Anda di halaman 1dari 26

TO Unbraw 49

71-80
71. Seorang pasien berusia 68 th datang dengan keluhan sulit tidur, sulit tidur dirasakan sejak 3 hari terakhir,
pasien merasakan sulit tidur dalam seminggu terakhir. tidak ada kaitan dengan masalah hubungan sosial
maupun masalah keuangan. pada 2 minggu terakhir kedua anak pasien masih sering berkunjung ke rumah
pasien. Pasien juga mengeluh sering berjalan sendiri ketika terbangun malam, sering terbangun pada dini hari
dan susah untuk tidur kembali, sering merasa lelah.  PARASOMNIA

Terapi farmakologi yang dapat diberikan yang memiliki efek samping minimal adalah....

a. Oxazepam  short to intermediate acting benzodiazepine

b. Trazolam  triazolam? benzodiazepine

c. Zolpidem  non-benzodiazepine

d. Triazolam  benzodiazepine

e. Ramelteon  benzodiazepine
Buku Ajar IPD. Psikofarmaka dan Psikosomatik. 3579
Buku Ajar IPD. Gangguan Tidur pada Usia Lanjut. 3823
StatPearls. Zolpidem
72. Seorang laki-laki 35 tahun mengeluhkan nyeri pada kedua area pipinya dan didapatkan
hidung yang tersumbat sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mendapatkan obat amoxicillin
clavulanic acid oleh dokter. Empat hari setelah konsumsi obat tersebut, pasien didapatkan
ruam. Pemeriksaan tanda vital tidak didapatkan kelainan, pemeriksaan kulit nampak lesi
seperti yang ditunjukkan pada foto. Didapatkan adanya postnasal drainage pada orofaring.
Pemeriksaan fisik lain tidak didapatkan adanya kelainan. Pemeriksaan laboratorium
didapatkan eosinophilia namun tidak didapatkan adanya kelainan laboratorium lainnya, baik
pada pemeriksaan fungsi liver maupun ginjal.

Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah:

a. Drug reaction with eosinophilia and systemic symptoms (DRESS)  dermatitis,


eksfoliatifa, demam, limfadenopati

b. Morbilliform drug reaction  eritema, blister, kulit melepuh, ruam makulopapular

c. Stevens Johnson syndrome  lesi sasaran, keterlibatan membran mukosa

d. Viral exanthem

e. Fixed drug eruption


Buku Ajar IPD. Alergi Obat. 515
4. FIXED DRUG REACTION

• Plak eritema, eksema atau bula, batas tegas, Dermatopatologi:


• Degenerasi vacuolar keratinosit basal
plak timbul kembali di tempat sama setiap obat • Keratinisasi sel tunggal
diberikan • Nekrosis sel tunggal
• Infiltrasi perivascular superfisial dan dalam
• Lesi dapat di sekitar mulut, anal, genital • Ekstravasasi eritoris
• Inkontinens pigmen
• Muncul < 8 jam pasca pemberian obat
• Obat yang sering menimbulkan FDE:
Penisilin, beta-lactam, tetrasiklin, sulfonamide,
barbiturate, fenolftalein, asetaminofen,
kontrasepsi oral, AINS, metronidazole,
cotrimoxazole, diazepam, sulfadiazine.
• Setelah perbaikan, akan disertai
hiperpigmentasi

Baratawidjaja, KG, Rengganis I. Reaksi Obat dengan Lepuh. Dalam: Alergi dasar edisi ke-1. Interna Publishing. Jakarta: 2009; 561-78
10. ERUPSI MAKULOPAPULAR/EKSANTEMA
• Manifestasi tersering (31-95%) erupsi kulit yang diinduksi obat
• Diawali dengan urtikaria
• Obat yang dapat menginduksi: beta-lactam, sulfonamide,
antikonvulsan, AINS, alopurinol
• Dapat berkembang menjadi SSJ, TEN, atau DRESS

11. DRESS (DRUG REACTION WITH EOSINOPHILIA AND SYSTEMIC SYMPTOM)


• Ruam kulit dengan gejala sindrom eosinophilia
• Diduga merupakan bentuk SSJ yang disertai: demam,
limfadenopati, dermatitis eksfoliatif generalisata, eosinophilia,
leukositosis, dan melibatkan gangguan fungsi hati
• Dapat dicetuskan oleh infeksi herpes
• Obat yang dapat menimbulkan DRESS: carbamazepine, fenitoin,
lamotrigine, minosiklin, alopurinol, dapson, sulfasalazine,
cotrimoxazole, abacavir

