaka
Harper Edisi 22.Jakarta: EGC Murray, Robert K, Darly K. Granner, & Victor W.

Rodwell. 2012. Biokimia Harper, Edisi 27.Jakarta: Buku Kedokteran EGC


Muray,Robert K,Daryl K Granner ,Peter A Mayes, Viktor W Rodwell.1995. Biokimia

Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.


Yogyakarta : Bursa Ilmu

Widura, W. Patogenesis Asthma Bronchiale. Maranatha Journal of Medicine and


Health, 1(2), 147852.

Yudhawati, R., & Krisdanti, D. P. A. (2017). Imunopatogenesis Asma. Jurnal


Respirasi, 3(1), 26-33.

Anda mungkin juga menyukai