Baratawidjaja, KG, Rengganis I. Reaksi Obat dengan Lepuh. Dalam: Alergi dasar edisi ke-1. Interna Publishing. Jakarta: 2009; 561-78
Baratawidjaja, KG, Rengganis I. Reaksi Obat dengan Lepuh. Dalam: Alergi dasar edisi ke-1. Interna Publishing. Jakarta: 2009; 561-78
73. Seorang laki-laki 27 tahun datang ke Poliklinik
Penyakit Dalam dengan keluhan batuk selama 1 minggu
disertai hidung buntu dan demam ringan selama 1
minggu terakhir. Hari ini pasien mengeluhkan nyeri dada
yang semakin memberat sejak pagi hari. Keluhan
dirasakan memberat jika pasien menarik nafas dalam.
Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran kompos mentis;
TD 120/70 mmHg; Nadi 82x/m; laju nafas 18x/m; Suhu
aksiler 37,6 oC. Hasil perekaman EKG pasien sebagai
berikut:  PERIKARDITIS
Tatalaksana selanjutnya yang tepat untuk pasien
tersebut adalah: Sinus rhythm, rate 90 kali/menit, axis normal, p wave normal, PR
a. Berikan ASA dan CPG, ISDN sublingual dan Heparin (IV) interval 0,2”, QRS 0,06”, ST elevasi I-III, AVF, V2-V6 dengan fish
hook pattern, ST depresi AVR, T wave changes negatif,
b. Segera lakukan pemeriksaan transtorakal
LVH/RVH/LBBB/RBBB negatif, ST/T ratio 0,2  BER?
ekokardiografi dengan kemungkinan tindakan
perikardiosentesis LITFL
c. Segera lakukan pemeriksaan angiografi koroner untuk ST/T wave ratio > 0,25 pericarditis
evaluasi adanya infark miokard akut ST/T wave ratio < 0,25 BER
d. Memberikan ibuprofen → perikarditis
e. Programkan treadmill stress test
Buku Ajar IPD. Perikarditis. 1239
ESC Pericardial Disease 2015
74. Laki-laki, 72 tahun datang ke dokter dengan keluhan sering merasa lelah dan lesu sejak 2 minggu yang lalu. Pasien
juga kadang-kadang mengalami demam, kencing berwarna merah tua disertai mata tampak kuning sejak satu minggu
sebelumnya, terutama ketika malam dan dini hari. Pasien merupakan penderita chronic lymphocytic leukemia dan
mendapatkan terapi fludarabin sejak dua bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sklera
ikterik, ujung hidung dan jari tampak biru keunguan, pembesaran kelenjar getah bening di colli D dan ingunal D,
hepatosplenomegali. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil sebagai berikut: Hb 6,5 gr/dL, trombosit 125.000/uL,
retikulosit meningkat, bilirubin total/direk/indirek 15,67/2,67/13,00 mg/dL; pada hapusan darah tepi didapatkan hasil
sebagai berikut:  AUTOIMMUNE HEMOLYTIC ANEMIA

(Blood smear ga kefoto)

Diagnosis yang paling mungkin dari kasus di atas adalah:

a. Cold autoimmune hemolytic anemia

b. Drug allergy

c. Hapten mediated autoimmune hemolytic anemia

d. Leptospirosis

e. Warm autoimmune hemolytic anemia


Buku Ajar IPD. Anemia Hemolitik Autoimun. 2611-12
75. Seorang laki-laki 65 tahun dalam perawatan di ruang rawat
jantung setelah sebelumnya mengalami keluhan nyeri dada 4 jam
sebelum ke Rumah Sakit. Hasil pemeriksaan di IGD menyatakan
pasien mengalami STEMI inferior dan kemudian dilaksanakan
intervensi perkutaneus primer (IKP) untuk koroner yang mengalami
oklusi total. Satu jam setelah prosedur dilakukan, pasien mengalami
aritmia akut dengan gambaran EKG (dibawah ini). Pada pemeriksaan
fisik didapatkan tekanan darah 100/60 mmHg; nadi 92x/ menit; laju
nafas 16x/ menit; suhu aksiler 36,8 oC. Pemeriksaan auskultasi
jantung didapatkan ritme denyut jantung reguler dengan intensitas
S1 yang bervariasi. Pemeriksaan auskultasi paru dalam batas normal.

Tatalaksana yang tepat bagi pasien saat ini adalah:  REPERFUSION Bukan sinus rhythm, rate 90 kali/menit, axis LAD, p wave sulit
ARRHYTHMIA dinilai, PR interval sulit dinilai, QRS 0,06”, ST segment-T wave
changes negatif, LVH/RVH/LBBB/RBBB negatif  accelerated
a. Berikan Amiodaron idioventricular rhythm (LITFL)

b. Cardiac Resynchronization Therapy

c. Tindakan Kardioversi

d. Berikan Lidocaine

e. Tidak diperlukan intervensi → aritmia paska reperfusi.


• Pada AIVR juga dapat dipertimbangkan
dipiridamol (dari penelitian)

Fröhlich, GM, et al. Eur Heart J. 2013;34:1714-22.


Matoshvili Z, et al. Management of reperfusion arrhythmias.
76. Seorang laki-laki 48 tahun datang ke UGD dengan tidak sadarkan diri setelah minum alcohol 1 jam
sebelum masuk rumah sakit, disertai sesak nafas, pada pemeriksaan fisik di didapatkan kesadaran stupor
tekanan darah 90/70 mmHg, Nadi 122 kali /menit, pernafasan 31 kali/menit, suhu 36 ,7 oC, JVP tidak
meningkat, tidak didapatkan ronkhi di kedua paru, jantung dan abdomen normal, dari hasil analisa gas darah di
dapatkan PH : 7,10 PCO2 : 55 mmHg PaO2 : 150 mmHg FiO2: 32 % HCO3 : 20 mmol/L AaDO2 : 200,

Interpretasi analisa gas darah pada pasien ini:

a. Gagal nafas hiperkapnia (PCO2 > 50) = = 66 ~7,2-7,25


b. Gagal nafas hipoksemia (PO2 < 60)
Asidosis respiratorik akut
c. Alkalosis metabolik PCO2 naik 10 ~ HCO3 naik 1
d. Alkalosis respiratorik
Asidosis respiratorik mixed asidosis
metabolik
e. Asidosis Metabolik
Analisa Gas Darah
Parameter Lab Nilai Normal pH [H+] (nmol/L)
pH 7,40 (7,35-7,45) 7.00 100
7.05 89
pO2 75-100 mmHg 7.10 79
pCO2 35-45 mmHg 7.15 71
SaO2 7.20 63
≥95% 7.25 56
HCO3 22-26 mmol/L 7.30 50
7.35 45
7.40 40
Syarat AGD layak baca 7.45 35
7.50 32
ATAU 7.55 28
7.60 25
7.65 22

Toleransi Kaufman DA. American Thoracic Sosciety. Available from:


https://www.thoracic.org/professionals/clinical-resources/critical-care/clinical-education/abgs.php.
Gangguan Asam Basa Sederhana
Gangguan Asam Basa pH PCO2 / HCO3- Kompensasi
Asidosis metabolik  HCO3-  Penurunan HCO3- 1 mmol/l ~ penurunan PCO2 1,2 mmHg
Alkalosis metabolik  HCO3-  Peningkatan HCO3- 1 mmol/l ~ peningkatan PCO2 0,7 mmHg
Asidosis respiratorik  PCO2  Akut: peningkatan PCO2 10 mmHg ~ peningkatan HCO3- 1 mmol/l
Kronik: peningkatan PCO2 10 mmHg ~ peningkatan HCO3- 3,5
mmol/l
Alkalosis respiratorik  PCO2  Akut: penurunan PCO2 10 mmHg ~ penurunan HCO3- 2 mmol/l
Kronik: penurunan PCO2 10 mmHg ~ penurunan HCO3- 5 mmol/l

Johnson RJ, et al. Comprehensive clinical nephrology. 5th Ed. 2014. p. 149-59.
77. Seorang perempuan, 23 tahun, datang dengan keluhan demam dan mimisan. Keluhan dirasakan sejak 1
bulan yang lalu, dan memberat dalam dua hari. Sekitar 8 bulan sebelumnya, pasien pernah didiagnosis
dengan Immune Thrombocytopenia dan telah diberikan terapi lini pertama serta splenektomi. Dokter yang
merawat saat itu menyatakan bahwa pasien menunjukkan respons terapi yang baik. Hemodinamik saat ini
stabil dan hasil pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut: Hb: 10,8 gr/dL, MCV/MCH: 87/28,
Trombosit: 24.000/uL, Leukosit: 6340/uL. Hapusan darah tepi: Kesan jumlah trombosit menurun dengan
didapatkan giant platelet.  ITP REFRAKTER

Terapi yang bisa diberikan pada pasien adalah

a. Imunoglobulin intravena  1 g/kgBB/hari selama 2 hari berturut-turut atau 400 mg/kgBB/hari selama 5
hari (buku ajar)

b. Kemoterapi  vincristin

c. Terapi agen biologis  rituximab? Karena dia anti CD20 (ASH 2019)

d. Tidak diberikan terapi

e. Transfusi thrombocyte concentrate 1 unit per 10 kgBB  bukan pilihan


Buku Ajar IPD. Purpura Trombositopenia Imun. 2783
ASH ITP 2019
78. Seorang laki-laki 52 tahun dibawa ke rumah sakit akibat mengeluhkan batuk darah sejak 3 hari yang lalu. Pasien didapati
nyeri otot, sendi, mimisan, dan penurunan pendengaran sejak 3 minggu sebelumnya. Satu minggu yang lalu pasien
mengeluhkan ruam dan kelemahan pada tangan kanannya. Pemeriksaan fisik didapatkan suhu 38.0oC, tekanan darah
152/100 mmHg, nadi 72 kali/menit, dan RR 24 kali/menit. Konjungtiva merah pada kedua mata dan didapatkan penurunan
pendengaran pada kedua telinga. Didapatkan nyeri tekan pada area sinus maksilaris bilateral serta didapatkan ronkhi difus
pada pemeriksaan thoraks. Pemeriksaan genggaman tangan pada tangan kanan berkurang dan didapatkan purpura yang
terpalpasi pada ekstremitas bawah bilateral. Pemeriksaan penunjang didapatkan hasil sebagai berikut: LED 84 mm/jam,
Leukosit 12,300 / l, Komplemen (C3, C4) normal, Kreatinin 2.1 mg/dl, Urinalisis: protein 3+, eritrosit 50/hpf, leukosit 20/hpf,
Foto Waters: erosi tulang pada septtum dan inflamasi pada sinus maksilaris, Foto Thoraks: infiltrate diffuse bilateral. 
GRANULOMATOSIS WITH POLYANGIITIS

Pemeriksaan penunjang apakah yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasien ini:

a. Antibodi Anti-dsDNA → SLE

b. Antibodi antimyeloperoxidase → MPA, EGPA

c. Antibodi anti-proteinase 3 → GPA/Wegener

d. Antibodi anti-topoisomerase I → anti Scl-70 → SS

e. Serum cryoglobulin  cryoglobulinemic vasculitis


 52 tahun
 Batuk darah, ronki difus, infiltrat difus
bilateral
 Nyeri otot, sendi
 Mimisan
 Penurunan pendengaran
 Ruam, purpura yang terpalpasi pada
ekstremitas bawah bilateral
 Kelemahan pada tangan kanan,
genggaman tangan pada tangan kanan
berkurang
 Demam
 Konjungtiva merah
Takayasu: aorta dan cabangnya (subclavian, innominate). Demam, artralgia,  Nyeri tekan sinus maksilaris bilateral,
denyut nadi/TD berbeda di ekstremitas, klaudikasio, renovascular HT  foto Waters: erosi tulang pada septtum
arteriografi, steroid + MTX, AZA, tocilizumab dan inflamasi pada sinus maksilaris,
GCA: aorta dan cabangnya (carotid artery  temporal arteritis). Demam, lemas, Foto Thoraks: infiltrate diffuse bilateral.
sakit kepala, optic neuropathy, jaw claudication, PMR  MRA, CTA, steroid  LED 84 mm/jam, Leukosit 12,300 / l,
PAN: necrotizing nongranulomatous vasculitis. Demam, lemas, stroke, nyeri Komplemen (C3, C4) normal, Kreatinin
ekstremitas, artritis, HT, hematuria, proteinuria, kolesistitis, nyeri ovarium/testis, 2.1 mg/dl, Urinalisis: protein 3+,
livedo reticularis, purpura, coronary arteritis, kardiomiopati  CTA, MRA, biopsi, eritrosit 50/hpf, leukosit 20/hpf
STEROID + DMARD Sabatine 8th
 52 tahun
 Batuk darah, ronki difus, infiltrat difus
bilateral
 Nyeri otot, sendi
 Mimisan
 Penurunan pendengaran
 Ruam, purpura yang terpalpasi pada
ekstremitas bawah bilateral
 Kelemahan pada tangan kanan,
GPA/Wagener: upper respiratory + lower respiratory, renal. Recurrent sinusitis, genggaman tangan pada tangan kanan
palpable purpura, saddle nose deformity, hemoptisis, RPGN, hematuria berkurang
mikroskopik, manifestasi ocular  anti-PR3, biopsi, mild steroid + MTX, severe  Demam
RTX/CYC + steroid  Konjungtiva merah
MPA: without upper airway involvement. GN, palpable purpura, pulmonary  Nyeri tekan sinus maksilaris bilateral,
capillary alveolitis  anti-MPO, biopsi, treatment GPA foto Waters: erosi tulang pada septtum
EGPA/Churg-Strauss: asthma, eosinophilia, GPA + frequent cardiac  anti-MPO, dan inflamasi pada sinus maksilaris,
eosinophilia, biopsi, steroid + mepolizumab (anti-IL5) / RTX/CYC Foto Thoraks: infiltrate diffuse bilateral.
 LED 84 mm/jam, Leukosit 12,300 / l,
IgA/HSP: skin, GI tract, kidney, palpable purpura, poliartralgia (hips, knees, Komplemen (C3, C4) normal, Kreatinin
ankles), nyeri perut, hematuria, proteinuria  leukocytoclastic vasculitis + IgA,
2.1 mg/dl, Urinalisis: protein 3+,
severe steroid + DMARD, self limiting
eritrosit 50/hpf, leukosit 20/hpf
Cryoglobulinemic: hyperviscosity-cold, digital ischemia (type I), vasculitis,
purpura, demam, GN, artralgia (type II/III)  cryoglobulin Sabatine 8th
79. Seorang wanita 72 tahun dibawa oleh kedua anaknya ke rumah sakit tipe A karena kelemahan bertahap kedua tangan dan kaki
dalam 6 bulan terakhir. Karena keluhan ini pasien beberapa kali terjatuh ketika berjalan. Keluhan ini sudah berulang sebelumnya,
dengan kecurigaan NPSLE oleh dokter keluarga yang merawat pasien. Sebelumnya keluhan membaik dengan pemberian steroid dosis
rendah selama 9 bulan terakhir namun dalam sebulan terakhir keluhan menetap. Didapatkan penurunan BB dari 54 kg ke 42 kg dalam
1 bulan terakhir. Pasien jg tidak merasa dingin ketika tidak sengaja dimandikan dengan air dingin. Pasien tersebut sebelumnya
menderita Antiphospholid syndrome sekunder dengan Systemic Lupus Erythematous keterlibatan ginjal, dan Diabetes Melitus tipe 2
disertai diabetic dyslipidemia dengan riwayat TIA 7 tahun lalu. Obat rutin yang dikonsumsi pasien adalah HCQ 1x200 mg, Myfortic
2x360 mg (sudah pernah diturunkan dosis), Atorvastatin 0-40 mg, CPG 1x75 mg, Pioglitazone 1x30 mg. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hemodinamik stabil, refleks fisiologis dan patologis dalam batas normal. Kekuatan motorik keempat ekstremitas +2,
dengan sensoris dalam batas normal. Lingkar betis 35 cm Pada pemeriksaan hand grip strength, 2 skor tertinggi adalah 22 dan 24
pound. 6 meter walk test selama 2 detik. Hasil Bioimpedance analysis 1.02 pound/ft².  SARKOPENIA

Rekomendasi terbaik untuk diagnosis pada penyakit diatas adalah:

a. Sesuai algoritma AWGS 2014

b. Rerata handgrip strength menggunakan Jamar Hand dynamometer

c. Pengukuran physical performance menggunakan 5 time chair stand test

d. 6 minutes fastest gait speed

e. DXA
Chen LK, et al. J. Am. Med. Dir. Assoc. 21, 300-307.e2 (2020)
Chen LK, et al. J. Am. Med. Dir. Assoc. 21, 300-307.e2 (2020)
80. Seorang laki-laki usia 32 tahun menderita glomerulosklerosis segmental fokal yang tidak respon dengan
terapi konvensional. Saat ini telah berkembang menjadi penyakit ginjal kronis stadium IV yang berhubungan
dengan glomerulosklerosis segmental fokal.

Manakah dari yang berikut ini yang merupakan indikasi untuk memulai hemodialisis:

a. Asidosis terkendali dengan bikarbonat

b. Bleeding diathesis

c. BUN > 110 mg/dL tanpa gejala

d. Kreatinin > 5 mg/dL tanpa gejala

e. Hiperkalemia yang terkontrol dengan natrium polistiren.

Buku Ajar IPD. Hemodialisis. 2193-4

Anda mungkin juga menyukai